Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI


JUJUR

Disusun Oleh :

NAMA KELOMPOK

-RIDHO HENDIKA
-RIKI HAFIDZPRASETYO
-RIKI RIVALDO

SMK NEGERI 1 CANDIPURO


KECAMATAN CANDIPURO KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “JUJUR” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
pelajaran pendidikan anti korupsi. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bersikap jujur di kehidupan sehari-hari bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Terlebih dahulu, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Muwahidah,S.Th.i,M.Ag,
selaku guru Pendidikan Anti Korupsi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan
semua, terima kasih atas bantuannya sehingga sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini.

Kemudian, kami menyadari bahwa tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan
laporan ini.

Candipuro, 19 Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian jujur ............................................................................... 2
B. Pentingnya memiliki sifat jujur ........................................................ 4
C. Contoh kejujuran Nabi Muhammad SAW........................................ 6
D. Menerapkan Perilaku Jujur .............................................................. 6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................... 8
B. Saran ................................................................................................ 8.
Kendala dan Antisipasi......................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia.
Kehidupan dunia tidak akan baik, dan agama juga tidak bisa tegak diatas kebohongan,
penghianatan serta perbuatan curang.Jujur dan mempercayai kejujuran, merupakan ikatan
yang amat erat dengan para rosul dan orang-orang yang beriman. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam firman Allah SWT bahwasannya jujur mempunyai kedudukan yang amat
tinggi dimata Allah SWT, juga dalam pandangan islam juga dalam pandangan islam serta dalam
pandangan orang-orang beradab dan juga akibatnya yang baik, serta betapa bahayanya
berbohong dan mendustakan kebenaran.Akan tetapi jikalau kita lihat dan perhatikan tentang
kehidupan sosial sekarang bahwa kejujuran sudah jarang ditanamkan pada jiwa dan karakter
seseorang, sudah jarang kejujuran diaplikasikan danditerapkan pada kehidupan keseharian
seseorang. Bahkan sekarang kebohongan, lawan dari kejujuran malah secara tidak langsung
diajarkan kepada anak-anak. Seorang guru disekolah dengan terang-terangan mengajarkan
anak didiknya untuk bebohong, membiarkan anak didiknya mencontekketika ujian, bahkan
yang sangat memprihatinkan adalah sekarang banyak sekolah-sekolah yang mengkoordinasi
pembelian kunci jawaban atas para siswanya sebagai jalan pintas dan sebagai
bahanmencontek untuk menjawab soal ujian negara. Karena itu dalam makalah ini saya akan
mencoba membahs tentang kejujuran

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jujur
Dalam bahasa Arab, kata jujur semakna dengan “aś-śidqu” atau “śiddiq” yang berarti
benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa
Arab “al-kazibu”. Secara istilah, jujur atau aś-śidqu bermakna (1) kesesuaian antara
ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3) ketegasan
dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.
Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (śiddiq) sebagai berikut.

1. Jujur dalam Niat atau Berkehendak

Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam
segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt.

2. Jujur dalam Perkataan (Lisan)

Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang
disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata
kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu
menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur
jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini.

3. Jujur dalam Perbuatan/Amaliah

Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh-sungguh sehingga


perbuatan żahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan
menjadi tabiat bagi dirinya.

Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran, karena jujur
identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S.
al-Ahzāb/33:70) 2

Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya karena sangat
berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu menyesuaikan perkataannya
dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah dan apa yang diperbuat. Allah
Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. aś-Śaff/61:2-3)

Pesan moral ayat tersebut tidak lain memerintahkan satunya perkataan dengan
perbuatan. Dosa besar di sisi Allah Swt., mengucapkan sesuatu yang tidak disertai
dengan perbuatannya. Perilaku jujur dapat menghantarkan pelakunya menuju
kesuksesan dunia dan akhirat. Bahkan, sifat jujur adalah sifat yang wajib dimiliki oleh
setiap nabi dan rasul. Artinya, orang-orang yang selalu istikamah atau konsisten
mempertahankan kejujuran, sesungguhnya ia telah memiliki separuh dari sifat
kenabian.

Jujur adalah sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik
berupa harta maupun tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanat disebut al-
Amin, yakni orang yang terpercaya, jujur, dan setia. Dinamakan demikian karena
segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya menjadi aman dan terjamin dari segala
bentuk gangguan, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain. Sifat
jujur dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam segala aspek
kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan, perusahaan, dan
hidup bermasyarakat.

