Anda di halaman 1dari 9

Marilah kita haturkan ungkapan syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah Swt.

yang telah
memberi nikmat dan anugerah yang tak terhingga banyaknya. Mari juga hal itu kita upayakan
melalui penguatan iman kita dengan cara melaksanakan semua perintah Allah Swt. dan menjauhi
segala larangnNya.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah. Berkata jujur itu penting. Karena hal itu diperintahkan oleh
Allah. Sebaliknya, berbohong merupakan perilaku yang buruk dan berbahaya. Dan karena itu
dilarang oleh agama.

Kejujuran menjadi inti dari keyakinan dan keimanan. Sekaligus menjadi poros utama dan integritas
seseorang. Inilah alasan mengapa kejujuran menjadi syarat utama “kenabian”. Dan atas dasar ini
pula, sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq dinyatakan sebagai manusia biasa dengan predikat yang paling
beriman. Kejujuran menjadi landasan pokok hubungan sodial antar sesama kita (manusia).
Karenanya, tidak ada satu pun ikatan atau jalinan tanpa dasar kejujuran dengan siapa saja. Seperti
hubungan pertemanan, persaudaraan, suami-istri, profesi, organisasi, sebagai warga negara dan
bahkan kepada musuh sekalipun. Artinya, tanpa adanya kejujuran, tidak akan pernah ada dan jangan
berharap ada hubungan dan pertalian.

Sementara di akhirat kelak, Allah akan membagi semua orang berdasarkan kelas kejujuran. Kepada
yang jujur Allah akan memberi balasan nikmat. Sementara bagi pendusta Allah Swt. akan
mengklasifikasikannya sebagai munafik yang patut mendapat siksa.

Allah Swt berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 24:

(٢٤﴿ ‫ان َغفُورً ا رَّ حِيمًا‬ َ ‫ِين إِن َشاء أَ ْو َي ُت‬


َ ‫وب َعلَي ِْه ْم إِنَّ هَّللا َ َك‬ َ ‫ِين ِبصِ ْدق ِِه ْم َوي َُع ِّذ‬
َ ‫ب ْال ُم َنافِق‬ َ ‫ي هَّللا ُ الصَّا ِدق‬
َ ‫لِ َيجْ ِز‬

Artinya: “Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena
kebenarannya, dan menyiksa orang munafik jika dikehendaki-Nya, atau menerima tobat mereka.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kaum muslimin yang terhormat, berdusta atau berbohong bukan hanya tindakan bodoh, tetapi juga
merusak. Ia menjadi inti dari kejelekan dan kerusakan. Keburukan yang tidak hanya bagi diri sendiri,
tetapi juga berlaku kepada orang lain.

Oleh karena itu, mari kita berlatih jujur dengan berusaha menghindar dari berkata bohong dan
berbuat berdusta. Mari kita membiasakan diri dengan menempatkan posisi kita sebaik-baiknya. Bila
Anda seorang santri atau pelajar, jangan menghindar dari giliran piket, jangan berlaku curang saat
ujian dengan menyontek, jangan berbohong dengan pamit sakit padahal Anda tidak sakit. Perlu
diketahui, perbuatan demikian kelak akan menjadi penyakit dan akan semakin parah. Bila kebiasaan
itu tidak ditangani dan dihentikan, nanti saat menjadi mahasiswa Anda akan plagiat dan saat menjadi
pejabat, otomatis Anda akan bertindak korup.

Sebagai orang tua, mari kita berlaku jujur dan tidak sekali-kali mengajarkan kebohongan kepada
anak. Barangkali sekarang tidak terasa, namun apabila Anda menyuruh anak untuk menemui tamu
misalnya, dan menyuruh bilang kepada si tamu itu agar berkata “Bapak sedang tidak di rumah”, atau
saat ditelpon orang Anda menyuruh menjawab “Bapak sedang di jalan.” Padahal sedang tidak di
jalan. Atau saat menunda-nunda saat membayar utang/syahriah/SPP, padahal memegang atau
punya uang, yang demikian itu juga merupakan perilaku bohong, sekaligus mengajarkan anak untuk
berbohong.

Oleh karena itu, marilah kita berupaya menjadi orang yang jujur dalam setiap ucapan dan perbuatan.
Marilah kita biasakan diri kita untuk berlaku lurus, tulus dan bertanggung jawab dalam segala peran
di kehidupan.

Tentu, hal tersebut merupakan perkara yang berat. Karenanya, kita dituntun untuk berdo’a
memohon pertolongan agar dimudahkan segala urusan. Sebagaimana do’a para Nabi. Seperti
dinyatakan dalam surat Al-Isra’ ayat 80:

(80) ‫ك س ُْل ٰ َط ًنا َّنصِ يرً ا‬


َ ‫َوقُل رَّ بِّ أَ ْدخ ِْلنِى م ُْد َخ َل صِ ْد ٍق َوأَ ْخ ِرجْ نِى م ُْخ َر َج صِ ْد ٍق َوٱجْ َعل لِّى مِن لَّدُن‬

“Ya Allah Ya Tuhanku, masukkan aku ke jalan yang benar dan keluarkan aku ke jalan yang benar. Dan
berikan di sisiku kekuasaan untuk menolongku ke jalan yang benar.”

Demikian khotbah ini disampaikan, semoga dapat dipahami dengan baik dan semoga kita senantiasa
dilindungi oleh Allah dalam melaksanakan semua aturan Allah dengan sebaik

Jujur merupakan salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki oleh seorang muslimin yang bertaqwa.
Agama islam menjunjung tinggi kejujuran dalam setiap aspek kehidupan. Pada topik kali ini akan
dijelaskan mengenai makna kejujuran meliputi pengertian jujur dan pembagian sifat jujur, berikut
pembahasannya:

Pengertian Jujur Secara Bahasa dan Istilah


Kata jujur dalam bahasa Arab disamakan maknanya dengan “as-sidqu” atau “siddiq” yang memiliki
arti benar, nyata, atau berkata benar, yang mana memiliki lawan kata yakni, dusta dan disebut “al-
kadzib” dalam bahasa Arab.

Menurut istilah, jujur atau “as-sidqu” memiliki empat makna, diantaranya:

Kesesuaian antara ucapan dengan perbuatan

Kesesuaian informasi dengan kenyataan

Ketegasan serta kemantapan hati

Sesuatu yang baik yang di dalamnya tidak dicampuri dengan kedustaan.

Keempat poin diatas merupakan pengertian dari jujur berdasar istilahnya. Pada poin brikutnya akan
dibahasa Makna Kejujuran dalam kategori pembagian sifat jujur.

Baca Juga :

5 Perilaku Mulia Dalam Kehidupan Sehari Hari

Pengertian Al-Quran dan Kandungan Al-Quran

Pengertian Iman Kepada Malaikat

Pembagian Sifat Jujur Oleh Imam Al-Gazali

Terdapat tiga pembagian sifat jujur oleh Imam al-Gazali, berikut diantaranya:

Jujur dalam niat atau berkehendak, yakni seseorang tidak akan memiliki dorongan dalam segala
tindakannya kecuali atasa dorongan Allah Swt.
Jujur dalam perkataan atau lisan, yakni kesesuaian kabar yang diterima dengan yang telah
disampaikan, dikarenakan setiap orang wajib menjaga ucapannya dan tidak boleh berkata apapun
selain kejujuran.

Barangsiapa yang menjaga lisannya dalam menyampaikan sebuah berita tanpa adanya pengurangan
atau penambahan atau sesuai dengan kebenarannya, maka ia termasuk kategori jujur jenis lisan.
Selain itu menepati janji kepada orang lain juga termasuk dalam jujur dalam perkataan.

Jujur dalam perbuatan atau amaliah, yakni melakukan amalan dengan kesungguhan hati sehingga
perbuatan zahirnya tidak menampakkan apa yang ada di dalam batinnya.

Ketiga pembagian sifat jujur di atas merupakan sifat-sifat yang harus kita amalkan dalam kehidupan
sehari-hari, karena kejujuran merupakan tonggak atau fondasi dari nilai-nilai kebenaran. Allah Swt.
berfirman dalam Q.S al-Ahzab/33: 70.

Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. dan ucapkanlah
perkataan yang benar.”

Seorang muslim yang baik harus memahami esensi dan makna kejujuran dengan menjadikannya
sebagai pedoman hidup. Bukan dalam hal beribadah dan agama namun dalam setiap sisi kehidupan.

Seseorang yang beriman antara ucapan dengan perbuatan tidak boleh terdapat perbedaan,
keduanya hendaklah sesuai, karena dosa baginya ketika apa yang ia ucapkan berbeda dengan apa
yang ia lakukan.
Allah Swt. berfirman dalam Q.S. as-Saff/61:2-3. “Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu
megatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan ? (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

Sifat Jujur Yang Dimiliki Nabi dan Rasul

Sifat jujur merupakan sifat yang wajib dimiliki oleh para Nabi dan Rasul selain menyampaikan
(tabligh), dapat dipercaya (amanah), dan cerdas (fathonah). Orang-orang yang konsisten dengan
kejujurannya, sesungguhnya adalah orang-orang yang memiliki separuh dari sifat kenabian.

Makna kejujuran selain yang disebutkan diatas juga merupakan sikap tulus seseorang dalam
melaksanakan suatu hal yang telah diamanatkan kepadanya, dan orang-orang jujur dalam
menyampaikan amanat disebut dengan al-amin, yaitu orang yang terpercaya, setia dan jujur.

Kejujuran wajin dimiliki oleh setiap muslim, karena kejujuran merupakam sumber keberhasilan dan
kebahagiaan. Nilai-nilai dari kejujuran wajib ditanamkan dalam keluarga, kepada keturunan-
keturunan tiap muslim dengan harapan menjadi generasi penerus islam yang sukses dan berbudi
luhur.

Kebohongan hanya akan memunculkan kebencian antar umat manusia yang nantinya dapat
bertransformasi menjadi permusuhan dan akan memunculkan rasa tidak aman, tentram, dan juga
nyaman dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dari itu perlu memahami makna kejujuran, nilai-
nilai kejujuran, serta menanamkan dan mengamalkannya dalam setiap aspek kehidupan.

Baca Juga :

Pengertian Jujur dan Sifat Sifat Kejujuran

7 Perilaku Asmaul Husna Dalam Kehidupan Sehari Hari


Makna Asmaul Husna Al Karim | Al Mu’min | Al Wakil | Al Matin

7+ Ayat Al Quran Tentang ASMAUL HUSNA

Demikian artikel tentang Makna Kejujuran dan Sifat Kejujuran Lengkap ini dibuat. Jika ada salah ketik
atau salah penulisan, penulis minta maaf sebesar besarnya. Semoga Bermanfaat, Terima Kasih.

MEMAHAMI MAKNA KEJUJURAN

MEMAHAMI MAKNA KEJUJURAN

Pengertian Jujur

Dalam bahasa Arab, kata jujur semakna dengan “aś-śidqu” atau “śiddiq” yang berarti benar, nyata,
atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kazibu”. Secara istilah,
jujur atau aś-śidqu bermakna: (1) kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara
informasi

dan kenyataan; (3) ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri
kedustaan.

Pembagian Sifat Jujur

Imam al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (śiddiq) sebagai berikut.

Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan
dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt.

Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan.
Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur.
Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan
fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini.

Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya
tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya.

Jujur adalah sikap yang tulus dalam melaksanakan sesuatu yang diamanatkan, baik berupa harta
maupun tanggung jawab. Orang yang melaksanakan amanat disebut al-Amin, yakni orang yang
terpercaya, jujur, dan setia. Dinamai demikian karena segala sesuatu yang diamanatkan kepadanya
menjadi aman dan terjamin dari segala bentuk gangguan, baik yang datang dari dirinya sendiri
maupun dari orang lain. Sifat jujur dan terpercaya merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
segala aspek kehidupan, seperti dalam kehidupan rumah tangga, perniagaan, perusahaan, dan hidup
bermasyarakat.

Di antara faktor yang menyebabkan Nabi Muhammad saw. berhasil dalam membangun masyarakat
Islam adalah karena sifat-sifat dan akhlaknya yang sangat terpuji. Salah satu sifatnya yang menonjol
adalah kejujurannya sejak masa kecil sampai akhir hayatnya sehingga ia mendapa gelar al-Amin
(orang yang dapat dipercaya atau jujur).

Kejujuran akan mengantarkan seseorang mendapatkan cinta kasih dan keridaan Allah Swt.
Sedangkan kebohongan adalah kejahatan tiada tara, yang merupakan faktor terkuat yang
mendorong seseorang berbuat kemunkaran dan menjerumuskannya ke jurang neraka.

Kejujuran sebagai sumber keberhasilan, kebahagian, serta ketenteraman, harus dimiliki oleh setiap
muslim. Bahkan, seorang muslim wajib pula menanamkan nilai kejujuran tersebut kepada anak-
anaknya sejak dini hingga pada akhirnya mereka menjadi generasi yang meraih sukses dalam
mengarungi

kehidupan. Adapun kebohongan adalah muara dari segala keburukan dan sumber dari segala
kecaman karena akibat yang ditimbulkannya adalah kejelekan, dan hasil akhirnya adalah kekejian.
Akibat yang ditimbulkan oleh kebohongan adalannamimah (mengadu domba), sedangkan namimah
dapat melahirkan kebencian. Demikian pula kebencian adalah awal dari permusuhan.

Dalam permusuhan tidak ada keamanan dan kedamaian. Dapat dikatakan bahwa, “orang yang
sedikit kejujurannya niscaya akan sedikit temannya.”

Menerapkan Perilaku Mulia

Jujur adalah perilaku yang sangat mulia. Ia adalah sifat yang wajib dimiliki oleh para nabi dan rasul
Allah swt. sehingga separuh gelar kenabian akan disandangkan kepada orang-orang yang senantiasa
menerapkan perilaku jujur. Penerapan perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan
keluarga,sekolah, maupun masyarakat misalnya seperti berikut:

Meminta izin atau berpamitan kepada orang ketika akan pergi ke mana pun.

Tidak meminta sesuatu di luar kemampuan kedua orang tua.


Mengembalikan uang sisa belanja meskipun kedua orang tua tidak mengetahuinya.

Melaporkan prestasi hasil belajar meskipun dengan nilai yang kurang memuaskan.

Tidak memberi atau meminta jawaban kepada teman ketika sedang ulangan atau ujian sekolah.

Mengatakan dengan sejujurnya alasan keterlambatan datang atau ketidakhadiran ke sekolah.

Mengembalikan barang-barang yang dipinjam dari teman atau orang lain meskipun barang tersebut
tampak tidak begitu berharga.

Memenuhi undangan orang lain ketika tidak ada hal yang dapat menghalanginya.

Tidak menjanjikan sesuatu yang kita tidak dapat memenuhi janji tersebut.

Mengembalikan barang yang ditemukan kepada pemiliknya atau melalui pihak yang bertanggung
jawab.

Membayar sesuatu sesuai dengan harga yang telah disepakati.

Diperbolehkan dusta hanya untuk tiga hal saja, yaitu ketika seorang istri memuji suaminya atau
sebaliknya. Ketika seseorang yang akan mencelakai orang yang tidak bersalah dengan mengatakan
bahwa orang yang dicari tidak ada. Ketika ucapan dusta untuk mendamaikan dua orang yang sedang
bertikai agar damai dan rukun kembali.

Para dai dan orang bijak selalu menasihati kita agar selalu bersikap jujur. Nasihat ini terasa amat
penting, bukan saja karena kita sering tidak jujur dalam bekerja dan bertutur kata, tetapi juga karena
kejujuran itu sendiri merupakan salah satu ajaran Islam yang akan mengantar kita meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat.

Dalam Alquran disebutkan bahwa orang-orang yang jujur akan memperoleh nikmat besar dan akan
dijamu oleh Allah swt bersama para nabi, syuhada, dan orang-orang saleh (An-Nisa': 69). Untuk itu,
Allah swt menyuruh kita agar selalu bersama orang-orang yang jujur itu (At-Taubah: 119).

Sikap jujur atau disebut juga sikap yang benar (al-shidq), menurut Ibn al-Qayyim al-Jauziah,
melibatkan tiga aspek dalam diri kita, yaitu perkataan (aqwal), perbuatan (af'al), dan sikap mental
(ahwal). Setiap aspek di atas memiliki ukuran dan kriterianya sendiri.

Dalam kaitan ini, jujur atau benar dalam perkataan berarti adanya persesuaian perkataan dengan
hati nurani dan dengan kenyataan atau realita. Jujur dalam bekerja dan berbuat berarti koherensi
dan konsistensi antara perbuatan dan perintah Allah swt serta Sunnah Rasul. Adapun jujur dalam
sikap mental berarti komitmen dan kesetiaan seorang dalam bekerja dan beribadah kepada Allah
swt. (Kitab Madarij al-Salikin, 2/270).

Kejujuran seorang, lanjut Ibn al-Qayyim, harus dilihat dari intensitas dan kesungguhan orang yang
bersangkutan dalam menjaga dan memelihara ketiga aspek di atas.

Hanya karena kesungguhannya dalam menjaga ketiganya, maka Nabi Ibrahim a.s., kata Ibn al-
Qayyim, disebut dan diabadikan oleh Allah swt dalam Alquran sebagai yang siddiq. Begitu pula Nabi
Idris a.s. (Maryam: 56).

Dari penjelasan di atas, nyatalah bahwa perkataan Arab as-shidq, tak hanya berarti jujur, tapi juga
berarti benar, sungguh-sungguh, konsisten, teguh, dan tepat. Dalam Alquran, selain disebutkan ada
perkataan yang benar (lisan al-shidq), juga disebutkan beberapa hal lain yang diberi atribut serupa
(al-sidq).

Misalnya, jalan keluar dan jalan masuk yang benar (makhraj al-shidg dan madzkhal al-shidq), langkah
atau sepak terjang yang benar dan tepat (qadam al-shidq), dan tempat duduk atau kediaman yang
benar dan sejati (maq'ad al-shidq).

Yang dimaksud jalan keluar dan jalan masuk yang benar adalah komitmen seorang untuk selalu
berjuang di jalan Allah, seperti keluarnya (hijrahnya) Nabi Muhammad saw dari Mekah menuju
Medinah. Sedang maksud langkah dan sepak terjang yang tepat adalah kerja dan amal saleh.
Sementara yang dimaksud dengan tempat duduk atau kediaman yang benar dan sejati adalah sorga.

Ini semua memberi gambaran kepada kita bahwa ada korelasi positif antara komitmen yang benar
dan perilaku yang benar dengan kesuksesan dan kebahagiaan seorang. Inilah sesungguhnya makna
dari sabda Nabi dalam hadis shahih (Bukhari Muslim) yang menyatakan bahwa kejujuran atau
kebenaran (al-shidq) akan membawa manusia kepada kebajikan, sedang kebajikan akan mengantar
dan menuntunnya menuju sorga.

Anda mungkin juga menyukai