Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS BUKU AL-QUR’AN HADIS MA KELAS XII

(POLA HIDUP SEDERHANA DAN GEMAR


MENYANTUNI DHUAFA SERTA SABAR DALAM
MENGADAPI UJIAN DAN COBAAN)

Disusun oleh:
Mira Nurhasanah, M.Pd

MAN 3 TASIKMALAYA
Jl. Raya Panumbangan Pakemitan Ciawi Tasikmalaya
2023
A. PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang sempurna mengajarkan tentang pola hidup yang
sederhana, hal ini tergambar pada pribadi Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi
wasallam. Banyak ayat al-qur’an dan juga hadist yang menjelaskan tentang pola
hidup sederhana dan juga perintah untuk menyantuni kaum dhu’afa’ yang urgent
untuk diketahui oleh setiap penuntut ilmu. Berlatarbelakang pada pentingnya
pembahasan pada dua topik tersebut yang membuat penulis merasa lebih
bersemangat dalam membuat makalah ini, yang penulis harapkan bisa bermanfaat
bagi teman-teman mahasiswa.
Di dalam kehidupan di dunia ini setiap orang mempunyai permasalahan
masing-masaing tanpa terkecuali. Permasalahan tersebut dapat berupa ujian dan
cobaan dalam hidup. Banyak manusia yang justru diuji dengan cobaan malah
membuat keimanannya menjadi lemah, tapi ada juga yang diberi cobaan malah
membuat dirinya semakin tinggi keimanannya kepada Allah SWT.
Allah juga telah memberi tahu kepada kita lewat kitab sucinya yaitu Al-
Qur’an mengenai ayat-ayat tentang ujian dan cobaan. Tidak hanya sekedar itu,
tapi Allah juga memberi solusi lewat Al-Qur’an dalam menyikapi masalah ujian
dan cobaan.

B. PEMBAHASAN
1. Pola Hidup Sederhana dan Gemar Menyantuni Dhuafa
Pola hidup sederhana adalah cara berpikir atau sesuatu kebiasaan yang
dilakukan sehari-hari secara terus menerus berdasarkan kebutuhan dengan
pendapatan yang dihasilkan dapat berjalan dengan seimbang. Pola hidup tersebut
tidak mengutamakan apa yang diinginkan tetapi melihat apa yang menjadi
kewajiban terpenting untuk dipenuhi, dengan pola hidup sederhana maka akan
ditunjukkan dalam sikap hidup yang tidak mudah menaruh curiga kepada orang
lain, tidak suka pamer, tidak sombong, jujur dan suka menolong.
Pola hidup sederhana adalah hidup dengan tidak berlebih-lebihan dengan
penuh kesombongan, namun hidup dengan penuh kesederhanaan. Menyantuni
kaum dhuafa adalah membantu orang-orang lemah yang hidup dengan serba
kekurangan, agar kesusahan mereka dapat diringankan.

a. Dalil Tentang Pola Hidup Sederhana dan Gemar Menyantuni Dhuafa


Surah Al-Qasas Ayat 79-82
Pada ayat ini digambarkan bahwa Allah SWT telah memberikan rezeki yang
berlimpah kepada kaum yang hidup pada masa nabi Musa as. Bagaimana sikap
Qorun setelah memperoleh kekayaannya itu? Secara lengkap akan dipelajari
dalam surah alqasas ayat 79-82 berikut ini.

‫َظ ٍيم‬
ِ ‫ظع‬ ٍّ ‫فَخَ َر َج َعلَ ٰى قَوْ ِمِۦه فِى ِزينَتِ ِهۦ ۖ قَا َل ٱلَّ ِذينَ ي ُِري ُدونَ ْٱل َحيَ ٰوةَ ٱل ُّد ْنيَا ٰيَلَيْتَ لَنَا ِم ْث َل َمٓا ُأوتِ َى ٰقَ ُرونُ ِإنَّهۥُ لَ ُذو َح‬
َ‫صبِرُون‬ َّ ٰ ‫صلِحًا َواَل يُلَقَّ ٰىهَٓا ِإاَّل ٱل‬
َ ٰ ‫وا ْٱل ِع ْل َم َو ْيلَ ُك ْم ثَ َوابُ ٱهَّلل ِ َخ ْي ٌر لِّ َم ْن َءا َمنَ َو َع ِم َل‬ ۟ ُ‫َوقَا َل ٱلَّ ِذينَ ُأوت‬

َ‫َص ِرين‬ ِ ‫صرُونَ ۥهُ ِمن دُو ِن ٱهَّلل ِ َو َما َكانَ ِمنَ ْٱل ُمنت‬ ُ ‫ض فَ َما َكانَ لَ ۥهُ ِمن فَِئ ٍة يَن‬ َ ْ‫َار ِه ٱَأْلر‬ ِ ‫فَخَ َس ْفنَا بِ ِهۦ َوبِد‬
ُ ‫ق لِ َمن يَ َشٓا ُء ِم ْن ِعبَا ِد ِهۦ َويَ ْق ِد ُر ۖ لَوْ ٓاَل َأن َّم َّن ٱهَّلل‬ َ ‫س يَقُولُونَ َو ْي َكَأ َّن ٱهَّلل َ يَ ْب ُسطُ ٱلرِّ ْز‬ ۟
ِ ‫َوَأصْ بَ َح ٱلَّ ِذينَ تَ َمنَّوْ ا َم َكانَ ۥهُ بِٱَأْل ْم‬
َ‫َعلَ ْينَا لَ َخ َسفَ بِنَا ۖ َو ْي َكَأنَّهۥُ اَل يُ ْفلِ ُح ْٱل ٰ َكفِرُون‬

“Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-


orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai
seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar
mempunyai keberuntungan yang besar"(79) Berkatalah orang-orang yang
dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih
baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh
pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar"(80) Maka Kami benamkanlah
Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan
pun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang
(yang dapat) membela (dirinya)(81) Dan jadilah orang-orang yang kemarin
mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata: "Aduhai. benarlah Allah
melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan
menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-
benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung
orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)"(82).
Penjelasan Ayat
Ayat diatas (79) mengandung makna kisah Qarun yang hidup dengan
bergelimang harta. Namun sayangnya, harta yang melimpah itu membuat Qarun
lupa diri dan menjadi takabur. Pada suatu hari, Qarun keluar dari istana
(rumahnya) dengan segala kemegahannya, untuk memamerkan kekayaannya
kepada masyarakat dan menunjukkan kehebatan dirinya dalam berusaha.
Dinyatakan pada ayat berikutnya (80) bahwa orang yang mempunyai ilmu
dan akal sehat, sama sekali tidak tertarik oleh harta yang dipamerkan Qarun
tersebut. Mereka bahkan mengatakan bahwa pahala Allah SWT. Jauh lebih
penting dan bernilai daripada harta melimpah bagi orang yang beriman dan
beramal saleh.
Selanjutnya (ayat 81 – 82), Allah menegaskan bahwa akibat kesombongan
dan ketakaburannya, Qarun ditenggelamkan beserta seluruh harta kekayaannya ke
dasar bumi dan tidak ditemukan bekas – bekasnya. Akhirnya, menjadi sebutan
orang, setiap menemukan sesuatu yang bernilai dari dalam tanah, kita sering
menyebutnya harta karun. Ditenggelamkannya Qarun ke dasar bumi merupakan
azab Allah yang harus diterimanya atas kesombongannya.
Kisah ini ditampilkan sebagai peringatan kepada kaum musyrikin Mekah
yang menindas kaum muslimin antara lain disebabkan oleh kekayaan yang
mereka miliki. Di sisi lain, mereka percaya bahwa kekayaan adalah pertanda
keterbebasan dari siksa. Mereka misalnya berkata, ُ‫وا نَحْ نُ َأ ْكثَ ُر َأ ْم ٰ َواًل َوَأوْ ٰلَدًا َو َما نَحْ ن‬
۟ ُ‫َوقَال‬