Di antara faktor yang menyebabkan Nabi Muhammad saw. berhasil dalam


membangun masyarakat Islam adalah karena sifat-sifat dan akhlaknya yang sangat
terpuji. Salah satu sifatnya yang menonjol adalah kejujurannya sejak masa kecil
sampai akhir hayatnya, sehingga ia mendapat gelar al-Amin (orang yang dapat
dipercaya atau jujur). Kejujuran akan mengantarkan seseorang mendapatkan cinta
kasih dan keredaan Allah Swt. Kebohongan adalah kejahatan tiada tara, yang
merupakan faktor terkuat yang mendorong seseorang berbuat kemungkaran dan
menjerumuskannya ke jurang neraka.
3

Kejujuran sebagai sumber keberhasilan, kebahagiaan, serta ketenteraman, harus


dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan, seorang muslim wajib pula menanamkan nilai
kejujuran tersebut kepada anak-anaknya sejak dini hingga pada akhirnya mereka
menjadi generasi yang meraih sukses dalam mengarungi kehidupan. Adapun
kebohongan adalah muara dari segala keburukan dan sumber dari segala kecaman
akibat yang ditimbulkannya adalah kejelekan, dan hasil akhirnya adalah kekejian.
Akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan adalah namimah (mengadu domba),
sedangkan namimah dapat melahirkan kebencian. Demikian pula kebencian adalah
awal dari permusuhan. Dalam permusuhan tidak ada keamanan dan kedamaian.
Dapat dikatakan bahwa, “orang yang sedikit kejujurannya niscaya akan sedikit
temannya.”

B. Pentingnya memiliki sifat jujur

Nabi menganjurkan kita sebagai umatnya untuk selalu jujur. Kejujuran merupakan
akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada kebajikan, sebagaimana
dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw., Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata: Telah bersabda Rasulullah: “Sesungguhnya jujur itu membawa kepada
kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga….” (H.R. Muslim)

Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan bagi
si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia
dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-
orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.

Dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa orang yang jujur akan
dipermudah rezeki dan segala urusannya. Contoh yang perlu diteladani adalah
kejujuran, Nabi Muhammad saw. ketika beliau dipercaya oleh Siti Khadijah untuk
membawa barang dagangan lebih banyak lagi. Selama membawa barang dengan
tersebut, beliau selalu menerapkan kejujuran. Kepada para pembelinya, beliau selalu
berkata jujur tentang kondisi barang dengan yang dijualnya. Sifat jujur yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. selama berdagang mendatangkan kemudahan
dan keuntungan yang lebih besar. Apa yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah
contoh dalam kehidupan sehari-hari tentang hikmah perilaku jujur.

4
Sebaliknya, orang yang tidak jujur atau bohong akan dipersulit rezeki dan segala
urusannya. Orang yang pernah berbohong akan terus berbohong karena untuk
menutupi kebohongan yang diperbuat, dia harus berbuat kebohongan lagi.
Bersyukurlah bagi orang yang pernah berbohong kemudian sadar dan mengakui
kebohongannya itu sehingga terputusnya mata rantai kebohongan.

Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan orang lain tidak


percaya. Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohong membuat hati
menjadi waswas. Contoh seorang siswa yang tidak jujur kepada orang tua dalam hal
uang saku, pasti nuraninya tidak akan tenang apabila bertemu. Apabila orang tuanya
mengetahui ketidakjujuran anaknya, runtuhlah kepercayaan terhadap anak tersebut.
Kegundahan hati dan kekhawatiran yang bertumpuk-tumpuk berisiko menjadi
penyakit.

Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu jujur dalam hati atau
niat, jujur dalam perkataan atau ucapan, dan jujur dalam perbuatan.
1. Jujur dalam Niat dan Kehendak

Jujur dalam niat dan kehendak yaitu motivasi bagi setiap gerak dan langkah
seseorang dalam rangka menaati perintah Allah Swt. dan ingin mencapai rida-Nya.
Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur. Orang yang pura-pura jujur
berarti tidak ikhlas dalam berbuat.
2. Jujur dalam Ucapan

Jujur dalam ucapan yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan realitas yang
terjadi. Untuk kemaslahatan yang dibenarkan oleh syariat seperti dalam kondisi
perang atau mendamaikan dua orang yang bersengketa atau perkataan suami yang
ingin menyenangkan istrinya, diperbolehkan untuk tidak mengatakan hal yang
sebenarnya. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya, yakni berbicara jujur dan
dianjurkan menghindari kata-kata sindiran karena hal itu sepadan dengan
kebohongan. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling
tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.
3. Jujur dalam Perbuatan

Jujur dalam perbuatan yaitu seimbang antara lahiriah dan batiniah hingga
tidaklah berbeda antara amal lahir dan amal batin. Jujur dalam perbuatan ini juga
berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang diridai Allah Swt. dan
5
melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas.

Merealisasikan kejujuran, baik jujur dalam hati, jujur dalam perkataan, maupun
jujur dalam perbuatan membutuhkan kesungguhan. Adakalanya kehendak untuk jujur
itu lemah, adakalanya pula menjadi kuat.

C. Contoh Bukti Kejujuran Nabi Muhammad SAW

Ketika Nabi Muhammad saw. hendak memulai dakwah secara terbuka dan terang-
terangan, langkah pertama yang dilakukan, Rasulullah saw. berdiri di atas bukit, kemudian
memanggil-manggil kaum Quraisy untuk berkumpul, “Wahai kaum Quraisy, kemarilah
kalian semua. Aku akan memberikan sebuah berita kepada kalian semua!”

