Anda di halaman 1dari 12

HUKUM MENIKAH USIA MUDA

Institute Agama Islam Negri Metro


Jl. Kihajar Dewantara 15a Iring Mulyo, Kota Metro, Lampung Indonesia, 34112
E-mail : rabizar41@gmail.com

Abstrak

Pernikahan bisa menjadi kerangka penyempurna ibadah di mana seorang pria dan
wanita melakukan perjanjian yang mengarah pada kehidupan sakinah, mawaddah, dan
warahmah. Hukum Islam sendiri memiliki beberapa standar untuk keamanan spesifik
agama, properti, kehidupan, garis keluarga dan alasan. Menikah muda untuk Islam itu
sendiri tidak menyangkal keberadaan pernikahan selama itu baligh dan telah mampu
secara rohani dan juga jasmani. Istilah pernikahan dini itu sendiri mungkin merupakan
istilah modern atau yang dimaksud dengan kontemporer yang terkait dengan dimulainya
waktu tertentu.
Abstract

Marriage can be a framework for completing worship in which a man and woman
make an agreement that leads to the life of sakinah, mawaddah, and warahmah. Islamic
law itself has several standards for the specific safety of religion, property, life, family
lines and reasons. Married young for Islam itself does not deny the existence of
marriage as long as it is baligh and has been able spiritually and also physically. The
term early marriage itself may be a modern or contemporary term related to the
commencement of a certain time.
A. Pendahuluan

Untuk orang-orang yang hidup di awal abad ke-20 dan sebelumnya, pernikahan
antara wanita pada usia 13 atau 14 tahun juga laki-laki pada usia 17 atau 18 tahun dapat
menjadi hal yang biasa dilakukan. Tetapi dalam masyarakat saat ini, pernikahan dini
adalah aneh dan wanita di bawah 20 dan pria di bawah 25 dianggap pernikahan dini.
Dalam kesimpulan Imam Muhammad Shirazi bersama Asadullah Dastani Benisi,
budaya pernikahan dini dipertahankan dalam Islam dan ini telah menjadi norma bagi
umat Islam sejak awal Islam. Pernikahan dini menjadi kebutuhan yang krusial secara
spesifik, itu akan memberi kenyamanan dan tidak perlu berpikir mendalam untuk
melakukannya.
Ibn Syubromah berpendapat terhadap pernikahan antara Nabi dan Aisyah yang pada
saat itu berusia 6 tahun dan dia menganggap jika ini adalah pengaturan yang tidak biasa
bagi Nabi yang mungkin tidak ditiru oleh umat Islam. Dalam kasus apa pun, sependapat
dengan para spesialis, bagian terbesar dari hukum Islam mengizinkan pernikahan dini
dan lazim di kalangan sahabat dan memang beberapa peneliti mengeluarkannya sebagai
hasil dari terjemahan Surat al-Thalaq ayat 4
ٰٓ ٰٓ
ۡ‫يض ِمن نِّ َس ?ٓائِ ُكمۡ إِ ِن ۡٱرتَ ۡبتُمۡ فَعِ َّدتُه َُّن ثَ ٰلَثَ ?ةُ أَ ۡش ?ه ُٖر َوٱلَّٔـِٔ@?ي لَم‬
ِ ِ َ ‫ح‬ ‫م‬ ۡ
‫ٱل‬ ‫ن‬َ ‫م‬
ِ ‫ن‬ َ ? ۡ
‫س‬ َّ
ِ َ @ِٔ‫َوٱل‬
‫ئ‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ?
‫ٔـ‬
ۚ ُ َ‫ض ? ۚ َن َوأُ ْو ٰل‬
‫ق ٱهَّلل َ يَ ۡج َع??ل لَّهۥُ ِم ۡن‬ِ َّ‫ض ? ۡع َن َحمۡ لَه َُّن َو َمن يَت‬ ِ ?‫ت ٱأۡل َ ۡح َم‬
َ َ‫?ال أَ َجلُه َُّن أَن ي‬ ۡ ‫يَ ِح‬
٤ ‫أَمۡ ِر ِهۦ ي ُۡس ٗرا‬
Artinya:
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-
perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka
adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan
perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”(Q.S At-Talaq:04)
Hukum akar Sunnah itu sendiri dapat diubah menjadi wajib atau haram
berdasarkan kondisi individu yang akan membangun keluarga dalam Islam. Jika ia tidak
dapat mempertahankan kesucian atau ffifah dan etika tetapi dengan perkawinan, pada
saat itu hukum perkawinan harus menjadi kewajiban baginya. Ini sering karena kesucian
dan etika wajib bagi semua Muslim. Undang-undang dapat berubah menjadi haram jika
pernikahan dilakukan dengan alasan perlu melukai pasangan atau karena harat dan
sesuatu yang tampaknya membahayakan agama.1
Menikah pada usia muda sebenarnya sama saja dengan menikah seperti biasanya
merupakan pernikahan, tetapi itu dilakukan oleh pasangan muda. Karena pernikahan
dini sama dengan pernikahan pada umumnya, hukum yang berkaitan dengan pernikahan
dini harus juga ada di semua serikat pekerja. Meskipun demikian, ada undang-undang
tidak biasa yang menarik diri dari kondisi luar biasa, untuk yang masih kuliah sehingga
mereka tidak bisa mencari nafkah dan sebagainya.2
Perkawinan yang efektif secara teratur dicap oleh kesiapan suami dan pasangan
dalam mengambil kewajiban. Setelah memutuskan untuk menikh, pasangan harus diatur
untuk menanggung segala biaya yang timbul dari pernikahan, terutama yang berkaitan
dengan penyediaan hidup, pengajaran dan perawatan anak. Dalam hal ini, pihak yang
paling sering merasa terhambat adalah perempuan. Banyak masalah muncul ketika
wanita belum cukup umur dan tidak memiliki perkembangan mental dan kesiapan
mental dengan periode waktu yang singkat untuk memiliki anak dan berkewajiban
mengajarinya.
Dengan cara ini sudut kematangan psikologis dan persiapan informasi
sehubungan dengan seluk beluk perkawinan sangat penting. Adapun kematangan
psikologis sebagian besar tidak dimiliki oleh wanita di bawah umur. Dalam ekspansi,
tidaklah luar biasa menemukan pernikahan dini yang berakhir terpisah. Karena itu,
pilihan untuk mendesak memasang awal harus terkenal dan disurvei
B. Pengertian Pernikahan Dini
pernikahan adalah kesepakatan. Perkawinan diterjemahkan sebagai kerangka
pemahaman karena cara memasuki perkawinan yang telah diatur dalam proses untuk
lebih spesifik dengan perjanjian dan konkordansi pernikahan atau kondisi tertentu,