َ‫ بِ ُم َع َّذبِين‬Artinya “Kami mempunyai harta dan anak-anak lebih banyak (daripada


kamu) dan kami sekali-kali tidak akan disiksa.” (QS. Saba’ (34): 35). Nah, dari
sini ayat-ayat yang berbicara tentang Qarun ini ditampilkan untuk membuktikan
kekeliruan mereka. Ada beberapa catatan penting yang perlu digarisbawahi
tentang ayat ini. Pertama, dalam pandangan Islam, hidup duniawi dan ukhrawi
merupakan satu kesatuan. Dunia adalah tempat menanam dan akhirat adalah
tempat menuai. Kedua, ayat di atas menggarisbawahi pentingnya mengarahkan
pandangan kepada akhirat sebagai tujuan dan kepada dunia sebagai sarana
mencapai tujuan. Ketiga, ayat di atas menggunakan redaksi yang bersifat aktif
ketika berbicara tentang kebahagiaan akhirat, bahkan menekannya dengan
perintah untuk bersungguh-sungguh dan dengan sekuat tenaga berupaya
meraihnya.1
Allah SWT telah banyak memberikan pelajaran kepada manusia tentang
penyebab kehancuran umat terdahulu. Salah satu penyebab yang disebutkan di
ayat ini adalah karena mereka terlalu banyak melakukan kemusyrikan. Dari ayat-
ayat semacam ini sebenarnya kita diperintahkan untuk belajar dari kehancuran
umat terdahulu dan jangan sampai melakukan kesalahan yang sama.2

Surah Al-Isra Ayat 26-27


ِ ِ‫ت َذا ْٱلقُرْ بَ ٰى َحقَّهۥُ َو ْٱل ِم ْس ِكينَ َوٱ ْبنَ ٱل َّسب‬
‫يل َواَل تُبَ ِّذرْ تَ ْب ِذيرًا‬ ِ ‫َو َءا‬
ٰ ‫َّن ْٱل ُمبَ ِّذرينَ َكانُ ٓو ۟ا ْخ ٰونَ ٱل َّش ٰيَ ِطين ۖ و َكانَ ٱل َّش ْي‬
‫طَنُ لِ َربِِّۦه َكفُو ًرا‬ َ ِ َ ‫ِإ‬ ِ ‫ِإ‬
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara boros.(26) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.”(27)

Penjelasan Ayat
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat dan
menampakkan kasih sayang, cinta, dan rahmat kepada kedua orang tua, kitapun
hendaknya memberi bantuan kepada keluarga yang dekat karena meraka yang
paling utama dan berhak untuk di tolong. Mereka berhak mendapat bantuan hidup
lebih berkecukupan dan ada yang kekurangan sehingga kita sebagai keluarga
harus saling membantu.
Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang
boros. Mereka dikatakan sebagai saudaranya setan. Orang yang boros bermakna
orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara yang tidak mengandung
manfaat berarti. Ada sebuah hadis yang terkait dengan perbuatan mubadzir

1
H. Aminudin, Al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), hal. 10
2
Yusuf Al-Qordlawi, Fiqih Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan,
(Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hal. 183
(boros) ini, yakni yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar. Dia berkata bahwa
rasulullah telah melintas di tempat Saad sedang mengambil wudu, kemudian
rasulullah menegur Saad karena begitu boros. Lalu Saad menanyakan apakah di
dlam wudu juga terdapan boros (mubadzir).
Az-Zajjaj mengatakan, “Sikap tabzir adalah membelanjakan harta untuk
selain ketaatan kepada Allah. Dulu masyarakat jahiliyah menyembelih onta,
menghambur-hamburkan harta dalam rangka membanggakan diri dan mencari
popularitas. Kemudian Allah perintahkan untuk membelanjakan harta untuk
ibadah dalam rangka mencari wajah Allah.” Seseorang dianggap bersikap tabzir
jika dia menggunakan hartanya untuk maksiat atau menggunakan hartanya untuk
yang yang mubah tapi menghabiskan semuanya.

b. Hadits Tentang Pola Hidup Sederhana dan Gemar Menyantuni Dhuafa


Hadis riwayat Ibnu Majah dari Abdullah bin Amru’
Larangan berlebih-lebihan tidak hanya dalam urusan membelanjakan harta.
Larangan ini juga berlaku dalam berwudhu sebagaimana sabda Nabi Muhammad
saw berikut ini.
Dari Abdullah bin Amru berkata Rasulullah SAW melewati sa'd yang
sedang berwudhu, lalu Beliau bersabda, "kenapa berlebih-lebihan?" sa'd berkata,
"Apakah dalam wudhu juga ada berlebih-lebihan?" Beliau menjawab, "ya,
meskipun engkau berada di sungai yang mengalir."(HR. Ibnu Majah)

Penjelasan Hadits
Pola hidup sederhana dalam segala aspek sangat dianjurkan agama Islam.
Dalam kehidupan tidak diperbolehkan untuk berlebih-lebihan atau boros. Bahkan
membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali pun dinilai sebagai pemborosan,
meskipun wudhu itu dilakukan di tepi sungai yang airnya mengalir.
Akan banyak sekali manfaat yang diperoleh dari perilaku sederhana. Selain
dapat menghemat penggunaan air, seseorang juga akan mendapatkan
kesempurnaan wudhunya dan jaminan Allah bagi hamba-hambanya yang baik
dalam wudhunya.
Hadits Riwayat Bukhari dari Hakim bin Hizam
Setiap orang dianjurkan untuk saling memberi baik bersedekah maupun
berinfak. Sebab menurut Sabda Rasulullah SAW orang yang memberi itu lebih
baik daripada orang yang menerima.
“Dari hakim bin Hizam r.a, Nabi SAW beliau bersabda, “tangan yang
diatas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Maka mulailah untuk orang-
orang yang menjadi tanggunganmu dan sedekah yang paling baik adalah orang
yang sudah cukup untuk kebutuhan dirinya maka barangsiapa yang berusaha
memelihara dirinya Allah akan memeliharanya dan barangsiapa yang berusaha
mencukupkan dirinya maka Allah akan mencukupkan nya.”(HR. Bukhari)

Penjelasan Hadits
Orang yang memberi (zakat, sedekah, infaq, hadiah, dan semacamnya) itu
lebih baik daripada orang yang menerima. Rasulullah SAW menggambarkan nya
dengan tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah. Namun bukan berarti
seseorang yang diberi itu tidak boleh menerima pemberian orang lain. Bila
seseorang memberikan sesuatu atau hadiah maka orang tersebut boleh
menerimanya.
Maksud kalimat "sedekah yang paling baik adalah dari orang yang sudah
cukup" ialah sedekah yang dikeluarkan dari kelebihan harta setelah ia mencukupi
kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya. Harta yang berlebih itu diperbolehkan
untuk diberikan kepada fakir miskin. Namun perlu diingat bahwa seseorang juga
tidak boleh memberikannya secara berlebihan atau diluar batas kemampuannya
seperti yang telah dijelaskan dalam Surah Al Isra ayat 29.
Dalam hadits ini Rasulullah SAW juga menyerukan kepada orang yang
beriman agar menjaga dirinya dari segala yang ada pada orang lain sehingga ia
tidak akan bersikap iri, dengki, dan tamak. Selain itu orang yang beriman juga
harus menjaga dirinya dari meminta-minta kepada orang lain dan merasa cukup
atas apa yang telah ia miliki. Dengan demikian Allah juga akan mencukupi semua
kebutuhan hidupnya.
Hadits diatas juga tergolong hadits nabawi yaitu apa saja yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun
sifat. Dan bentuk hadis diatas termasuk hadis berupa perkataan (Qauli) Nabi
Muhammad.3
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Allah telah memberikan kepada manusia
watak masing-masing sebagaimana Dia telah membagi-bagikan rezeki diantara
mereka. Sesungguhnya Allah itu memberikan harta kepada orang yang disenangi,
dan tidak menganugerahkan iman kecuali kepada orang yang disenangi dan
dikasihi-Nya.

2. Sabar Dalam Menghadapi Ujian dan Cobaan


Sabar artinya menahan diri dari rasa cemas, gelisah, dan amarah, menahan
lidah dari keluh kesah, menahan anggota tubuh dari kekacauan yang membuncah,
tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi godaan yang mendesak. Sabar
artinya menahan diri untuk selalu taat kepada Allah ‘Azza wa Jalla, tanpa keluh
kesah.4
Kesabaran adalah proses pendakian menuju puncak kesuksesan, ketenangan,
kebahagiaan, dan kedamaian. Kesabaran menunjukkan tingkat kecerdasan dan
kedewasaan seseorang. Kesabaran sebagai salah satu nilai moral merupakan bukti
konkret bagi kecerdasan emosi dan spiritual seseorang.
Kesabaran adalah sebuah tindakan bijak, proses melatih diri, mengelola sikap,
mengatur ritme kehidupan, kapan bertindak dan kapan diam. Ketika hidup
berjalan sesuai ritme, maka ketenangan dan kedamaian yang akan kita dapatkan.5

3
Muhammad Rozali, Pengantar Kuliah Ilmu Hadis, (Medan: Azhar Centre, 2020), hal.
13
4
D.A. Akhyar, Setiap Kesulitan Ada Kemudahan, (Jakarta: Akhyar Publishing, 2019),
hal. 16
5
Didi Junaedi, Quranic Inspiration, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2014), hal. 155-
156
a. Dalil Tentang Sabar Dalam Menghadapi Ujian dan Cobaan
Surah Al-Baqarah Ayat 155-157

ِ ‫س َوالثَّ َم َرا‬
َ‫ت َوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِرين‬ ِ ‫ف َو ْالج‬
ٍ ‫ُوع َونَ ْق‬
ِ ُ‫ص ِمنَ األ ْم َوا ِل َواأل ْنف‬ ِ ْ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِ َش ْي ٍء ِمنَ ْالخَ و‬

َ‫صيبَةٌ قَالُوا ِإنَّا هَّلِل ِ َوِإنَّا ِإلَ ْي ِه َرا ِجعُون‬ َ ‫الَّ ِذينَ ِإ َذا َأ‬
ِ ‫صابَ ْتهُ ْم ُم‬

َ ‫ات ِم ْن َربِّ ِه ْم َو َرحْ َمةٌ َوُأولَِئ‬


‫ك هُ ُم ْال ُم ْهتَدُون‬ ٌ ‫صلَ َو‬ َ ‫ُأولَِئ‬
َ ‫ك َعلَ ْي ِه ْم‬
“Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar, (155) (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
(156) Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat
dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (157)

Penjelasan Ayat
Allah swt telah memberitahukan bahwa Dia pasti menimpakan cobaan
kepada hamba-Nya untuk melatih dan menguji mereka. Ujian tidak hanya satu
macam saja banyak macamnya. Ada yang Allah uji dengan kesenangan dan
adakalanya juga Allah mengujinya dengan kesengsaraan.
Setelah itu Allah menjelaskan tentang orang-orang yang sabar yang dipuji-
Nya, dengan firman-Nya: alladziina idzaa ashaabatHum mushiibatun qaaluu innaa
lillaaHi wa innaa ilaiHi raaji’uun (“Yaitu orang-orang yang apaabila ditimpa
musibah mereka mengucapkan: Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un.
Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali.”)
Artinya, mereka menghibur diri dengan ucapan ini atas apa yang menimpa
mereka dan mereka mengetahui bahwa diri mereka adalah milik Allah Ta’ala. Ia
memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Selain itu, mereka juga
mengetahui bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya
sebesar biji sawi pada hari kiamat kelak. Dan hal itu menjadikan mereka
mengakui dirinya hanyalah seorang hamba di hadapan-Nya, dan mereka akan
kembali kepada-Nya kelak di akhirat. Oleh karena itu, Allah swt. memberitahukan
mengenai apa yang diberikan kepada mereka itu, di mana Dia berfirman: ulaa-ika
‘alaiHim shalawaatum mir rabbiHim wa rahmatun (“Mereka itulah yang
mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka.”) Artinya,
pujian dari Allah Ta’ala atas mereka. Dan menurut Sa’id bin Jubair, “Artinya,
keselamatan dari adzab.”

Surah Ali Imran Ayat 186

‫ب ِمن قَ ْبلِ ُك ْم َو ِمنَ ٱلَّ ِذينَ َأ ْش َر ُك ٓو ۟ا َأ ًذى َكثِيرًا ۚ َوِإن‬ ۟ ُ‫لَتُ ْبلَ ُو َّن فِ ٓى َأ ْم ٰ َولِ ُك ْم َوَأنفُ ِس ُك ْم َولَتَ ْسمع َُّن ِمنَ ٱلَّ ِذينَ ُأوت‬
َ َ‫وا ْٱل ِك ٰت‬ َ
‫ور‬ ‫م‬‫ُأْل‬
ِ ُ ِ ‫ك ِم ْن ع َْز‬
‫ٱ‬ ‫م‬ َ ِ‫وا فَِإ َّن ٰ َذل‬
۟ ُ‫ُوا َوتَتَّق‬۟ ‫تَصْ بر‬
ِ
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga)
kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan
yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka
sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.

Penjelasan Ayat
Ayat 186 ini mengandung pesan bagi kaum mukminin agar mereka
mempersiapkan diri dan bersabar menghadapi apa yang akan mereka temui
berupa berbagai bentuk gangguan dan cobaan. Sehingga ketika mereka dikejutkan
dengan hal-hal yang datang secara tiba-tiba, mereka sudah siap untuk
menghadapinya. Tidak seperti orang yang tidak beriman, jika ia menghadapi suatu
gangguan dan musibah, maka ia akan merasa bersedih, putus asa dan membenci
kehidupan.6
ْ ‫َص ·بِر‬
Kalimat ‫ُوا َوتَتَّقُ··وا‬ ْ ‫“ َوِإن ت‬Jika kamu bersabar dan bertakwa.”Maknanya
adalah, “Jika kalian bersabar terhadap perintah Allah dalam menghadapi mereka
dan yang lain, serta bertakwa dalam perintah dan larangan-Nya, sehingga kalian
beramal sesuai dengan ketaatan kepada-Nya ‫···ور‬ ‫ك ِم ْن ع ْ ُأْل‬
َ ···ِ‫‘فَ···ِإ َّن َذل‬Maka
ِ ‫َ···ز ِم ا ُم‬
sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan’.
Maksudnya, kesabaran dan ketakwaan merupakan salah satu perkara yang Allah
perintahkan kepada kalian.”

6
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Madjid An-nur jilid 1,
(Jakarta: cakrawala publishing, 2011)
b. Hadis Tentang Sabar dalam Menghadapi Ujian dan Cobaan
Hadits Riwayat Muslim dari Shuhaib
Ada perbedaan sikap antara orang yang beriman dan tidak beriman dalam
menghadapi setiap ujian dan cobaan titik perbedaan tersebut telah dijelaskan oleh
Rasulullah SAW dalam sebuah riwayat muslim yang disampaikan oleh shuhaib.
“Dari shuhaib, Dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “perkara orang
yang beriman mengagumkan. Sesungguhnya semua perihalnya baik dan itu tidak
dimiliki seorang pun selain orang yang beriman. Bila tertimpa kesenangan dia
bersyukur dan syukur itu baik baginya. Dan jika tertimpa musibah ia pun
bersabar dan sabar itu baik baginya.”(HR. Muslim)