Mendengar panggilan lantang dari Rasulullah saw., berduyun-duyunlah kaum Quraisy


berdatangan, berkumpul untuk mendengarkan berita dari manusia jujur penuh pujian.
Setelah masyarakat berkumpul dalam jumlah besar, beliau tersenyum kemudian bersabda,
“Saudara-saudaraku, jika aku memberi kabar kepadamu, jika di balik bukit ini ada musuh
yang sudah siaga hendak menyerang kalian, apakah kalian semua percaya?” Tanpa ragu
semuanya menjawab mantap, “Percaya!”

Kemudian, Rasulullah kembali bertanya, “Mengapa kalian langsung percaya tanpa


membuktikannya terlebih dahulu?” Tanpa ragu-ragu orang yang hadir di sana kembali
menjawab mantap, “Engkau sekalipun tidak pernah berbohong, wahai al-Amin. Engkau
adalah manusia yang paling jujur yang kami kenal”.

D. Menerapkan Perilaku Jujur

Jujur adalah perilaku yang sangat mulia. Jujur adalah sifat yang wajib dimiliki oleh para
nabi dan rasul Allah Swt. sehingga separuh gelar kenabian akan disandangkan kepada orang-
orang yang senantiasa menerapkan perilaku jujur. Penerapan perilaku jujur dalam
kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat misalnya
seperti berikut.

1. Meminta izin atau berpamitan kepada orang tua ketika akan pergi ke mana pun.

2. Tidak meminta sesuatu di luar kemampuan kedua orang tua.


3. Mengembalikan uang sisa belanja meskipun kedua orang tua tidak mengetahuinya.
6
4. Melaporkan prestasi hasil belajar kepada orang tua meskipun dengan nilai yang kurang
memuaskan.
5. Tidak memberi atau meminta jawaban kepada teman ketika sedang ulangan atau ujian
sekolah.
6. Mengatakan dengan sejujurnya alasan keterlambatan datang atau ketidakhadiran ke
sekolah.
7. Mengembalikan barang-barang yang dipinjam dari teman atau orang lain, meskipun
barang tersebut tampak tidak begitu berharga.
8. Memenuhi undangan orang lain ketika tidak ada hal yang dapat menghalanginya.
9. Tidak menjanjikan sesuatu yang kita tidak dapat memenuhi janji tersebut.
10. Mengembalikan barang yang ditemukan kepada pemiliknya atau melalui pihak yang
bertanggung jawab.
11. Membayar sesuatu sesuai dengan harga yang telah disepakati.
BAB III
7
PENUTUP

A. Kesimpulan

Jujur (aś-śidqu) adalah mengatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan, sedangkan


dusta (al-każibu) adalah mengatakan sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan. Kejujuran
merupakan petunjuk dan jalan menuju surga Allah Swt., sedangkan dusta adalah petunjuk
dan jalan menuju neraka. Jujur adalah sifat para nabi dan rasul Allah Swt., sedangkan
bohong atau dusta adalah ciri atau sifat orang-orang munafik.

Kejujuran akan menciptakan ketenangan, kedamaian, keselamatan, kesejahteraan,


dan kenikmatan lahir batin baik di dunia maupun di akhirat kelak. Sementara, kedustaan
menimbulkan keguncangan, kegelisahan, konflik sosial, kekacauan, kehinaan, dan
kesengsaraan lahir dan batin baik di dunia apalagi di akhirat.

Diperbolehkan dusta hanya untuk tiga hal saja, yaitu ketika seorang istri memuji
suaminya atau sebaliknya. Ketika seseorang yang akan mencelakai orang yang tidak bersalah
dengan mengatakan bahwa orang yang dicari tidak ada. Ketika ucapan dusta untuk
mendamaikan dua orang yang sedang bertikai agar damai dan rukun kembali.

B. Saran

Segala sesuatu bila dibiasakan, niscaya akan menjadi sebuah kebiasaan. Entah itu
yang baik atau pun yang buruk. Membiasakan diri untuk selalu jujur, walaupun dalam hal
yang dalam pandangan kita kecil, akan membuat kejujuran menjadi kebiasaan kita. Jangan
meremehkan hal yang kecil, sebab sesuatu yang besar bermula dari yang kecil.

8
DAFTAR PUSTAKA

Anonimious. 2010. Al-Hidayah Al-Qur’ān Perkata Tajwid Kode Angka. Tangerang Selatan:


Kalim.

As Suyuthi, Jalaludin. 2008. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’ān. Jakarta: Gema Insani Press.

Kementerian Agama RI. 2011. Islam Rahmatan Lil’alamin. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Kementerian Agama RI. 2012. Tafsir al-Qur’ān Tematik. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur’ān dan Tafsirnya. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Masan AF. 2009. Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah kelas VIII. Semarang: Toha Putra.

Syaltut, Mahmud. 1990. Tafsir Al-Qur’ānul Karim. Bandung: Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai