Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunianya saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul ”Berani Dalam
Kejujuran” dengan sebaik baiknya. Penyusunan makalah ini mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk itu saya
menyampaikan terima kasih terutama kepada guru bidang studi PAI, yaitu Bapak
Salahudin dan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Adapaun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas PAI yang
telah diberikan oleh Bapak Salahudin. Selain itu makalah ini juga di buat sebagai
suatu kajian terhadap pengetahuan mengenai berani dalam kejujuran. Dengan
memaparkan materi antara lain : Berani Dalam Kejujuran.
Saya menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Saya
meminta maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, Saya sangat
mengharapkan kritikan serta saran sehingga Saya dapat memperbaiki kesalahan-
kesalahan yang ada dalam penyusunan makalah ini
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I
1. PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………4
1.1.... Latar Belakang Masalah................................................................................ 4
1.2.... Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3.... Tujuan................................................................................................................... 4
1.4.... Manfaat................................................................................................................. 4
BAB II
2. PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………..5
2.1.... Pentingnya Memiliki Sifat Jujur..................................................................5
2.2.... Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah.........................................................10
2.3.... Keterkaitan Antara Syaja'ah dengan Kejujura........................................16
BAB III
3. PENUTUP………………………………………………………………………………………...17
3.1.... Kesimpulan........................................................................................................17
3.2.... Saran.....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………....18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia.
Kehidupan dunia akan hancur dan agama juga menjadi lemah di atas kebohongan,
khianat serta perbuatan curang. Karena mulianya orang yang jujur, baik di sisi Allah
maupun di sisi manusia, kejujuran harus ditegakkan meskipun berat dan susah.
Ungkapan tentang “orang jujur akan hancur” merupakan keliru. Allah SWT
menyifatkan diri-Nya dengan kejujuran. Ini merupakan bukti kesktian jujur.
Keujuran dapat membuat hati kita nyaman dan tenteram. Ketika berkata jujur, tidak
akan ada ketakutan yang mengikuti atau bahkan kekhawatiran tentang terungkapnya
sesuatu yang tidak dikatakan.
Akan tetapi, saat ini kejujuran dalam penerapan kehidupan sehari-hari masih kurang.
Maka dari itu, pendekatan ilmu tentang jujur dan berani sangat penting bagi kita.
Terutama anak – anak muda zaman sekarang, agar dapat mengingatkan kita sendiri
kepada perilaku – perilaku terpuji yang dapat bermanfaat bagi diri kita.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.2.1 Seberapa penting dan utamanya berperilaku jujur?
1.2.2 Apa keterkaitan jujur dengan syajaah?
1.2.3 Ada berapa macam bentuk kejujuran ?
1.2.4 Apakah akibat dari perilaku berbohong ?
1.2.5 Bagaimana hikmah dari perilaku jujur ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang dapat kita capai adalah sebagai
berikut:
1.3.1 Menambah wawasan baru mengenai pentingnya sikap kejujuran dalam
berprilaku.
1.3.2 Menguatkan sifat kejujuran dengan didukung dengan ayat Al-Quran dan
Hadits.
1.3.3 Melaksanakan tugas makalah Pendidikan Agama Islam
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas , dapat di ambil manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Bagi siswa dan guru, makalah ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran
untuk cara berperilaku jujur sebagaimana didukung oleh Al-Quran dan Hadits
1.4.2 Makalah ini juga bisa berfungsi sebagai sumber referensi dalam kegiatan
belajar mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
َّ ٰ ٰ َٓيَأ ُّي َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ٱتَّقُو ْا ٱهَّلل َ َو ُكونُو ْا َم َع ٱل,
١١٩ َص ِدقِين
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar” ( Q.S. At-Taubah : 119 )
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagai sesorang yang
melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yan,g ada pada batinnya. Ketika
berani mengatakan “tidak” untuk korupsi, maka ia harus berusaha menjauhi korupsi,
bukan malah hanya mengatakan tetapi ia sendiri melakukan korupsi.
Kejujuran merupakan ciri-ciri orang beriman sedangkan lawannya dusta merupakan
sifat orang yang munafik. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. Bersabda “Tanda
orang munafik itu ada 3, yaitu : Apabila berbicara dusta, apabila berjanji
mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari Muslim)
,
Allah Swt. Menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan
yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
ٰ
ِ ت ت َۡج ِري ِمن ت َۡحتِ َها ٱَأۡل ۡن ٰ َه ُر ٰ َخلِ ِدينَ فِي َهٓا َأبَدٗ ۖا َّرٞ َّص ۡدقُ ُهمۡۚ لَ ُهمۡ َجن
ۡض َي ٱهَّلل ُ ع َۡن ُهم َّ ٰ قَا َل ٱهَّلل ُ ٰ َه َذا يَ ۡو ُم يَنفَ ُع ٱل
ِ َص ِدقِين
ٰ
١١٩ ضو ْا ع َۡن ۚهُ َذلِ َك ۡٱلفَ ۡو ُز ۡٱل َع ِظي ُم ُ َو َر
Artinya : “Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-
orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-
Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar" ( Q.S al-Maidah : 119 )
Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya untuk selalu jujur. Karena kejujuran
merupakan akhlak yang mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada kebajikan,
sebagaimana dijelaskan Nabi Muhammad Saw.
Artinya : “ Dari Abdullah ibn Mas’ud, dari Rasulullah saw. Bersabda. “Sesungguhnya
jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga…” ( HR.
Bukhari )
Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan bagi
si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia
dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang
yang mulia dan selamat dari segala keburukan. Orang jujur akan dipermudah rezeki
dan segala urusannya.
Contoh yang perlu diteladani, karena kejujurannya, Nabi Muhammad saw. Di percaya
oleh Siti Khadijah untuk membawa barang dagangan lebih banyak lagi. Ini artinya
Nabi Muhammad saw akan mendapatkan keuntungan lebih besar lagi dan tentu saja
apa yang dilakukan Nabi akan mendapat kemudahan.
Sebaliknya, orang yang tidak jujur atau bohong akan dipersulit rezeki dan
segala urusannya. Orang yang pernah berbohong akan terus berbohong karena untuk
menutupi kebohongan yang diperbuat, dia harus berbuat kebohongan lagi.
Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan orang lain tidak
percaya. Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohong membuat hati menjadi
was-was.
Kegundahan hati dan kekhawatiran yang bertumpuk-tummpuk beresiko menjadi
penyakit.
D. Macam-Macam Kejujuran
Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu :
1. Shidq Al-Qalbi (Jujur dalam niat dan kehendak), yaitu motivasi bagi setiap
gerak dan langkah seseorang dalam rangka menaati perintah Allah Swt, dan ingin
mencapai rida-Nya. Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur berarti tidak
ikhlas dalam berbuat.
Rasulullah Saw. Bersabda,
“Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh
tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu (hati).” (HR. Bukhari)
5. Shidq Al-Haal (Jujur dalam kenyataan). Orang mukmin hidupnya selalu berada
di atas kenyataan. Dia tidak akan menampilkan sesuatu yang bukan dirinya. Dia tidak
pernah memaksa orang lain untuk masuk kedalam jiwanya. Dengan kata lain, seorang
mukmin tidak hidup berada dibahawah bayang-bayang orang lain. Artinya, kita harus
hidup sesuai dengan keadaan diri kita sendiri.
Merealisasikan kejujuran adakalanya kehendak untuk jujur itu lemah, ada kalanya
pula menjadi kuat.
,
E. Petaka Kebohongan
Betapa berbahayanya sebuah kebohongan, kebohongan akan mengantarkan pelakunya
tidak dipercaya lagi oleh orang lain.
Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan
kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan yang
dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang telah dikhianatinya itu.
©ُ ك ِمنَ ۡٱل ِع ۡل ِم فَقُ ۡل تَ َعالَ ۡو ْا ن َۡد
ع َأ ۡبنَٓا َءنَا َوَأ ۡبنَٓا َء ُكمۡ َونِ َسٓا َءنَا َونِ َسٓا َء ُكمۡ َوَأنفُ َسنَا َوَأنفُ َس ُكمۡ ثُ َّم َ فَ َم ۡن َحٓاجَّكَ فِي ِه ِم ۢن بَ ۡع ِد َما َجٓا َء
ٰ ۡ هَّلل َّ
٦١ َن َۡبتَ ِه ۡل فَن َۡج َعل ل ۡعنَتَ ٱ ِ َعلَى ٱل َك ِذبِين
Artinya : “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-
anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan
diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya
laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” (Q.S Ali-Imran : 61)
١٦١ َس َّما َك َسبَ ۡت َوهُمۡ اَل ي ُۡظلَ ُمون ۡ ۚ ۡ ِ َو َما َكانَ لِنَبِ ٍّي َأن يَ ُغ ۚ َّل َو َمن يَ ۡغلُ ۡل يَ ۡأ
ٖ ت بِ َما َغ َّل يَ ۡو َم ٱلقِ ٰيَ َم ِة ثُ َّم تُ َوفَّ ٰى ُكلُّ نَف
Artinya : “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada
hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-
tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan)
setimpal, sedang mereka tidak dianiaya” ( Q.S Ali-Imran : 161 )
٣ َوا َما اَل ت َۡف َعلُون ْ ُٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن
ْ ُ َكبُ َر َم ۡقتًا ِعن َد ٱهَّلل ِ َأن تَقُول٢ َوا لِ َم تَقُولُونَ َما اَل ت َۡف َعلُون
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3)
B. Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu :
1) Rasa takut kepada Allah Swt.
2) Lebih mencintai akhirat daripada dunia.
3) Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.
4) Tidak menomor satukan kekuatan materi.
5) Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah.
Landasan Keberanian
Sikap keberanian yang ditunjukkan Rasulullah disaat tidak ada lagi pertolongan apa-
apa selain Allah, adalah pengejewantahan keimanan yang begitu kuat. Sekiranya iman
lemah, mungkin akan mendatangkan kepanikan.
Diantara turunan sikap dari keimanan yang kokoh adalah berupa hanya
menggantungkan harapan kepada Allah dan juga sikap tawakkal yang benar, sehingga
menimbulkan sikap berani dalam diri seseorang dalam menghadapi segalam macam
situasi dan tantangan.
Keimanan yang kuat akan menumbuhkan kecintaan yang lebih pada akhirat dari pada
kehidupan dunia.
Bagaimana dengan masa kini? Janji Allah akan kembalinya kekuatan besar kaum
muslimin mneguasai dunia sebelum akhir zaman, semoga memotivasi kita untuk
mempersiapkan generasi penerus yang semoga menjadi bagian menuju kebangkitan
umat Islam, walaupun mungkin tidak hidup dimasa kejayaan tersebut nantinya.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir
yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).
Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok
untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain,
maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. al-
Anfal [8]: 15-16).
Banyak suri tauladan dalam sejarah perjuangan penyebaran dan penegakan Islam. Di
masa-masa awal penyebaran Islam dalam fase Makkah, begitu besar sekali bentuk
cobaan yang dirasakan kaum muslimin. Kekuatan yang belum seberapa saat itu,
masih dalam rintisan awal-awal dakwah, harus dihadapi berbagai bentuk perlawanan,
permusuhan, makar. Boikot ekonomi, siksaan terhadap individu bahkan pembunuhan.
Secara umum kaum muslimin sungguh menderita waktu itu.
Sahabat Bilal menunjukkan sikap ketahanan ini, daya tahan yang begitu besar dalam
menghadapi siksaan pemuka kaum Quraisy. Dan juga Keberanian mempertahankan
aqidah hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin Yasir. Beliau
menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuh suburkan perjuangan dengan
darahnya yang mulia.
Tidak semua orang tentunya bisa memiliki karakter ini, bahkan selevel sahabat pun
hanya segelintir orang yang mendapat kepercayaan dari Rasulullah untuk menyimpan
rahasia. Adalah Huzaifah ibnul Yaman r.a. seorang sahabat Nabi yang dikenal dengan
sebutan shahibus sirri. Dia dapat menyimpan rahasia dengan baik. Hingga tidak
diketahui yang lain akan tugas dan tanggung jawabnya menjaga rahasia. Dia berani
menghadapi konsekuensinya sekalipun terasa amat berat. Akan tetapi yang membuat
gentar dirinya adalah bila tertangkap musuh. Sebagaimana yang pernah ia ungkapkan
pada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, saya tidak takut bila harus mati, akan tetapi
yang aku takutkan adalah bila aku tertangkap.”
5- Mengendalikan Nafsu
Nafsu adalah bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia. Nafsu tidak dapat
dihilangkan tapi dapat dikendalikan.
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku.” (QS. 12: 53).
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang
bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah
mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. 3:133-134).
6- Mengakui Kesalahan
Mengakui kesalahan bukanlah perkara gampang, butuh keberanian untuk betul-betul
merasakan sendiri sambil mencari cara untuk memperbaikinya, bukan justru
mengelakkannya apalagi menuduhkan kesalahan diri sendiri pada orang lain. Dan
apabila berkaitan dengan pihak lain, tidak ragu, takut atau merasa hina untuk meminta
maaf, dan bersedia bertanggung jawab.
Allah telah memberikan pelajaran berharga kepada umat manusia, melalui perjalanan
hidup Nabi Adam. Semua manusia berpotensi berbuat kesalahan, namun rahmat
pengampunan Allah sungguh besar, senantiasa terbuka sebelum ajal menjemput.
