Anda di halaman 1dari 13

HIV

DISEASE
Oleh :
Ferdinta Daniasta Setyawan 202020298R
Shabrina Nindya Hutami 202020310R
Yuliana Imelda Putrivenn 202020312R
PROGDI S2-FARMASI SAINS
FAKULTAS FARMASI
Apa itu HIV?
HIV atau kepanjangan dari Human Immunodeficiency Virus
adalah virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam
tubuh manusia. Limfosit (sel darah putih) berfungsi membantu
melawan bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh. HIV
menyerang sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan AIDS.

HIV termasuk keluarga retro virus yaitu virus yang mampu


mengopi, mencetak serta memasukan materi genetik dirinya ke
dalam sel tuan rumah. Virus ini melakukan cara infeksi dengan
cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang
kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah (manusia),
membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi (tiruan).
Meskipun cenderung fluktuatif, data kasus HIV AIDS di Indonesia terus
meningkat dari tahun ke tahun. Seperti pada gambar di bawah ini, terlihat
bahwa selama sebelas tahun terakhir jumlah kasus HIV di Indonesia
mencapai puncaknya pada tahun 2019, yaitu sebanyak 50.282 kasus.
Berdasarkan data WHO tahun 2019, terdapat 78% infeksi HIV baru di
regional Asia Pasifik. Untuk kasus AIDS tertinggi selama sebelas tahun
terakhir pada tahun 2013, yaitu 12.214 kasus.
01
STUDI KASUS
INFEKSI
HIV
Seorang perempuan berusia 30 tahun, dalam keadaan
hamil. Beberapa bulan sebelum hamil, pasien sudah
merasakan beberapa gejala seperti flu, mudah kena infeksi
terutama jamur seperti candidiasis, diare yang
berkelanjutan. Berat badannya menurun. Saat dibawa ke
RS pasien disarankan tes HIV dan ternyata hasilnya
positif. Diduga pasien tertular dari suaminya. Saat itu
dokter memulai terapi antiretroviral dengan kombinasi
AZT+FTC+EFV. Sebelumnya pasien diberi terapi
antibiotik kotrimoksazol.
1. Terapi apa yang anda sarankan untuk memperbaiki terapi yang sudah berjalan,
mengingat kondisi pasien hamil, apa pertimbangan anda?
Regimen terapi antiretroviral lini pertama yang dianjurkan pemerintah adalah
TDF+ 3TC (atau FTC) + EFV
atau dengan paduan alternatif yaitu
AZT + 3TC + EFV (atau NVP)
Atau
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
Obat yang digunakan oleh pasien pada kasus di atas ialah kombinasi AZT
(Zidovidine) + FTC (Emtricitabine) + EFV (Efavirenz). Ibu hamil trimester pertama
tidak dianjurkan menggunakan efavirenz, karena efavirenz memiliki efek teratogenik
atau kecacatan pada janin. Dalam kasus tidak diketahui bahwa pasien hamil pada
trisemester berapa, sehingga untuk pencegahannya efavirenz tetap harus diganti
dengan golongan NNRTI lainnya yaitu nevirapine. NNRTI (Efaviren dan Nevirapin)
memiliki manfaat yang sama dalam terapi infeksi HIV ketika dikombinasikan dengan
dua NRTI.
2. Mengapa pasien perlu diberi kotrimoxazole?

Kotrimoksazole (trimethropin + sulfamethoxazole) merupakan


antibiotik profilaksis yang digunakan untuk pasien HIV. Selain itu,
kotrimoksazole juga digunakan untuk pencegahan terhadap
kemungkinan terjadi infeksi Pneumocystis carinii  pneumonia (PCP)
atau infeksi oportunistik yang sering terjadi pada pasien HIV dengan
diberikan dosis 150 mg/m2 dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari
berturut-turut setiap minggu. Kotrimoxazole dapan memberikan efek
samping antifolate melalui plasenta, sehingga perlu dilakukan
monitoring terhadap kadar asam folat dan sosialisasi lebih lanjut
mengenai rekomendasi profilaksis kotrimoxazole pada wanita hamil.
3. Dengan penurunan imunitas, pasien mengalami infeksi candidiasis baik oral maupun
vaginal. Obat apa yang anda sarankan? Apa pertimbangan anda?

