Rizki Kurniawan
Abstrak
Dalam islam menikah merupakan salah satu penyempurna ibadah yang mana
menikah memiliki lima hukum yang tertera dalam sudut pandang berbeda, menikah
dapat menjadi wajib, haram, Sunah, makruh dan juga mubah, hukum yang tertera
tersebut tergantung dengan kondisi dan situasi apa yang sedang dihadapi, didalam islam
juga dikatakan bahwa suatu ikatan pernikahan dapat memelihara dari suatu kerusakan,
dan tentunya dengan adanya pernikahan kan banyak manfaat yang dituai. Dimasa kini
banyak sekali pertanyaan pertanyaan yang muncul mengenai hukum dari menikahi
wanita yang mana telah berzina, di jurnal ini akan dibahas lebih rinci tentunya dengan
dan berdasarkan referensi yang dapat terpecaya dan dipertanggung jawabkan.
Abstrac
In Islam marriage is one of the perfections of worship in which marriage has five
laws listed in different points of view, marriage can be mandatory, haram, Sunnah,
makruh and also permissible, the listed law depends on the conditions and the situation
being faced, in Islam is also said that a marriage bond can maintain from a damage, and
of course with the marriage there are many benefits that are reaped. Nowadays there are
many questions that arise about the law of marrying women who have committed
adultery, in this journal will be discussed in more detail of course with and based on
references that can be trusted and accounted for.
A. Pendahuluan
Islam merupakan agama rahmat (universal). Agama yang mencakup semua sisi
kehidupan. Tidak ada masalah dalam kehidupan ini yang tidak diklarifikasi. Tidak ada
masalah yang tidak tersentuh oleh nilai-nilai Islam, meskipun masalah ini tampak kecil.
Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi semua alam. 1 Dalam masalah
pernikahan, Islam telah berbicara. Dari mulai cara menemukan calon calon kriteria
hidup yang dekat, hingga bagaimana mengobatinya ketika secara resmi menjadi
pasangan suami-istri.
Apalagi Islam mengajarkan bagaimana cara mewujudkannya pesta pernikahan
atau walimatul dengan meriah, tetapi tetap mendapat endowmen dan tidak merusak
pedoman Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, jadi pernikahannya sederhana tapi
tetap penuh pesona. Dalam afiliasi, Islam juga mendidik Anda untuk dapat memilih
teman di dalam asosiasi ilmu agama. Tunduk pada wanita yang menjadi sorotan sosial.
Berbicara tentang perkawinan atau pernikahan, tentu saja, ini mungkin tidak
terisolasi dari kerangka cinta kepada Tuhan, yang dilakukan oleh makhluk manusia
untuk membiakkan, melindungi dan melanjutkan kehidupan umat manusia itu sendiri.
Dalam ekspansi, sebagai ciptaan Tuhan yang juga diberikan insting seksual yang sama
kepada lawan jenis, pada saat itu pernikahan ini dapat memberikan cara yang aman dan
legal bagi pria dan wanita untuk hidup bersama di set dengan menjaga kehormatan
masing-masing. . Dalam dialek kita setiap hari, ada kosakata lain untuk mengatakan
kata nikah, yaitu perkawinan. Bagi mereka yang belum mengakses fonetik, tentu saja
ada sedikit kesulitan dalam mengklarifikasi dua kosakata yang hampir memiliki makna
komparatif dan makna yang sama.
Poin perdebatan sekarang biasanya dari seorang remaja. Kehidupan remaja adalah
kehidupan penuh tantangan. Dapat dipahami remaja sendiri sedang mencari hal-hal
yang baru untuk ditegaskan sebagai anak muda yang mendambakan. Karena itu,
perilaku menyimpang secara teratur terjadi seperti seks bebas dan perzinaan. Tidak adil
satu atau dua remaja, bahkan sekelompok anak muda dapat melakukan. Di sekitar hal
semacam ini bisa dijalani tata kehidupan memang bisa dibuang ke tempat sampah
1
Fatah Idris dan A. Ahmadi, Fiqh Islam Lengkap (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).
umum. Koneksi yang lebih muda adalah mode yang Dijawab atau tren mode Barat,
pengaruhnya sangat negatif bagi remaja.
Salah satu penyebab perzinahan berubah dalam masyarakat yang menyebabkan
kehamilan sebelum pernikahan yang sah bukanlah keluarga setuju dengan upaya anak-
anak untuk melakukan pernikahan karena beberapa alasan. Kondisi ini menyebabkan
dorongan dari antara berfikir dengan cara yang lebih sederhana adalah dengan
membujuk hamil terlebih dahulu baru menikah. Kemudian mereka berpikir tanpa ragu
keluarga akan memberikan persetujuan. Keegoisan remaja untuk mencapai bukti cinta,
biasanya juga merupakan faktor penyebab keajaiban. Melalui budaya mungkar yang
berpacaran dengan isu remaja saat ini, perilaku seks bebas di antara judul dalam cinta
palsu kemudian berselingkuh, sebagai konfirmasi kebenaran cinta yang palsu.2
Pernikahan adalah salah satu aturan Allah SWT. yang menjadi Melakukan
perjalanan dan membuat permohonan ke dunia untuk membuat hidup memiliki harga
diri dan makna. Pernikahan adalah kasih sayang dasar dan harga diri yang tulus.
Pernikahan adalah kerja sama dalam kehidupan dan bahu membantu membingkai
sebuah keluarga. Sebagaimana anak muda menjelaskan bahwa, Islam tidak perlu
seorang pria Muslim dilemparkan ke dalam wanita zina.3
Adanya permasalahan ini banyak sekali pendapat-pendapat mengenai hukum
menikahi seorang wanita yang pernah melakukan zina, hal ini banyak yang memberikan
pendapatnya dan menjadi beredar, oleh sebab itu, penulis akan menyajikan jukum
menikahi seoarang wanita yang mana pernah melakukan zina dalam islam, yang
diperoleh dari sumber-sumber yang telah digali secara rinci berdasarkan ayat yang
memberikan dan memperkuat argumentasi lebih.
4
Ahmad Sarwat, Ensiklopedia Fikih Indonesia: Pernikahan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2019).
5
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).
6
Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional (Jakarta: Rineka Cipta, 1997).
adalah "ikatan internal dan eksternal antara seorang pria dan wanita sebagai pasangan
dan pasangan, dengan alasan membentuk keluarga yang ceria dan abadi (keluarga) serta
berdasarkan pada Ketuhanan yang maha esa.
“Sedangkan Undang-undang perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dalam memberikan
definisi perkawinan sebagai berikut. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha
Esa. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu”
Dalam klarifikasi UU No. 1 tahun 1974, dijelaskan bahwa, sebagai negara
berdasarkan Pancasila, di mana untuk memulai dengan undang-undang adalah, "Tuhan
Yang Mahakuasa" maka pernikahan mengandung hubungan yang sangat dekat dengan
agama atau kepercayaan, sehingga pernikahan tidak hanya memiliki komponen
kelahiran (fisik) tetapi komponen internal (dunia lain) yang juga di dalamnya memiliki
bagian penting, untuk secara spesifik untuk tujuan membentuk perdamaian keluarga
(saki nah), berbagi rasa sayang (mawaddah), dan saling berbagi cinta (rahmah).
Dari pemahaman ini dapat dipahami, bahwa selain diizinkan untuk melakukan interupsi
lebih lanjut dalam pemahaman ini berisi sudut pandang hasil yang sah, untuk saling
mendapatkan hak dan komitmen, dan poin untuk mengadakan hubungan berdasarkan itu
akan ideal jika Anda menawarkan bantuan, mengamankan, memastikan, mencintai dan
memuja. Di Indonesia, sebagian besar orang melihat bahwa hukum akarnya adalah
mubah perkawinan. Biasanya banyak mempengaruhi kesimpulan Ulama 'Syafi'i.
Dari beberapa resolusi di atas Sebagian besar peneliti fiqh klasik (salaf)
menerjemahkan pernikahan sebagai kontrak yang sesuai dengan alasan kontrak seorang
pria (zauj) dapat melakukan hubungan seksual (jima ') secara sah (halal) dengan seorang
wanita (zaujah) . Kemajuan Islam dalam periode klasik diperpanjang dari tahun (650-
1250).7
C. Tujuan Dan Hukum Menikah Dalam Islam
7
Djaman Nur, Fiqh Munakahat (Semarang: Dina Utama Semarang, 1993).
Pria dan wanita adalah satu jiwa. Satu dalam karakteristik penciptaannya,
meskipun ada fakta bahwa ada perbedaan dalam hal kapasitas dan kewajiban, tetapi
perbedaan ini mengandung kedalaman makna. Salah satunya adalah bahwa satu pihak
merasa damai dan nyaman di pihak lain untuk pasangan mereka.
Perkawinan adalah alasan Syariah yang dibawa Nabi Saw, untuk lebih spesifik
jalannya masalah manusia dalam kehidupan bersama dan ukhrowi. Dengan persepsi
ceroboh, pada badan pengajar Yurisprudensi, dapat dilihat bahwa ada empat jalur
tindakan, untuk lebih spesifik: Rub 'alibadat, yang mengatur hubungan manusia sebagai
asosiasi dengan multiply. Gosok 'al-muamalat, yang mengawasi hubungan sosial
manusiawi yang mendalam dengan bergabung bersama untuk memenuhi kebutuhan
yang biasa dihabiskan. Gosok 'al-munakahat, itulah yang mengatur hubungan manusia
dalam Lingkungan Keluarga. Dan Rub 'al-jinayat, yang mengatur perisai dengan cara
yang efisien secara sosial yang menjamin ketentraman.8
Alasan pernikahan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan fisik manusia
dan kehidupan duniawi lainnya, serta untuk membentuk keluarga dan mendukung serta
meneruskan keturunan dalam menjalani kehidupannya di dunia ini, terlebih lagi
mengantisipasi perzinahan, sehingga dapat membentuk kedamaian dan ketenangan jiwa
untuk kepedulian, kedamaian keluarga dan masyarakat.9
Nilai asasi yang meliputi Harga diri yang akan disepakati saat pasangan tenang,
Jika itu diwarnai kehidupan domestik, pada saat itu ia akan memberikan produk-produk
manusia yang unggul, era yang berkembang dalam keluarga yang pasti dapat
mengharapkan kewajiban dan memberikan persetujuan untuk peradaban manusia.
