Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam sebagai agama yang sempurna mengajarkan tentang pola hidup yang
sederhana, hal ini tergambar dari pribadi Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi
wasalam. Banyak ayat Al-Quran dan juga hadist yang menjelaskan tentang
pola hidup sederhana dan juga perintah untuk menyantuni kaum dhu’afa yang
penting diketahui oleh setiap penuntut ilmu.

Islam mengajarkan kepada setiap orang yang memeluknya untuk berbuat


baik kepada sesamanya terlebih kepada orang-orang yang lemah yang
membutuhkan bantuan dari orang lain. Berlatar belakang pada pentingnya
pembahasan pada dua topic tersebut yang membuat penulis merasa lebih
bersemangat dalam membuat makalah ini, yang penulis harapkan bisa
bermanfaat bagi teman-teman mahasiswa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja ayat Al-Quran yang membahas tentang pola hidup sederhana?
2. Apa saja ayat Al-Quran yang membahas tentang perintah untuk
menyantuni kaum dhu’afa?
3. Apa saja hadist tentang pola hidup sederhana dan anjuran untuk
menyantuni kaum dhu’afa?
4. Bagaimana penerapan pola hidup sederhana dan berbuat baik kepada
kaum dhu’afa?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui ayat dalam Al-Quran yang membahas tentang pola
hidup sederhana.
2. Untuk mengetahui ayat dalam Al-Quran yang membahas tentang
perintah untuk menyantuni anak yatim.

1
3. Untuk mengetahui apa saja hadist yang membahas tentang pola hidup
sederhana dan anjuran untuk menyantuni kaum dhu’afa.
4. Untuk mengetahui cara penerapan pola hidup sederhana dan berbuat
baik kepada kaum dhu’afa.

D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai tambahan bacaan khususnya mengenai pola hidup sederhana
dan perintah untuk menyantuni kaum dhu’afa.
2. Sebagai tambahan pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat- ayat Al-Quran tentang pola hidup sederhana


1. Al-Quran surah Al-Israa ayat 26-30

‫ إِ َّن‬٢٦ ‫ ِذيرًا‬111‫ ِّذ ۡر ت َۡب‬111َ‫يل َواَل تُب‬ َّ َ‫ ِكينَ َو ۡٱبن‬111‫ربَ ٰى َحقَّهۥُ َو ۡٱل ِم ۡس‬111
ِ ِ‫ب‬111‫ٱلس‬ ۡ ُ‫ت َذا ۡٱلق‬ ِ ‫وَ َءا‬
‫ َوإِ َّما‬٢٧ ‫ورا‬11 ٗ ُ‫ربِّ ِهۦ َكف‬11 ٰ
َ ِ‫ ۡيطَ ُن ل‬11‫ٱلش‬ َّ َ‫ ٰ َون‬11‫انُ ٓو ْا إِ ۡخ‬11‫ ِّذ ِرينَ َك‬11َ‫ۡٱل ُمب‬
َّ َ‫ان‬11‫ ٰيَ ِطي ۖ ِن َو َك‬11‫ٱلش‬
٢٨ ‫ورا‬ ٗ 1‫واٗل َّم ۡي ُس‬1ۡ 1َ‫ل لَّهُمۡ ق‬11ُ‫ا فَق‬11َ‫ك ت َۡرجُوه‬ َ ِّ‫ة ِّمن َّرب‬1ٖ 1‫ض َّن ع َۡنهُ ُم ۡٱبتِغَٓا َء َر ۡح َم‬َ ‫تُ ۡع ِر‬
‫ ا‬1‫وم‬ ٗ ُ‫ َد َمل‬1‫ ِط فَت َۡق ُع‬1 ‫ َّل ۡٱلبَ ۡس‬1‫ ۡطهَا ُك‬1 ‫كَ َواَل ت َۡب ُس‬11ِ‫ةً إِلَ ٰى ُعنُق‬1 َ‫ك َم ۡغلُول‬ ۡ 1‫َواَل ت َۡج َع‬
َ ‫ َد‬1 َ‫ل ي‬1
‫يرا‬1 ۚ
َ ۢ 1ِ‫ا ِد ِهۦ َخب‬11َ‫ق لِ َمن يَ َشٓا ُء َويَ ۡق ِد ُر إِنَّ ۥهُ َكانَ بِ ِعب‬ ۡ ُ‫ إِ َّن َربَّكَ يَ ۡب ُسط‬٢٩ ‫َّم ۡحسُورًا‬
َ ‫ٱلرِّز‬
٣٠ ‫يرا‬ ٗ ‫ص‬
ِ َ‫ب‬
Artinya :

26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaranya setan dan setan itu
adalah sangat ingkar kepada Tuhan-nya.

28. Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhan-
mu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.

29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal.

30. Sesungguhnya Tuhan-mu melapangkan rezeki kepada siapa yang dia


kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui dan
Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.

3
a. Isi kandungan surah Al-Israa; ayat 26-30

Pada ayat ke 26, Allah SWT. memerintahkan supaya berlaku baik


kepada kedua orangtua, karena keduanyalah merupakan sebab yang
nyata dari keberadaan seorang anak manusia. Lalu, diperintahkan pula
agar memberikan hak-hak kerabat yang dekat, kemudian
diperintahkan supaya memperbaiki keadaan orang orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, karena memperbaiki keadaan
mereka berdua, berarti memperbaiki keadaan masyarakat. Sebab, umat
islam seluruhnya adalah bersaudara, masing-masing dari mereka
merupakan tangan yang patut memberikan pertolongan kepada
sesamanya. Kemudian dilanjutkan dengan larangan untuk berlaku
boros.1

Sementara itu, M. Quraish Shihab menjelaskan kata () ikhwan pada


ayat ke 27, merupakan bentuk jamak dari kata () akh yang biasa
diterjemahkan saudara. Dari sini persamaan dalam asal usul keturunan
mengakibatkan persaudaraan, baik asal usul jauh, lebih-lebih yang
dekat. Persaudaraan setan dan pemboros adalah persamaan sifat-
sifatnya, serta keserasian antar keduannya. Mereka sama-sama
melakukan hal-hal yang bathil. Persaudaraan itu dipahami oleh ibn
‘Asyur dalam arti kebersamaan dan ketidak berpisahan setan dengan
pemboros. Ini karena biasanya saudara selalu bersama saudaranya dan
enggan berpisah dengannya.penyifatan setan dengan kafur/sangat
ingkar merupakan peringatan keras kepada para pemboros yang
menjadi teman setan itu, bahwa persaudaraan dan kebersamaan
mereka dengan setan dapat menghantarkanmereka pada kekufuran.2

1
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Terj. Hery Noer Aly, Anshori Umar, Bahrun
Abubakar, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, CV. Toha Putra, cet. 1, 1988, hlm. 56
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta:Lentera Hati, vol.7, 2002, hlm. 452

4
Pada ayat ke 28 menjelaskan bahwa seseorang tidak selalu
memiliki harta atau sesuatu untuk dipersembahkan kepada keluarga
mereka yang butuh. Namun paling tidak rasa kekerabatan dan
persaudaraan serta keinginan membantu harus selalu menghiasi jiwa
manusia, karena itu ayat tersebut menuntun dan jika kondisi keuangan
dan kemampuan tidak memungkinkan untuk membantu mereka
sehingga memaksa engkau berpaling dari mereka bukan karena
enggan membantu, tetapi berpaling dengan harapan suatu ketika
engkau berhasil untuk memperoleh rahmat dari Tuhan pemelihara dan
selama ini selalu berbuat baik kepadamu, maka katakanalah kepada
mereka ucapan yang mudah yang tidak menyinggung perasaannya dan
melahirkan harapan dan optimisme.3

Ayat ke 29 merupakan salah satu ayat yang menjelaskan bahwa


salah satu hikmah yang sangat luhur, yakni kebajikan yang merupakan
pertengahan antara kecerobohan dan sifat pengecut. Kedermawanan
adalah pertengahan antara pemborosan dan kekikiran, demikian
seterusnya.4

Ayat ke 30 menunjukan bahwa rezeki yang disediakan Allah SWT


untuk setiap hamba-Nya mencukupi masing-masing yang
bersangkutan. Dari satu sisi manusia hanya dituntut untuk berusaha
semaksimal mungkin untuk memperolehnya, kemudian menerimanya
dengan rasa puas disertai dangan rasa keyakinan bahwa itulah yang
terbaik untuknya masa kini dan mendatang. Dari sisi lain ia harus
yakin bahwa apa yang gagal diperolehnya setelah usaha maksimal itu
hendaknya ia yakini bahwa hal tersebut adalah yang terbaik. Karena
itu ia tidak perlu melakukan kegiatan yang bertentangan dengan
tuntunan Allah SWT. Untuk memperoleh rezeki, karena apa yang

3
Ibid.,hlm. 453
4
Ibid. hlm. 454

5
tidak direstui oleh Allah, pasti akan merugikannya, kalau bukan
sekarang di dunia ini maka di akhirat kelak.5

2. Al-Quran surah Al-Furqan ayat 67

َ ِ‫ُوا َو َكانَ بَ ۡينَ ٰ َذل‬


٦٧ ‫ك قَ َو ٗاما‬ ْ ‫وا َولَمۡ يَ ۡقتُر‬
ْ ُ‫وا لَمۡ ي ُۡس ِرف‬
ْ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ إِ َذٓا أَنفَق‬
Artinya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian.

a. Isi kandungan surah Al-Furqan ayat 67


Orang yang tidak berlaku mubadzir didalam mengeluarkan nafkah,
maka tidak mengeluarkannya lebih dari kebutuhan, tidak pula kikir
terhadap diri mereka, sehingga mengabaikan kewajiban terhadap diri
mereka dan keluarga mereka, sehingga mengeluarkannya secara adil
dan pertengahan, dan sebaik-baik perkara adalah yang paling
pertengahan.

3. Al- Quran surah Al-Qashash ayat 79-82

‫ٓا‬11‫ َل َم‬1‫ا ِم ۡث‬11َ‫ ُّد ۡنيَا ٰيَلَ ۡيتَ لَن‬1‫وةَ ٱل‬1ٰ 1َ‫ال ٱلَّ ِذينَ ي ُِري ُدونَ ۡٱل َحي‬ َ َ‫خَر َج َعلَ ٰى قَ ۡو ِم ِهۦ فِي ِزينَتِ ِۖۦه ق‬َ َ‫ف‬
ِ ‫ َوابُ ٱهَّلل‬1 َ‫وا ۡٱل ِع ۡل َم َو ۡيلَ ُكمۡ ث‬1 ْ 1ُ‫ال ٱلَّ ِذينَ أُوت‬1َ 1َ‫ َوق‬٧٩ ‫ظ َع ِظ ٖيم‬ ُ ‫ ر‬1َ‫أُوتِ َي ٰق‬
ٍّ 1‫ ُذو َح‬1 َ‫ُون إِنَّهۥُ ل‬
ۡ
ِ ‫د‬1ِ‫فنَا بِ ِهۦ َوب‬1‫ فَ َخ َس‬٨٠ َ‫بِرُون‬1‫ٱلص‬
‫َار ِه‬ َّ ٰ ‫ٓا إِاَّل‬11َ‫صلِ ٗح ۚا َواَل يُلَقَّ ٰىه‬َ ٰ ‫ر لِّ َم ۡن َءا َمنَ َو َع ِم َل‬ٞ ‫خَي‬
ۡ
َ‫ ِرين‬1 ‫َص‬ ۡ
ِ ‫انَ ِمنَ ٱل ُمنت‬11‫ا َك‬11‫ون ٱهَّلل ِ َو َم‬ ِ ‫رُونَهۥُ ِمن ُد‬1 ‫نص‬ ُ َ‫ض فَ َما َكانَ لَ ۥهُ ِمن فِئ َٖة ي‬ َ ‫ٱأۡل َ ۡر‬
‫ق لِ َمن‬ َ ‫ر ِّۡز‬1‫طُ ٱل‬1‫أ َ َّن ٱهَّلل َ يَ ۡب ُس‬1‫ونَ َو ۡي َك‬1ُ‫س يَقُول‬ ِ ۡ‫ٱأۡل َم‬1ِ‫صبَ َح ٱلَّ ِذينَ تَ َمنَّ ۡو ْا َم َكانَ ۥهُ ب‬ۡ َ‫ َوأ‬٨١
َ‫يَ َشٓا ُء ِم ۡن ِعبَا ِد ِهۦ َويَ ۡق ِد ۖ ُر لَ ۡوٓاَل أَن َّم َّن ٱهَّلل ُ َعلَ ۡينَا لَخَ َسفَ بِن َۖا َو ۡي َكأَنَّ ۥهُ اَل ي ُۡفلِ ُح ۡٱل ٰ َكفِرُون‬
٨٢
Artinya :

79. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya, berkatalah


orang-orang yang menghendaki dunia, “semoga kita kiranya mempunyai seperti
apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya ia benar-benar mempunyai
keberuntungan yang besar.”

5
Ibid. hlm. 45

6
80. Berkatalah orang-orang yang dianugrahi ilmu, “kecelakaan besarlah bagi
kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan
beramal soleh, dan tidaklah pahala itu diperoleh, kecuali orang-orang yang sabar.”

81. Maka kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya kedalam bumi, maka tidak
ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan
tiadalah dia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).

82. Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu
berkata “aduhai, benarlah Allah melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia
kehendaki dari para hamban-Nya dan menyempitkannya. Kalau Allah tidak
melimpahkan karunia-Nya atas kita, benar-benar Dia telah membenamkan kita
(pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah).”

a. Isi kandungan surah Al- Qashash ayat 79-82


Pada ayat 79 dan 80, menjelaskan bahwa Qarun sengaja tampil
di depan kaumnya dengan seluruh kemegahannya walau ia telah
dinasihati. Sikapnya itu menunjukan betapa ia bersikeras dalam
kedurhakaan. Karena itu menjadi sangat wajar bila ia menerima
sanksi Ilahi. Ayat tersebut menerangkan bahwa disebabkan
kedurhakaan Qarun itu, maka Allah melongsorkan tanahsehingga
ia terbenam beserta rumahnya dan seluruh perhiasan dan
kekayaannya kedalam perut bumi. Dan tidak ada satu pun kaum
yang dapat menolongnya dari sanksi tersebut.

Ucapan kaum beriman yang menyatakan : benarlah Allah


melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dari para
hamban-Nya, secara tidak langsung membuktikan kepada Qarun,
bahkan boleh jadi juga dugaan mereka sebelum peristiwa longsor
itu, bahwa harta Qarun diperoleh karena pengetahuannya, bukan

7
oleh jasa siapa pun, atau bahwa kekayaan adalah pertanda kasih
Allah. Di sini mereka mengakui bahwa tidak dari pengetahuan,
tidak juga ketaatan atau kekufuran yang menjadi sempit atau
luasnya rezeki. Tetapi karena adanya sunatullah yang ditetapkan-
Nya di luar itu semua.6

Di sini terdapat peringatan yang keras bagi kita,banyak di


antara orang-orang yang memamerkan nikmatnya hanyalah untuk
menyombongkan dan membanggakan diri, tak jarang di antara
orang yang mengadakan pesta dan jamuan dalam pesta perkawinan
atau pertemuan-pertemuan, maksudnya hanyalah memamerkan
hartanya yang berlimpah di hadapan kaum kerabatnya, sehingga ia
telah menjadi Qarun dimasanya, yang akibatnya, diri dan hartanya
habis ditelan bumi, Allah melenyapkan kekayaan dan
menjadikannya sebagai pelajaran bagi orang yang mau mengambil
pelajaran.

Banyak manusia lengah akan maksud harta kekayaan, sehingga


mereka menafkahkannya dengan maksud riya dan membanggakan
diri. Akibatnya, rumah dan harta kekayaan mereka akan lenyap dan
menjadi milik orang lain. Ini adalah pembenaman besar-besaran,
akan tetapi pembenaman Qarun tidak ada artinya sama sekali jika
dibandingkan dengan pembenaman dewasa ini, pembenaman
terhadap bangsa, bukan terhadap individu. Setiap nega isalm
dimasuki perampok yang kemudian membuat para penduduknya
menjadi budak dan korban ketamakkannya. Pembenaman terhadap
suatu bangsa (umat) lebih berbahaya dari pada pembenaman
terhadap individu. Biarlah individu dibenamkan, umat tetap kekal.
Akan tetapi jika dibiarkan berkelanjutan, maka Negara akan
menjadi milik perampok satu demi satu, sehingga tidak tersisa

6
Ibid., hlm. 415

8
selain yang diberi rahmat Allah. Hal itu terjadi tidak lain
disebabkan oleh kebodohan umat terhadap agamanya, dan tidak
mengikuti hukum-hukumnya, disamping lengah akan maksud-
maksudnya.7

Apa yang diriwayatkan kaum mufassir salaf tentang perhiasan


Qarun, terdapat hal-hal yang membuat kita harus berhati-hati
dalam meyakini, bahwa cerita-cerita Israiliyyat telah banyak
menyelimutinya diantaranya adalah apa yang diriwayatkan
Qatadah, bahwa Qarun keluar bersama para pengawalnya dengan
mengendarai 4.000 binatang dan mereka mengenakkan pakaian
merah. Disamping itu, binatang-binatang mereka dihiasi kain
beludru yang terbuat dari benang pohon yang bunganya berwarna
merah.

Dalam riwayat dari Muqatil dikatakan, bahwa Qarun keluar dengan


mengendarai seekor binatang bagal yang kuat, yang diatasnya
terdapat pelana dari emas, ia dikawal oleh 4.000 penunggang kuda
yang mengenakan pakaian beludru dari benang pohon yang
bunganya berwarna merah, dengan 300 budak perempuan berkuit
putih yang mengenakan perhiasan dan pakaian berwarna merah
diatas bagal-bagal yang kuat.8

B. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang perintah menyantuni kaum Dhu’afa


Kta dhu’afa berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk jamak dari
kata yang artinya adalah orang yang lemah. Makna dari menyantuni
kaum dhu’afa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk
kaum dhu’afa, kaum dhu’afa sendiri ialah orang yang lemah atau orang
yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantunni sebagai kewajiban

7
Ahmad Mushthafa Al-Maraghi,, Op.cit., jilid.20.  hlm. 178
8
Ibid., hlm. 176

9
muslim untuk saling member, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah
SWT. Perlu digaris bawahi, bahwa “memberi” tidak harus dengan uang,
akan tetapi kita bisa memberikan barang-barang yang lain, seperti
memberikan makanan yang nanti ibadahnya akan mengalir terus seperti
halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab orang
miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah
kepada Allah atau hal positif lainnya akan mendapat pahala yang sama,
ketika ia gunakan tadi, sebaliknya dengan digunakan mencopet atau judi
kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang miskin itu, insya allah
pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin itu.

1. Al-Qur’an surah Al-Israa ayat 26-27

‫ إِ َّن‬٢٦ ‫ ِذيرًا‬111‫ ِّذ ۡر ت َۡب‬111َ‫يل َواَل تُب‬ َّ َ‫ ِكينَ َو ۡٱبن‬111‫ربَ ٰى َحقَّهۥُ َو ۡٱل ِم ۡس‬111
ِ ِ‫ب‬111‫ٱلس‬ ۡ ُ‫ت َذا ۡٱلق‬ ِ ‫َو َءا‬
٢٧ ‫ورا‬ ٗ ُ‫ين َو َكانَ ٱل َّش ۡي ٰطَ ُن لِ َربِّ ِهۦ َكف‬
ِ ۖ ‫ۡٱل ُمبَ ِّذ ِرينَ َكانُ ٓو ْا إِ ۡخ ٰ َونَ ٱل َّش ٰيَ ِط‬
Artinya :

26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaranya setan dan setan itu
adalah sangat ingkar kepada Tuhan-nya.