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk
orang-orang yang merugi”. (QS 7: 23)
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri adalah seorang ulama di jaman Khalifah Harun Al
Rasyid. Alkisah pada suatu hari Khalifah sedang melaksanakan ibadah haji,
sebagaimana lazimnya penguasa yang ada sekarang, seluruh tempat yang akan
dilaluinya tertutup untuk untuk umum. Pada saat Khalifah melakukan sa'i antara bukit
Marwah dan Shofa seorang diri, sambil disaksikan, ribuan jamaah haji, berangkatlah
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri ke tempat sa'i. Sesampainya di Shofa, kebetulan
Khalifah baru saja tiba di sana. Berteriaklahlah beliau, "Haruuuun...!", tanpa
menyebut embel-embel kekhalifahan. Mendengar jeritan tadi, seluruh jamaah
termasuk Khalifah terkejut melihat ke arah datangnya suara. Melihat wajah yang
memanggil, menjawablah beliau, "Labbaika ya 'amm".
"Naiklah ke bukit Shofa! Lihatlah ke Ka'bah, berapakah jumlah manusia di sana ?".
"Tidak ada yang dapat menghitungnya kecuali Allah", jawab Khalifah. "Ketahuilah,
setiap orang dari mereka akan dimintai pertanggung-jawabannya nanti di hadapan
Allah, dan kamu akan diminta pertanggung-jawabanmu oleh Allah atas dirimu dan
seluruh rakyatmu. Lihatlah kepada dirimu, apakah pantas engkau perlakukan ummat
seperti ini ?". Mendengar ucapan Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri tersebut,
menangislah Khalifah seraya mengakui kesalahan yang beliau lakukan. [5] Sikap
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri juga mencerminkan point nomor 2, berterus terang
dalam kebenaran, meskipun harus disampaikan pada seseorang yang berposisi
khalifah sekalipun.
E. Hikmah Syaja’ah
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap
muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai
kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.
Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat,
tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan
tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan
kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur,
meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin
kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa,
kecil hati dan sebagainya
2.3 Keterkaitan Antara Syaja'ah dengan Upaya Mewujudkan Kejujuran
dalam Kehidupan Sehari-Hari
Setelah mengetahui Fakta-fakta yang terjadi, kita juga harus tahu Apa itu
Syaja'ah?, Syaja'ah dalam bahasa Arab berarti Kebenaran dan keperwiraan, yaitu
keteguhan hati dalam diri seseorang untuk berani mengatakan kebenaran dan
menanggung resikonya. Lawan kata Al-Syaja'ah adalah Al-Jubn yang berarti
pengecut. Dalam kehidupan, kita tidak boleh menyalahartikan perilaku Syaja'ah
karena hal tersebut bisa membuat jiwa seorang Muslim menjadi hina.
Syajaah dan jujur ini merupakan kedua perilaku yang saling berkaitan, dimana tertulis
dalam suatu hadits yang artinya "Katakanlah yang benar walaupun itu pahit"(H.R.
Ahmad). agar dalam kehidupan ini kita bisa mewujudkan kejujuran dan membela
kebenaran, Karena sesungguhnya Jika Allah SWT memerintahkan kita untuk
melakukan sesuatu, maka lakukanlah karena Allah SWT mempunyai rencana yang
baik untuk diri kita kedepannya.
3.2 Saran
Kita sebagai seorang muslim harus bisa menanamkan berani dalam kejujuran di
kehidupan sehari-hari. Kita harus bisa berperilaku jujur dan berani dalam melakukan
pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, apalagi dalam halnya kebenaran, kita harus berani
mengatakan yang sejujurnya. Karena keutamaan berpelrilaku jujur akan
meninggalkan rasa tentram, aman dan hati tenang. Berani dalam kejujuran dapat
membawa keberkahan dalam usaha kita dan dengan jujur kita akan dipercayai orang
lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://salamunsingajay
https://bukubiruku.com/pentingnya-mempunyai-sifat-jujur/
http://ainiyahnur31.blogspot.com/2015/01/pentingnya-perilaku-jujur.html
http://mfahrisetiono.blogspot.com/2016/09/makalah-pendidikan-agama-islam-
tentang.html
a.blogspot.com/2017/03/materi-syajaah.html
http://sikapsyajaahdalamkehidupan.blogspot.com/2018/10/keterkaitan-antara-syajaah-
dengan-upaya.html
http://ildenabineri.blogspot.com/2015/05/tinjauan-dan-bahasan-materi-tentang-
asy.html
dannyferdiansyah.blogspot.co.id/2013/11/makalah-tentang-kejujuran.html?m=1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta.
Balai Pustaka.1991
homeworkapw.blogspot.co.id/2013/09/makalah-sifat-terpuji-jujur_6860.html?m=1
Kementrian Pendidikan dan, Kebudayaan. Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Jakarta. 2014
ukhuwahislah.blogspot.co.id/2013/10/makalah-jujur-da,lam-perkataan-dan.html?m=1
https://rahmatikhsan78.wordpress.com/2014/04/03/26/