8
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2010).
9
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011).
1. Wajib
Menikah dapat menjadi wajib apabila seseorang tersebut sudah matang atau siap dalam
segala hal atau“Apabila seseorang sudah mampu untuk menikah, kebutuhan biologisnya
sudah mendesak dan dia takut terjerumus kepada perzinahan. Maka menikah untuk
menjauhkan diri dari hal yang haram adalah suatu hal yang wajib”, seperti firman Allah
yakni:10
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang
kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan
mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada
mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah
kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri
mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan
barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu” (Q.S
An-Nur: 33)
2. Sunnah
Individu yang telah disunahkan atau dianjurkan untuk menikah adalah seseorang
yang sudah memiliki kapasitas untuk menikah dan sekarang dapat menjaga diri dari
10
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Beirut: Dar Al-Fikr, 1992).
segala tindakan yang dilarang. Rasulullah S.AW melarang seseorang untuk hidup
sendiri tanpa menikah.
3. Makruh
Seseorang akan menikah dan belum masuk akal untuk menikah, belum
memiliki keinginan untuk menikah, dan belum memiliki pengaturan untuk menikah.
Tetapi ada juga individu yang memiliki pengaturan untuk membujuk menikah, tetapi
cacat fisik, seperti kelemahan, penyakit, dan kekurangan fisik lainnya.
4. Haram
Seseorang memang dilarang untuk menikah terlepas dari kenyataan bahwa
sudah ada kemampuan, tetapi jika Dia melakukan pernikahan dia akan menyebabkan
atau memberikan kemudharatan kepada pasangannya, seperti; orang gila, orang yang
suka membahayakan, atau memiliki kualitas yang dapat membahayakan pasangan
mereka atau bahkan individu yang ada di sekitarnya, atau terlalu individu yang tidak
dapat membentuk penutupan memenuhi kelahiran internal pasangannya, juga kebutuhan
biologis tidak mendesak, di saat itu orang tersebut dilarang menikah.
“Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
suatu hukum pernikahan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan keadaan orang
yang akan melakukan pernikahan tersebut, sesuai dengan penjelasan sebelumnya.
Apabila dia sudah memenuhi kriteria dengan beberapa hukum di atas, maka dia harus
melaksanakannya, karena dalam Islam, pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan
juga merupakan suatu bentuk pengamalan ibadah kita kepada Allah S.W.T”.
11
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 6, cet. 1 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996).
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Analisa Fiqh Para Mujtahid, Cet. III (Jakarta: Pustaka
12
amani, 2007).
ۚكٞ ِرH ٓا إِاَّل َزا ٍن أَ ۡو ُم ۡشHHَةُ اَل يَن ِك ُحهH َ ِر َك ٗة َوٱل َّزانِيH ةً أَ ۡو ُم ۡشH َ َّزانِي اَل يَن ِك ُح إِاَّل َزانِيH ٱل
٣ ين َ ِك َعلَى ۡٱل ُم ۡؤ ِمن َ َِوحُرِّ َم ٰ َذل
Artinya:
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
oran-orang yang mukmin. (Q.S. An-Nur:03).
“Ini berarti, seorang pezina tidak akan berzina kecuali dengan pezina seperti
dirinya atau orang musyrik. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan, ayat ini
merupakan kabar dari Allah, seorang pezina tidak akan berzina kecuali dengan pezina
atau orang musyrik. Dalam artian, tidak akan ada yang mau mengikuti kemauannya
untuk berzina kecuali pezina”
Namun ada juga pendapat yang menyatakan bahwa ayat diatas telah dimansukh atau
telah dihapus hukumnya oleh Q.S An-Nur:32 yang mana berbunyi:
F. Penutup
Perkawinan memiliki arti bahwa ada hubungan antara pria dan wanita yang
mengerti dalam kontrak atau pemahaman, di mana awal hukum hubungan adalah
haram, menjadi hubungan hukum wajib. Dimana hubungan tersebut menunjuk pada
pembentukan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah,
Lalu mengenai hukum pernikahan itu sesuai dengan kondisi yang ada atau yang
sedang dihadapi, setiap hukum memiliki alasan yang berbeda dalam menentukan hukum
pernikahan, selain mengenai hukum pernikahan sendiri, dibahas pula mengenai hukum
menikahi wanita yang pernah melakukan zina.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa hukum zina itu adalah haram, dan yang
melakukan akan mendapat had atau hukuman atas apa yang dilakukan tersebut. Sealin
itu Sudah sangat jelas tertera dalam Al-Quran bahwasanya pezina itu tidak akan
menikah kecuali dengan sesama pezina pula atau juga oran yang musrik, dan sudah
dijelaskan bahwa diharamkan bagi kaum beriman menikahi maupun dinikahi oleh
mereka, hal ini telah dijelaskan oleh Allah dalam Firmannya.
G. Referensi