a. Penjelasan surah Al-Israa ayat 26 dan 27


Allah Ta’ala memerintahkan kepada manusia agar memberikan
hak-hak kerabat yang dekat, kemudian Allah Ta’ala
memerintahkan supaya memperbaiki keadaan orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan, karena dengan memperbaiki keadaan
mereka berdua berarti memperbaiki keadaan masyarakat. Sebab,
umat islam seluruhnya adalah bersaudara, masing-masing dari
mereka merupakan tangan yang patut memberikan pertolongan

10
kepada sesamanya. Kemudian dilanjutkan dengan larangan untuk
berlaku boros.
2. Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 177

َ‫ب َو ٰلَ ِك َّن ۡٱلبِ َّر َم ۡن َءا َمن‬ ِ ‫ق َو ۡٱل َم ۡغ ِر‬ ۡ


ِ ‫وا ُو ٓجُوهَ ُكمۡ قِبَ َل ٱل َم ۡش ِر‬ ْ ُّ‫س ۡٱلبِ َّر أَن تُ َول‬َ ‫۞لَّ ۡي‬
‫ا َل َعلَ ٰى ُحبِّ ِهۦ َذ ِوي‬11‫ب َوٱلنَّبِ ۧ‍يِّنَ َو َءاتَى ۡٱل َم‬ ِ َ‫ ِة َو ۡٱل ِك ٰت‬11‫ر َو ۡٱل َم ٰلَئِ َك‬11 ۡ َ‫بِٱهَّلل ِ َو ۡٱلي‬
ِ ‫و ِم ٱأۡل ٓ ِخ‬11
‫ا َم‬11َ‫ب َوأَق‬ ِ ‫ا‬11َ‫ٓائِلِينَ َوفِي ٱل ِّرق‬11‫ٱلس‬ َّ ‫يل َو‬ َّ َ‫ ِكينَ َو ۡٱبن‬11‫ربَ ٰى َو ۡٱليَ ٰتَ َم ٰى َو ۡٱل َم ٰ َس‬11
ِ ِ‫ب‬11‫ٱلس‬ ۡ ُ‫ۡٱلق‬
‫ٓا ِء‬1‫ين فِي ۡٱلبَ ۡأ َس‬ 1َ ‫بِ ِر‬1‫ٱلص‬ َّ ٰ ‫وا َو‬ْ ۖ ‫ َو َءاتَى ٱل َّز َك ٰوةَ َو ۡٱل ُموفُونَ بِ َع ۡه ِد ِهمۡ إِ َذا ٰ َعهَ ُد‬1َ‫صلَ ٰوة‬ َّ ‫ٱل‬
ٓ ٰ ۖ ٓ ٰ ۡ
١٧٧ َ‫وا َوأُوْ لَئِ َك هُ ُم ۡٱل ُمتَّقُون‬ ْ ُ‫ص َدق‬ َ َ‫س أُوْ لَئِكَ ٱلَّ ِذين‬ ۡ
ِ ۗ ‫ء َو ِحينَ ٱلبَأ‬1ِ ‫ضرَّٓا‬ َّ ‫َوٱل‬
Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur dan barat itu suatu
kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, nabi-nabi, dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, musafir dan orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

a. Isi kandungan surah Al-Baqarah ayat 177


Allah Ta’ala menjelaskan bahwa menghadap kiblat secara tertentu
itu bukan merupakan kebajikan yang dimaksud agama. Sebab,
disyari’atkannya dan menghadap kiblat itu hanya untuk
mengingatkan orang yang sedang menjalani shalat bahwa dirinya
dalam keadaan menghadap Tuhannya.
Iman kepada Allah adalah dasar dari semua kebajikan. Dan
kenyataan ini takan pernah terbukti melainkan jika iman tersebut
telah meresap didalam jiwa dan merayap keseluruhan pembuluh
nadi yang disertai dengan sikap khusyu’, tenang, taat, patuh dan
hatinya tidak akan meledak-ledak lantaran mendapatkan
kenikmatan, dan tak berputus asa ketika tertimpa musibah.9

9
Ibid., hlm. 109

11
Mengeluarkan harta kepada orang-orang yang membutuhkan
karena belas kasihan terhadap mereka, adalah ditujukan kepada
orang-orang sebagai berikut :
1) Sanak family yang membutuhkan, mereka adalah orang
yang paling berhak menerima ulurn tangan.
2) Anak-anak yatim, yakni anak-anak kaum miskin yang tidak
mempunyai ayah yang memberi nafkah kepada mereka.
3) Kaum fakir miskin, mereka adalah orang-orang yang tidak
mampu berusaha mencukupi hidupnya.
4) Ibnu sabil, dan juga orang yang sedang melaksanakan
perjalanan jauh (musafir)
5) Orang yang memina-minta, yakni orang yang terpaksa
melakukan pekerjaan meminta-minta kepada orang lain
karena terdesak kebutuhan yang dirasa sangat berat.
6) Memerdekakan budak hamba sahaya.

Memberikan santunan terhadap golongan-golongan tersebut


tidaklah terikat oleh waktu-waktu tertentu dan tidak
disyaratkan mencapai suatu nishab tertentu seperti zakat. Hal
ini diserahkan sepenuhnya kepada mereka masing-masing yang
akan memberikan santunan.10

C. Hadist tentang pola hidup sederhana dan perintah untuk menyantuni


kaum Dhua’fa

Dari Abu Umamah ra., ia berkata :

“Rasulullah SAW. Bersabda : “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika


kamu memberikan kelebihan hartamu, maka itu lebih baik bagimu, dan
jika kamu menahannya maka itu sangat jelek bagimu. Kamu tidaklah

10
Ibid., hlm. 102

12
dicela dalam kesederhanaan. Dan dahulukanlah orang yang menjadi
tanggunganmu.”11

Dari Abu Umamah Iyas bin tsa’labah Al- Anshoriy Al-Haritsiy ra., ia
berkata : Pada suatu hari, para sahabat Rasulullah SAW. Membicarakan
masalah dunia, kemudian Rasulullah SAW. Bersabda : “apakah kalian
tidak mendengar ? Apakah kalian tidak mendengar? “sesungguhnya
kesederhanaan itu bagian dari iman.12

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata :


Rasulullah SAW. Bersabda : “orang yang menanggung anak yatim baik
anak yatim itu ada hubungan family atau tidak, maka saya dan orang yang
menanggungnya seperti dua jari ini, didalam surga.” Malik bin Anas
perawi hadist itu mengatakan, beliau memberi isyarat dari jari telunjuk dan
jari tengah.13

D. Penerapan pola hidup sederhana


Islam tidak melarang umatnya memiliki harta sebanyak-banyaknya,
bahkan sangat dianjurkan untuk berusaha sekuat tenaga mendapatkan harta
yang banyak dan halal, dan menggunakannya sesuai dengan petunjuk
Allah SWT. ada beberapa perilaku orang muslim yang mengamalkan pola
hidup sederhana dalam perilaku kehidupan sehari-hari, diantaranya
sebagai berikut :

1. Tidak bersikap sombong dengan harta yang dimilikinya


Kebiasaan manusia, ketika memiliki suatu kelebihan selalu bersikap
sombong dan angkuh. Namun, itu hanya dilakukan oleh orang-orang
yang tidak beriman. Adapun bagi mereka yang memiliki keimanan
11
An-Nawawi, Riyadhus Sholihin, terj. Achmad Sunarto,Terjemah Riyadhus Sholihin, Jakarta:
Pustaka Amani, thn. 1999, jilid.1, hlm . 486
12
Ibid., hlm.489
13
Ibid., hlm.289

13
yang kuat serta mengamalkan isi kandungan ayat Al-Qur’an, niscaya
tidak bersikap sombong atas harta yang dimilikinya. Meskipun harta
kekayaannya tersebut sangat melimpah ruah, tak terhitung jumlahnya
dan tak ternilai harganya, namun ia tetap bersikap rendah hati, sopan
dalam ucapan, santun dalam perbuatan, dan selalu bersikap dermawan
kepada sesama. Dengan demikian, hartanya mendatangkan berkah dari
Allah SWT.

2. Menjadikan harta sebagai media untuk beribadah kepada Allah


SWT
Harta adalah titipan Allah SWT, yang harus digunakan sesuai dengan
kehendak pemberinya. Seorang yang beriman dan mengamalkan isi
kandungan Al-Qur’an, niscaya menjadikan harta sebagai media untuk
beribadah kepada Allah SWT. Baik dengan cara bersedekah, berzakat,
maupun cara-cara lainnya. Jadi, semakin banyak harta yang
dimilikinya, akan semakin rajin ibadahnya kepada Allah SWT.

3. Menjadikan harta sebagai penunjang untuk mencari ilmu


Menyadari betapa pentingnya ilmu pengetahuan, baik ilmu agama
maupun ilmu umum, tentu setiap muslim wajib mencari ilmu dan
mempelajarinya sepanjang hayat. Untuk mencari ilmu diperlukan
biaya yang cukup, maka adanya harta kekayaan dapat digunakan
sebagai media atau alat umtuk mencari ilmu. Semakin banyak harta
seorang muslim, hendaknya semakin tinggi ilmu dan pendidikan yang
didapatnya. Sebab dengan harta itu, peluang untuk mendapatkan ilmu
dan pendidikan semakin terbuka luas.

4. Menghindari sikap boros


Harta memang manis dan sangat menyenangkan. Kita dapat
melakukan apa saja dengan harta yang dimiliki. Tetapi seorang muslim
yang beriman dan megamalkan isi kandungan Al-Qur’an, niscaya tidak

14
akan melakukan perbuatan hura-hura, dan menghambur-hamburkan
harta yang dimilikinya. Melainkan semakin bertambah hartanya,
hidupnya semakin sederhana dan hatinya semakin merendah. Ia akan
menggunakan hartanya sesuai keperluan dan sesuai petunjuk Allah
SWT.

15
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Banyak ayat Al-Qur’an dan juga Hadist Nabi Muhammad SAW yang
menjelaskan tentang pola hidup sederhana. Banyak pula ayat-ayat Al-
Qur’an yang didalamnya terdapat perintah untuk menyantuni kaum
dhu’afa, seperti pada surah Al-Israa ayat 26-30.
Pola hidup sederhana bisa diterapkan oleh kaum muslimin melalui cara-
cara berikut :
1. Tidak bersikap sombong dengan harta yang dimilikinya.
2. Menjadikan harta sebagai media untuk beribadah kepada Allah SWT.
3. Menjadikan harta sebagai penunjang untuk mencari menghindari sikap
boros.

Mengeluarkan harta kepada orang-orang yang membutuhkan karena belas


kasihan terhadap mereka, adalah ditujukan kepada orang-orang sebagai
berikut :

a. Sanak family yang membutuhkan, mereka adalah orang yang paling


berhak menerima ulurn tangan.
b. Anak-anak yatim, yakni anak-anak kaum miskin yang tidak
mempunyai ayah yang memberi nafkah kepada mereka.
c. Kaum fakir miskin, mereka adalah orang-orang yang tidak mampu
berusaha mencukupi hidupnya.
d. Ibnu sabil, dan juga orang yang sedang melaksanakan perjalanan jauh
(musafir)
e. Orang yang memina-minta, yakni orang yang terpaksa melakukan
pekerjaan meminta-minta kepada orang lain karena terdesak kebutuhan
yang dirasa sangat berat.
f. Memerdekakan budak hamba sahaya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir Al-Maraghi, Terj. Hery Noer Aly, Anshori

Umar, Bahrun Abubakar, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, CV. Toha Putra;     Semarang,


cet. 1, 1988

An-Nawawi, Riyadhus Sholihin,  Terjemahan.  Achmad Sunarto,    Terjemah Riyadhus

Sholihin,  Jakarta: Pustaka Amani, , jilid.1 thn. 1999.

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati; Jakarta, vol.7, thn. 2002

http://afikageminius.blogspot.co.id/2013/05/pola-hidup-sederhana-dan-perintah.html

17

Anda mungkin juga menyukai