Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Asma


2.1.1 Definisi Asma
Asma adalah penyakit peradangan saluran nafas kronik akibat
terjadinya peningkatan kepekaan saluran nafas terhadap berbagai
rangsangan. Kepekaan ini akan menyebabkan munculnya serangan batuk,
timbulnya bunyi mengi, banyak dahak, sesak nafas, dan rasa tidak enak di
dada, yang pada umumya merupakan penyakit yang diturunkan secara
genetik terutama pada keluarga dengan riwayat alergi (atopik).
Ditinjau secara klinis, asma adalah suatu serangan pernafasan yang
disertai sesak dengan suara, dapat timbul sewaktu-waktu dan dapat hilang
sendirinya, baik secara spontan maupun maupun dengan obat-obatan.
Biasanya terjadi karena kemunduran beberapa fungi pernafasan, seperti
karena adanya penyempitan saluran pernafasan bagian bawah yang dapat
berlangsung secara reversibel. (1)

2.1.2 Klasifikasi Penyakit Asma (2)


Berdasarkan berat ringannya penyakit, asma dibagi atas :
a. Asma Ringan
Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Aktivitas hampir normal
2. Bicara dengan kalimat penuh dan jelas
3. Denyut nadi <100/menit
4. Frekwensi serangan asma jarang (kurang dari 1x/bulan)
b. Asma Sedang
1. Hanya mampu berjalan jarak dekat
2. Bicara dalam kalimat terputus-putus (sulit menyelesaikan
kalimat dalam satu tarikan)
3. Denyut nadi 100-120/menit

4
5

4. Frekwensi serangan asma lebih sering, tiap 2-3x/minggu


c. Asma Berat
1. Sesak nafas pada waktu istirahat
2. Bicara pada kata-kata terputus
3. Denyut nadi >120/menit
4. Frekwensi serangan sering

Jika dilihat dari latar belakang penyakitnya, asma dikelompokan


menjadi dua, yaitu :
a. Asma Ekstrinsik atau atopik, terlihat seperti dikarakter oleh
sensivitas abnormal (alergi) pada makanan, infeksi akibat virus,
atau bakteri atau parktikel yang terhirup seperti serbuk, kotoran
sari tai hewan atau bulunya.
b. Asma Intrinsik, dilihat sebagi akibat dari dalam diri dan di percaya
sebagai genetik atau keturunan. (3)

Berdasarkan waktu timbulnya gejala, asma dapat dikelompokan


menjadi :
a. Asma alergi : ditemukan pada sejumlah kecil pasien
dewasa, merupakan asma yang muncul pada musim tertentu,
misalnya musim hujan, malam hari, atau musim semi. Asma ini
biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat
keluarga yang mempunyai penyakit atopik. Asma alergik
disebabkan karena kepekaan individu terhadap alergen.
b. Asma kronik : pada penderita asma kronik gejala timbul
terusmenerus
c. Asma interminten : pada penderita asma interminten gejala
timbul secara berkala (dalam dihitung dalam hitungan minggu,
bulan, tahun). (3)
6

2.1.3 Diagnosis (4)


Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai
keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa berat didada. Tetapi kadang-kangan
pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umunya timbul pada malam
hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Adanya penyakit alergi yang lain pada
pasien maupun keluarga seperti rinitis alergi, dermatitis atopik membantu
diagnosis asma. Gejala asma sering timbul pada malam hari, tetapi dapat
pula muncul sembarang waktu. Adakalanya gejala lebih sering timbul
pada musim tertentu. Yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus
serangan. Dengan mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindarinya,
maka diharapkan gejala asma dapat dicegah.
Yang membedakan asma dengan pemyakit paru yang lain yaitu
asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma
tanpa diobati ada yang hilang sendiri. Tetapi memberikan pasien asma
dalam serangan tanpa obat selain tidak etis juga membahayakan nyawa
pasien. Gejala asma juga sangat bervariasi dari satu individu lain, dan
bahkan bervariasi pada individu sendiri misalnya gejala pada malam hari
lebih sering muncul dibandingkan siang hari.

2.1.4 Faktor Resiko (Epidemiologi)


Faktor-faktor pencetus asma yaitu :
1. Infeksi virus saluran nafas : influenza
2. Pemanjangan terhadap alergen tungau, debu rumah, bulu
binatang.
3. Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi.
4. Kegiatan jasmani : lari
5. Ekspresi emosional takut, marah, frustasi.
6. Obat-obat aspirin, anti infamasi non steroid
7. Lingkungan kerja : uap zat kimia
8. Polusi udara : asap rokok
9. Pengawet makanan : sulfit
7

10. Lain-lain, misalnya haid, kehamilan (4)


Adapun faktor-faktor lainnya :
a. Faktor Usia
Asma dapat diderita pada semua usia, terutama pada usia
muda, serta dapat kambuh setelah menghilang beberapa tahun.
b. Jenis Kelamin
Pada anak-anak : laki-laki : wanita (2:1)
Dewasa : laki-laki : wanita : (1:1)
Lansia : laki-laki : wanita : (1:2)
c. Faktor Lingkungan
Kualitas udara buruk seperti asap rokok, uap, debu, dapat
meningkatkan resiko asma. Dan pemaparan alergen dan iritasi
saluran nafas dapat meningkatkan resiko berkembangnya asma.

2.1.5 Terapi Standar Penderita Asma


Asma merupakan jenis penyempitan paru-paru. Adapun obat-obat
mencapai paru-paru yaitu melalui inhalasi, oral, atau parenteral. Inhalasi
sering dipilih karena obat langsung disalurkan kejaringan tujuan (jalan
nafas) dan efektif dalm dosis yang tidak menyebabkan efek sistemik yang
berarti. (5)
Terapi awal yang biasanya diberikan, yaitu :
1. Oksigen 4-6 liter/menit
2. Agonis β-2 (sabutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberiannya dapat diulang
setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis β-2 dapat
secara subkutan atau iv dengan dosis sabutamol 0,25 mg atau
terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% dan diberikan
perlahan.
3. Aminofilin bolus iv 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan
obat ini dalam 12 jam sebelumnya ,aka cukup diberikan
setengah dosis.
8

4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg iv jika tidak ada


respon segera atau pasien sedang menggunakan steroid oral
atau dalam serangan sangat besar. (2)

Penanganan penderita asma merupakan bagian dari terapi penderita


penyakit asma, dengan tujuan terapi sebagai berikut :
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya.
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal
5. Mengindari efek samping obat asma. (6)

2.1.6 Penggolongan Obat Anti Asma


Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat asma dapat dibagi dalam
beberpa kelompok, yaitu :
a. Obat-obat Antialergi
Adalah zat-zat berkhasiat menstabilkan sel mast, sehingga tidak
mengakibtkan lepasnya histamin dan mediator peradangan lainnya.
Obat ini bekerja dengan memblokir reseptor histamin (HI receptor
blocker) sehingga mencegah terjadinya bronkokontriksi. Obat
pilihannya adalah kromoglikat, ketotifen dan oksatomida.

b. Obat –obat Bronkodilator


Adalah obat-obat yang mempunyai efek antibronkokonstriksi,
yaitu obat yang dapat mencegah kontriksi bronkus dan bekerja
dalam waktu pendek.
Obat-obat bronkodilator dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
1) Obat-obat Adrenergik
Bekerja melalui stimulan reseptor β-2 di trakea dan
bronki, yang mengakibatkan aktivitas dari enzim
adenilsiklase yang memperkuat perubahan adenosintrifosfat
9

(ATP) menjadi cyclic-adenosintrifosfat-monophosphat


(cAMP) dengan membebaskan energi yang digunakan
untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP
di dalam sel akan menhasilkan beberapa efek melalui enzim
fosfokinase antra lain efek bronkodilatasi dan
penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast. Sebagai
contoh obat adrenergik adalah sabutamol, terbutalin,
tetroquinol, fenoterol, prokaterol, salmeterol dan
formoterol.

2) Obat-obat Antikolinergik
Obat-obat antikolenergik bekerja memblokir reseptor
muskarinik dari saraf-saraf kolinergik di otot polos bronki,
hingga aktivitas saraf antikolinergik menjadi dominan
dengan efek bronkodilatasi. Biasanya digunakan terutama
untuk terapi pemeliharaan HRB, juga untuk berfungsi
meniadakan serangan asma akut.
Obat-obat ini efek samping yang dapat menghentikan
dahak dan takikardia, sehingga mengganggu terapi. Efek
lain yang terjadi adalah mulut kering, obstipasi, sukar
berkemih, dan penglihatan buram. Sebagai contoh
ipratropium, deptropin, dan tiazinamium.

3) Derivat Xantin
Daya bronkorelaksasinya diperkirakan berdasarkan
blockade reseptor adenosin. Contoh obatnya adalah teofilin,
aminofilin.
Penggunaannya secara terus-menrus pada terapi
pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta
hebatnya serangan. Pada keadaan akut (injeksi aminopilin
dapat dikombinasi dengan obat asma lainnya, terapi
kombinasi β2- mimetika hendaknya digunakan dengan hati-
10

hati berhubung kedua jenis obat saling memperkuat efek


terhadap jantung.

c. Obat-obat kortikosteroid
Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti
peradangan dan gatal-gatal. Obat ini menghambat mekanisme
kegiatan alergen yang melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi
sel mast, juga meningkatkan kepekaan reseptor β2 hingga efek beta
mimetika diperkuat.
Penggunaanya terutama bermanfaat pada serangan asma akibat
infeksi virus atau apada inveksi bakteri yang menimbulkan
peradangan. Untuk mengurangi HRB bronki, zat-zat ini dapat
diberikan perinhalasi atau peroral. Dalam kasus gawat dan
asmatikus, obat ini dapat diberikan secara intravena, lalu disusul
dengan pemberian oral. Penggunaan oral untuk jangka panjang
hendaknya dihindari, karena dapat menekan fungsi anak ginjal.
Contoh obatnya adalah hidrokortison, prednisone, deksametason,
beklometason, budenosidan, dan lain-lain.

d. Obat-Obat Mukolitik dan Ekspektoransia


Obat-obat mukolitik dapat mengurangi keketalan dahak,
dengan cara merombak mukoproteinnya, sedangkan ekspetoransia
dengan mengencerkan dahak sehingga pengeluarannya
dipermudah. Obat ini dapat meringankan sesak nafas dan terutama
berguna pada serangan asma hebat yang bias mematikan bila
sumbatan lendir sedemikian kental sehingga tidak dapat
dikeluarkan. Contoh obatnya adalah asetil atau karbosistein,
bromheksin dan ambroksol, kalium iodide, amonium klorida, dan
lain-lain.
11

e. Obat-Obat Antihistaminika
Obat ini memblokir reseptor-histamin, sehingga mencegah efek
bronkokonstriksinya. Namun, efek pada asma umunya terbatas dan
kurag memuaskan, karena antihistaminika tidak melawan efek
bronkokonstriksi dari mediator lain yang dilepaskan sel mast.
Contoh ketotifen, oksatomida, dan lain-lain.

f. Zat-Zat Antileukotrien
Pada penderita asma, leukotrien turun menimbulkan
bronkokonstriksi dan sekresi mulkus. Kerja antileukotrien bisa
berdasarkan penghambatan sintesis LT dengan jalan blokade enzim
lipooksigenase atau atas dasar blokade LT. sebagai contoh
zileutcon, setirizin, loratadin, azelastin, ebastin, zafirlukast,
pranlukast, dan lain-lain. (1,2,6)

2.2 Contoh Obat Anti Asma


Dalam contoh ini dipilih salah satu zak aktif yang tersedia dalam banyak
formulasi yaitu salbutamol (Albuterol).

2.2.1 Klasifikasi
Golongan broonkodilator, simpatomimetik, agonis β2 (agonis β2
adrenergik). (7)

2.2.2 Bentuk Sediaan dan Nama Dagang

Tabel 2.2
Bentuk sediaan dan nama dagang sabutamol (8)
Bentuk Sediaan Komposis Nama Dagang
Tablet 2 mg, 4 mg Asmacare
Fartolin
Lasal
Pritasma
Salbuven
12

Suprasma
Vanasma
Ventolin
Aerosol 90 mcg/ puff Glisend
Glisend
Salbuven
Sirup 2 mg/ 5 ml
Suprasma
Ventolin
2 mg, 4 mg Bronchosal
Kapsul
(“microfine”)
Hivent
Nebu 2.5 mg. 5 mg
Ventolin
Lasal
Injeksi 500 mcg
Ventolin

2.2.3 Indikasi
Mencegah dan terapi bronkospasme reversibel pada asma dan
penyakit obstuksi pulmonari lain.
Indikasi lain : terapi ajungtif penderita hiperkalemia setelah dialisis. (7)

2.2.4 Mekanisme Kerja


Farmakologi :
Menstimulasi reseptor β-adrenergik, sehingga menyebabkan
aktivasi dari enzim adenilsiklase yang memperkuat perubahan
adenosintrifosfat (ATP) menjadi cyclic-adenosin-monofosfat (cAMP)
dengan pembebasan energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel.
Meningkatnya kadar cAMP dalam sel akan meningkatkan efek
bronkodilatasi dan penghambat pelepasan mediator oleh sel mast. (7)

2.2.5 Rute Pemberian dan Dosis (10)


13

1. Oral
Anak dibawah 2 tahun 200 mcg/kg BB 4 kali sehari, 2-6 tahun
1-2 mg 3-4 kali sehari, 6-12 tahun 2 mg.
Anak >12 tahun dan dewasa 2-4 mg 3-4 kali sehari, 2 mg
untuk pasien lanjut usia dan pasien yang sensitive dosis awal 2
mg 3-4 kali sehari, dosis tunggal maxsimal 8 mg.

2. Inhalasi
Inhalasi Aerosol :
100-200 mcg (1-2 hisapan). Untuk gejala yang persisten 3-4
kali sehari, anak 100 mcg (1 hisapan) dapat dinaikan menjadi
200 mcg (2 hisapan) bila perlu. Profilaksis untuk
bronkospasme akibat latihan fisik, 200 mcg (2 hisapan), anak
100 mcg (1 hisapan).

