Anda di halaman 1dari 21

96.

MENYAJIKAN KAITAN ANTARA SYAJA'AH (BERANI


MEMBELA KEBENARAN) DENGAN UPAYA MEWUJUDKAN
KEJUJURAN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah “Strategi
Pembelajaran Qur’an Hadits”
Program Studi Strata S1 Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu :

Dr. H. Hamzah, S.Ag, M. Ag

Oleh :
Mohamad Wahyudin

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
IBNU SINA BATAM
2021

KATA PENGANTAR
                       
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunianya
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul ” Menyajikan
Kaitan Antara Syaja'ah (Berani Membela Kebenaran) Dengan Upaya
Mewujudkan Kejujuran Dalam Kehidupan Sehari-Hari”  dengan sebaik
baiknya. Penyusunan makalah ini mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatannya. Untuk itu saya menyampaikan
terima kasih terutama kepada guru bidang studi PAI, yaitu Bapak Salahudin dan
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Adapaun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas PAI
yang telah diberikan oleh  Bapak Salahudin. Selain itu makalah ini juga di buat
sebagai suatu kajian terhadap pengetahuan mengenai berani dalam kejujuran.
Dengan memaparkan materi antara lain : Berani Dalam Kejujuran.
Saya menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Saya
meminta maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, Saya sangat
mengharapkan kritikan serta saran sehingga Saya dapat memperbaiki kesalahan-
kesalahan yang ada dalam penyusunan makalah ini

                                                                                      Batam , 04 November 2021


                                                                                                   

Penyusun,
                                                                                                         
                                                                                                         

                                                                                                       Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I
1.PENDAHULUAN……………………………………………………………4
1.1.... Latar Belakang Masalah.................................................................. 4
1.2.... Rumusan Masalah...........................................................................4
1.3.... Tujuan....................................................................................... 4
1.4.... Manfaat.......................................................................................... 4
BAB II
2. PEMBAHASAN…………………………..5
2.1.... Pentingnya Memiliki Sifat Jujur.................................................5
2.2.... Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah..............................................10
2.3.... Keterkaitan Antara Syaja'ah dengan
Kejujura...............................16        
BAB III          
3. PENUTUP…………………………………………...17
3.1.... Kesimpulan..............................................................................17
3.2.... Saran...................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....18
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan
dunia. Kehidupan dunia akan hancur dan agama juga menjadi lemah di atas
kebohongan, khianat serta perbuatan curang. Karena mulianya orang yang jujur,
baik di sisi Allah maupun di sisi manusia, kejujuran harus ditegakkan meskipun
berat dan susah. Ungkapan tentang “orang jujur akan hancur” merupakan keliru.
Allah SWT menyifatkan diri-Nya dengan kejujuran. Ini merupakan bukti kesktian
jujur.
Keujuran dapat membuat hati kita nyaman dan tenteram. Ketika berkata jujur,
tidak akan ada ketakutan yang mengikuti atau bahkan kekhawatiran tentang
terungkapnya sesuatu yang tidak dikatakan.
Akan tetapi, saat ini kejujuran dalam penerapan kehidupan sehari-hari masih
kurang. Maka dari itu, pendekatan ilmu tentang jujur dan berani sangat penting
bagi kita. Terutama anak – anak muda zaman sekarang, agar dapat mengingatkan
kita sendiri kepada perilaku – perilaku terpuji yang dapat bermanfaat bagi diri
kita.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.2.1         Seberapa penting dan utamanya berperilaku jujur?
1.2.2 Apa keterkaitan jujur dengan syajaah?
1.2.3         Ada berapa macam bentuk kejujuran ?
1.2.4         Apakah akibat dari perilaku berbohong ?
1.2.5         Bagaimana hikmah dari perilaku jujur ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang dapat kita capai adalah sebagai
berikut:
1.3.1 Menambah wawasan baru mengenai pentingnya sikap kejujuran dalam
berprilaku.
1.3.2    Menguatkan sifat kejujuran dengan didukung dengan ayat Al-Quran dan
Hadits.
1.3.3    Melaksanakan tugas makalah Pendidikan Agama Islam

1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas , dapat di ambil manfaat sebagai berikut:
1.4.1         Bagi siswa dan guru, makalah ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran
untuk cara berperilaku jujur sebagaimana didukung oleh Al-Quran dan Hadits
1.4.2         Makalah ini juga bisa berfungsi sebagai sumber referensi dalam
kegiatan belajar mengajar.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERILAKU JUJUR


A.    Pengertian
Dalam bahasa Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya
benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan
sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji
(mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar atau sesuai dengan kenyataan.
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta
adalah menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
Adapula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan
dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi kalau suatu berita  sesuai dengan  keadaan yang ada,
maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak maka dikatakan dusta.

B.     Pentingnya Perilaku Jujur


Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda
kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki
kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba
akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.
Syari’at Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat jujur dalam segala
keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut akan merugikan diri sendiri.
Allah SWT telah berfirman dalam Surat An-Nisaa Ayat 135 yang berbunyi:
۞ ‫ينَ إِن يَ ُك ۡن َغنِيًّا‬ ۚ ِ‫س ُكمۡ أَ ِو ۡٱل ٰ َولِد َۡي ِن َوٱأۡل َ ۡق َرب‬
ِ ُ‫ش َهدَٓا َء هَّلِل ِ َولَ ۡو َعلَ ٰ ٓى أَنف‬ُ ‫ٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ُكونُو ْا قَ ٰ َّو ِمينَ بِ ۡٱلقِ ۡس ِط‬
ۚ
‫ضو ْا فَإِنَّ ٱهَّلل َ َكانَ بِ َما ت َۡع َملُونَ َخبِ ٗيرا‬ ُ ‫ى أَن ت َۡع ِدلُو ْا َوإِن ت َۡل ُٓۥو ْا أَ ۡو ت ُۡع ِر‬ٓ ٰ ‫أَ ۡو فَقِ ٗيرا فَٱهَّلل ُ أَ ۡولَ ٰى بِ ِه َم ۖا فَاَل تَتَّبِ ُعو ْا ۡٱل َه َو‬
١٣٥
Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar-balikan
( kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” ( Q.S. An- Nisaa’ : 135 ),.
           
Allah selalu memerintahkan kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan
maupun ucapan, sebagaimana firman-Nya :

َّ ٰ ‫ ٰ َيٓأ َ ُّي َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ٱتَّقُو ْا ٱهَّلل َ َو ُكونُو ْا َم َع ٱل‬,
١١٩ َ‫ص ِدقِين‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” ( Q.S. At-Taubah : 119 )
           
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagai sesorang yang
melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yan,g ada pada batinnya. Ketika
berani mengatakan “tidak” untuk korupsi, maka ia harus berusaha menjauhi
korupsi, bukan malah hanya mengatakan tetapi ia sendiri melakukan korupsi.
Kejujuran merupakan ciri-ciri orang beriman sedangkan lawannya dusta
merupakan sifat orang yang munafik. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. Bersabda “Tanda
orang munafik itu ada 3, yaitu : Apabila berbicara dusta, apabila berjanji
mengingkari, dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari Muslim)
,
Allah Swt. Menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba
dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya
(kebenarannya).

ٰ
ِ ‫ت ت َۡج ِري ِمن ت َۡحتِ َها ٱأۡل َ ۡن ٰ َه ُر ٰ َخلِ ِدينَ فِي َهٓا أَبَدٗ ۖا َّر‬ٞ َّ‫ص ۡدقُ ُهمۡۚ لَ ُهمۡ َجن‬
ۡ‫ض َي ٱهَّلل ُ ع َۡن ُهم‬ َّ ٰ ‫قَا َل ٱهَّلل ُ ٰ َه َذا يَ ۡو ُم يَنفَ ُع ٱل‬
ِ َ‫ص ِدقِين‬
١١٩ ‫ضو ْا ع َۡن ۚهُ ٰ َذلِ َك ۡٱلفَ ۡو ُز ۡٱل َع ِظي ُم‬ ُ ‫َو َر‬
Artinya : “Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-
orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya
mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha
terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar" ( Q.S al-Maidah : 119 )

C. Keutamaan Perilaku Jujur


Kedudukan sifat jujur sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat para nabi, yakni
Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub, sebagaimana firman Allah
٥٠ ‫ق َعلِ ٗيّا‬ ِ َ‫َو َوه َۡبنَا لَهُم ِّمن ر َّۡح َمتِنَا َو َج َع ۡلنَا لَهُمۡ لِ َسان‬
ٍ ‫ص ۡد‬
Artinya : “Dan Kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan
Kami jadikan mereka buah tutur yang baik lagi tinggi” ( Q.S. Maryam : 50 )

Dan Ismail dipuji karena jujur, sebagaimana firman Allah :


٥٤ ‫ق ۡٱل َو ۡع ِد َو َكانَ َر ُسواٗل نَّبِ ٗيّا‬ ِ َ‫َو ۡٱذ ُك ۡر فِي ۡٱل ِك ٰت‬
َ َ‫ب إِ ۡس ٰ َم ِعي ۚ َل إِنَّ ۥهُ َكان‬
َ ‫صا ِد‬
Artinya : “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang
tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar
janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi” ( Q.S Maryam : 54 )

Nabi Muhammad Saw menganjurkan umatnya untuk selalu jujur. Karena


kejujuran merupakan akhlak yang mulia yang akan mengarahkan pemiliknya
kepada kebajikan, sebagaimana dijelaskan Nabi Muhammad Saw.
Artinya : “ Dari Abdullah ibn Mas’ud, dari Rasulullah saw. Bersabda.
“Sesungguhnya jujur itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa
ke surga…” ( HR. Bukhari )

Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan
bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi
di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat
orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan. Orang jujur akan
dipermudah rezeki dan segala urusannya.
Contoh yang perlu diteladani, karena kejujurannya, Nabi Muhammad saw. Di
percaya oleh Siti Khadijah untuk membawa barang dagangan lebih banyak lagi.
Ini artinya Nabi Muhammad saw akan mendapatkan keuntungan lebih besar lagi
dan tentu saja apa yang dilakukan Nabi akan mendapat kemudahan.
Sebaliknya, orang yang tidak jujur atau bohong akan dipersulit rezeki dan
segala urusannya. Orang yang pernah berbohong akan terus berbohong karena
untuk menutupi kebohongan yang diperbuat, dia harus berbuat kebohongan lagi.
Kejujuran berbuah kepercayaan, sebaliknya dusta menjadikan orang lain tidak
percaya. Jujur membuat hati kita tenang, sedangkan berbohong membuat hati
menjadi was-was.
Kegundahan hati dan kekhawatiran yang bertumpuk-tummpuk beresiko menjadi
penyakit.

D. Macam-Macam Kejujuran
Menurut tempatnya, jujur itu ada beberapa macam, yaitu :
1. Shidq Al-Qalbi (Jujur dalam niat dan kehendak), yaitu motivasi bagi setiap
gerak dan langkah seseorang dalam rangka menaati perintah Allah Swt, dan ingin
mencapai rida-Nya. Jujur sesungguhnya berbeda dengan pura-pura jujur berarti
tidak ikhlas dalam berbuat.
Rasulullah Saw. Bersabda,
“Ingatlah, dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh
tubuh. Dan bila ia rusak, rusaklah ia seluruhnya. Itulah qalbu (hati).” (HR.
Bukhari)
2. Shidq Al-Hadits (Jujur dalam ucapan), yaitu memberikan, yaitu memberikan
sesuatu sesuai dengan realitas yang terjadi, kecuali untuk kemaslahatan yang
dibenarkan oleh syari’at seperti dalam kondisi perang, mendamaikan dua orang
yang bersengketa, dan, semisalnya. Setiap hamba berkewajiban menjaga lisannya,
yakni berbicara jujur dan, dianjurkan menghindari kata-kata sindiran Karena hal
itu sepadan dengan kebohongan, kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi
kemaslahatan pada saat-saat tertentu, tidak berkata kecuali dengan benar dan
jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak
dan terang diantara macam-macam kejujuran.
3. Shidq Al-Amal (Jujur dalam perbuatan), yaitu seimbang antara lahiriah dan
batiniah hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dan amal batin. Jujur dalam
perbuatan ini juga berarti melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan yang di
ridhai Allah Swt, dan melaksanakannya secara terus-menerus dan ikhlas.
Orang jujur tentu akan sejalan dengan semua kebaikan dan sebagai penegak
segala kebagusan, sedangkan kebaikan itu adalah jalan menuju ke syurga, bahkan
kebajikan itu sebagai kunci masuk syurkan, kunci tersebut tak lain untuk
membuka syurga, sebagaimana firman Allah :
‫يق‬ ِ ‫ ي ُۡسقَ ۡونَ ِمن ر‬٢٤ ‫َض َرةَ ٱلنَّ ِع ِيم‬
ٖ ‫َّح‬ ِ ِ‫ َعلَى ٱأۡل َ َرٓائ‬٢٢ ‫إِ َّن ٱأۡل َ ۡب َرا َر لَفِي نَ ِع ٍيم‬
ۡ ‫ ت َۡع ِرفُ فِي ُوجُو ِه ِهمۡ ن‬٢٣ َ‫ك يَنظُرُون‬
٢٦ َ‫س ۡٱل ُمتَ ٰنَفِسُون‬ ۡ ٰ ۚ ٰ ٍ ُ‫َّم ۡخت‬
ِ َ‫ك َوفِي َذلِكَ فَليَتَنَاف‬ٞ ‫ ِختَ ُم ۥهُ ِم ۡس‬٢٥ ‫وم‬
Artinya : “Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam
kenikmatan yang besar (surga). mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil
memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka
yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak
(tempatnya). layaknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya
orang berlomba-lomba.” (Q.S Al-Mutoffifin : 22-26)

4. Shidq Al-Wa’d (Jujur bila berjanji), janji membuat kita selalu berharap.
Janji yang benar membuat kita bahagia. Janji palsu membuat kita selalu was-was.
Maka janganlah memperbanyak janji (namun tidak ditepati) karena Allah Swt,
sangat membenci oran-orang yang selalu mengingkari janji. Sebagaimana dalam
firman-Nya .
َ‫ُوا ٱأۡل َ ۡي ٰ َمنَ بَ ۡع َد ت َۡو ِكي ِدهَا َوقَ ۡد َج َع ۡلتُ ُم ٱهَّلل َ َعلَ ۡي ُكمۡ َكفِياًل ۚ إِ َّن ٱهَّلل َ يَ ۡعلَ ُم َما ت َۡف َعلُون‬
ْ ‫وا بِ َع ۡه ِد ٱهَّلل ِ إِ َذا ٰ َعهَدتُّمۡ َواَل تَنقُض‬
ْ ُ‫َوأَ ۡوف‬
٩١
Artinya : “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya,
sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-
sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat” (Q.S.
An-Nahl : 91)
‍ُٔ¢ُٔۡ ‫وا بِ ۡٱل َع ۡه ۖ ِد إِ َّن ۡٱل َع ۡه َد َكانَ َم‬
٣٤ ‫سواٗل‬ ْ ُ‫ُوا َما َل ۡٱليَتِ ِيم ِإاَّل بِٱلَّتِي ِه َي أَ ۡح َسنُ َحتَّ ٰى يَ ۡبلُ َغ أَ ُش َّد ۚهۥُ َوأَ ۡوف‬
ْ ‫َواَل ت َۡق َرب‬
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya
janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya” (Q.S. Al-Israa : 34)

5. Shidq Al-Haal (Jujur dalam kenyataan). Orang mukmin hidupnya selalu


berada di atas kenyataan. Dia tidak akan menampilkan sesuatu yang bukan
dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain untuk masuk kedalam jiwanya.
Dengan kata lain, seorang mukmin tidak hidup berada dibahawah bayang-bayang
orang lain. Artinya, kita harus hidup sesuai dengan keadaan diri kita sendiri.

Merealisasikan kejujuran adakalanya kehendak untuk jujur itu lemah, ada kalanya
pula menjadi kuat.
,
E. Petaka Kebohongan
Betapa berbahayanya sebuah kebohongan, kebohongan akan mengantarkan
pelakunya tidak dipercaya lagi oleh orang lain.
Ketika seseorang sudah berani menutupi kebenaran, bahkan menyelewengkan
kebenaran untuk tujuan jahat, ia telah melakukan kebohongan. Kebohongan yang
dilakukannya itu telah membawa kepada apa yang telah dikhianatinya itu.
¢ُ ‫ك ِمنَ ۡٱل ِع ۡل ِم فَقُ ۡل تَ َعالَ ۡو ْا ن َۡد‬
ۡ‫ع أَ ۡبنَٓا َءنَا َوأَ ۡبنَٓا َء ُكمۡ َونِ َسٓا َءنَا َونِ َسٓا َء ُكمۡ َوأَنفُ َسنَا َوأَنفُ َس ُكم‬ َ ‫فَ َم ۡن َحٓا َّج‬
َ ‫ك فِي ِه ِم ۢن بَ ۡع ِد َما َجٓا َء‬
٦١ َ‫ثُ َّم ن َۡبتَ ِه ۡل فَن َۡج َعل لَّ ۡعنَتَ ٱهَّلل ِ َعلَى ۡٱل ٰ َك ِذبِين‬
Artinya : “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri
kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita
minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” (Q.S Ali-
Imran : 61)

١٦١ َ‫س َّما َك َسبَ ۡت َوهُمۡ اَل ي ُۡظلَ ُمون‬ ۡ ۚ ۡ ِ ‫َو َما َكانَ لِنَبِ ٍّي أَن يَ ُغ ۚ َّل َو َمن يَ ۡغلُ ۡل يَ ۡأ‬
ٖ ‫ت بِ َما َغ َّل يَ ۡو َم ٱلقِ ٰيَ َم ِة ثُ َّم تُ َوفَّ ٰى ُكلُّ نَف‬
Artinya : “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan
perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka
pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu,
kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan
dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya” ( Q.S Ali-Imran :
161 )

Dalam hadits Rasulullah Saw mengingatkan :


Artinya : “Dari Abu Hurairah ra., dia berkata ; Rasulullah saw., bersabda, “Akan
datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu
pendusta dibenarkan, sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat
dipercaya, sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat.
Pada saat itu, Ruwaibidhah berbicara.” Beliau menjawab, “Orang bodoh yang
turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (HR. Ibnu Majah)

٣ َ‫وا َما اَل ت َۡف َعلُون‬ ْ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫ َكب َُر َم ۡقتًا ِعن َد ٱهَّلل ِ أَن تَقُول‬٢ َ‫وا لِ َم تَقُولُونَ َما اَل ت َۡف َعلُون‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3)

Syaikh Muhammad al-Ghazali mengatakan, bahwa menjaga amanah ialah


menunaikan dengan baik terhadap hak-hak Allah Swt. Dan hak-hak manusia tanpa
terpengaruh oleh perubahan keadaan, baik susah maupun senang.

F. Hikmah Perilaku Jujur


Beberapa hikmah yang dapat dipetik dari perilaku jujur, antara lain sebagai
berikut.
1. Perasaan enak dan hati tenang, jujur akan membuat kita menjadi tenang,
tidak takut akan diketahui kebohongannya karena memang tidak berbohong.
٢٨ ُ‫وا َوت َۡط َمئِ ُّن قُلُوبُهُم بِ ِذ ۡك ِر ٱهَّلل ۗ ِ أَاَل بِ ِذ ۡك ِر ٱهَّلل ِ ت َۡط َمئِ ُّن ۡٱلقُلُوب‬ ْ ُ‫ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
Artinya : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram” (Q.S. Ar-Ra’d : 28)
2. Mendapat kemudahan dalam hidupnya.
3. Selamat dari azab dan bahaya.
۞ ‫ َوٱلَّ ِذي َجٓا َء‬٣٢ َ‫س فِي َجهَنَّ َم َم ۡث ٗوى لِّ ۡل ٰ َكفِ ِرين‬ َ ‫ق إِ ۡذ َجٓا َء ۚ ٓۥهُ أَلَ ۡي‬
ِ ‫ب بِٱلص ِّۡد‬ َ ‫ب َعلَى ٱهَّلل ِ َو َك َّذ‬َ ‫فَ َم ۡن أَ ۡظلَ ُم ِم َّمن َك َذ‬
ٰ ٓ
ۡ‫ لِيُ َكفِّ َر ٱهَّلل ُ ع َۡنهُم‬٣٤ َ‫ لَهُم َّما يَ َشٓاءُونَ ِعن َد َربِّ ِهمۡۚ َذلِكَ َجزَٓا ُء ۡٱل ُم ۡح ِسنِين‬٣٣ َ‫ك هُ ُم ۡٱل ُمتَّقُون‬ َ ِ‫ق بِ ِٓۦه أُوْ ٰلَئ‬
َ ‫ص َّد‬
َ ‫ق َو‬ ۡ ِ‫ب‬
ِ ‫ٱلصِّد‬
٣٥ َ‫وا يَ ۡع َملُون‬ ْ ُ‫وا َويَ ۡج ِزيَهُمۡ أَ ۡج َرهُم بِأ َ ۡح َس ِن ٱلَّ ِذي َكان‬ ْ ُ‫أَ ۡس َوأَ ٱلَّ ِذي َع ِمل‬
Artinya : “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat
dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya?
Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang
kafir. Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya,
mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka
kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang
berbuat baik. Agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan
yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. az-Zumar : 32-35)
4. Dijamin masuk surga.
5. Dicintai oleh Allah Swt. Dan rasul-Nya.

2.2 PERILAKU SYAJA’AH


A. Pengertian Syaja/ah
Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata al-
jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran
di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim
untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam rangka membela
kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya
menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.
Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu
seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada
keberanian menerima musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada
diri seorang pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain
itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi di medan laga,
melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat
menurut semestinya.

B.      Penerapan Syaja’ah dalam Kehidupan
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu :
1)       Rasa takut kepada Allah Swt.
2)       Lebih mencintai akhirat daripada dunia.
3)       Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.
4)       Tidak menomor satukan kekuatan materi.
5)       Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah.

Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya


ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena
dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat
maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah (berani)
bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama sekali)”
Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu
bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari
tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan
berdasarkan pertimbangan maslahat.

Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang berjuang


di medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan
tugas dan kewajibannya secara bertanggungjawab. Kepala keluarga dikategorikan
berani apabila mampu menjalankan tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai
dikatakan berani apabila mampu menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus
nya.
Keberanian terbagi kepada terpuji (al-mahmudah) dan tercela (al-
madzmumah). Keberanian yang terpuji adalah yang mendorong berbuat maksimal
dalam setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan sejati.
Sedangkan berani yang tercela adalah apabila mendorong berbuat tanpa
perhitungan dan tidak tepat penggunaannya.

Landasan Keberanian

1-         Iman yang kokoh


Dalam kisah hijrah Rasullullah dan Abu Bakr ke Madinah, sesampai di gua Tsur
keadaan mencekam dirasakan Abu Bakar, “Ya Rasulullah, sekiranya salah satu
dari mereka melihat betisnya maka mereka pasti akan melihat kita.”  Rasulullah
SAW. menenangkannya dengan menyatakan, “Duhai Abu Bakar, apakah kamu
mengira kita di sini cuma berdua. Tidak, Abu Bakar. Kita di sini bertiga.
Janganlah takut dan gentar,  Allah bersama kita.”

Sikap keberanian yang ditunjukkan Rasulullah disaat tidak ada lagi pertolongan
apa-apa selain Allah, adalah pengejewantahan keimanan yang begitu kuat.
Sekiranya iman lemah, mungkin akan mendatangkan kepanikan.

Diantara turunan sikap dari keimanan yang kokoh adalah berupa hanya
menggantungkan harapan kepada Allah dan juga sikap tawakkal yang benar,
sehingga menimbulkan sikap berani dalam diri seseorang dalam menghadapi
segalam macam situasi dan tantangan.

2-         Bersabar Terhadap Ketaatan


Banyak tantangan, baik dari dalam diri sendiri berupa hawa nafsu, maupun
godaan syaithan yang tak akan pernah berhenti sampai akhir hayat, atau godaan
manusia lainnya yang ingin menjerumuskan pada kebatilan. Semua itu akan selalu
dihadapi, kondisi hidup yang sedang dihadapi, semisal himpitan masalah
ekonomi, musibah dan lainnya bisa jadi melunturkan semangat. Tetapi, itulah
memang jalan yang harus dihadapi. Bersabar adalah kunci, mudah diucapkan tapi
sangat sulit untuk dilaksanakan. Sabar jugalah jalan yang ditempuh para Rasul
dan Nabi, salafus shaleh. Sehingga kita pun mesti berjuang dengan penuh
kesabaran untuk menjalani ketaatan kepada Allah.

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu


dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu beruntung”. (QS 3: 200)
 
Sikap sabar jelas bukan berarti menerima segala bentuk penindasan apalagi
berkaitan dengan pelecehan nilai agama, tapi sabar justru melahirkan sikap
keberanian dalam menjalani perintah Allah sekaligus berjuang dalam menegakkan
kalimat Allah. Sikap keberanian di sini tidak melulu terwujud dalam bentuk
kebringasan, gagah perkasa, tapi bisa jadi dalam bentuk kelembutan dan
memaafkan demi kemaslahatan yang lebih besar. Layaknya suri tauladan yang
sangat menyentuh oleh Rasulullah, ketika dakwah nya di tolak di Taif yang
sampai pada bentuk kekerasan. Namun, keberanian Rasulullah untuk memaafkan
walaupun sungguh berat waktu itu ujiannya, karena pandangan jauh ke depan,
membuat azab yang bisa jadi ditimpakan pada Taif tak jadi diturunkan. Dan buah
dari kesabaran tersebut terwujud dengan ber Islam nya penduduk Taif kemudian
hari.

Keimanan yang kuat akan menumbuhkan kecintaan yang lebih pada akhirat dari
pada kehidupan dunia.

3-         Mewariskan Hal yang Terbaik


Kita dalam tanda kutip adalah produk masa lalu, hasil didikan berbagai pihak
bermula mungkin orang tua, keluarga, guru, lingkungan dan seterusnya. Sehingga
sedikit banyaknya karakter yang kita miliki sekarang ini adalah buah dari
pendidikan orang-orang yang terdahulu. Jika pendidikan yang itu baik, akan
menghasilkan generasi yang baik. Begitu juga dengan kedepannya, kita adalah
bagian dari orang yang akan mewarisi generasi masa depan. Karena perjuangan
dakwah adalah perjuangan sampai akhir zaman, bukan satu generasi saja.
Sehingga menyiapkan generasi baru yang kuat, adalah keharusan bagi
keberlangsungan dakwah.  

Selain itu generasi  yang kuat dan mandiri akan lebih berpeluang melahirkan
karakter pemberani. Perumpamaan orang-orang yang hidup dibawah belas kasihan
orang lain, atau orang yang meminta-minta, bisa jadi akan berkurang
keberaniannya dalam menyampaikan kebenaran terutama kepada pihak dimana
dia meminta-minta atau mendapat belas kasihan.

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan


di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS 4: 9)

Nubuwah terkait penaklukan konstantinopel yang disampaikan Rasullullah


menjadikan kaum muslimin pada masanya dan setelahnya berharap bisa menjadi
orang yang disebutkan Rasulullah menjadi tokoh utama penakluknya atau anak
keturunannya, atau mungkin menjadi bagian barisan tentaranya. Dan pada
akhirnya panglima Al Fatih bersama para tentaranya yang berhasil menaklukan
baru muncul berabad setelah penyampaian nubuwah tersebut. Dalam kisahnya,
beliau telah dipersiapkan semenjak dini berupa penanaman karakter, akhlak ilmu
dan seterusnya.

Bagaimana dengan masa kini? Janji Allah akan kembalinya kekuatan besar kaum
muslimin mneguasai dunia sebelum akhir zaman, semoga memotivasi kita untuk
mempersiapkan generasi penerus yang semoga menjadi bagian menuju
kebangkitan umat Islam, walaupun mungkin tidak hidup dimasa kejayaan tersebut
nantinya.
Bentuk-bentuk Asy Syaja’ah

1-         Keberanian menghadapi musuh dalam peperangan di jalan Allah


(jihad fii sabililah)
Banyak sekali kisah tauladan pada para sahabat generasi pertama umat Islam
dapat diambil, mereka tidak takut akan mati, tidak cinta dunia, lebih mencintai
kehidupan akhirat. Sehingga ketika perintah jihad datang, disambut dengan
semangat tinggi.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang


kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka
(mundur). Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu,
kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan
pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa
kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat
buruklah tempat kembalinya.” (QS. al-Anfal [8]: 15-16).

2-         Berani menegakkan kebenaran


Mengatakan yang benar dengan terus terang memang sesuatu yang pahit bila
dilihat dari sisi dampak yang bakal muncul. Namun bila dilihat dari sisi manfaat
dan izzah keimanan ia menjadi sebuah keharusan. Sebagaimana sabda Nabi saw
melalui Hadits Riwayat Ibnu Hibban. ‘Qulil haq walau kaana muuran ’ (katakan
yang benar meskipun itu pahit) dan berkata benar di hadapan penguasa yang
zhalim adalah juga salah satu bentuk jihad bil lisan. Jelas saja dibutuhkan
keberanian menanggung segala risiko bila kita senantiasa berterus terang dalam
kebenaran.

"Jihad yang paling afdhal adalah memperjuangkan keadilan di hadapan


penguasa yang zhalim”. (Hadits Riwayat Abu Daud Dan Tirmidzi)

3-         Memiliki Daya Tahan Yang Besar


Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan
mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.

Banyak suri tauladan dalam sejarah perjuangan penyebaran dan penegakan Islam.
Di masa-masa awal penyebaran Islam dalam fase Makkah, begitu besar sekali
bentuk cobaan yang dirasakan kaum muslimin. Kekuatan yang belum seberapa
saat itu, masih dalam rintisan awal-awal dakwah, harus dihadapi berbagai bentuk
perlawanan, permusuhan, makar. Boikot ekonomi, siksaan terhadap individu
bahkan pembunuhan. Secara umum kaum muslimin sungguh menderita waktu itu.

Sahabat Bilal menunjukkan sikap ketahanan ini, daya tahan yang begitu besar
dalam menghadapi siksaan pemuka kaum Quraisy. Dan juga Keberanian
mempertahankan aqidah hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin
Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuh suburkan
perjuangan dengan darahnya yang mulia.

4-         Kemampuan Menjaga Rahasia


Merupakan kemampuan berani bertanggung jawab dan amanah, karena
menyimpan rahasia bukanlah hal yang mudah. Menjaga rahasia adalah perkara
yang sangat penting, apakah untuk menjaga kehormatan seseorang atau bahkan
sampai untuk menjaga keberlangsungan dakwah.

Tidak semua orang tentunya bisa memiliki karakter ini, bahkan selevel sahabat
pun hanya segelintir orang yang mendapat kepercayaan dari Rasulullah untuk
menyimpan rahasia. Adalah Huzaifah ibnul Yaman r.a. seorang sahabat Nabi yang
dikenal dengan sebutan shahibus sirri. Dia dapat menyimpan rahasia dengan baik.
Hingga tidak diketahui yang lain akan tugas dan tanggung jawabnya menjaga
rahasia. Dia berani menghadapi konsekuensinya sekalipun terasa amat berat. Akan
tetapi yang membuat gentar dirinya adalah bila tertangkap musuh. Sebagaimana
yang pernah ia ungkapkan pada Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, saya tidak takut
bila harus mati, akan tetapi yang aku takutkan adalah bila aku tertangkap.”

5-         Mengendalikan Nafsu


Nafsu adalah bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia. Nafsu tidak dapat
dihilangkan tapi dapat dikendalikan.
 
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat
oleh Tuhanku.” (QS. 12: 53).

Diantara bentuk nafsu adalah amarah. Allah menyebutkan dalam Alqur’an


bahwasanya salah satu ciri orang bertakwa adalah mampu menahan amarah dan
memaafkan kesalahan orang lain .

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan


surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang
yang bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak baik diwaktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang
lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”(QS. 3:133-134).

  “Bukanlah dinamakan pemberani itu orang yang kuat bergulat, sesungguhnya


pemberani itu ialah orang yang sanggup menguasai dirinya di waktu
marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sayyidina Ali ketika dalam peperangan, diludahi oleh musuh beliau, bukannya
malah emosi, justru beliau menghentikan tebasan pedang yang siap untuk
menebas musuh tersebut, karena Ali takut kepada Allah sekiranya sikapnya justru
dilandasi oleh amarah terhadap sikap musuh bukan karena mengharapkan
keridaan Allah.
6-         Mengakui Kesalahan
Mengakui kesalahan bukanlah perkara gampang, butuh keberanian untuk betul-
betul merasakan sendiri sambil mencari cara untuk memperbaikinya, bukan justru
mengelakkannya apalagi menuduhkan kesalahan diri sendiri pada orang lain. Dan
apabila berkaitan dengan pihak lain, tidak ragu, takut atau merasa hina untuk
meminta maaf, dan bersedia bertanggung jawab.

Allah telah memberikan pelajaran berharga kepada umat manusia, melalui


perjalanan hidup Nabi Adam. Semua manusia berpotensi berbuat kesalahan,
namun rahmat pengampunan Allah sungguh besar, senantiasa terbuka sebelum
ajal menjemput.

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami
termasuk orang-orang yang merugi”. (QS 7: 23)

Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri adalah seorang ulama di jaman Khalifah Harun
Al Rasyid. Alkisah pada suatu hari Khalifah sedang melaksanakan ibadah haji,
sebagaimana lazimnya penguasa yang ada sekarang, seluruh tempat yang akan
dilaluinya tertutup untuk untuk umum. Pada saat Khalifah melakukan sa'i antara
bukit Marwah dan Shofa seorang diri, sambil disaksikan, ribuan jamaah haji,
berangkatlah Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri ke tempat sa'i. Sesampainya di
Shofa, kebetulan Khalifah baru saja tiba di sana. Berteriaklahlah beliau,
"Haruuuun...!", tanpa menyebut embel-embel kekhalifahan.  Mendengar jeritan
tadi, seluruh jamaah termasuk Khalifah terkejut melihat ke arah datangnya suara.
Melihat wajah yang memanggil, menjawablah beliau, "Labbaika ya 'amm".

"Naiklah ke bukit Shofa! Lihatlah ke Ka'bah, berapakah jumlah manusia di


sana ?". "Tidak ada yang dapat menghitungnya kecuali Allah", jawab
Khalifah.  "Ketahuilah, setiap orang dari mereka akan dimintai pertanggung-
jawabannya nanti di hadapan Allah, dan kamu akan diminta pertanggung-
jawabanmu oleh Allah atas dirimu dan seluruh rakyatmu.  Lihatlah kepada dirimu,
apakah pantas engkau perlakukan ummat seperti ini ?". Mendengar ucapan
Abdullah bin Abdul Aziz Al-Amri tersebut, menangislah Khalifah seraya
mengakui kesalahan yang beliau lakukan. [5] Sikap Abdullah bin Abdul Aziz Al-
Amri juga mencerminkan point nomor 2, berterus terang dalam kebenaran,
meskipun harus disampaikan pada seseorang yang berposisi khalifah sekalipun.

7-         Bersikap Obyektif Pada Diri Sendiri


Mengukur diri, memahami bahwa diri memiliki kekurangan dan kelebihan.
Kekurangan untuk diperbaiki semaksimal mungkin dan kelebihan untuk
dioptimalkan sebaik mungkin. Jangan terlalu berlebihan memandang diri yang
mungkin bisa berakhir pada keangkuhan dan kesombongan. Umar bin Abdul Aziz
seorang khalifah yang sangat mashur, bahkan ada sebutan bahwasanya beliau
adalah khulafaur rasyidin yang ke-5, memberikan contoh saat berpidato dihadapan
rakyatnya: “Aku bukanlah orang yang paling baik dari kalian. Aku hanyalah
manusia seperti kalian akan tetapi aku mendapatkan amanah yang amat besar
melebihi kalian. Karena itu bantulah diriku dalam menunaikan amanah ini.”

C.       Keutamaan syaja’ah
Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal yang ditakuti
itu dapat diperkecil atau dihindari. Oleh karena itu orang yang mempunyai
sifat syaja’ah memiliki ketenangan hati dan kemampuan mengolah sesuatu
dengan pikiran tenang.
Menurut Ibnu Miskawih, sifat Syaja’ah mengandung keutamaan-keutamaan
sebagai berikut:
Jiwa besar, yaitu sadar akan kemnampuan diri dan sanggup melaksanakan
pekerjaan besar yang sesuai dengan kemampuannya. Bersedia mengalah dalam
persoalan kecil dan tidak penting Menghormati tetapi tidak silau kepada orang
lain.
a.       Tabah, yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian
keyakinan deipegangnya dengan mantap
b.      Keras Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus asa serta
tidak mudah dibelokkan dari tujuan yang diyakini
c.       Ketahanan, yaitu tahan menderita akibat perbuatan dan keyakinannya
d.      Tenang, yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi) dan
tidak lekas marah
e.       Kebesaran, yaitu suka melakukan pekerjaan yang penting atau besar

D.      Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:


1)          Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak,
misalnya keberanian waktu menghadapi musuh dalam peperangan (al-Jihad fi
Sabilillah). Allah berfirman :  
(244)  ‫وا أَ َّن هَّللا َ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ ْ ‫وا فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َوا ْعلَ ُم‬
ْ ُ‫َوقَاتِل‬
artinya :  “dan berperang lah kamu di jalan allah, dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui “ ( Qs. Al- baqarah: 244)  
2)           Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan
dan menegakkan kebenaran
a)     Keberanian mengatakan kebenaran sekalipun didepan penguasa yang
DzalimDari Abu Sa’id Al Khudri, NabiMuhhammad saw bersabda :
ٍ َ‫ض ُل ْال ِجهَا ِد َكلِ َمةُ َع ْد ٍل ِع ْن َد س ُْلط‬
‫ان َجائِ ٍر‬ َ ‫أَ ْف‬
Artinya “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang
baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no.
2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits
ini hasan).

b)     Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia bisa


melampiaskannya dan firman Allah swt:
‫س ع َِن ْالهَ َوى‬
َ ‫َوأَ َّما َم ْن خَ افَ َمقَا َم َربِّ ِه َونَهَى النَّ ْف‬
Artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.)

E.       Hikmah Syaja’ah
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki
setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan
berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.
Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat,
tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai.
Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak
dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat
ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika
seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah
diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya
2.3 Keterkaitan Antara Syaja'ah dengan Upaya Mewujudkan
Kejujuran dalam Kehidupan Sehari-Hari

          Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti menemukan Fakta-Fakta tentang


Perilaku Syaja'ah dalam kehidupan sehari-hari, ada banyak contoh yang bisa kita
lihat dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1). Seorang karyawan tidak berani untuk menegur bosnya dalam kecurangan
usaha 
     karena takut dipecat dari perusahaan
2). Seorang siswa tidak berani untuk menegur temannya yang mencontek ketika
sedang 
      ulangan karena takut dibenci oleh temannya
     
          Hal-hal tersebut bisa terjadi karena Kurangnya Iman dalam diri kita, dan
takut akan resiko yang akan ditanggungnya, sehingga Kita tidak berani untuk
berperilaku Syaja'ah dalam kehidupan kita sehari-hari

          Setelah mengetahui Fakta-fakta yang terjadi, kita juga harus tahu Apa itu
Syaja'ah?, Syaja'ah dalam bahasa Arab berarti Kebenaran dan keperwiraan, yaitu
keteguhan hati dalam diri seseorang untuk berani mengatakan kebenaran dan
menanggung resikonya. Lawan kata Al-Syaja'ah adalah Al-Jubn yang berarti
pengecut. Dalam kehidupan, kita tidak boleh menyalahartikan perilaku Syaja'ah
karena hal tersebut bisa membuat jiwa seorang Muslim menjadi hina.

          Makna Syaja'ah sendiri adalah Keteguhan hari seseorang untuk berani


mengatakan kejujuran tanpa takut untuk menanggung resikonya. Hal ini sudah
ditegaskan yang sebuah hadits yang artinya "Katakanlah yang benar walaupun itu
Pahit"(H.R. Ahmad), Makna tentang Keterkaitan Syaja'ah dengan Usaha adalah
Keberanian untuk melakukan suatu upaya atau tindakan yang bertujuan
menegakkan kebenaran. Dari Fakta-Fakta yang kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari merupakan pengajaran bagi kita untuk tidak melakukan perilaku atau
sikap pengecut dalam mewujudkan kebenaran karena Rasulullah menegaskan
Umatnya untuk senantiasa berprilaku baik, salah satunya berperilaku Syaja'ah.
Banyaknya kritik Masyarakat tentang Fakta-fakta yang terjadi dikehidupan ini,
antara lain Kurangnya didikan dari Orang tua, kurangnya Keimanan yang teguh
dalam setiap diri manusia, Mereka tidak peduli bahwa perilaku Syaja'ah adalah
hal yang harus ditanamkan dalam diri.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Kejujuran merupakan sifat yang tertanam pada diri manusia yang pada dasarnya
kemauan pada diri manusia itu sendiri dengan membiasakan diri dan rasa
kepercayaan diri yang kuat akan cenderung berdampak positif dari pada negative.
Setiap Muslim harus memiliki sifat Syaja'ah. Jika menerapkan sikap jujur dan
berani, secara tidak langsung kita telah melatih kemampuan kita. Sampai dimana
kemampuan kita? Itu pernyataan yang akan timbul dan terjawab sendiri dengan
hasil yang di peroleh.

Syajaah dan jujur ini merupakan kedua perilaku yang saling berkaitan, dimana
tertulis dalam suatu hadits yang artinya "Katakanlah yang benar walaupun itu
pahit"(H.R. Ahmad). agar dalam kehidupan ini kita bisa mewujudkan kejujuran
dan membela kebenaran, Karena sesungguhnya Jika Allah SWT memerintahkan
kita untuk melakukan sesuatu, maka lakukanlah karena Allah SWT mempunyai
rencana yang baik untuk diri kita kedepannya.

3.2 Saran
Kita sebagai seorang muslim harus bisa menanamkan berani dalam kejujuran di
kehidupan sehari-hari. Kita harus bisa berperilaku jujur dan berani dalam
melakukan pekerjaan dan aktifitas sehari-hari, apalagi dalam halnya kebenaran,
kita harus berani mengatakan yang sejujurnya. Karena keutamaan berpelrilaku
jujur akan meninggalkan rasa tentram, aman dan hati tenang. Berani dalam
kejujuran dapat membawa keberkahan dalam usaha kita dan dengan jujur kita
akan dipercayai orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

http://salamunsingajay
https://bukubiruku.com/pentingnya-mempunyai-sifat-jujur/
http://ainiyahnur31.blogspot.com/2015/01/pentingnya-perilaku-jujur.html
http://mfahrisetiono.blogspot.com/2016/09/makalah-pendidikan-agama-islam-
tentang.html
a.blogspot.com/2017/03/materi-syajaah.html
http://sikapsyajaahdalamkehidupan.blogspot.com/2018/10/keterkaitan-antara-
syajaah-dengan-upaya.html
http://ildenabineri.blogspot.com/2015/05/tinjauan-dan-bahasan-materi-tentang-
asy.html
dannyferdiansyah.blogspot.co.id/2013/11/makalah-tentang-kejujuran.html?m=1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.1991
homeworkapw.blogspot.co.id/2013/09/makalah-sifat-terpuji-jujur_6860.html?
m=1
Kementrian Pendidikan dan, Kebudayaan. Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Jakarta. 2014
ukhuwahislah.blogspot.co.id/2013/10/makalah-jujur-da,lam-perkataan-dan.html?
m=1
https://rahmatikhsan78.wordpress.com/2014/04/03/26/

Anda mungkin juga menyukai