Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KEBUDAYAAN DULMULUK

DISUSUN OLEH:

Nama : Ghefira Rizky Ardhina

DOSEN PEMBIMBING:

Azumah Adinul Hakim, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI PERTUNJUKAN

STKIP MUHAMMADIYAH OKU TIMUR

2019
KATA PENGANTAR
                                                                                             
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat,
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah  ini dalam bentuk
maupun isinya yang mungkin sangat sederhana..
          Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para
pembaca.
          Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata teater berasal dari bahasa yunani, “theatron” (bahasa inggris,
seeing place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan (Santoso dalam
Mayasari, 2009). Dalam pengertian yang lebih luas kata teater diartikan
sebagai segala hal yang dipertunjukan di depan orang banyak. Dengan
demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan lakon (jenis
cerita) yang dimainkan diatas pentas dan disaksikan oleh penonton. Abdul
Muluk atau lebih dikenal dengan sebutan Dul Muluk adalah salah satu
tetar daerah yang hidup dan dikenal oleh masyarakat yang berada di
wilayah Sumatera Selatan. Seni ini juga dikenal dengan sebutan
bangsawan.

B. Rumusan Masalah
1)   Bagaimana  Sejarah dan Perkembangan Dul Muluk
2)  Teater Dul Muluk sebagai Karya Sastra Tradisional

C. Tujuan
1)     Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan Dul Muluk
2)     Untuk mengetahui teater Dul Muluk sebagai karya sastra tradisional
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Dul Muluk