1
Djaman Nur, Fiqh Munakahat (Semarang: Dina Utama Semarang, 1993).
2
Adhim, Indahnya Pernikahan Dini (Jakarta: Gema Insani, 2002).
bagaimana memecahkan masalah atau memutuskan ikatan pernikahan juga sudah diatur
sebelumnya yaitu dengan strategi terpisah, masuk akal fasakh, syiqaq dan sebagainya.
Dari sudut pandang sosial, pernikahan dipandang sebagai prosesi dengan
pernikahan yang dapat meningkatkan level seseorang. Dalam kehidupan khususnya
dalam budaya Timur, seseorang yang menikah akan cenderung dihargai dengan cara
yang tidak terduga (lebih terhormat). Dalam hal agama, pernikahan bisa menjadi parade
sakral dan sangat penting. Dalam agama, pernikahan dianggap sebagai perjanjian yang
sakral. Upacara itu dianggap sebagai upacara sakral. Dalam sebuah agama umumnya
upacara pernikahan memiliki aturan prosedur klaim dengan memasukkan komponen
ilahi di dalamnya seperti mengucapkan nama Allah di tengah-tengah akad.3
Berkaca pada hari-hari awal Islam tentang pernikahan, sangat, benar-benar tidak
ada hubungan dekat dengan Teori. Sebagai ilustrasi masalah mas kawin. Mungkin adil
dan cincin , hal-hal non-material seperti menghafal atau tidak memang dibayar tunai
kewajiban pertama. Hal semacam ini biasa terjadi pada masa-masa awal Islam, terutama
di antara para sahabat pembawa bendera Allah. Tetapi, di masa-masa ini uang tunai,
perkawinan sekarang dianggap sebagai kebanyakan orang sebagai parade yang tidak
dapat dipisahkan dari materi. Sebenarnya, tidak sesekali, jenis dan jumlah saham lebih
lanjut bergembira meskipun sebuah pesta digunakan sebagai tolok ukur untuk status
sosial keluarga. Pada zaman para rasul, menikah pada usia dini akan menjadi tradisi
yang indah dan banyak dipraktikkan. Namun demikian, kita harus menyadari bahwa
kualitas individu seseorang. Tetapi kita harus menyadari bahwa kualitas individu wanita
dari zaman nabi hingga wanita dewasa ini sangat berbeda.4

C. Faktor-faktor Munculnya Pernikahan Dini


Pernikahan dii ini terjadi karna bebarapa faktor yang tentunya sangat bervariasi
diantaranya itu karena faktor ekonomi yang rendah, fator adat istiadat yang mana sudah
berjalan beriringan ditengah-tengah masyarakat sehingga tidak dapat ditolak

3
Muhyi, Jangan Sembarang Menikah Dini (Depok: PT. Lingkar Pena Kreativa, 2006).
4
Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).
keberadaannnya dan sampai saat ini masih dijalankan, faotor yang lain yaitu terjadinya
kecelakaan atau hamil diluar nikah, yang mana memaksakan seorang untuk mengambl
keputusan menikah, faktor ini tidak ingin dikehendaki, namun tidak jarang faktor ini
menjadi penyebab adanya pernikahan usia dini atau pernikahan usia muda, dalam situasi
seperti ini perempuan dan laki-laki harus menikah dalam rangkan memperjelas status
aak, walaupun pada kenyataannya orang tersebut masih bersetatus sebagai pelajar dan
juga belum bekerja, shingga pasangan yang menikah pada usia dini akan rawan adanya
perdebatan atau percecokan yang muncul bersumber dari masalah-masalah kecil.
Berikut ini beberapa faktor menikah pada usia dini:
1. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi menjadi salah satu fator yang menyebabkan terjadinya nikah
pada usia muda, pernikahan ini disebabkan adanya kesultan keluarga dan cenderung
terdorongnya seseorang melakukaan pernikahan usia muda ini, dengan harapan setelah
menikah kelak anak atau bagian dari keluarga tersebut dapat kehidupan yang lebih baik,
hal ini tentunya menjadi solusi yang terbaik, belum lagi adanya desakan ekonomi yang
mengharuskan keluarga menikahkan anaknya pada usia muda dalam rangka untuk
mempersempit atau mengurangi beban ekonomi keluarga, disamping itu orag tua yang
tidak memiliki banyak anggaran atau tidak mampu menyekolahkan anaknya ketingkat
lebih tinggi lebih memilih menikahkan anaknya usia muda.
2. Orang Tua
Pada faktor ini ernikahan dini disebabkan oleh orang tua, yang mana orang tua
menginginkan dan mengharuskan anaknya untuk menikah pada usia muda atau lebih
cepat, tentunya dengan alasan-alasan yang logis dan untuk kebaikan anaknya, salah
satunya yaitu orang tua yang takut jika anaknya terjerumus kepada pergaulan bebas dan
berakibat buruk sehingga kekhawatiran itu menuju pada keputusan menikahkan
anaknya pada usia dini, selainalasan tersebut, perjodohan yang dinginkan orang tua juga
menjadi salah satu faktornya.
3. Karena adat istiadat
Faktor adat istiadat yang telah diyakini didalam masyarakat juga menjadi
faktor terjadinya pernikahan usia muda, misalnya saja jika seseorang menolak pinangan
seorang terhadap puterinya tersebut walapun masih berusia sangat belia, maka dianggap
sebagai penghinaan dan tdak menghargai orang tua.
4. Rendahnya pengetahuan
Minimya kesadaran akan urgensi pendidikan atau ilmu pengetahuan menjadi
salah satu sebab mendrongnya seseorang melakukan pernikahan pada usia dini,
mislanya orang yang hanya mengampu pendidikan tamat SD merasa senang jika
anaknya ada yang menyukai, tetapi mereka tidak mengetahui akibat atau sisi negatif
yang akan didapat dari terjadinya pernikahan usia muda, disamping pendidikan yang
rndah dan juga perekonomian yang kurang mengakibatkan pola pikir yang sempit dan
tidak maju sehingga hanya memikirkan kebaikan yang akan dihadapi namun tidak
memilirkan masalah apa saja yang nantinya akan dihadapinya dari adanya nikah muda
ini.

D. Pandangan Tentang Usia Pernikahan


Jika kita mengaudit sebentar dalam hal perkembangan teori mental, kita
menemukan batasan usia yang bisa dikatakan remaja yaitu antara usia 13 hingga 18
tahun. Dengan kemungkinan akselerasi terjadi sehingga pemuda datang lebih awal.
Akselerasi disebabkan oleh hasutan sosial melalui pendidikan yang lebih baik, lebih
mengembangkan lingkungan sosial, serta dorongan media massa, pada dasarnya visual
media massa yang sehat. Di usianya yang sekitar 18 tahun, seseorang diantisipasi untuk
dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Pada usia 18 hingga 22 tahun, seorang individu berada di tahap peningkatan
dengan remaja akhir. Jika pengembangan berjalan secara teratur, kita harus benar-benar
menjadi individu yang benar-benar berkembang paling baru pada usia 22 tahun.
Sungguh, kaum muda Sufah telah usai dan tugas-tugas formatif telah dipenuhi dengan
baik. Salah satu tugasnya adalah merencanakan makna untuk memasuki tingkat
pernikahan.5
Dalam agama Islam, tentang usia pernikahan telah di sebutkan dalam sebuah hadis yang
pernah dikatakan oleh Ibnu Mas ud,
5
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).
Artinya:
Aku pernah mendengar Rsulullah saw. Bersabda Wahai para pemuda, barangsiapa
diantara kalian mencapai ba‟ah, kawinlah. Karena sesungguhnya pernikahan itu lebih
mampu menahan pandangan mata dan kemaluan. Dan barang siap belum mampu
melaksanakanya, hendaklah ia berpuasa karena sesungguhnya puasa itu akan meredakan
gejolak hasrat seksual” (HR. Bukhari).
Dalam hadits ini, Rasulullah SAW. Manfaatkan kata syabab yang secara teratur
diuraikan sebagai pria muda. Shabab mungkin seorang pria telah datang ke aqil baligh
dan usianya belum mencapai tiga dekade. Periode aqil baligh sebagian besar telah
dialami oleh semua orang dalam rentang usia sekitar 14-17 tahun. Era yang lahir di
banyak zaman kita memiliki sentimen seksual, tetapi tidak memiliki perkembangan
pertimbangan
Beberapa syarat dapat dikatakan seorang aqil baligh adalah sebagai beriku:
1. Sifat rasyid atau kecendekiaan. Mereka mampu mengambil pertimbangan-
pertimbangan yang sehat dan berdasar dalam memutuskan suatu perkara.
2. Dapat menimbang baik dan buruk dengan ilmu yang memadai
3. Memiliki kemampuan untuk memilih yang lebih penting dari yang penting dan
yang penting dari yang kurang penting
4. Dapat bersikap mandiri
5. Dapat mentasarufkan harta dengan baik, mengatur keuangan, dan memakainya
di jalan yang baik
pendapat mereka yang mengikuti mahzab Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafiiyah
terhadap baligh untuk pria adalah ketika mereka mengalaminya mimpi basah dan untuk
wanita, ketika mereka mengalami menstruasi dan bisa hamil. Sementara itu, menyetujui
Abu Hanifah, jika tanda-tanda itu belum muncul, maka batasan usia adalah 18 untuk
pria, dan 17 untuk wanita. Sedangkan Imam Syafii memberi waktu yang lama bagi pria
untuk menahan diri adalah 15, dan 9 untuk wanita.
Dalam memutuskan kewajaran seseorang melakukan perkawinan para fukaha
juga berbeda dalam hal baligh. Menurut Imam Maliki dan Syafii, itu mengharuskan
harus baligh bagi pria dan wanita dalam melakukan pernikahan, sedangkan menyetujui
Imam Hanafi tidak ada keharusan baligh dalam pernikahan, karena hak ijbar. Sementara
hukum perkawinan di Indonesia mensyaratkan pernikahan usia paling tidak 19 tahun
untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Meskipun perkawinan mungkin merupakan
masalah pribadi, seharusnya tidak perlu ada campur tangan pemerintah, tetapi dalam
mengatur untuk menghindari perkembangan populasi yang tidak terkontrol dan untuk
kesehatan sosial, pemerintah memiliki hak untuk melakukan kontrol yang berkaitan
dengan masalah ini.
Melihat ketidakberuntungan yang disebabkan karena pernikahan dini yang pada
dasarnya cukup besar terkait dengan kehidupan keluarga yang harus dijalani dan
kehidupan sosial, pemerintah berhak membuat paling tidak membatasi kebutuhan pada
usia perkawinan sebagaimana diungkapkan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1
tahun 1974 pasal 7 ayat ( 1) dan KHI pasal 15 ayat (1) yang bertujuan untuk menjaga
hal baik tentang keluarga secara khusus dan masyarakat secara ekspansif. Ini bisa di
pahami dengan aturan-aturan Usul maslahah mursalah untuk secara spesifik menerima
bahwa hukum ini hanyalah alat yang tujuan ekstremnya adalah untuk memberikan
manfaat bagi umat manusia. Kerusakan mematikan ketika menjaga bahan hukum yang
ada sementara manfaatnya diabaikan individu6

