Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan

karunianya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul ”Berani

Hidup Jujur” dengan sebaik baiknya. Penyusunan makalah ini mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk

itu kami menyampaikan terima kasih terutama kepada guru bidang studi PAg,

yaitu Bapak Jajang Sutardi,S.Pd.I M.Pd dan kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Adapaun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

PAI yang telah diberikan oleh Bapak Jajang Sutardi,S.Pd.I M.Pd. Selain itu

makalah ini juga di buat sebagai suatu kajian terhadap pengetahuan mengenai

berani hidup jujur. Dengan memaparkan materi antara lain : Berani Hidup Jujur.

Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Kami meminta maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami

sangat mengharapkan kritikan serta saran sehingga kami dapat memperbaiki

kesalahan-kesalahan yang ada dalam penyusunan makalah ini

Kopo, 10 Agustus 2023

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................ii

DAFTAR ISI............................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.... Latar Belakang Masalah............................................................................ 1

1.2.... Rumusan Masalah...................................................................................... 1

1.3.... Tujuan........................................................................................................ 1

1.4.... Manfaat...................................................................................................... 1

BAB II.......... PEMBAHASAN

2.1.... Membuka Relung Hati............................................................................... 2

2.2.... Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah.......................................................... 3

2.3.... Pentingnya Memiliki Sifat Jujur................................................................ 5

BAB III PENUTUP

3.1.... Kesimpulan................................................................................................ 7

3.2.... Saran.......................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan

dunia. Kehidupan dunia akan hancur dan agama juga menjadi lemah di atas

kebongan, khianat serta perbuatan curang. Karena mulianya orang yang jujur, baik

di sisi Allah maupun di sisi manusia, kejujuran harus ditegakkan meskipun berat

dan susah. Ungkapan tentang “orang jujur akan hancur” merupakan keliru. Allah

SWT menyifatkan diri-Nya dengan kejujuran. Ini merupakan bukti kesktian jujur.

Keujuran dapat membuat hati kita nyaman dan tenteram. Ketika berkata jujur,

tidak akan ada ketakutan yang mengikuti atau bahkan kekhawatiran tentang

terungkapnya sesuatu yang tidak dikatakan.

Akan tetapi, saat ini kejujuran dalam penerapan kehidupan sehari-hari masih

kurang seperti perilaku mencontek yang seolah lazim bagi anak-anak dibangku

sekolah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1.2.1 Seberapa penting dan utamanya berperilaku jujur ?

1.2.2 Ada berapa macam bentuk kejujuran ?

1.2.3 Apakah akibat dari perilaku berbohong ?

1.2.4 Bagaimana hikmah dari perilaku jujur ?


1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang dapat kita capai adalah sebagai

berikut :

1.3.1 Menambah wawasan baru mengenai pentingnya sikap kejujuran dalam

berprilaku.

1.3.2 Menguatkan sifat kejujuran dengan didukung dengan ayat Al-Quran dan

Hadits.

1.3.3 Melaksanakan tugas makalah Pendidikan Agama Islam.

1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan di atas , dapat di ambil manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Bagi siswa dan guru, makalah ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran untuk

cara berperilaku jujur sebagaimana didukung oleh Al-Quran dan Hadits

1.4.2 Makalah ini juga bisa berfungsi sebagai sumber referensi dalam kegiatan belajar

mengajar.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Membuka Relung Hati

Dalam bahasa Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang

artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan

perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji

(mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar atau sesuai dengan kenyataan.

Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta.

Berdusta adalah menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan

sebenarnya. Adapula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara

menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan

antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi kalau suatu berita sesuai

dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak

maka dikatakan dusta. Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga

tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki

kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba

akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.

Syari’at Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat jujur dalam segala

keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut akan merugikan diri sendiri.