Kesenian teater Dul Muluk merupakan teater yang ada sejak zaman dahulu
dan diajarkan sebagai warisan budaya yang terpelihara dan dibina hingga
sekarang. Hikayat Dul Muluk ini dikarang oleh seorang wanita bernama Saleha,
yang Merupakan saudara dari raja Ali Bin raha Acgmad Ibnu dan bertahta di
negeri Riau sekitar abad 19. Pada waktu itu Raja Ali memiliki hubungan erat
dengan salah seorang hakim di Batavia yang bernama Dr Philipus Peiter Poerda
Van Eysinga, mereka sering berkirim surat dan saling bertukar tahta mata,
diantara pemberian raja Ali tersebut terdapatlah naskah Abdul Muluk, sehingga
atas bantuan dari Philiphus inilah pada tahun 1847 naskah tersebut diterbitkan
pertama kalinya dalam bentuk syair yang pertama berjudul kejayaan kerajaan
melayu.
Seiring berjalannya waktu, syair Abdul Muluk ini berkembang hingga
tersebar di kawasan Semenanjung Melayu terutama Malaka, kemudian
Sumatera Selatan yang tidak terlepas dari seorang keturunan Arab yang
merupakan pedagang yang bernama Syekh Achmad Bakar atau Wan Bakar
yang membacakan syair tentang Abdul Muluk di sekitar rumahnya di Tangga
Takat, 16 Ulu. Acara itu menarik minat masyarakat sehingga datang
berkerumun. Agar lebih menarik, pembacaan syair kemudian disertai dengan
peragaan oleh beberapa orang, ditambah iringan musik.Pertunjukan itu mulai
dikenal sebagai Dul muluk pada awal abad ke-20. Pada masa penjajahan Jepang
sejak tahun 1942, seni rakyat itu berkembang menjadi teater tradisi yang
dipentaskan dengan panggung. Sejak itu Wan Bakar sering diundang untuk
membacakan kisah-kisah tentang Abdul Muluk pada berbagai perhelatan,
seperti acara perkawinan, khitanan atau syukuran saat pertama mencukur
rambut bayi. Bersama murid-muridnya, antara lain Kamaludin dan Pasirah
Nuhasan, Wan Bakar lalu memasukkan unsur musik gambus dan terbangan
(sejenis musik rebana) sebagai pengiring. Bentuk pertunjukan pun diperkaya.
Jika semula Wan Bakar menjadi wakil semua tokoh, kemudian para muridnya
dilibatkan membaca sesuai tokoh perannya. Pada tahun 1919, tercatat pertama
kali pembacaan teks dibawakan dalam bentuk dialog disertai gerak tubuh sesuai
peran masing-masing. Pertunjukan pun sudah di lapangan terbuka.
Dalam perkembangan berikutnya, pelaku peran dilengkapi kostum khusus,
sudah merias diri, dan menggunakan properti pertunjukan seadanya. Perangkat
musik pun ditambah biola, gendang, tetawak (gong), dan jidur alias gendang
ukuran besar. Pertunjukan Dul Muluk sempat berada di puncak kejayaannya
pada era 1960-an dan 1970-an. Ketika itu ada puluhan grup teater tradisi
Dulmuluk. Dibeberapa tempat teater tradisi ini dikenal juga sebagai
pertunjukan Johori. Istilah Johori berasal dari nama belakang tokoh utamanya,
yang bernama lengkap Abdul Muluk Jauhari. Sekitar yahun 1919 di Tebing
Abang, sebuah desa yang terletak kira-kira 80 KM dari Palembang, dalam
kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Musi Liar, seorang guru mulai
memperkenalkan seni pertunjukan Dul Muluk. Beberapa peralatan yang
diapakai dalam seni pertunjukan itu juga merupakan hasil rekaan orang-orang
yang berasal dari Pemulutan. Misalnya, kuda-kudaan yang terpakai dalam
pertunjukan Dul Muluk dan jidur, yaitu salah satu instrument musik merupakan
sumbangan dari daerah Pemulutan juga. Dalam tata pementasan yang lebih
ketat, para pelakon Dul Muluk sebelum permainan dimulai berkumpul di suatu
tempat khusus yang disebut kebung. Di dalam kebung inilah mereka berpakaian
dan bersolek sesuai dengan watak tokoh-tokoh yang akan dibawakan dalam
pertunjukan itu. Ketika permainan dimulai, para pelakon itu keluar dari kebung
ke gelanggang main.
Setiap pemegang peranan biasanya menyolek dan menghias diri sendiri,
atau saling membantu untuk menyolek atau menghias temannya. Bagi para
pemegang peranan lelaki disediakan bahan-bahan solek seperti bedak dan
arang. Pada masa awal perkembangan seni pertunjukan ini untuk penerangan
dipakailah obor dan sejalan dengan perjalanan masa lalu dipakai pun lampu gas
(stronking) tentu saja terus mengikuti gerak masa dan penggunaan alat-alat
hasil teknologi masa kini. Contoh dialog apabila seorang raja bertitah kepada
perdana menterinya yang diantarkan dengan berlagu seperti dibawah ini.
Wahai perdana menteri yang bijak bestari
Dengan sebentar saya berperi
Apakah khabar bicara negeri
Engkau bilangkan nyata dan pasti
Supaya saya dapat ketahui
Lalu dijawab oleh perdana menteri
