Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“JUJUR”
Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak 2
Dosen Pengampu: Ghulam Murtadlo, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Kelompok 1 / kelas F

Desti Ariyani (1701010204)


Mei Nenti Asih (1701010152)
Sriwinarti (1701010180)

JURUSAN: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEMESTER 4
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
IAIN METRO LAMPUNG
T.A 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT pencipta alam semesta yang menjadikan
bumi dan isinya dengan begitu sempurna. Tuhan yang menjadikan setiap
apa yang ada dibumi sebagai penjelajahan bagi kaum yang berfikir. Tidak
lupa sholawat serta salam kami curahkan kepada junjungan besar kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir
zaman. Dan sungguh berkat limpahan rahmat -Nya saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini demi memenuhi tugas “ AKHLAK
2 ”.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya kinerja kami
yang akan mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak.

Metro, 01 Februari 2019

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Jujur.........................................................................................3
B. Keutamaan Jujur........................................................................................4
C. Bahaya Dusta.............................................................................................6
D. Urgensi Jujur..............................................................................................8
E. Menanamkan Kejujuran Dalam Diri.........................................................9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................11
B. Saran..........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya

agama dan dunia. Kehidupan dunia tidak akan baik, dan agama juga tidak

bisa tegak diatas kebohongan, penghianatan serta perbuatan curang. Jujur

dan mempercayai kejujuran, merupakan ikatan yang amat erat dengan para

rosul dan orang-orang yang beriman.

Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surat Az-zumar ayat 33-

34 yang artinya: “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan

membenarkannya, mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada

sisi tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik,”

Sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah SWT diatas

bahwasannya jujur mempunyai kedudukan yang amat tinggi dimata Allah

SWT, juga dalam pandangan islam juga dalam pandangan islam serta

dalam pandangan orang-orang beradab dan juga akibatnya yang baik, serta

betapa bahayanya berbohong dan mendustakan kebenaran.

Akan tetapi jikalau kita lihat dan perhatikan tentang kehidupan

sosial sekarang bahwa kejujuran sudah jarang ditanamkan pada jiwa dan

karakter seseorang, sudah jarang kejujuran diaplikasikan dan diterapkan

pada kehidupan keseharian seseorang. Bahkan sekarang kebohongan,

lawan dari kejujuran malah secara tidak langsung diajarkan kepada anak-

anak. Seorang guru disekolah dengan terang-terangan mengajarkan anak

didiknya untuk bebohong, membiarkan anak didiknya mencontek ketika

1
ujian, bahkan yang sangat memprihatinkan adalah sekarang banyak

sekolah-sekolah yang mengkoordinasi pembelian kunci jawaban atas para

siswanya sebagai jalan pintas dan sebagai bahan mencontek untuk

menjawab soal ujian negara. Karena itu dalam makalah ini saya akan

mencoba membahas tentang kejujuran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Jujur?
2. Apa Keutamaan Jujur?
3. Apa Saja Bahaya Dusta?
4. Bagaimana Urgensi Jujur?
5. Bagaimana Menanamkan Kejujuran Dalam Diri?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Sifat Jujur.
2. Untuk Mengetahui Keutamaan Jujur.
3. Untuk Mengetahui Bahaya Dusta.
4. Untuk Mengetahui Urgensi dari Sifat Jujur.
5. Untuk Mengetahui Cara Menanamkan Kejujuran Dalam Diri.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jujur
Dalam bahasa Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang

artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan

perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat

terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar atau sesuai dengan

kenyataan.1

Benar atau jujur adalah alat mencapai keselamatan, keberuntungan,

kebahagiaan. Dengan jujur orang akan memperoleh popularitas, selalu

dipercaya, yang dijadikan teladan bagi yang lain, banyak teman dan sahabat,

perintahnya selalu diturut orang.2

Maksud akhlak terpuji ini adalah berlaku benar dan jujur, baik dalam

perkataan maupun perbuatan. Benar dalam perkataan adalah mengatakan

keadaan yang sebenarnya, tidak mengada-ngada, dan tidak pula

menyembunyikannya. Lain halnya apabila yang disembunyikan itu bersifat

rahasia atau karena menjaga nama baik seseorang. Benar dalam perbuatan

adalah mengerjakan sesuatu sesuai dengan petunjuk agama. Apa yang boleh

dikerjakan menurut perintah agama berarti itu benar. Dan apa yang tidak

boleh dikerjakan sesuai dengan larangan agama, berarti itu tidak benar.