Allah SWT telah berfirman dalam Surat An-Nisaa Ayat 135 yang berbunyi:

۞ ‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ُك وُنوْا َقَّٰو ِم يَن ِبٱۡل ِقۡس ِط ُش َهَدٓاَء ِهَّلِل َو َلۡو َع َلٰٓى َأنُفِس ُك ۡم َأِو ٱۡل َٰو ِل َد ۡي ِن َو ٱَأۡلۡق َر ِبيَۚن ِإن َيُكۡن َغ ِنًّي ا َأۡو‬

١٣٥ ‫َفِقيٗر ا َفٱُهَّلل َأۡو َلٰى ِبِهَم ۖا َفاَل َتَّتِبُعوْا ٱۡل َهَو ٰٓى َأن َتۡع ِد ُلوْۚا َو ِإن َتۡل ٓۥُو ْا َأۡو ُتۡع ِر ُضوْا َفِإَّن ٱَهَّلل َك اَن ِبَم ا َتۡع َم ُلوَن َخ ِبيٗر ا‬

Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-

benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu

sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka

Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar-balikan ( kata-

kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha

Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” ( Q.S. An- Nisaa’ : 135 ),.

Allah selalu memerintahkan kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan

maupun ucapan, sebagaimana firman-Nya :

١١٩ ‫ َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ٱَّتُقوْا ٱَهَّلل َو ُك وُنوْا َم َع ٱلَّٰص ِدِقيَن‬,

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan

hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” ( Q.S. At-Taubah : 119 )

Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagai sesorang

yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yan,g ada pada batinnya.

Ketika berani mengatakan “tidak” untuk korupsi, maka ia harus berusaha

menjauhi korupsi, bukan malah hanya mengatakan tetapi ia sendiri melakukan

korupsi.

Kejujuran merupakan ciri-ciri orang beriman sedangkan lawannya dusta

merupakan sifat orang yang munafik. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. Bersabda “Tanda

orang munafik itu ada 3, yaitu : Apabila berbicara dusta, apabila berjanji

mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari Muslim)

Allah Swt. Menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba

dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya

(kebenarannya).
‫ت َتۡج ِر ي ِم ن َتۡح ِتَه ا ٱَأۡلۡن َٰه ُر َٰخ ِل ِد يَن ِفيَه ٓا َأَب ٗد ۖا َّر ِض َي ٱُهَّلل َع ۡن ُهۡم‬ٞ ‫َقاَل ٱُهَّلل َٰه َذ ا َيۡو ُم َينَفُع ٱلَّٰص ِدِقيَن ِص ۡد ُقُهۚۡم َلُهۡم َج َّٰن‬

١١٩ ‫َو َر ُضوْا َع ۡن ُۚه َٰذ ِلَك ٱۡل َفۡو ُز ٱۡل َعِظ يُم‬

Artinya : “Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-

orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya

mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha

terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar" ( Q.S al-Maidah : 119 )

2.2 Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah

Pengertian Syaja’ah (Keberanian). Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti

berani antonimnya adalah al-jubn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk

menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu

mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung

resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak

digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada

kehinaan.

Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu

seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada

keberanian menerima musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada

diri seorang pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah

(berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu

sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut

semestinya.

Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu:

1) Rasa takut kepada Allah Swt.

2) Lebih mencintai akhirat daripada dunia.

3) Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.

4) Tidak menomori satukan kekuatan materi

5) Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah Swt.


Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya

ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena

dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat

maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syuja’). Al-syaja’ah (berani)

bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama sekali)” Berdasarkan pengertian

yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya

rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi

kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan

maslahat.

Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:

1) Syaja’ah harbiyyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya

keberanian dalam medan tempur di waktu perang.

2) Syaja’ah nafsiyyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan

menegakkan kebenaran.

Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:

1) Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.

2) Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.

3) Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.

Dari dua macam syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat

dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:

a) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan

mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah Swt.

b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa

yang zalim.

c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh

perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur strategi termasuk di


dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk keberanian yang

bertanggung jawab.

d) Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki sifat pengecut yang

tidak mau mengakui kesalahan dan mencari kambing hitam, bersikap ”lempar

batu sembunyi tangan” Orang yang memiliki sifat syajā’ah berani mengakui

kesalahan, mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan bertanggung

jawab.

e) Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap

“over confidence” terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni

dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan.

Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate” terhadap dirinya yakni

menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apaapa dan tidak memiliki

kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak

obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya

yang memiliki sisi baik dan buruk.

f) Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu

bermujahadah li an-nafs, melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat

mengendalikan diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan

peluang untuk melampiaskan amarahnya. Hikmah Syaja’ah.

Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki

setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan

berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara. Syaja’ah

(perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap,

perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi

apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan

kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur,

meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin


kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa,

kecil hati dan sebagainya.

2.3 Pentingnya Memiliki Sifat Jujur

Berperilaku jujur sehari - hari penting, karena jujur adalah sifat ahlakul

karimah, yaitu sifat terpuji. Jika jujur sudah menjadi kebiasaan sehari-hari kita,

maka semua pekerjaan akan terasa lebih tenang, semua masalah akan mudah

terselesaikan. Perilaku jujur bisa mendatangkan ketenangan dalam hati karena

tidak ada beban masalah. Jika kita suka berperilaku tidak jujur maka hidup kita

akan senantiasa resah dan gelisah.

Membisakan berperilaku jujur harus dari kecil agar tidak susah melakukannya.

Cara membiasakan berperilaku jujur sejak kacil misalnya diajarkan untuk tidak

mengambil barang orang lain tanpa seijin pemiliknya, mengembalikan kembalian

yang terlalu banyak, mengatakan apapun sesuai dengan kenyataan, dan lain-lain.

Kita harus menanamkan kesadaran untuk selalu berperilaku jujur dan menyadari

apa akibat dari kebohongan. Jika kita sudah bisa membiasakan berperilaku jujur

maka kita mudah mendapat teman, mudah mendapat pekerjaan, mudah mendapat

kesuksesan, dipercaya oleh orang lain, dan lain - lain.

Kita harus menyadari akibat dari kebohongan, sehingga kita bisa menjauhi

sifat buruk tersebut. Contoh akibat dari kebohongan adalah hilangnnya

kepercayaan orang lain terhadap kita, susah mendapatkan teman bahkan tidak

memiliki teman, susah mendapat pekerjaan karena tidak dipercaya.

Macam macam jujur itu yaitu:


1. Jujur dalam niat dan kehendak. Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu

amal tercampuri dengan kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran

niat, dan pelakunya bisa dikatakan sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga

orang yang dihadapkan kepada Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan

seorang dermawan. Allah menilai ketiganya telah berdusta, bukan pada perbuatan

mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.

2. Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata

kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis

kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.

3. Jujur dalam tekad dan memenuhi janji. Contohnya seperti ucapan seseorang,

“Jikalau Allah memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya

di jalan Allah.” Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi

adakalanya juga ragu-ragu atau dusta. Hal ini sebagaimana firman Allah: “Di

antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah

mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di

antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak

merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,

“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah,

‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami,

pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang

saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-

Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah

orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (QS. at-Taubah: 75-76)

4. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga

tidaklah berbeda antara amal lahir dengan amal batin,

5. Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi,

sebagaimana jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan
tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak

kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna dengan

kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan jujur, sebagaimana

firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang

yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kejujuran merupakan sifat yang tertanam pada diri manusia yang pada

dasarnya kemauan pada diri manusia itu sendiri dengan membiasakan diri dan

rasa kepercayaan diri yang kuat akan cenderung berdampak positif dari pada

negative. Jika menerapkan sikap jujur, secara tidak langsung kita telah melatih

kemampuan kita. Sampai dimana kemampuan kita? Itu pernyataan yang akan

timbul dan terjawab sendiri dengan hasil yang di peroleh.

3.2 Saran

Kita sebagai seorang muslim harus bisa berperilaku jujur dalam melakukan

pekerjaan dan aktifitas sehari-hari karena keutamaan berpelrilaku jujur akan

berperasaan enak dan hati tenang, jujurmendapatkan keberkahan dalam

usahanya dan dengan jujur kita akan dipercayai orang lain.


7

DAFTAR PUSTAKA

https://bukubiruku.com/pentingnya-mempunyai-sifat-jujur/

http://ainiyahnur31.blogspot.com/2015/01/pentingnya-perilaku-jujur.html

http://mfahrisetiono.blogspot.com/2016/09/makalah-pendidikan-agama-islam-

tentang.html

Anda mungkin juga menyukai