E. Hukum Islam tentang Pernikahan Dini


Sebuah hadis diredaksikan sebagai berikut :
“Tergesa-gesa itu dari syaitan kecuali dalam lima perkara, maka itu dari sunnah
Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam, yaitu memberi makan tamu, mengurus jenazah,
menikahkan perawan (yang tak beristeri/bersuami), membayar hutang, dan bertaubat
dari dosa”.

6
Djamil Abdul, Hukum Islam (Bandung: Mandar Maju, 1992).
Lebih dari Hadits dan Atsar muncul satu pemahaman, bahwa memasang pada usia
muda atau mendapatkan pas ketika menemukan diambil korban pernikahan mungkin
merupakan proposal yang taat. Karena dengan pernikahan ia lebih unggul dan mampu
menjaga matanya dan prajurit tidak melakukan hal-hal yang tabu. Berdasarkan
pemikiran tentang, ada setidaknya tiga jenis mengasah pelajaran Islam dalam
pernikahan. Tiga macam aturan atau standar tersebut meliputi: pedoman tertinggi yang
unik, pedoman selektivitas, dan pedoman legalitas. Prinsip absolut yang unik, yang bisa
menjadi pedoman dalam hukum pernikahan di mana pasangan atau pasangan dan
pasangan selalu ditentukan oleh Tuhan atas permintaan manusia yang bersangkutan.
Aturan selektivitas, yang bisa menjadi pedoman dalam perkawinan di mana seseorang
yang ingin membujuk harus memulai dengan memilih dengan siapa dia akan menikah
dan dengan siapa dia dilarang. Pedoman legitimasi, yang bisa menjadi aturan dalam
perkawinan yang diwajibkan secara hukum untuk mendaftar pernikahan.
Hukum Islam sendiri memiliki kriteria kira-kira apakah sah atau tidak pernikahan
di Indonesia. Esensi validitas hukum Islam hampir menikah di Indonesia dengan
menghitung peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1957 jo. UU No. 22 tahun 1946 jo UU
No. 32 tahun 1974, saat ini UU No. 1 tahun 974 (Jurnal Negara 1974 nomor 1), dan
kompilasi Islam yang sah. (Instruksi presiden Indonesia nomor 1 tahun 1991 jo. SK
Serve of Religion no. 154 pada 1991). Setelah sanksi UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, premis untuk penerapan hukum Islam dalam perkawinan lapangan, terpisah
dan kompromi harus UU Nomor q tahun 1974, ini terutama pasal 2 ayat (1) dan pasal 2
bagian (2 ) yang menetapkan sebagai berikut: Pernikahan adalah sah, dalam hal yang
dilakukan menyetujui hukum masing-masing agama dan keyakinannya. Setiap
pernikahan dicatat menyetujui aturan dan kontrol.
pernikahan berdasarkan kompilasi hukum Islam tentang pernikahan mungkin
merupakan kontrak yang sangat solid atau miitsaqan ghaliidzhan untuk mematuhi
perintah Tuhan dan melakukannya adalah ibadah. Perkawinan menunjukkan untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga sakinah, mawaddah, dan kebaikan. Pernikahan
adalah sah, jika dilakukan sesuai dengan hukum Islam dalam pengertian dengan pasal 2
ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang pernikahan. Ada beberapa pengaturan yang diatur
dalam pernikahan Islami yang sah di antara mereka.
1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan
harus dicatat.
2. Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh pegawai
Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang undang No. 22 Tahun
1956jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954
3. Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatatan
Nikah
4. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak
mempunyai kekuatan hukum
5. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh
pegawai pencatat nikah
Dalam arahan tentang penyusunan hukum Islam juga telah ada aturan tentang posisi
wanita hamil di luar nikah khususnya: wanita yang hamil di luar nikah, dapat menikah
dengan pria yang menghamilinya, pernikahan dengan wanita hamil mengatakan, bisa
harus dipegang terlebih dahulu tanpa menahan kelahiran anaknya, dengan pernikahan
dilakukan ketika seorang wanita hamil, tidak perlu menikah lagi setelah anak itu lahir,
selama seseorang masih dalam keadaan ihram, tidak memiliki pernikahan secara
bersamaan tidak dapat bertindak sebagai penjaga gerbang pernikahan, jika pernikahan
tersebut dilakukan dalam keadaan Ihram, maka pernikahan tersebut tidak sah.

F. Penutup
Pernikahan usia muda atau pernikahan dini merupakan pernikahan yang manaa
dilakukan oleh pasangan perempuan dan laki-laki yang masih berada diusia bawah
umur, Menikah pada usia muda sebenarnya sama saja dengan menikah seperti biasanya
merupakan pernikahan, tetapi itu dilakukan oleh pasangan muda. Karena pernikahan
dini sama dengan pernikahan pada umumnya, hukum yang berkaitan dengan pernikahan
dini harus juga ada di semua serikat pekerja. Di indonesia sendiri pernikahan dini tidak
jarang ditemui, dan terjadi karena faktor-faktor yang cukup bervariasi.
Apabila seseorang itu memilih menikah pada usia muda mampu mengahadapi
permasalahan rumah tangga sampai pada masa tua maka hal itu bernilai terbaik,
sebaliknya jika seseorang menunda pernikahan sampai kepada usia yang matang dan
mampu mengendalikan diri dari gelimang dosa, maka itu jugalah yang terbaik. Pada
kenyataannya pernikahan usia dini memicu kontroversi di tengah-tengah masyarakat
pada umumnya, hal ini terjadi karena adanya pernadingan-perbandingan argumen atau
padangan terhadap pernikaha usia dini dan perbedaan dalam menyikapi hal tersebut.
Dan sebagi pemegang kekuasaan tertiggi, pemerintah dapat menjadi penengah
dalam menghadapi problema ini,7 dan mampu menegakan regulasi dan peraturan
mengenai pernikahan dini sehingga pemerintah mengeluarkan undang-undang
mengenai pernikahan usia dini, hal ini tentunya bertujuan supaya pernikahan usia dini
tidak marak lagi dan masyarakat lebih sadar dengan hal yang dihadapi.
Didalam menentukan hukum diperbolehkan seseorang melakukan pernikahan,
ahli fiih memberikan pendapat dalam hal syarat baligh, menurut imam maliki dan syafii,
mensyaratkan laki-laki itu harus baligh dan juga perempuannya harus baligh dalam
melakukan pernikahan, sedangkan pendapat imam hanafi tidak ada syarat baligh
didalam pernikahan, karena adanya hak ijbar.

G. Referensi
Adhim. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani, 2002.
Djaman Nur. Fiqh Munakahat. Semarang: Dina Utama Semarang, 1993.
Djamil Abdul. Hukum Islam. Bandung: Mandar Maju, 1992.
Kamal Mukhtar. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang,
1974.
7
Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 1997).
Muhyi. Jangan Sembarang Menikah Dini. Depok: PT. Lingkar Pena Kreativa, 2006.
Ramulyo. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Sudarsono. Hukum Keluarga Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

Anda mungkin juga menyukai