DISUSUN OLEH :
Aidila Fitria Syafa
Afifah Aristawidya
Amatullah Hanif L.
Erica Novita Sari
Indriyani
Lita Anggraini
Putri Hana Pratiwi
Qurratul Ain Farahiyah
X MIA 1
SMAN 1 TENGGARONG
2018
Kata Pengantar
Makalah ini menjabarkan makna dan pentingnya kejujuran dalam Islam serta
hikmah dan penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat. Semoga dengan
adanya penulisan makalah ini, penulis dan seluruh rekan sejawatnya dapat
memperluas lingkup pengetahuannya di bidang yang bersangkutan dan
menerapkannya dalam kehidupan.
Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis tetaplah manusia yang penuh
dengan kesalahan maupun kekhilafan sehingga penulis menyadari bahwa makalah
ini jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca makalah ini, terutama pengajar mata pelajaran
Pendidikan Islam agar penulis bisa memperbaiki segala kesalahannya dalam
pembuatan makalah ini untuk ke depannya.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat
dan ilmu dari makalah ini.
i
DAFTAR ISI
di Masyarakat ................................................................................. 12
Keimanan ..................................................................................... 15
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk Allah wajib tunduk kepada-Nya dengan cara menaati
segala perintah dan mejauhi larangan-Nya. Dengan menaati segala perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya, suatu umat manusia akan hidup dengan nyaman dan
tentram. Salah satu caranya adalah dengan menjaga sikap dan perilaku kita dalam
menjalani hidup sesuai dengan kalam Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw.,
termasuk bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
Dalam bahasa Arab, jujur semakna dengan “ash-Shidqu” atau “Shiddiq” yang
berarti benar, nyata, atau berkata benar. Sedangkan lawan kata dari dari jujur adalah
dusta atau dalam bahasa Arab disebut “al-Kadzibu”. Secara istilah, jujur bermakna
: (1) Kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan
kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; (4) sesuatu yang baik yang tidak
dicampuri kedustaan. Sementara itu, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
mendefinisikan jujur sebagai lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus, dan
ikhlas.
Sehingga dapat diartikan secara lengkap, bahwa jujur merupakan sikap seseorang
ketika berhadapan dengan sesuatu atau fenomena tertentu dan menceritakan
kejadian tersebut tanpa ada perubahan/modifikasi sedikitpun atau benar-benar
sesuai dengan realita yang terjadi. Sikap jujur merupakan apa yang keluar dari
dalam hati nurani setiap manusia dan bukan merupakan apa yang keluar dari hasil
pemikiran yang melibatkan otak dan hawa nafsu.
Dalam Agama Islam, setidaknya dikenal lima jenis sifat jujur yang harus dimiliki
oleh penganutnya, yaitu :
1. Shidq Al – Qalbi
Shidq Al – Qalbi merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada niat
seorang manusia. Salah satu tanda bahwa niat itu benar adalah niat tersebut
berbanding lurus dengan perbuatan di lapangan kehidupan. Karena niat saja
belum cukup jika tidak diiringi dengan kemauan dan kejujuran bahwa dirinya
akan berupaya sekuat tenaga mewujudkan niatnya tersebut.
2
Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits : Dari Abu Hurairah, Nabi saw.
bersama Allah swt. berfirman: Apabila hamba-Ku berniat akan melakukan
satu kebaikan, maka Aku mencatat untuknya satu kebaikan walaupun ia
belum melakukannya. Jika ia melakukannya, maka Aku mencatat untuknya
sepuluh kali lipat kebaikan... (HR. Muslim)
2. Shidq Al – Hadits
Shidq Al – Hadits merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada
perkataan yang diucapkan oleh manusia. Setiap kata yang terucap dari bibir
dan lisan seseorang wajib memuat dan mengandung kebenaran. Sebagaimana
disebutkan dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: “Seorang hamba
yang berbicara dengan pembicaraan yang belum jelas baginya (hakikatnya
dan akibatnya), maka dia akan terlempar ke neraka sejauh antara timur dan
barat.”
Tak hanya itu, ucapan dari seorang muslim juga tidak boleh mengandung
gunjingan, gosip, fitnah, maupun hal yang bukan wewenangnya.
Sebagaimana yang disebut dari Jundab r.a., Rasullah saw. bercerita bahwa
seorang laki-laki pernah berkata : ‘Demi Allah! Allah Ta’Ala tidak akan
mengampuni dosa si Fulan.” Maka sesungguhnya Allah Ta’Ala berfirman,
“Siapa itu yang bersumpah atas nama-Ku, bahwa aku tidak akan mengampuni
dosa si Fulan? Sesungguhnya Aku mengampuninya. Maka hapuslah amalmu
(karena ucapanmu itu).”
3. Shidq Al – Amal
Shidq Al – Amal merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada aktivitas
dan perbuatan manusia. Jujur dalam perbuatan berarti memperlihatkan sesuai
apa adanya, tidak dibuat-buat, dan sesuai dengan aturan Allah swt. Karena
seluruh perbuatan yang kita lakukan saat ini akan dipertanggung jawabkan
kelak di dunia maupun di akhirat, sehingga dengan perbuatan yang jujur dan
3
benar ini diharapkan akan mendatangkan berkah bagi seseorang yang
melakukannya.
Umat manusia juga harus tetap berusaha agar perbuatannya sesuai dengan
perkataan baik yang telah diucapkannya. Karena berdosa besar bagi orang-
orang yang perkataannya tidak sesuai dengan perbuatannya. Sesuai dengan
firman Allah swt. dalam Q.S. As-Saff/61:2-3
4. Shidq Al – Wa’d
Shidq Al – Wa’d merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada janji
yang diucapkan oleh manusia. Janji adalah hutang, demikian kalimat yang
sering didengar di telinga kita. Karena hutang, maka wajib untuk dibayar
sesuai dengan nilainya. Menepati janji bukan sembarang sikap, menepati janji
berarti mempertaruhkan harkat dan martabat dirinya di hadapan orang lain
demi memberi keyakinan pada orang tersebut bahwa ia sanggup untuk
membayarnya. Dengan sikap jujur, janji akan tertunai dan amanah akan
dijalankan. Serta dengan sikap jujur, predikat sebagai orang munafik akan
terhindarkan dari diri seseorang, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits
: Dari Abu Hurairah, Nabi saw. bersabda: Tanda orang munafik ada tiga. Jika
bicara berdusta, jika diberi amanah berkhianat, dan jika berjanji
mengingkarinya. (HR. Bukhari dan Muslim)
4
5. Shidq Al – Hall
Shidq Al – Hall merupakan sifat jujur yang penerapannya ada pada kenyataan
yang terjadi dalam hidup manusia. Seseorang yang jujur akan senantiasa
menampilkan diri apa adanya sesuai kenyataan yang sebenarnya. Ia tidak
memakai topeng kepalsuan, tidak mengada-ada, dan menampilkan diri secara
bersahaja. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: “Seorang perempuan
bertanya, : Ya Rasulullah, aku mempunyai kebutuhan. Maka apakah aku
berdosa jika aku berpura-pura telah dicukupi kebutuhanku oleh suamiku
dengan apa yang tidak diberikan kepadaku? Rasulullah saw.bersabda : orang
yang berpura-pura tercukupi dengan apa yang tidak diterimanya sama dengan
orang yang memakai dua pakaian palsu” (HR. Bukhari)
Maksud hadits ini adalah orang yang berhias dengan sesuatu yang bukan
miliknya supaya terlihat kaya, ia sama saja seperti orang yang memakai dua
kepribadian.
1. Dalil Al-Quran
a.
5
b.
c.
6
orang yang jujur dalam melaksanakan amanat dan yang tidak jujur
dalam melaksanakannya.
2. Dalil Hadits
a. Dari ‘Abdullah r.a., Rasulullah saw. bersabda: “Hendaklah kamu selalu
berlaku jujur, karena berlaku jujur membimbing kepada kebajikan. Dan
kebajikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa
berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai
orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah olehmu dusta, karena
sesungguhnya dusta itu menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu
akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta
dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di
sisi Allah”.
b. Dari Hakim bin Hizam r.a., Rasullah saw. bersabda: “Dua orang yang
berjual beli, masing-maing mempunyai hak pilih (untuk meneruskan
jual beli atau tidak) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya
berlaku jujur dan terus terang menjelaskan (keadaan barang yang
diperjual belikan, maka mereka diberi berkat dengan jual beli mereka...
7
(1) al-iman, yaitu percaya kepada keesaan Allah, (2) al-amanah, yaitu sikap
jujur dan dapat dipercaya, dan (3) al-aiman, yaitu menghadirkan keamanan
dan kedamaian. Seorang manusia dapat dinyatakan beriman jika mampu
melaksanakan ketiga makna tersebut. Orang yang hanya percaya kepada
Allah namun tidak bersikap jujur, bahkan berbuat kerusakan dan kekerasan
belum dapat dikatakan sempurna keimanannya.
8
Dalam perjalanan pulang dari menemui Rasulullah, lelaki itu berkata di
dalam hatinya : “Berat juga aku hendak melakukan apa yang dikehendaki
oleh Rasulullah itu.”
Maka setiap kali hatinya terdorong untk berbuat jahat, suara hatinya selalu
berkata. “Beraninya engkau berbuat jahat. Apakah jawabanmu nanti apabila
ditanya oleh Rasulullah? Sanggupkah engkau berbohong kepadanya?” bisik
suara hatinya tersebut. Setiap kali dia hendak berbuat jahat, maka dia
teringat segala pesan Rasulullah dan setiap kali itu pula hatinya berkata :
“Kalau aku berbohong kepada Rasulullah saw. berarti aku telah
mengkhianati janjiku pada Rasulullah.
Setelah dia berjuang dengan melawan hawa nafsunya itu, akhirnya lelaki itu
sukses dalam menentang kehendak nalurinya. Menurut hadis itu lagi, sejak
hari itu mulailah babak baru dalam hidupnya. Dia telah berhijrah dari
kejahatan kepada kemuliaan hidup hingga akhirnya dia telah berubah
menjadi mukmin yang soleh dan mulia.
9
bersikap jujur, baik kepada diri sendiri maupun orang lain dalam kehidupan
bermasyarakat.
10
e. Hikmah Perilaku Jujur dalam Kehidupan Sehari-hari di Masyarakat
1) Semakin dipercaya oleh orang lain
Dengan sikap dan sifat jujur yang dimiliki oleh seseorang, hal itu akan
meningkatkan rasa kepercayaan orang lain kepadanya.. Layaknya
ungkapan siapa yang jujur akan makmur, siapa tidak jujur pasti
hancur, hal itu berarti apabila seseorang bersikap jujur, orang lain akan
semakin percaya kepadanya, sedangkan apabila seseorang tidak
bersikap jujur, orang lain tidak lagi percaya kepadanya. Sebagai
makhluk sosial, sudah seharusnya umat manusia menjaga
kepercayaan orang lain dengan bersikap jujur, karena kepercayaan itu
hanya datang sekali saja.
11
Sebaliknya orang yang tidak jujur akan selalu dicurigai serta orang
akan merasa tidak nyaman apabila berada di sekitarnya.
1. Seperti kisah Abdullah bin Masud seorang yang punya sifat jujur.
Abdullah bin Masud merupakan seorang penggembala kambing. Dia
menggembala kambing milik seorang petinggi Quraisy Uqbah bin Abi
Muaith. Dari pagi hingga sore dia menggembala. Pada suatu hari saat
menjaga ternaknya, ada dua orang laki-laki paruh baya menghampirinya.
Kedua laki-laki itu nampak haus dan kelelahan. Mereka kemudian
memberi salam kepada Abdullah bin Masud dan memintanya untuk
memerahkan susu kambing tersebut. Akan tetapi, Abdullah bin Masud
menolak memberikan susu itu karena bukan miliknya. "Kambing-kambing
12
ini bukan milik saya. Saya hanya memeliharanya," katanya jujur.
Mendengar jawaban itu, dua laki-laki tersebut tak memberikan bantahan.
Walaupun sangat kehausan, mereka sangat senang dengan jawaban jujur
si penggembala. Kegembiraan ini sangat jelas di wajag mereka. Ternyata
kedua orang itu adalah Rasulullah SAW dan sahabatnya Abu Bakar Ash
Shiddiq. Hari itu, keduanya pergi ke pegunungan Makkah untuk
menghindari perlakuan kejam kaum Quraisy.
"Apakah kau mempunyai kambing betina yang belum dikawinkan?," tanya
Rasulullah. "Ada," jawab Abdullah.
Lalu Abdullah mengajak Rasulullah dan sahabatnya melihat seekor
kambing betina yang masih muda. Kemudian, kaki kambing itu diikat.
Rasulullah menyuapkan tangannya ke tubuh kambing tersebut sambil
berdoa kepada Allah.
Saat itulah turun rizki dari Allah. Tiba-tiba saja susu kambing itu mengalir
sangat banyak. Abu Bakar segera mengambil sebuah batu cekung yang
digunakan untuk menampung air susu hasil perahan. Ketiganya pun
meminumnya bersama-sama. Setalah itu, Rasulullah berkata "kempislah".
Seketika susu kambing menjadi kempis dan tidak mengeluarkan susu lagi.
Abullah pun takjub dan terkejut menyaksikan hal tersebut. Sebab kambing
tersebut sebelumnya belum pernah mengeluarkan air susu. Tapi di depan
matanya saat itu kambing malah mengeluarkan air susu yang banyak dan
dinikmati bersama. Itu adalah karunia Allah. Muncul kekaguman Abullah
kepada tamunya. Tak lama usai peristiwa itu, Abdullah memeluk agama
Islam dan kelak menjadi salah satu penghafal Alquran terbaik.
13
3. Contoh perilaku jujur di sekolah, antara lain :
a. Tidak menyontek saat ulangan;
b. Meminta izin jika memakai barang milik teman;
c. Tidak berbohong kepada guru dan teman.
Tak hanya itu, iman juga memiliki makna tashdiq, yaitu benar atau jujur.
Maksud tashdiq di sini adalah membenarkan ajaran-ajaran yang datang dari
Allah, bukan hanya menetapkannya dalam hati, tetapi juga
mengekspresikannya dalam perkataan, serta mengaplikasikannya dalam
perbuatan sehari-hari.
Bahkan dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw. bersabda: dari Abu Hurairah
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Iman dan kekufuran tidak akan
berkumpul dalam hati seseorang , kebenaran dan kebohongan tidak akan
14
berkumpul bersama-sama, dan khianat dan amanah tidak akan berkumpul
bersama-sama.” (HR. Ahmad)
Ditegaskan dalam hadits tersebut bahwa hubungan antara iman dan kejujuran
adalah sangat erat. Iman berkaitan erat dengan kebenaran (kejujuran), serta
amanah merupakan sesuatu yang sangat bertentangan dengan kekufuran,
kebohongan, dan khianat, sehingga tidak akan pernah saling bertemu atau
bercampur. Kekufuran, kebohongan, dan khianat itulah yang perlu dijauhi oleh
umat manusia dalam rangka menjaga perdamaian serta keimanan di dalam
dirinya kepada Allah swt.
Semakin kuat keimanan seseorang, maka akan semakin kuat pula kejujurannya
dalalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karena orang yang beriman akan
percaya bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya berada dalam pengawasan
Allah yang Maha Melihat, setiap perkataan yang diucapkannya berada dalam
pengawasan Allah yang Maha Mendengar, dan ia percaya bahwa setiap
perbuatan dan perkatannya tersebut akan dipertanggungjawabkan kelak di
hadapan Allah swt., sehingga ia akan selalu menjaga apa yang dilakukannnya
dan apa yang diucapkannya. Contohnya adalah seorang pedagang yang
beriman tidak akan berbuat kecurangan dengan mengurangi timbangan, karena
perilaku tersebut termasuk perilaku curang yang diancam akan masuk ke dalam
neraka Wail.
15
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita ketahui betapa pentingnya kejujuran dalam
kehidupan umat manusia, baik karena perintah Allah swt. maupun karena hikmah
yang dapat kita ambil dari perilaku jujur. Dengan bersikap jujur, hidup seseorang
akan damai, tentram, disukai orang lain bahkan Allah swt., dan akan menambah
tingkat keimanan seseorang kepada sang Pencipta alam semesta, yaitu Allah swt.
Jujur pun tidak hanya dalam perbuatan, namun juga dalam berniat, berbicara,
berjanji, dan melihat kenyataan yang ada. Serta menanamkan sikap jujur dalam diri
seseorang pun tidak sulit dan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
adalah menjaga pergaulan agar tidak tersesat dalam kekafiran yang menjauhkan diri
kepada Allah swt. Dan yang paling penting adalah Allah sudah memerintahkan
umatnya untuk selalu bersikap jujur dan untuk meneladani sikap Rasullah saw.
beserta sahabatnya yang memiliki kejujuran yang luar biasa, salah satunya ada Abu
Bakar. Sehingga hamba Allah wajib hukumnya menaati aturan Allah yang akan
membawa manfaat besar bagi kehidupan, baik kehidupan sendiri maupun orang
lain.
3.2 Penutup
Demikianlah isi makalah kami, atas segala kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan makalah ini, kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Atas segala bantuan teman-teman dan guru pengajar pelajaran Pendidikan Agama
Islam kami ucapkan terima kasih.
16
DAFTAR PUSTAKA
Daud, Ma’Mur. 2007. Terjemah Hadis Shahih Muslim Jilid III. Jakarta: Klang
Book Centre
Daud, Ma’Mur. 2007. Terjemah Hadis Shahih Muslim Jilid IV. Jakarta: Klang
Book Centre
El Mahallawy, Mohamed. “Al-Quran dan terjemahannya”. 2016
https://quran.com
Mukaromah, Kholila. “Artikel Islami, Iman, dan Kejujuran”. 2012
https://www.tongkronganislami.net/makalah-islami-pengertian-korelasi-iman/
Ningrum, Desi Aditia. “Kisah si Penggembala Kambing yang jujur”. 11 Juni 2016
https://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-si-penggembala-kambing-yang-
jujur.html
Mianoki, Adika. “Pengaruh Teman Bergaul”. 9 April 2012
https://muslim.or.id/8879-pengaruh-teman-bergaul.html
Ibrahim, Adzikra. “Pengertian Jujur dan Macam-macam Sifat Jujur dalam Agama
Islam”.
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-jujur-dan-macam-macam-sifat-jujur-
dalam-agama-islam/
17