Inhalasi Nebulezer :
Dewasa dan anak diatas 18 bulan 2,5 mg, diberikan sampai 4
kali sehari atau 5 kali bila perlu, tetapi terapi ini harus segera
dipantau hasilnya, karena kemungkinan diperlukan alternatif
terapi lain.

3. Parenteral
Injeksi subkutan atau intamuskular :
500 mcg diulang 4 jam bila perlu

Injeksi intravena :
250 mcg, diulang bila perlu

Infus intravena :
Awal 5 mcg/menit, lalu disesuaikan dengan respond an denyut
jantung, lazimnya antara 3-20 mcg/menit, atau lebih bila perlu.
2.2.6 Kontraindikasi (7)
14

 Hipersensitif terhadap sabutamol


 Aritmia kardiak
 Hipertensi

2.2.7 Efek Samping (7)


 Kardiovaskuler : peningkatan tekanan darah, sesak nafas,
angina.
 System saraf pusat : musing, migren, gugup, susah tidur,
gelisah, insomnia, tremor
 Telinga Hidung Tenggorokan (THT) : mulut kering, iritasi
tenggorokan, otitis, vertigo.
 Gastrointestinal : mual, muntah, diare.
 Genitourinary : resistensi urin
 Saluran pernafasan : bronkospasme, batuk
 Endokrin dan Metabolik : diabetes militus, hipokalemia, kadar
glukosa dalam darah meningkat, kadar kalium dalam darah
menurun.
 Otot rangka : kram otot, nyeri otot

2.2.8 Interaksi Obat (7)


a. Efek diantagonis oleh propanolol dan penghambat β-
adrenoreseptor lainnya dan ditingkatkan jika diberi bersamaan
dengan xatin.
b. Bersama monoaminoksidase menimbulkan hipertensi berat.
c. Dengan antidepresan, maka efek obat asma dapat meningkat.
d. Dengan obat jantung digitalis, dapat merangsang jantung secara
berlebihan.
e. Dengan obat diabetes, efek obat diabetes dapat berkurang.
f. Dengan obat anti hipertensi, maka efek dari obat anti hipertensi
dapat diantagonis.
g. Dengan kafein, dapat menstimulasi sistem saraf pusat.
2.2.9 Pemakaian dan Penyimpanan
15

a. Pemakaian
 Oral digunakan 1 jam sebelum dan 2 jam sesudah makan
 Inhalasi, digunkan dengan cara dihisap secara perlahan dan
menahan nafas selama 10 detik sesudahnya. Untuk inhalasi
kedua minimal 1 menit setelah inhalasi pertama.
b. Penyimpanan
 Inhalasi nebulezer, sirup dan tablet : pada suhu 2-30° C,
kecuali kalau sebaliknya ditentukan oleh pabrik, terlindung
dari cahaya matahari langsung dan pembekuan.
 Inhalasi aerosol : pada suhu 15-30° C, kecuali kalau
sebaliknya ditentukan oleh pabrik, terlindung dari cahaya
matahari langsung dan pembekuan.

2.2.10 Over Dosis


Efek yang berlebihan dapat terjadi seperti yang tercantum dalam
efek samping. Inhalasi, mengakibatkan hipokalemia, mulut kering dan
hipertensi. Oral mengakibatkan gangguan lambung, muntah kolaps,
delirium dan mungkin koma. Perlakuan, penggunaan kardioselektif β-
adrenergik bloker misalnya acebutolol, atenolol, metropolol, jika perlu
aritmia kardiak. Tetapi obat ini harus digunakan dengan hati-hati karena
dapat menginduksi bronkospasme atau serangan asma. (9)

2.2.11 Edukasi Kepada Pasien dan Keluarga Pasien


 Pengetahuan tentang penyakit
 Hal-hal yang harus dihindari, yang merupakan faktor pemicu
asma dan interaksi obat dengan makanan, seperti kafein yang
memicu SSP.
 Jangan melebihi dosis dan jika terjadi gangguan saluran cerna
hentikan pemakaian.

 Pemakaian :
16

Inhalasi : kocok inheler, miringkan kepala kebelakang dan


letakan di depan mulut dengan jarak 1-2 inci dari mulut.
Gunakan specer untuk membantu pasien dalam pemberian
obat. Tekan inheler, bernafas secara perlahan dan tahan selama
10 detik lalu keluarkan. Jika inheler tidak digunakan selama >2
minggu, tes dengan mengeluarkan udara 4 semprotan (jauh dari
wajah).
Oral : untuk tablet jangan dikunyah atau dihancurkan.
 Penyimpanan obat pada suhu 2-30o C dan terlindung dari
cahaya matahari langsung dan pembekuan. (7)

Anda mungkin juga menyukai