Candidiasis merupakan jenis infeksi mulut dan vagina yang paling umum


terjadi pada wanita selama masa kehamilan. Infeksi ini dalam bahasa medisnya disebut
sebagai vaginitis monilial atau kandidiasis vagina yang disebabkan karena melonjaknya
pertumbuhan jamur Candida albicans. Karena pasien mengalami infeksi candidiasis
baik oral maupun vaginal, maka diperlukan obat antijamur yang bisa digunakan secara
oral, intravaginal atau topical. Obat yang digunakan ialah clortimazole. Obat ini lebih
aman untuk ibu hamil karena termasuk kategori B. Dosis clotrimazole pada sediaan
topical yaitu oleskan krim dengan kandungan clotrimazole 1% sebanyak 2–3 kali sehari
selama 2–4 minggu, sedangkan dosis untuk sediaan vaginal yaitu masukkan ke dalam
vagina 100 mg tablet vaginal per hari selama 6 hari, atau 200 mg per hari selama 3 hari.
4. Pasien pada minggu ke-4 mengalami gangguan pendarahan, apa yang anda sarankan
untuk pasien? Jelaskan pertimbangan pada pemilihan pengganti antivirusnya!

Pendarahan yang terjadi pada pasien dapat menyebabkan pasien mengalami


kekurangan darah atau anemia. Anemia merupakan masalah hematologi yang sering
dijumpai pada infeksi HIV. Terjadinya anemia pada infeksi HIV bersifat kompleks dan
multifaktorial. Faktor resiko yang meningkatkan kejadian anemia pada infeksi HIV anatar lain
kadar CD4, jumlahviral load, BMI, Zidovudin, Wanita, stadium klinis, dan kandidiasis oral.
Epoetin alfa atau recombinant human erythropoietin adalah pilihan terapi yang tepat
untuk penderita HIV/AIDS dengan gejala anemia ringan atau berat. Epoetin alfa tidak
menginduksi efek samping yang diinduksi oleh transfusi darah, namun secara klinis baru
akan memberikan efek terpeutik yang berarti setelah 4-8 minggu. Pemberian epoetin alfa
mengurangi kebutuhan untuk transfusi darah. Epoetin alfa (100-200 U) yang diberikan 3 kali
seminggu dapat meningkatkan hematokrit secara signifikan pada pasien HIV dengan kadar
eritropoietin endogen ≤500 IU/L. Epoetin alfa disarankan untuk anemia yang diinduksi
zidovudin. Karena salah satu penyebab terjadinya anemia ialah penggunaan obat ARV
zidovudin, maka untuk mengatasinya diperlukan pergantian dari obat zidovudin (AZT) ke
aternatif pengobatan ARV NRTI lainnya yaitu tenofovir (TDF).
5. Bagaimana langkah pencegahan agar bayi yang dikandung ibu ini tidak tertular
HIV?

Semua ibu hamil yang terindikasi terkena HIV/AIDS pada umumnya mendapatkan
informasi tentang HIV/AIDS, akses untuk mendapatkan layanan VCT (Voluntery
Counseling and Test), profilaksis ARV, dan layanan rujukan. Hal ini bertujuan untuk
mencegah penularan HIV dari ibu yang HIV ke bayi dan mengurangi dampak epidemik
HIV terhadap ibu dan bayi. PMTCT (Prevention of Mother to Child HIV Transmission)
merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke
bayi dengan salah satu caranya ialah pencegahan penularan HIV dari hamil positif ke
janin yang dikandungnya antara lain:
a) Ibu mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang terpadu
b) Pemberian obat anti retroviral (ARV) untuk mengoptimalkan kesehatan ibu dan
mengurangi risiko penularan HIV ke bayi dengan cara menurunkan kadar virus HIV
serendah mungkin.
c) Ibu menjalani persalinan dengan cara seksio Caesar
d) Ibu memberikan susu formula kepada bayinya.
Selain itu, pemberian dukungan psikologis, sosial
dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta
bayi dan keluarganya juga dibutuhkan seperti :
a) Pemberian ARV jangka panjang
b) Merujuk ke fasilitas pelayanan
c) Pengobatan dan perawatan
d) Dukungan operasi Caesar
e) Dukungan pemberian susu formula
f) Dukungan dari suami dan keluarga
6. Defisiensi imunitas juga berpotensi pada infeksi jamur sistemik seperti Histoplasma,
apa yang anda sarankan bila terjadi infeksi ini?

(isi disini)
SEKIAN
DAN
TERIMAKASI
H
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai