MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah “Strategi
Pembelajaran Qur’an Hadits”
Program Studi Strata S1 Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu :
Oleh :
Mohamad Wahyudin
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunianya
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul ” Menyajikan
Kaitan Antara Syaja'ah (Berani Membela Kebenaran) Dengan Upaya
Mewujudkan Kejujuran Dalam Kehidupan Sehari-Hari” dengan sebaik
baiknya. Penyusunan makalah ini mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk itu saya menyampaikan
terima kasih terutama kepada guru bidang studi PAI, yaitu Bapak Salahudin dan
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Adapaun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas PAI
yang telah diberikan oleh Bapak Salahudin. Selain itu makalah ini juga di buat
sebagai suatu kajian terhadap pengetahuan mengenai berani dalam kejujuran.
Dengan memaparkan materi antara lain : Berani Dalam Kejujuran.
Saya menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Saya
meminta maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, Saya sangat
mengharapkan kritikan serta saran sehingga Saya dapat memperbaiki kesalahan-
kesalahan yang ada dalam penyusunan makalah ini
Penyusun,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I
1.PENDAHULUAN……………………………………………………………4
1.1.... Latar Belakang Masalah.................................................................. 4
1.2.... Rumusan Masalah...........................................................................4
1.3.... Tujuan....................................................................................... 4
1.4.... Manfaat.......................................................................................... 4
BAB II
2. PEMBAHASAN…………………………..5
2.1.... Pentingnya Memiliki Sifat Jujur.................................................5
2.2.... Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah..............................................10
2.3.... Keterkaitan Antara Syaja'ah dengan
Kejujura...............................16
BAB III
3. PENUTUP…………………………………………...17
3.1.... Kesimpulan..............................................................................17
3.2.... Saran...................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan
dunia. Kehidupan dunia akan hancur dan agama juga menjadi lemah di atas
kebohongan, khianat serta perbuatan curang. Karena mulianya orang yang jujur,
baik di sisi Allah maupun di sisi manusia, kejujuran harus ditegakkan meskipun
berat dan susah. Ungkapan tentang “orang jujur akan hancur” merupakan keliru.
Allah SWT menyifatkan diri-Nya dengan kejujuran. Ini merupakan bukti kesktian
jujur.
Keujuran dapat membuat hati kita nyaman dan tenteram. Ketika berkata jujur,
tidak akan ada ketakutan yang mengikuti atau bahkan kekhawatiran tentang
terungkapnya sesuatu yang tidak dikatakan.
Akan tetapi, saat ini kejujuran dalam penerapan kehidupan sehari-hari masih
kurang. Maka dari itu, pendekatan ilmu tentang jujur dan berani sangat penting
bagi kita. Terutama anak – anak muda zaman sekarang, agar dapat mengingatkan
kita sendiri kepada perilaku – perilaku terpuji yang dapat bermanfaat bagi diri
kita.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.2.1 Seberapa penting dan utamanya berperilaku jujur?
1.2.2 Apa keterkaitan jujur dengan syajaah?
1.2.3 Ada berapa macam bentuk kejujuran ?
1.2.4 Apakah akibat dari perilaku berbohong ?
1.2.5 Bagaimana hikmah dari perilaku jujur ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang dapat kita capai adalah sebagai
berikut:
1.3.1 Menambah wawasan baru mengenai pentingnya sikap kejujuran dalam
berprilaku.
1.3.2 Menguatkan sifat kejujuran dengan didukung dengan ayat Al-Quran dan
Hadits.
1.3.3 Melaksanakan tugas makalah Pendidikan Agama Islam
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas , dapat di ambil manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Bagi siswa dan guru, makalah ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran
untuk cara berperilaku jujur sebagaimana didukung oleh Al-Quran dan Hadits
1.4.2 Makalah ini juga bisa berfungsi sebagai sumber referensi dalam
kegiatan belajar mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
َّ ٰ ٰ َيٓأ َ ُّي َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ٱتَّقُو ْا ٱهَّلل َ َو ُكونُو ْا َم َع ٱل,
١١٩ َص ِدقِين
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” ( Q.S. At-Taubah : 119 )
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagai sesorang yang
melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yan,g ada pada batinnya. Ketika
berani mengatakan “tidak” untuk korupsi, maka ia harus berusaha menjauhi
korupsi, bukan malah hanya mengatakan tetapi ia sendiri melakukan korupsi.
Kejujuran merupakan ciri-ciri orang beriman sedangkan lawannya dusta
merupakan sifat orang yang munafik. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. Bersabda “Tanda
orang munafik itu ada 3, yaitu : Apabila berbicara dusta, apabila berjanji
mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari Muslim)
,
Allah Swt. Menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba
dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya
(kebenarannya).
ٰ
ِ ت ت َۡج ِري ِمن ت َۡحتِ َها ٱأۡل َ ۡن ٰ َه ُر ٰ َخلِ ِدينَ فِي َهٓا أَبَدٗ ۖا َّرٞ َّص ۡدقُ ُهمۡۚ لَ ُهمۡ َجن
ۡض َي ٱهَّلل ُ ع َۡن ُهم َّ ٰ قَا َل ٱهَّلل ُ ٰ َه َذا يَ ۡو ُم يَنفَ ُع ٱل
ِ َص ِدقِين
١١٩ ضو ْا ع َۡن ۚهُ ٰ َذلِ َك ۡٱلفَ ۡو ُز ۡٱل َع ِظي ُم ُ َو َر
Artinya : “Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-
orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha
terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar" ( Q.S al-Maidah : 119 )
Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan
bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi
di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat
orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan. Orang jujur akan
dipermudah rezeki dan segala urusannya.
Contoh yang perlu diteladani, karena kejujurannya, Nabi Muhammad saw. Di
percaya oleh Siti Khadijah untuk membawa barang dagangan lebih banyak lagi.
Ini artinya Nabi Muhammad saw akan mendapatkan keuntungan lebih besar lagi
dan tentu saja apa yang dilakukan Nabi akan mendapat kemudahan.
Sebaliknya, orang yang tidak jujur atau bohong akan dipersulit rezeki dan
segala urusannya. Orang yang pernah berbohong akan terus berbohong karena
untuk menutupi kebohongan yang diperbuat, dia harus berbuat kebohongan lagi.
Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan orang lain tidak
percaya. Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohong membuat hati
menjadi was-was.
Kegundahan hati dan kekhawatiran yang bertumpuk-tummpuk beresiko menjadi
penyakit.
D. Macam-Macam Kejujuran
Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu :
1. Shidq Al-Qalbi (Jujur dalam niat dan kehendak), yaitu motivasi bagi setiap
gerak dan langkah seseorang dalam rangka menaati perintah Allah Swt, dan ingin
mencapai rida-Nya. Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur berarti
tidak ikhlas dalam berbuat.
Rasulullah Saw. Bersabda,
“Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh
tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu (hati).” (HR.
Bukhari)
2. Shidq Al-Hadits (Jujur dalam ucapan), yaitu memberikan, yaitu memberikan
sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang
dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang
yang bersengketa, dan, semisalnya. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya,
yakni berbicara jujur dan, dianjurkan menghindari kata-kata sindiran Karena hal
itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi
kemaslahatan pada saat-saat tertentu, tidak berkata kecuali dengan benar dan
jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak
dan terang diantara macam-macam kejujuran.
3. Shidq Al-Amal (Jujur dalam perbuatan), yaitu seimbang antara lahiriah dan
batiniah hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dan amal batin. Jujur dalam
perbuatan ini juga berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang di
ridhai Allah Swt, dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas.
Orang jujur tentu akan sejalan dengan semua kebaikan dan sebagai penegak
segala kebagusan, sedangkan kebaikan itu adalah jalan menuju ke syurga, bahkan
kebajikan itu sebagai kunci masuk syurkan, kunci tersebut tak lain untuk
membuka syurga, sebagaimana firman Allah :
يق ِ ي ُۡسقَ ۡونَ ِمن ر٢٤ َض َرةَ ٱلنَّ ِع ِيم
ٖ َّح ِ ِ َعلَى ٱأۡل َ َرٓائ٢٢ إِ َّن ٱأۡل َ ۡب َرا َر لَفِي نَ ِع ٍيم
ۡ ت َۡع ِرفُ فِي ُوجُو ِه ِهمۡ ن٢٣ َك يَنظُرُون
٢٦ َس ۡٱل ُمتَ ٰنَفِسُون ۡ ٰ ۚ ٰ ٍ َُّم ۡخت
ِ َك َوفِي َذلِكَ فَليَتَنَافٞ ِختَ ُم ۥهُ ِم ۡس٢٥ وم
Artinya : “Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam
kenikmatan yang besar (surga). mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil
memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka
yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak
(tempatnya). layaknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya
orang berlomba-lomba.” (Q.S Al-Mutoffifin : 22-26)
4. Shidq Al-Wa’d (Jujur bila berjanji), janji membuat kita selalu berharap.
Janji yang benar membuat kita bahagia. Janji palsu membuat kita selalu was-was.
Maka janganlah memperbanyak janji (namun tidak ditepati) karena Allah Swt,
sangat membenci oran-orang yang selalu mengingkari janji. Sebagaimana dalam
firman-Nya .
َُوا ٱأۡل َ ۡي ٰ َمنَ بَ ۡع َد ت َۡو ِكي ِدهَا َوقَ ۡد َج َع ۡلتُ ُم ٱهَّلل َ َعلَ ۡي ُكمۡ َكفِياًل ۚ إِ َّن ٱهَّلل َ يَ ۡعلَ ُم َما ت َۡف َعلُون
ْ وا بِ َع ۡه ِد ٱهَّلل ِ إِ َذا ٰ َعهَدتُّمۡ َواَل تَنقُض
ْ َُوأَ ۡوف
٩١
Artinya : “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya,
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-
sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat” (Q.S.
An-Nahl : 91)
ُٔ¢ُٔۡ وا بِ ۡٱل َع ۡه ۖ ِد إِ َّن ۡٱل َع ۡه َد َكانَ َم
٣٤ سواٗل ْ ُُوا َما َل ۡٱليَتِ ِيم ِإاَّل بِٱلَّتِي ِه َي أَ ۡح َسنُ َحتَّ ٰى يَ ۡبلُ َغ أَ ُش َّد ۚهۥُ َوأَ ۡوف
ْ َواَل ت َۡق َرب
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al-Israa : 34)
Merealisasikan kejujuran adakalanya kehendak untuk jujur itu lemah, ada kalanya
pula menjadi kuat.
,
E. Petaka Kebohongan
Betapa berbahayanya sebuah kebohongan, kebohongan akan mengantarkan
pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain.
Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan
kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan yang
dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang telah dikhianatinya itu.
¢ُ ك ِمنَ ۡٱل ِع ۡل ِم فَقُ ۡل تَ َعالَ ۡو ْا ن َۡد
ۡع أَ ۡبنَٓا َءنَا َوأَ ۡبنَٓا َء ُكمۡ َونِ َسٓا َءنَا َونِ َسٓا َء ُكمۡ َوأَنفُ َسنَا َوأَنفُ َس ُكم َ فَ َم ۡن َحٓا َّج
َ ك فِي ِه ِم ۢن بَ ۡع ِد َما َجٓا َء
٦١ َثُ َّم ن َۡبتَ ِه ۡل فَن َۡج َعل لَّ ۡعنَتَ ٱهَّلل ِ َعلَى ۡٱل ٰ َك ِذبِين
Artinya : “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri
kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita
minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” (Q.S Ali-
Imran : 61)
١٦١ َس َّما َك َسبَ ۡت َوهُمۡ اَل ي ُۡظلَ ُمون ۡ ۚ ۡ ِ َو َما َكانَ لِنَبِ ٍّي أَن يَ ُغ ۚ َّل َو َمن يَ ۡغلُ ۡل يَ ۡأ
ٖ ت بِ َما َغ َّل يَ ۡو َم ٱلقِ ٰيَ َم ِة ثُ َّم تُ َوفَّ ٰى ُكلُّ نَف
Artinya : “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka
pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu,
kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan
dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya” ( Q.S Ali-Imran :
161 )
٣ َوا َما اَل ت َۡف َعلُون ْ ُٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن
ْ ُ َكب َُر َم ۡقتًا ِعن َد ٱهَّلل ِ أَن تَقُول٢ َوا لِ َم تَقُولُونَ َما اَل ت َۡف َعلُون
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3)
B. Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu :
1) Rasa takut kepada Allah Swt.
2) Lebih mencintai akhirat daripada dunia.
3) Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.
4) Tidak menomor satukan kekuatan materi.
5) Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah.
Landasan Keberanian
Sikap keberanian yang ditunjukkan Rasulullah disaat tidak ada lagi pertolongan
apa-apa selain Allah, adalah pengejewantahan keimanan yang begitu kuat.
Sekiranya iman lemah, mungkin akan mendatangkan kepanikan.
Diantara turunan sikap dari keimanan yang kokoh adalah berupa hanya
menggantungkan harapan kepada Allah dan juga sikap tawakkal yang benar,
sehingga menimbulkan sikap berani dalam diri seseorang dalam menghadapi
segalam macam situasi dan tantangan.
Keimanan yang kuat akan menumbuhkan kecintaan yang lebih pada akhirat dari
pada kehidupan dunia.
Selain itu generasi yang kuat dan mandiri akan lebih berpeluang melahirkan
karakter pemberani. Perumpamaan orang-orang yang hidup dibawah belas kasihan
orang lain, atau orang yang meminta-minta, bisa jadi akan berkurang
keberaniannya dalam menyampaikan kebenaran terutama kepada pihak dimana
dia meminta-minta atau mendapat belas kasihan.
Bagaimana dengan masa kini? Janji Allah akan kembalinya kekuatan besar kaum
muslimin mneguasai dunia sebelum akhir zaman, semoga memotivasi kita untuk
mempersiapkan generasi penerus yang semoga menjadi bagian menuju
kebangkitan umat Islam, walaupun mungkin tidak hidup dimasa kejayaan tersebut
nantinya.
Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah
Banyak suri tauladan dalam sejarah perjuangan penyebaran dan penegakan Islam.
Di masa-masa awal penyebaran Islam dalam fase Makkah, begitu besar sekali
bentuk cobaan yang dirasakan kaum muslimin. Kekuatan yang belum seberapa
saat itu, masih dalam rintisan awal-awal dakwah, harus dihadapi berbagai bentuk
perlawanan, permusuhan, makar. Boikot ekonomi, siksaan terhadap individu
bahkan pembunuhan. Secara umum kaum muslimin sungguh menderita waktu itu.
Sahabat Bilal menunjukkan sikap ketahanan ini, daya tahan yang begitu besar
dalam menghadapi siksaan pemuka kaum Quraisy. Dan juga Keberanian
mempertahankan aqidah hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin
Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuh suburkan
perjuangan dengan darahnya yang mulia.
Tidak semua orang tentunya bisa memiliki karakter ini, bahkan selevel sahabat
pun hanya segelintir orang yang mendapat kepercayaan dari Rasulullah untuk
menyimpan rahasia. Adalah Huzaifah ibnul Yaman r.a. seorang sahabat Nabi yang
dikenal dengan sebutan shahibus sirri. Dia dapat menyimpan rahasia dengan baik.
Hingga tidak diketahui yang lain akan tugas dan tanggung jawabnya menjaga
rahasia. Dia berani menghadapi konsekuensinya sekalipun terasa amat berat. Akan
tetapi yang membuat gentar dirinya adalah bila tertangkap musuh. Sebagaimana
yang pernah ia ungkapkan pada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, saya tidak takut
bila harus mati, akan tetapi yang aku takutkan adalah bila aku tertangkap.”
Sayyidina Ali ketika dalam peperangan, diludahi oleh musuh beliau, bukannya
malah emosi, justru beliau menghentikan tebasan pedang yang siap untuk
menebas musuh tersebut, karena Ali takut kepada Allah sekiranya sikapnya justru
dilandasi oleh amarah terhadap sikap musuh bukan karena mengharapkan
keridaan Allah.
6- Mengakui Kesalahan
Mengakui kesalahan bukanlah perkara gampang, butuh keberanian untuk betul-
betul merasakan sendiri sambil mencari cara untuk memperbaikinya, bukan justru
mengelakkannya apalagi menuduhkan kesalahan diri sendiri pada orang lain. Dan
apabila berkaitan dengan pihak lain, tidak ragu, takut atau merasa hina untuk
meminta maaf, dan bersedia bertanggung jawab.
“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami
termasuk orang-orang yang merugi”. (QS 7: 23)
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri adalah seorang ulama di jaman Khalifah Harun
Al Rasyid. Alkisah pada suatu hari Khalifah sedang melaksanakan ibadah haji,
sebagaimana lazimnya penguasa yang ada sekarang, seluruh tempat yang akan
dilaluinya tertutup untuk untuk umum. Pada saat Khalifah melakukan sa'i antara
bukit Marwah dan Shofa seorang diri, sambil disaksikan, ribuan jamaah haji,
berangkatlah Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri ke tempat sa'i. Sesampainya di
Shofa, kebetulan Khalifah baru saja tiba di sana. Berteriaklahlah beliau,
"Haruuuun...!", tanpa menyebut embel-embel kekhalifahan. Mendengar jeritan
tadi, seluruh jamaah termasuk Khalifah terkejut melihat ke arah datangnya suara.
Melihat wajah yang memanggil, menjawablah beliau, "Labbaika ya 'amm".
C. Keutamaan syaja’ah
Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal yang ditakuti
itu dapat diperkecil atau dihindari. Oleh karena itu orang yang mempunyai
sifat syaja’ah memiliki ketenangan hati dan kemampuan mengolah sesuatu
dengan pikiran tenang.
Menurut Ibnu Miskawih, sifat Syaja’ah mengandung keutamaan-keutamaan
sebagai berikut:
Jiwa besar, yaitu sadar akan kemnampuan diri dan sanggup melaksanakan
pekerjaan besar yang sesuai dengan kemampuannya. Bersedia mengalah dalam
persoalan kecil dan tidak penting Menghormati tetapi tidak silau kepada orang
lain.
a. Tabah, yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian
keyakinan deipegangnya dengan mantap
b. Keras Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus asa serta
tidak mudah dibelokkan dari tujuan yang diyakini
c. Ketahanan, yaitu tahan menderita akibat perbuatan dan keyakinannya
d. Tenang, yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi) dan
tidak lekas marah
e. Kebesaran, yaitu suka melakukan pekerjaan yang penting atau besar
E. Hikmah Syaja’ah
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki
setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan
berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.
Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat,
tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai.
Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak
dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat
ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika
seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah
diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya
2.3 Keterkaitan Antara Syaja'ah dengan Upaya Mewujudkan
Kejujuran dalam Kehidupan Sehari-Hari
Setelah mengetahui Fakta-fakta yang terjadi, kita juga harus tahu Apa itu
Syaja'ah?, Syaja'ah dalam bahasa Arab berarti Kebenaran dan keperwiraan, yaitu
keteguhan hati dalam diri seseorang untuk berani mengatakan kebenaran dan
menanggung resikonya. Lawan kata Al-Syaja'ah adalah Al-Jubn yang berarti
pengecut. Dalam kehidupan, kita tidak boleh menyalahartikan perilaku Syaja'ah
karena hal tersebut bisa membuat jiwa seorang Muslim menjadi hina.
Syajaah dan jujur ini merupakan kedua perilaku yang saling berkaitan, dimana
tertulis dalam suatu hadits yang artinya "Katakanlah yang benar walaupun itu
pahit"(H.R. Ahmad). agar dalam kehidupan ini kita bisa mewujudkan kejujuran
dan membela kebenaran, Karena sesungguhnya Jika Allah SWT memerintahkan
kita untuk melakukan sesuatu, maka lakukanlah karena Allah SWT mempunyai
rencana yang baik untuk diri kita kedepannya.
3.2 Saran
Kita sebagai seorang muslim harus bisa menanamkan berani dalam kejujuran di
kehidupan sehari-hari. Kita harus bisa berperilaku jujur dan berani dalam
melakukan pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, apalagi dalam halnya kebenaran,
kita harus berani mengatakan yang sejujurnya. Karena keutamaan berpelrilaku
jujur akan meninggalkan rasa tentram, aman dan hati tenang. Berani dalam
kejujuran dapat membawa keberkahan dalam usaha kita dan dengan jujur kita
akan dipercayai orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://salamunsingajay
https://bukubiruku.com/pentingnya-mempunyai-sifat-jujur/
http://ainiyahnur31.blogspot.com/2015/01/pentingnya-perilaku-jujur.html
http://mfahrisetiono.blogspot.com/2016/09/makalah-pendidikan-agama-islam-
tentang.html
a.blogspot.com/2017/03/materi-syajaah.html
http://sikapsyajaahdalamkehidupan.blogspot.com/2018/10/keterkaitan-antara-
syajaah-dengan-upaya.html
http://ildenabineri.blogspot.com/2015/05/tinjauan-dan-bahasan-materi-tentang-
asy.html
dannyferdiansyah.blogspot.co.id/2013/11/makalah-tentang-kejujuran.html?m=1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.1991
homeworkapw.blogspot.co.id/2013/09/makalah-sifat-terpuji-jujur_6860.html?
m=1
Kementrian Pendidikan dan, Kebudayaan. Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Jakarta. 2014
ukhuwahislah.blogspot.co.id/2013/10/makalah-jujur-da,lam-perkataan-dan.html?
m=1
https://rahmatikhsan78.wordpress.com/2014/04/03/26/