Penjelasan Hadits
Sabda Nabi Muhammad SAW pada hadits ini menjelaskan mengenai sikap
orang-orang yang beriman saat menghadapi cobaan atau ujian dari Allah SWT.
Sikap inilah yang membedakannya dengan orang yang tidak beriman titik Suatu
sikap yang menjadikan setiap urusan yang dihadapinya selalu bernilai kebaikan.
Sikap pertama ialah bersyukur ketika mendapatkan kebahagiaan atau kesenangan.
Syukur memiliki dua arti. Pertama pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh.
Ujian ini muncul dari perasaan Ridho meskipun kebaikan yang diperoleh itu
hanya sedikit titik dalam keseharian seringkali dijumpai orang yang suka memberi
kepada orang lain hal itu merupakan ekspresi syukur mereka kepada sang pemberi
Allah SWT.
Arti syukur yang kedua ialah kepunahan dan kelebatan titik Hal ini
mengisyaratkan bahwa Siapa saja yang merasa puas dengan kebaikan yang
diterimanya meskipun kelihatannya hanya sedikit dia akan merasa memperoleh
banyak sebagaimana tergambarkan dalam kata lebat. Kata ini biasanya digunakan
untuk mengilustrasikan banyaknya buah atau daun sebuah pohon karena
kesuburan tanahnya. Yang akan diperoleh orang yang bersyukur Ini mendapat
penegasan dari Allah SWT dalam Surah Ibrahim ayat 7 sebagai berikut.
Hadits riwayat Tirmidzi dari Mush’ab bin Sa’ad
Setiap manusia pasti akan diberikan ujian dan cobaan dari Allah SWT.
Ujian dan cobaan yang diterima oleh manusia bergantung pada agamanya. Jika
agamanya kuat maka ujiannya pun semakin berat sebagaimana sabda Rasulullah
SAW dalam hadis berikut.
“Dari Mush’ab bin Sa’ad dari ayahnya berkata: aku berkata: “Wahai
Rasulullah, Siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab:
“para Nabi, kemudian Yang sepertinya, kemudian Yang sepertinya, sungguh
seseorang itu diuji berdasarkan agamanya, bila agamanya kuat ujiannya pun
berat, sebaliknya bila agamanya lemah ia diuji berdasarkan agamanya. Ujian
tidak akan berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan dimuka bumi
dengan tidak mempunyai kesalahan.”(HR. Tirmidzi)

Penjelasan Hadits
Semua orang yang beriman pasti menerima cobaan dari Allah SWT.
Cobaan ini didasarkan pada kuatnya agama seseorang. Semakin kuat agamanya
seseorang tentu akan semakin berat cobaannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan sebagai berikut. Cobaan yang semakin berat akan senantiasa
menimpa seseorang mukmin yang sholeh untuk meninggikan derajatnya dan agar
ia semakin mendapatkan pahala yang besar.
Menurut hadis ini orang yang beriman tidak akan berhenti diuji oleh Allah
SWT sampai ia melangkah atau berjalan tanpa kesalahan sedikit pun dan itu
berarti hidup manusia di dunia tidak mungkin jika tidak diliputi dengan berbagai
permasalahan atau cobaan.

C. ANALISIS BUKU AL-QUR’AN HADITS MA


1. Berdasarkan Kritik Terhadap Buku
a. Kelebihan
1) Desain bukunya terlihat sangat sederhana dengan cover berwarna ungu
serta isi buku bernuansa biru putih. Meskipun tampilan buku terlihat
sederhana tetapi menurut kami buku ini sangat menarik untuk dibaca
karena buku ini selain menampilkan gambar-gambar yang bisa dijadikan
contoh dan pelajaran.
2) Buku ini dilengkapi dengan kisah berhikmah dan khazanah di setiap bab
nya, serta biografi dari tokoh-tokoh Islam yang diceritakan dalam buku
dengan cukup jelas.
3) Buku ini sangat komunikatif dan jernih dimana semuanya diceritakan
secara baik dan jelas, mulai dari ayat-ayat Al-Qur’an serta hadis-hadis
yang berkaitan dengan materi yang dibahas.
4) Dalam buku ini juga terdapat latihan di setiap materinya, yang berguna
untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi tersebut.
5) Kata-kata dalam buku ini juga tidak tergolong sulit dan masih sesuai
standar penulisan buku mata pelajaran.

b. Kekurangan
1) Tidak terdapat rangkuman di setiap bab
2) Tidak terdapat footnote/bodynote
3) Tidak terdapat contoh kasus
4) Ada gambar namun tidak berwarna
5) Tidak ada tafsir ayat

2. Berdasarkan Keterkaitan Antar Bab Dalam Buku


Pada makalah ini, bagian bab yang kami analisis dan menjadi materi dari
makalah ini adalah bab 1 da 2. Jadi, pembahasan antara bab 1 dan 2 dalam buku
ini sangat saling berkesinambungan antar satu bab dengan bab lainnya. Dimana
pada bab 1 menjelaskan mengenai pola hidup sederhana dan gemar menyantuni
duafa dan pada bab 2 membahas tentang sabar dalam menghadapi ujian dan
cobaan, dimana itu juga termasuk sabar dalam bergaya hidup. Apabila diuji
dengan keadaan yang serba pas pasan maka seharusnya berpola hidup lah yang
sederhana dan sisikan sedikit rezeki untuk kaum duafa agar Allah senantiasa
membantu menghadapi ujian dan cobaan yang sedang dialami.
Selain itu, materi pembahasan pada kedua pembahasan memiliki kesamaan
tujuan yaitu untuk membentuk karakter peserta didik yang senantiasa
bertanggungjawab atas segala kewajibannya kepada Allah maupun manusia yaitu
dengan pola hidup sederhana dan gemar menyantuni dhuafa serta sabar dalam
menghadapi ujian dan cobaan.

3. Berdasarkan Substansi Isi Buku


Isi dari buku ini khususnya materi pola hidup sederhana dan gemar
menyantuni dhuafa (BAB I) dan perilaku sabar dalam menghadapi ujian dan
cobaan (BAB 2) sudah terpaparkan dengan jelas. Surah dan hadis dalam buku ini
juga relevan dengan materi. Setiap ayat yang ada dalam buku ini dilengkapi
dengan arti mufradat, terjemahan ayat, dan penjelasan ayat. Begitupula dengan
hadis yang dilengkapi dengan arti mufradat, terjemahan hadis, dan penjelasan
hadis.
Dalam bab I pola hidup sederhana dan gemar menyantuni dhuafa, terdapat
6 surah dan 6 hadis serta 3 hadis tambahan (mutiara hadis). Sedangkan dalam bab
II perilaku sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan, terdapat 4 surah dan 3
hadis serta 3 hadis tambahan (mutiara hadis).

D. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak ayat
Al-Qur’an dan juga Hadist Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam yang menjelaskan
tentang pola hidup sederhana dan perintah menyantuni dhuafa. Banyak pula ayat-
ayat Al-Qur’an yang didalamnya menjelaskan tentang sabar dalam menghadapi
ujian dan cobaan.
Pola hidup sederhana bisa diterapkan oleh kaum muslimin melalui cara-cara
berikut :
1. Tidak bersikap sombong dengan harta yang dimilikinya.
2. Menjadikan harta sebagai media untuk beribadah kepada Allah SWT.
3. Menjadikan harta sebagai penunjang untuk mencari menghindari sikap boros.
4. Mengeluarkan harta kepada orang-orang yang membutuhkan karena belas
kasihan.
Sabar adalah sebuah kata yang mudah diungkapkan, tetapi sering kali sulit
untuk dilakukan. Padahal, sabar adalah kunci kesuksesan, jalan kedamaian, serta
pintu kebahagiaan. Ketika seorang muslim ditimpa musibah, dirundung persoalan,
dan didera berbagai ujian dan cobaan, yang harus dilakukan adalah bersabar.
Sikap sabar dalam menghadapi segala macam ujian, cobaan serta musibah
merupakan cara paling efektif untuk menjemput pertolongan Allah.

E. DAFTAR PUSTAKA

Al-Qordlawi, Yusuf. 1997. Fiqih Peradaban: Sunnah Sebagai Paradigma Ilmu

Pengetahuan. Surabaya: Dunia Ilmu.

Aminudin, H. 2017. Al-Qur’an Hadis Madrasah Aliyah. Jakarta: Bumi Aksara.

Akhyar, D.A. 2019. Setiap Kesulitan Ada Kemudahan. Jakarta: Akhyar

Publishing.

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2011. Tafsir Al-Qur’anul Madjid

An-nur jilid 1. Jakarta: cakrawala publishing.

Junaedi, Didi. Quranic Inspiration. 2014. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Rozali, Muhammad. 2020. Pengantar Kuliah Ilmu Hadis. Medan: Azhar Centre.

Anda mungkin juga menyukai