Diantara ciri benar atau jujur menurut al-Muhasiby adalah

mengharapkan keridhaan Allah SWT. Semata dalam semua perbuatan, tidak

1
http://mfahrisetiono.blogspot.com/2016/09/makalah-pendidikan-agama-islam-
tentang.html diakses pada tgl 01 Februari 2019 pukul 12:09 WIB
2
Barmawie Umary, Materi Akhlak (Solo, CV Ramadhani, 1991) hlm.53

3
mengharapkan imbalan dari makhluk, dan benar dalam ucapan. Apa yang

dituturkan Al-Muhasiby sejalan dengan apa yang dikatakan Al-Ghazali. Ia

menegaskan bahwa benar atau jujur yang sempurna adalah hendaklah

seseorang menghilangkan sifat riya dari dirinya, sehingga bagi dirinya tidak

ada perbedaan antara orang yang memuji dan mencelanya. Sebab ia tahu

bahwa memberikan manfaat atau bahaya hanyalah Allah SWT. Sementara

makhluk tidak memberikan apa-apa.

Dasar perintah berlaku benar atau jujur adalah:3

1. Allah SWT berfirman:

       



Artinya: “wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan
bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.”(QS. At-Taubah:119)

B. Keutamaan Jujur
Kedudukan sifat jujur sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat para
nabi, yakni Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub, sebagaimana firman Allah :

‫ق َعلِ ٗيّا‬ ِ َ‫َو َوه َۡبنَا لَهُم ِّمن ر َّۡح َمتِنَا َو َج َع ۡلنَا لَهُمۡ لِ َسان‬
ٍ ‫ص ۡد‬
Artinya : “Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat
Kami dan Kami jadikan mereka buah tutur yang baik dan mulia” ( Q.S.
Maryam : 50 )

Dan Ismail dipuji karena jujur, sebagaimana firman Allah :

3
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung, CV Pustaka Setia, 2010) hlm. 102

4
‫ق ۡٱل َو ۡع ِد َو َكانَ َر ُسواٗل نَّبِ ٗيّا‬ ِ َ‫َو ۡٱذ ُك ۡر فِي ۡٱل ِك ٰت‬
َ ‫ب إِ ۡس ٰ َم ِعي ۚ َل إِنَّهۥُ َكان‬
َ ‫َصا ِد‬

Artinya : “Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Ismail di dalam Kitab (Al


Quran). Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan
nabi” ( Q.S Maryam : 54 )

Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya untuk selalu jujur.


Karena kejujuran merupakan akhlak yang mulia yang akan mengarahkan
pemiliknya kepada kebajikan, sebagaimana dijelaskan Nabi Muhammad
Saw.
Artinya : “ Dari Abdullah ibn Mas’ud, dari Rasulullah saw. Bersabda.
“Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu
membawa ke surga…” ( HR. Bukhari )

Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda


kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki
kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang
hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari
segala keburukan. Orang jujur akan dipermudah rezeki dan segala
urusannya.
Contoh yang perlu diteladani, karena kejujurannya, Nabi Muhammad
SAW. Di percaya oleh Siti Khadijah untuk membawa barang dagangan
lebih banyak lagi. Ini artinya Nabi Muhammad saw akan mendapatkan
keuntungan lebih besar lagi dan tentu saja apa yang dilakukan Nabi akan
mendapat kemudahan.

Sebaliknya, orang yang tidak jujur atau bohong akan dipersulit rezeki
dan segala urusannya. Orang yang pernah berbohong akan terus berbohong
karena untuk menutupi kebohongan yang diperbuat, dia harus berbuat
kebohongan lagi.

5
Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan orang
lain tidak percaya. Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohong
membuat hati menjadi was-was. Kegundahan hati dan kekhawatiran yang
bertumpuk-tumpuk beresiko menjadi penyakit.

