Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TENTANG PERILAKU JUJUR

Disusun oleh
 KETUA : NESA APRIANI
 SEKRETARIS : REISAH
 ANGGOTA : SUHARTO
REZA PAHLEVI
APRIANTI
NURY DWI

Kelas X-TKJ 1

SMK MUHAMMADIYAH 10 KISARAN


TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah dan rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan presentasi sekaligus penulisan Makalah yang
kami beri judul “PERILAKU JUJUR “ ini dengan baik. Karya tulis ini kami
lakukan untuk memenuhi tugas Agama Islam sekaligus memperdalam dan
mempraktekkan teori pelajaran yang kami terima.

Karya Tulis ini dapat kami selesaikan dengan baik atas bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Orang tua kami yang selalu memberi fasilitas dan semangat untuk
terus giat belajar maupun doa yang selalu dipanjatkan untuk
keberhasilan putra putrinya.
2. Teman-teman sekelas yang selalu memberikan semangat, dukungan
dan memberi masukan jika ada hal-hal yang kurang atau salah saat
kami melakukan presentasi.
3. Dan berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Demikian karya tulis ini kami susun dengan sedemikian rupa. Ibarat pepatah
“Tiada gading yang tak retak”, kami juga menyadari masih banyak
kekurangan dan kesalahan dari hasil karya tulis ini. Oleh karena itu kami
mengharapkan masukan yang berupa kritik ataupun saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak. Semoga Karya Tulis ini bermanfaat bagi
para pembaca.

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR ......................................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 5
2.1 PENGERTIAN .......................................................................... 5
2.2 HADITS .................................................................................... 6
2.3 PEMBAGIAN SIFAT JUJUR ................................................... 11
2.4 CIRI-CIRI ORANG JUJUR ................................................... 13
2.5 KEUNTUNGAN SIFAT JUJUR ......................................... 14
BAB III PENUTUP .................................................................................. 16
3.1 KESIMPULAN ........................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sungguh Rasulullah SAW telah menjelaskan di dalam haditsnya satu masalah
diantara masalah akhlaq yang sangat penting , yaitu cara mendidik akhlaq dan
pembentukannya serta cara memperkuatnya di dalam jiwa dan
memantapkannya, bahkan beliau telah menjadikannya pada urutan beberapa
tabi’at, yaitu agar supaya manusia mempunyai tujuan berkata baik dan berbuat
yang terpuji serta mengerjakannya berulang-ulang, sehingga sangat berpengaruh
pada dirinya bahkan dijadikannya sebagai kebiasaan yang berjalan lancar dan
agar bertambah mendalam setiap sudah diamalkan.

Barang siapa yang ingin agar kejujuran itu menjadi kebiasaan dan akhlaqnya
ingin menjadi agama dan tabiatnya, maka hendaknya dia mempunyai tujuan
jujur dalam semua ucapan, dan jujur dalam semua perbuatannya. Jika kejujuran
itu sesudah menjadi karakternya, maka yang demikian dia menjadi orang yang
paling jujur.

Kedudukan sifat jujur sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat para nabi,
yakni Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub, sebagaimana firman Allah :
Artinya: “Dan Kami telah anugrahkan kepada mereka rahmat- Ku dan Kami
telah ciptakan bagi mereka lisan yang jujur, yakni pujian yang baik yang tinggi
nilainya.” ( QS. Maryam : 50 ).

Dan Ismail dipuji karena jujur, sebagaimana firman Allah :


Artinya : “Perhatikan dalam (hal) Ismail yang tersebut dalam Al kitab (yakni Al
Qur’an), sesungguhnya dia adalah jujur dalam janjinya dan dia adalah Rasul dan
Nabi.” (QS. Maryam : 54 ).

BAB II
4
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Apa pengertian jujur itu? Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya
dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata
benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”.

Secara istilah, jujur atau ash-shidqu bermakna:


(1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan;
(2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan;
(3) ketegasan dan kemantapan hati; dan
(4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan.

Dalam bahasa Indonesia, jujur merupakan kata dasar dari kejujuran,


menurut jenis katanya, jujur merupakan kata sifat sedangkan kejujuran
merupakan kata benda. Menurut KBBI, kata "jujur" berarti lurus hati; tidak
berbohong (misal dengan berkata apa adanya); 2 tidak curang (misal dalam
permainan, dengan mengikuti aturan yang berlaku): mereka itulah orang-orang
yang jujur dan disegani; 3 tulus; ikhlas;

Sedangkan "kejujuran" berarti sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati);


kelurusan (hati): ia meragukan kejujuran anak muda itu.

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa saat ini kejujuran sudah


menjadi barang langka. Terlepas dari benar atau tidaknya pendapat tersebut, kita
harus tetap optimis bahwa masih banyak kejujuran di sekeliling kita, dan kita
harus tetap menggemakan semangat kejujuran.

Contoh kisah nyata yang menarik diperlihatkan oleh Bapak Abdul Mukti
dari Kediri. Ia mampu menggemakan semangat kejujuran tidak hanya dengan
omongan, tapi dengan tindakan jujur yang nyata. Sejak tahun 2011, Pak Mukti
menjual bensin dengan menaruhnya ke dalam botol-botol yang ditatanya di atas
sebuah rak di depan rumahnya. Di rak tersebut ditulisnya tulisan 'Kejujuran',
'Ambil sendiri', 'Bayar dengan pas dan masukkan ke dalam toples', Kios bensin
"kejujuran" tersebut tidak pernah dijaga, karena Pak Mukti percaya bahwa
"kejujuran" masih banyak berada di sekelilingnya. (dikutip dari detik.com)

2.2HADITS
5
a. Perintah untuk Berlaku Jujur
Dalam beberapa ayat, Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk berlaku
jujur. Di antaranya pada firman Allah Ta’ala,

َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬


َ ِ‫ين َآ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َو ُكونُوا َم َع الصَّا ِدق‬
‫ين‬
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah: 119).

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ص َدقُوا هَّللا َ لَ َك‬


‫ان َخ ْيرًا لَهُ ْم‬ َ ‫فَلَ ْو‬
“Tetapi jikalau mereka berlaku jujur pada Allah, niscaya yang demikian itu
lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)

Dalam hadits dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu juga
dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud
menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

‫ق يَ ْه ِدى ِإلَى ْالبِرِّ َوِإ َّن ْالبِ َّر يَ ْه ِدى ِإلَى ْال َجنَّ ِة َو َما‬ َ ‫ق فَِإ َّن الصِّ ْد‬ |ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم ِبالصِّ ْد‬
ِ ِ ‫ب ِع ْن َد هَّللا‬
‫ص ِّديقًا َوِإيَّا ُك ْم‬ َ َ‫ق َحتَّى يُ ْكت‬ َ ‫ق َويَتَ َحرَّى الصِّ ْد‬ ُ ‫يَ َزا ُل ال َّر ُج ُل يَصْ ُد‬
‫ار َو َما‬ ِ َّ‫ُور يَ ْه ِدى ِإلَى الن‬ َ ‫ُور َوِإ َّن ْالفُج‬ِ ‫ب يَ ْه ِدى ِإلَى ْالفُج‬ َ ‫ب فَِإ َّن ْال َك ِذ‬
َ ‫َو ْال َك ِذ‬
‫ب ِع ْن َد هَّللا ِ َك َّذابًا‬ َ َ‫ب َحتَّى يُ ْكت‬ َ ‫يَ َزا ُل ال َّر ُج ُل يَ ْك ِذبُ َويَتَ َحرَّى ْال َك ِذ‬
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran
akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan
mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha
untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-
hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan
mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka.
Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan
dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.”
Begitu pula dalam hadits dari Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ‫ق طُ َمْأنِينَةٌ َوِإ َّن ْال َك ِذ‬


ٌ‫ب ِريبَة‬ َ ‫د َد ْع َما يَ ِريب َُك ِإلَى َما الَ يَ ِريب َُك فَِإ َّن الصِّ ْد‬

6
“Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu.
Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu)
akan menggelisahkan jiwa.”

Jujur adalah suatu kebaikan sedangkan dusta (menipu) adalah suatu


kejelekan. Yang namanya kebaikan pasti selalu mendatangkan ketenangan,
sebaliknya kejelekan selalu membawa kegelisahan dalam jiwa.

b. Perintah Jujur bagi Para Pelaku Bisnis


Terkhusus lagi, terdapat perintah khusus untuk jujur bagi para pelaku
bisnis karena memang kebiasaan mereka adalah melakukan penipuan dan
menempuh segala cara demi melariskan barang dagangan.

Dari Rifa'ah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi


shallallahu 'alaihi wa sallam ke tanah lapang dan melihat manusia sedang
melakukan transaksi jual beli.

Beliau lalu menyeru, “Wahai para pedagang!” Orang-orang pun


memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sambil
menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
‫ق‬ َ ‫ون يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة فُجَّارًا ِإالَّ َم ِن اتَّقَى هَّللا َ َوبَ َّر َو‬
َ ‫ص َد‬ َ ُ‫َّار يُ ْب َعث‬
َ ‫ِإ َّن التُّج‬
“Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti
sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah,
berbuat baik dan berlaku jujur.”

Begitu sering kita melihat para pedagang berkata, “Barang ini dijamin
paling murah. Jika tidak percaya, silakan bandingkan dengan yang lainnya.”
Padahal sebenarnya, di toko lain masih lebih murah dagangannya dari pedagang
tersebut. Cobalah lihat ketidakjujuran kebanyakan pedagang saat ini. Tidak mau
berterus terang apa adanya.

c. Keberkahan dari Sikap Jujur


Jika kita merenungkan, perilaku jujur sebenarnya mudah menuai berbagai
keberkahan. Yang dimaksud keberkahan adalah tetap dan bertambahnya
kebaikan. Dari sahabat Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,

7
‫ك‬
َ ‫ُور‬ َ ‫ فَِإ ْن‬- ‫ال َحتَّى يَتَفَ َّرقَا‬
ِ ‫ص َدقَا َوبَيَّنَا ب‬ َ َ‫ َأ ْو ق‬- ‫ار َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا‬
ِ َ‫ان بِ ْال ِخي‬
ِ ‫ْالبَيِّ َع‬
‫ت بَ َر َكةُ بَي ِْع ِه َما‬
ْ َ‫ َوِإ ْن َكتَ َما َو َك َذبَا ُم ِحق‬، ‫لَهُ َما ِفى بَي ِْع ِه َما‬
“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar)
selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus
terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut.
Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan
hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.”

Di antara keberkahan sikap jujur ini akan memudahkan kita mendapatkan


berbagai jalan keluar dan kelapangan. Coba perhatikan baik-baik perkataan Ibnu
Katsir rahimahullah ketika menjelaskan surat At Taubah ayat 119.

Beliau mengatakan, “Berlaku jujurlah dan terus berpeganglah dengan sikap


jujur. Bersungguh-sungguhlah kalian menjadi orang yang jujur.Jauhilah
perilaku dusta yang dapat mengantarkan pada kebinasaan. Moga-moga kalian
mendapati kelapangan dan jalan keluar atas perilaku jujur tersebut.”

d. Akibat Berperilaku Dusta


Dusta adalah dosa dan ‘aib yang amat buruk. Di samping berbagai dalil
dari Al Qur’an dan dan berbagai hadits, umat Islam bersepakat bahwa berdusta
itu haram. Di antara dalil tegas yang menunjukkan haramnya dusta adalah
hadits berikut ini,

َ َ‫ب َوِإ َذا َو َع َد َأ ْخل‬


َ ‫ف َوِإ َذا اْئتُ ِم َن َخ‬
‫ان‬ َ ‫ث َك َذ‬
َ ‫ث ِإ َذا َح َّد‬ ِ ِ‫آيَةُ ْال ُمنَاف‬
ٌ َ‫ق ثَال‬
“Tanda orang munafik itu ada tiga, dusta dalam perkataan, menyelisihi janji jika
membuat janji dan khinat terhadap amanah.”

Dari berbagai hadits terlihat jelas bahwa sikap jujur dapat membawa pada
keselamatan, sedangkan sikap dusta membawa pada jurang kehancuran. Di
antara kehancuran yang diperoleh adalah ketika di akhirat kelak. Kita dapat
menyaksikan pada hadits berikut,

ٌ‫ثَاَل ثَةٌ اَل يُ َكلِّ ُمهُ ُم هللاُ يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة َواَل يَ ْنظُ ُر ِإلَ ْي ِه ْم َواَل ي َُز ِّك ْي ِه ْم َولَهُ ْم َع َذاب‬
ِ ‫ف ْال َكا ِذ‬
‫ب‬ ِ َ‫ق ِس ْل َعتَهُ بِ ْال َحل‬ ُ ِ‫ارهُ َو ْال ُم ْنف‬
َ ‫ ْال ُم ْسبِ ُل ِإ َز‬,‫ان‬ ُ َّ‫ ْال َمن‬: ‫َألِ ْي ٌم‬
“Tiga (golongan) yang Allah tidak berbicara kepada mereka pada hari Kiamat,
tidak melihat kepada mereka, tidak mensucikan mereka dan mereka akan
mendapatkan siksaan yang pedih, yaitu: orang yang sering mengungkit

8
pemberiannya kepada orang, orang yang menurunkan celananya melebihi mata
kaki dan orang yang menjual barangnya dengan sumpah dusta.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu mencela orang yang tidak


transparan dengan menyembunyikan ‘aib barang dagangan ketika berdagang.
Coba perhatikan kisah dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,

‫صب َْر ِة طَ َع ٍام فََأ ْد َخ َل يَ َدهُ فِيهَا‬


ُ ‫ َم َّر َعلَى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ُول هَّللا‬ َ ‫َأ َّن َرس‬
‫صابَ ْتهُ ال َّس َما ُء‬َ ‫ال َأ‬ َ َ‫ ق‬.» ‫ب الطَّ َع ِام‬َ ‫اح‬ِ ‫ص‬ َ ‫ال « َما هَ َذا يَا‬ َ ‫ت َأ‬
َ َ‫صابِ ُعهُ بَلَالً فَق‬ ْ َ‫فَنَال‬
‫ْس‬َ ‫ق الطَّ َع ِام َك ْى يَ َراهُ النَّاسُ َم ْن َغشَّ فَلَي‬ َ ‫ال « َأفَالَ َج َع ْلتَهُ فَ ْو‬
َ َ‫ ق‬.ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫يَا َرس‬
‫» ِمنِّى‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan,
lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau
menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, "Apa ini wahai
pemilik makanan?" Sang pemiliknya menjawab, "Makanan tersebut terkena air
hujan wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Mengapa kamu tidak
meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah,
barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami."

Jika dikatakan bukan termasuk golongan kami, berarti dosa menipu


bukanlah dosa yang biasa-biasa saja.

e. Jujur Sama Sekali Tidak Membuat Rugi


Inilah pentingnya berlaku jujur dalam segala hal, terkhusus lagi dalam hal
muamalah atau berbisnis. Dalam berbisnis hal ini begitu urgent. Karena begitu
banyak orang yang loyal pada suatu penjual karena sikapnya yang jujur.

Namun sikap jujur ini seakan-akan mulai punah. Padahal sudah sering kita
dengar perilaku jujur dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan
ulama salafush sholeh lainnya. Mereka semua begitu semangat dalam
memelihara akhlak yang mulia ini. Walaupun ujung-ujungnya, bisa jadi mereka
merugi karena begitu terus terang dan terlalu jujur.

Bandingkan dengan perangai jelek sebagian pelaku bisnis saat ini. Coba
saja lihat secara sederhana pada penjual dan pembeli yang melakukan transaksi.
“Mas, HP yang saya jual ini masih awet lima tahun lagi,” ucapan seseorang

9
ketika menawarkan HP pada saudaranya. Padahal yang sebenarnya, HP tersebut
sudah jatuh sampai sepuluh kali dan seringkali diservis.

Perilaku tidak jujur ini pula seringkali kita saksikan dalam transaksi online
(semacam pada toko online). Awalnya barang yang dipajang di situs, sungguh
menawan dan membuat orang interest, tertarik untuk membelinya. Tak tahunya,
apa yang dipajang berbeda jauh dengan apa yang sampai di tangan pembeli.

Pahamilah wahai saudaraku! Jika pelaku bisnis mau berlaku jujur ketika
berbisnis, mau menerangkan ‘aib barang yang dijual, tidak sengaja
menyembunyikannya, sungguh keberkahan akan selalu hadir. Walaupun
mungkin keuntungan secara material tidak diperoleh karena saking jujurnya,
namun keuntungan secara non material itu akan diperoleh.

Karena jujur, sungguh akan membuahkan pahala begitu besar. Yakinlah


bahwa keuntungan tidak semata-mata berupa uang atau material. Pahala besar
di sisi Allah, itu pun suatu keuntungan. Bahkan pahala di sisi-Nya, inilah
keuntungan yang luar biasa. Sungguh, nikmat dunia dibanding dengan nikmat
akhirat berupa pahala di sisi Allah amat jauh sekali. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫ض ُع َس ْو ٍط فِى ْال َجنَّ ِة َخ ْي ٌر ِم َن ال ُّد ْنيَا َو َما ِفيهَا‬
ِ ‫َم ْو‬
“Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.”

Ya Allah, mudahkanlah hamba-Mu untuk selalu memiliki akhlak yang


mulia ini, selalu berlaku jujur dalam segala hal. Hanya Allah yang memberi
taufik.

10
2.3 PEMBAGIAN SIFAT JUJUR

Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (shiddiq) sebagai berikut.

1. Jujur dalam niat atau berkehendak maksudnya adalah tiada dorongan bagi
seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain karena dorongan dari
Allah Swt.

2. Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima


dengan berita yang disampaikan. Setiap orang harus bisa memelihara
perkataannya. Ia tidak berkata kecuali kata-kata yang jujur. Barangsiapa yang
menjaga lidahnya dengan selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan
fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji juga
termasuk jujur jenis ini.

3. Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh-sungguh


sehingga perbuatan akhirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam
batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya.

Kejujuran merupakan pondasi utama atas tegaknya nilai-nilai kebenaran


karena jujur itu identik dengan kebenaran. Allah Swt. berfirman dala al-Qur'an
yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada
Allah Swt. dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzāb/33:70)

Orang yang beriman perkataannya harus sesuai dengan perbuatannya


(jujur) karena sangat berdosa besar bagi orang-orang yang tidak mampu
menyesuaikan perkataannya dengan perbuatan, atau berbeda apa yang di lidah
dan apa yang diperbuat. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang
beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu)
sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.” (Q.S. ash-Saff/61:2-3)

Pesan moral dari ayat tersebut tidak lain adalah untuk memerintahkan
satunya perkataan dengan perbuatan, atau dengan kata lain berkata dan berbuat
jujur. Dosa besar di sisi Allah Swt., jika mengucapkan sesuatu yang tidak
disertai dengan perbuatannya.

Perilaku jujur dapat menghantarkan manusia yang melakukannya menuju


kesuksesan dunia dan akhirat. Bahkan, sifat jujur adalah sifat yang wajib
dimiliki oleh setiap nabi dan rasul Allah.
11
Orang-orang yang selalu istiqamah atau konsisten mempertahankan
kejujuran, sesungguhnya ia telah mamiliki separuh dari sifat kenabian.

Jujur merupakan sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang


diamanatkan, baik itu berupa harta maupun tanggung jawab. Orang yang
melaksanakan amanah disebut al-Amin, yakni orang yang terpercaya, jujur, dan
setia. Dinamai al-Amin karena segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya
menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan, baik gangguan yang
datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain.

Sifat jujur dan terpercaya merupakan sesuatu hal yang sangat penting
dalam segala aspek kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga,
perusahaan, perniagaan, dan hidup bermasyarakat. Sifat-sifat dan akhlaknya
yang sangat terpuji merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Nabi
Muhammad saw. berhasil dalam membangun masyarakat Islam. Salah satu
sifatnya yang menonjol adalah kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir
hayat beliau sehingga ia mendapat gelar al-Amin (orang yang dapat dipercaya
atau jujur).

Kejujuran akan membuat seseorang mendapatkan cinta kasih dan


keridhaan Allah Swt. Sedangkan kebohongan adalah kejahatan yang tiada tara,
yang merupakan faktor terkuat yang dapat mendorong seseorang berbuat
kemunkaran dan menjerumuskannya ke jurang api neraka.

Kejujuran sebagai sumber keberhasilan, kebahagian, serta ketenteraman,


yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan, seorang muslim wajib
menanamkan nilai kejujuran tersebut kepada anak-anaknya sejak dini hingga
diharapkan mereka dapat menjadi generasi yang meraih sukses dalam
mengarungi kehidupan.

Adapun kebohongan adalah sumber dari segala keburukan dan muara dari
segala kecaman karena akibat yang ditimbulkannya adalah kejelekan, dan hasil
akhirnya adalah kekejian. Akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan adalah
namimah (mengadu domba), dan namimah dapat melahirkan kebencian,
sedangkan kebencian adalah awal dari permusuhan.

Dalam permusuhan tidak ada keamanan, kenyamanan, dan kedamaian.


Dapat dikatakan bahwa, “orang yang tidak jujur niscaya akan sedikit temannya
dan lebih dekat kepada kesengsaraan.”
2.4 CIRI-CIRI ORANG JUJUR
12
Imam Husein as berkata:
"Manusia yang jujur hidup dengan tenang dan tanpa ketakutan, sementara
manusia yang berkhianat senantiasa merasa takut." (Majma' az-Zawaid, jilid 9,
hal 186)

Manusia pengkhianat dalam perbuatannya tidak pernah menjadikan


keridhaan Allah sebagai tujuannya. Hal itu dikarenakan seorang pengkhianat
tidak pernah mempercayai orang lain. Bahkan lebih dari itu, ia sendiri takut
akan dirinya.

Sesuai dengan peribahasa "Seorang pengkhianat adalah penakut". Orang


yang seperti ini senantiasa khawatir pengkhianatannya terbongkar.

Sebaliknya, manusia yang jujur senantiasa berusaha mencari keridhaan


Allah dan berjalan di jalan kebenaran. Orang seperti ini selalu merasa tenang
dan percaya diri. Karena ia telah melakuan kewajibannya di hadapan Allah. Ia
merasa gembira ketika orang lain mengetahui perbuatannya atau saat rahasia
perbuatan baiknya diketahui orang lain. Tidak ada rasa takut dan khawatir,
karena bila diketahui orang lain maka itu dianggapnya sebagai upaya
mendorong orang lain juga melakukan kebaikan. (IRIB Indonesia / Saleh
Lapadi)

2.5 KEUNTUNGAN SIFAT JUJUR


13
a. Kejujuran mendatangkan kebahagiaan
Sangat sulit memang untuk selalu bersikap jujur. Namun, ini adalah jalan
terbaik untuk bisa merasakan kebahagiaan. Akan tetapi, hendaknya kejujuran
juga disertai dengan pola pikir yang dewasa agar kejujuran yang kita lakukan
tidak menyinggung perasaan orang lain karena apa yang kita lakukan atau
ucapkan.

b. Kejujuran mendatangkan simpati


Ada kisah seorang bapak petugas kebersihan memperoleh hadiah sebuah
sepeda motor karena dia mengembalikan bungkusan kresek yang ternyata di
dalamnya berisi uang ratusan juta rupiah. Mungkin ada sebagian dari Anda
berpikir mengapa dikembalikan, hadiah sepedah motor tidak sebanding dengan
nominal uang yang ada di dalamnya.

Namun, bagi si bapak uang bukanlah segala-galanya yang dia tahu bahwa
uang tersebut bukanlah miliknya dan pasti orang yang kehilangan sedang
mengalami depresi berat. Dari kebaikan dan teladan si bapak akhirnya banyak
orang merasa simpati kepadanya, hingga terdengar sampai ke jajaran direksi
dan akhirnya mengangkat bapak tersebut menjadi karyawan tetap pada posisi
yang lebih baik.

c. Kejujuran mendatangkan ketenangan


Dengan selalu bersikap jujur tidak hanya kebahagiaan yang bisa kita
rasakan, tapi juga ketenangan. Hal ini karena kita tidak perlu merasa takut
karena merasa dikejar-kejar sesuatu akibat kebohongan yang kita lakukan. Oleh
sebab itu, berusahalah meninggalkanlah apa yang meragukan menuju ke perkara
yang tidak meragukan, sesungguhnya jujur adalah ketenangan sedangkan dusta
adalah keraguan.

d. Kejujuran mendatangkan pahala


Tuhan tidak pernah tinggal diam dan pasti akan membalas kita dengan
pahala yang yang berlimpah jika kita bisa selalu bersikap jujur dalam kehidupan
ini.

e. Kejujuran mendatangkan rasa percaya diri


14
Dengan bersikap jujur kita akan selalu merasa optimis dalam melakukan
segala sesuatu meskipun hasil yang diperoleh mungkin tidak memuaskan.
Namun, di balik itu semua kita tidak perlu merasa takut akibat dibayang-
bayangi oleh perasaan bersalah dari perbuatan yang kita lakukan.

f. Kejujuran mendatangkan kedamaian


Dalam beberapa kasus ketidakjujuran sering menjadi sumber utama
perselisihan dengan orang lain. Sebagai contoh, fakta terbaru terungkapnya
dugaan kasus kecurangan pada proses pemilihan kepala daerah beberapa waktu
yang lalu di Kalimantan Tengah diwarnai dengan perkelahian di antara masing-
masing kubu pendukung calon kepala daerah.

Hal ini patut disayangkan sekali, padahal bila masing-masing pihak


mampu besikap jujur dan tidak melakukan kecurangan dengan cara menyuap
ataupun memanipulasi data, maka perkelahian pasti bisa dihindari sehingga
memungkinkan bagi terciptanya kedamaian.

g. Kejujuran menciptakan keluarga yang nyaman


Dampak bersikap jujur di dalam rumah tangga membuat seluruh anggota
keluarga bisa merasakan kenyamanan, hal ini karena setiap orang tidak perlu
merasa harus menyembunyikan sesuatu jika sedang menghadapi permasalahan.

h. Menghindarkan seseorang dari tuduhan-tuduhan yang merugikan


Kita hidup di dunia di mana berbagai macam karakter orang tinggal di
dalamnya. Di manapun kita berada hedaknya segala yang kita lakukan dilandasi
dengan kejujuran supaya kita terhindar dari tuduhan-tuduhan palsu yang dapat
merugikan kita.

BAB III

15
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sifat jujur adalah keutamaan dari segala sendi akhlaq yang menjadi dasar
peraturan masyarakat dan tertibnya semua urusan serta menjadikan lancarnya
semua tugas-tugas dengan baik.

Sifat jujur dapat mengangkat derajat seseorang di atas sekalianmanusia,


menjadikannya tumpuan kepercayaan mereka, menjadikannya seseorang yang
terpuji di kalangan mereka, ucapannya dihormati mereka. Apabila manusia
telah membiasakan dirinya benar dan jujur dalam segala ihwalnya, maka
perangai itu akan melembaga pada dirinya sehingga menjadilah ia sebagai orang
yang benar dan jujur, benar dalam ucapannya, benar dalam perbuatannya, benar
dalam pemikiran-pemikirannya, kemudian dia akan dibawa oleh perangainya
yang terpuji itu kepada menepati segala sifat kebaikan sehingga lapanglah jalan
menuju ke syurga.

Dan sebaliknya apabila seseorang telah membiasakan dirinya berdusta,


maka perangai itupun akhirnya akan melembaga pada dirinya sehingga
menjadilah ia sebagai orang pendusta sehingga hilanglah kepercayaan
masyarakat kepadanya dan pada saatnya ia akan terbawa menuju jalan ke
neraka.

Berlaku jujurlah kepada semua orang karena disetiap kejujuran akan


tumbuh satu kepercayaan dari orang tersebut,dan bersikap jujurlah dari sekarang
sebelum semua orang tidak mempercayaimu

DAFTAR PUSTAKA

16
 http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/arti-dan-makna-kejujuran-dalam-
islam.html?m=1
 http://tiarahayusman5.blogspot.co.id/2012/11/hadist-tentang-kejujuran.html?
m=1
 http://dannyferdiansyah.blogspot.co.id/2013/11/makalah-tentang-
kejujuran.html?m=1
 http://indonesian.irib.ir/islam/keluarga/item/66038-
Nasihat_Imam_Husein_as-_Ciri-Ciri_Orang_Jujur_dan_Pengkhianat
 https://keluarga.com/2537/pertumbuhan/8-keuntungan-bersikap-jujur-dalam-
kehidupan-sehari-hari

17

Anda mungkin juga menyukai