C. Bahaya Dusta
Betapa berbahayanya sebuah kebohongan, kebohongan akan
mengantarkan pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Ketika
seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan
kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan
yang dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang telah dikhianatinya
itu.4
Di antara dampak buruk dan bahaya dusta adalah sebagai berikut:
Pertama, berdusta membuat pelakunya tidak bisa tenang dan selalu
merasa gelisah. Rasulullah SAW bersabda, “Jujur mendatangkan
ketenangan sementara dusta mendatangkan keragu-raguan (kegelisahan).”
Bagaimana bisa tenang, orang yang berdusta akan selalu dibayang-bayangi
rasa takut dan khawatir kalau kebohongannya diketahui orang.
Kedua, dusta menjadi penyebab jatuhnya citra, nama baik, dan
kehormatan si pelaku. Orang menjadi kehilangan kepercayaan padanya.
Bayangkan jika dalam satu komunitas satu dengan yang lain sudah tidak
saling mempercayai.
Ketiga, dusta menjadi bagian dari bentuk kemunafikan sehingga
mengancam eksistensi iman. Rasulullah SAW bersabda, “Tanda orang
munafik ada tiga. Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar,
dan apabila dipercaya ia khianat.” (HR Bukhari dan Muslim).

Bahkan, dalam hadis disebutkan, “Dusta mengantar pada kejahatan,


dan kejahatan mengantar kepada neraka. Manakala seseorang terus

4
http://mfahrisetiono.blogspot.com/2016/09/makalah-pendidikan-agama-islam-
tentang.htm

6
berdusta dan berusaha berdusta, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai
pendusta.” (HR Bukhari).
Karena itu, tidak ada jalan lain bahwa hidup tenang, bahagia,
terhormat, dipercaya, dan sukses dunia akhirat hanya bisa didapat dengan
kejujuran. Kejujuran adalah modal dasar orang-orang istimewa.5
Menghadapi orang yang bersifat demikian, apabila ia membawa berita
hendaklah berhati-hati, jangan mudah diperdayakan nya, sebab berdusta
sudah memang hobinya, celakalah setiap pendusta, pengumpat, pencela, dan
pemfitnah. 6

Allah SWT berfirman dalam QS. Ali-Imran: 61


         
    
     
    

Artinya : “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu
(yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita
memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan
isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita
bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan
kepada orang-orang yang dusta” (Q.S Ali-Imran : 61)
Dalam hadits Rasulullah Saw mengingatkan :
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra., dia berkata ; Rasulullah saw., bersabda,
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan.
Ketika itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah
didustakan, pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru
dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu, Ruwaibidhah berbicara.”

5
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/15/12/15/nzdin5301-bahaya-
dusta
6
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran (Jakarta: Sinar Grafika
Offset) hlm.15

7
Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan
masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah).
Allah berfirman dalam QS Ash-Shaff:2-3 sebagai berikut:
        
         

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan


sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (Q.S. Ash-
Shaff : 2-3)

D. Urgensi Jujur
Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda
kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki
kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang
hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari
segala keburukan.
Syari’at Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat jujur
dalam segala keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut akan
merugikan diri sendiri.
Allah selalu memerintahkan kita untuk berlaku benar baik dalam
perbuatan maupun ucapan, sebagaimana firman-Nya :

‫ين‬ َّ ٰ ‫وا َم َع ٱل‬


َ ِ‫ص ِدق‬ ْ ُ‫وا ٱهَّلل َ َو ُكون‬
ْ ُ‫وا ٱتَّق‬ َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
ْ ُ‫ين َءا َمن‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan


hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”(Q.S. At-Taubah : 119 )

Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagai
sesorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada

8
pada batinnya. Ketika berani mengatakan “tidak” untuk korupsi, maka ia
harus berusaha menjauhi korupsi, bukan malah hanya mengatakan tetapi ia
sendiri melakukan korupsi.
Kejujuran merupakan ciri-ciri orang beriman sedangkan lawannya
dusta merupakan sifat orang yang munafik.
Allah SWT. Menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi
seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali
kejujurannya (kebenarannya).
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah:199 sebagai berikut: 7
        
    
Artinya :
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan
langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah Termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.

E. Menanamkan Kejujuran Dalam Diri


Islam menganjurkan bahkan menekankan, agar unsur-unsur kejujuran
ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil, agar mereka terbiasa melakukan
kejujuran dimanapun berada.
Dalam suatu riwayat; Abdullah bin Amar berkata:
“pada suatu hari saya dipanggil ibu dan saat itu Rasulullah ada di
rumah kami. Ibu berkata: “Abudullah, mari sini aku akan memberi sesuatu
kepadamu.” Rasulullah bertanya kepada Ibu; “Apa yang ibu akan berikan?”
Ibu berkata: “Saya akan memberinya kurma.”
Rasulullah berkata kepada Ibuku: “kalau ibu tidak memeberinya
sesuatu, maka ibu akan dicatat melakukan satu (kali) dusta. (HR.Abu
Dawud)

7
http://mfahrisetiono.blogspot.com/2016/09/makalah-pendidikan-agama-islam-
tentang.html

9
Demikianlah rasulullah mendidik kaum ibu dan kaum bapak untuk
mendidik anak-anak mereka, sehingga mereka menghormati kejujuran dan
menjauhkan diri dari berbuat dusta. Sikap teguh benar-benar tercermin atau
berjalan dalam memperlihatkan kebenran dan memelihara kejujuran dalam
segala urusan, termasuk masalah rumah tangga.
Islam telah memperingatkan sela-sela kehidupan yang bisa membuat
orang tidak terasa berdusta dan menjalankan akibatnya yang buruk, agar
manusia tidak mempunyai kesempatan untuk lari dari kenyataan.
Kadangkala orang memanggap remeh tentang perbuatan dusta, ketika
bergurau. Ia mengira bahwa gurauannya itu tidak berbahaya. Senda gurau
untuk menghibur hati secara santai yang dibenarkan Islam, hanya dalam
batas-batas kejujuran yang sungguh-sungguh.8
Berdusta adalah perbuatan yang amat dibenci oleh Nabi Muhammad
SAW. Seorang mukmin, kata beliau, boleh bersifat penakut, tetapi sekali-
kali tidak boleh berdusta. Kejujuran adalah norma yang amat dihargai,
sehingga beliau mengatakan bahwa kejujuran itu pintu gerbang surga.9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ucapan yang baik dan niat tulus akan menjadi semakin indah jika
ada wujud amal dalam kenyataan. Jujur dalam perbuatan artinya
memperlihatkan sesuatu apa-adanya, tidak berbuat basa basi , tidak

8
Muhammad Al Ghazali, Akhlak Seorang Muslim (Semarang: CV Adi Grafika, 1993)
hlm.81
9
Ibid hlm 94

10
membuat-buat, tidak menambah atau mengurangi. Apa yang ia yakini
sebagai kejujuran dan kebenaran, ia jalan dengan keyakinan kuat dan
Allah selalu membalas perbuatan dengan ganjaran yang setimpal.

B. Saran
Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang
selalu melimpahkan rahmat, taufiq serta innayahnya, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tanpa ada halangan suatu
apapun.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, penulis
masih banyak kesalahan dan kekurangan, selanjutnya penulis
mengucapkan permohonan maaf yang sebesar besarnya apabila dalam
menulis makalah ini banyak sekali terhadap kesalahan dalam kata-kata
huruf ataupun kalimat.
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai makalah yang kami
buat, tentunya para pembaca dapat memberi kritik dan saran untuk
penulis demi kesempurnaan makalah ini, mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya untuk pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Http://mfahrisetiono.blogspot.com/2016/09/makalah-pendidikan-agama-
islam-tentang.html
Umary Barmawie, Materi Akhlak (Solo, CV Ramadhani, 1991)
Anwar Rosihon, Akhlak Tasawuf (Bandung, CV Pustaka Setia, 2010)

11
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/15/12/15/nzdin5301-
bahaya-dusta
Abdullah Yatimin, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran (Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2007)
Al Ghazali Muhammad, Akhlak Seorang Muslim (Semarang: CV Adi
Grafika, 1993)

12

Anda mungkin juga menyukai