Daulat tuanku usul berstari
Dengan sebesar patik berperi
Tuanku bertanya bicara negeri
Negeri kita ramai tiada terperi
Wayang dan landak topeng raenari
Di bawah alam payung negeri
Begitu saja pafik berperi
Kepada tuanku emounya din
Dengan demikian pada setiap pemain seni pertunjukan Dul Muluk dituntut
kemampuan untuk dapat bernyanyi sebagaimana dengan kadar dan kemampuan
yang lebih besar dituntut pada pemain wayang bangsawan. Sebelum permainan
dimulai, semua anggota Dul Muluk lebih dulu berkumpul di dalam kebung
untuk menyelenggarakan doa selamat upacar ini dilakukan terlebih dahulu
menyiapkan seperangkan hidangan yang terdiri dari nasi gemuk yaitu semacam
nasi lemak atau nasi yang ditanah bukan memakai air tapi menggunakan santan,
sebutir telur yang dinamakan punjung, dan seekor ayang panggang. Dupa atau
kemenyan dibakar dipedupaan (tempat bara), dan seorang membaca doa
selamat, dimainkan oleh anggota lainnya. Setelah berdoa selesai, naik dan lauk
dibagi rata sedikit seorang dan dimakan sebagai penyempurna syarat upacara
doa selamat. Setelah itu seorang anggota yang menjadi pemimpin perkumpulan
itu (biasanya seorang tua atau seorang yang dituakan) menyanyikan lagu kisoh
dari dalam kebung. Itu berarti permainan Dul Muluk segera dimulai/ Seorang
demi seorang para pelakon, didahului si penyanyi tadi keluar dari dalam kebung
untuk melaksanakan upacara beremas atau salam pembuka selamat datang
kepada sekalian penonton. Adapun contoh lirik nyayian lagu beremas itu kira-
kira berbunyi sebagai berikut.
Pimpinan (menyanyi solo)
Tabikencik, tabib man
Tabik kepada laki-laki perempuan
Kami bermain berkawan-kawan
Salah dan khilaf ampun dimaafkan
Anggota (koor)
Tabikencik, tabib man
Tabik kepada laki-laki perempuan
Kami bermain berkawan-kawan
Salah dan khilaf ampun dimaafkan
Setelah mereka selesai menyanyikan lagu beremas itu maka para pemain
kembali memasuki kebung. Selanjutnya adegan demi adegan sesuai dengan
jalan cerita dilaksanakan. Seorang pemegang peranan suatu tokoh dalam cerita
Dul Muluk memasuki gelanggang terlebih dahulu untuk memperkenalkan
dirinya. Misalnya pemegang peranan Sultan Negeri Barbari keluar dari kebung
memasuki gelanggang main dengan berkata pada masa sekarang, sayalah yang
bernama Sultan Abdul Hamid Syah yang duduk memerintah di Negeri Barbari,
atau pada masa sekarang, sayalah yang bernama Sultan Syihabuddin yang
duduk memerintah di Negeri Hindustan. Seperti kebanyakan seni pertunjukan
di Indonesia, seni pertunjukan Dul Muluk pun mengalami rempuhan hasil-hasil
kebudayaan mutakhir. Pada masanya dulu, seni pertunjukan ini telah mendapat
banyak tempat baik dihati masyarakat pendukungnya, bukan saja di daerah
aslanya tetapi juga di sekitarnya. Dul Muluk seperti juga macam-macam jenis
seni pertunjukan tradisional yang perlu dipelajari dengan lebih menukik,
semoga suatu bentuk seni pertunjukan dapat diberikan napas dan sesuai dengan
peredaran masa. Ada keterangan yang mengatakan meskipun seni ertunjukan
Dul Muluk dalam keadaan kurang menggembirakan sekarang ini, ada pihak-
pihak yang berikhtiar dengan giat mengangkatnya ke permukaan untuk
dikenalkan dikalangan luas masyarakat kesenian, untuk dipelajari sebagai
bagian dari sejarah kesenian di Indonesia dan kegunaan lain yang mungkin
kelak lalu dicari, dipelajari, dan diberi kehidupan baru, sebuah revitalisasi.
Syukur-syukur jika seni pertunjukan memang dapat hidup dengan sendirinya
tanpa menunggu suatu dadakan revitalisasi atau revivalisasi. Bagi daerah Riau
sebagapai terapat asal cerita yang mendasari seni penunjukan Dul Muluk perlu
dicamkan dengan mendalam bahwa suatu hasil karya yang baik senantiasa
membawa dan memberikan pengaruh yang positif. Seorang sastrawan dan
budayawan Perancis yang terkemuka pernah mengatakan bahwa suatu barang
yang tersimpan diam dalam sebuah museum selalu menanti kedatangan
seorang seniman untuk memberikan arti (yang baru) kepadanya.

B. Teater Dul Muluk sebagai Karya Sastra Tradisional

Di dalam pertunjukan Dul Muluk, terdapat enam aspek seni yang


ditampilkan yaitu sebagai berikut:
1. Seni Drama
Dulmuluk dalam pementasannya melibatkan pemain yang dimainkan
secara kolektif, menggunakan dialog secara spontanitas

2. Seni Sastra
Menggunakan dialog atau bahasa yang halus, jika dirasakan seperti
syair dan pantun, hal tersebut menjadi media ungkapan untuk
berkomunikasi dengan penikmatnya. Bahasa ungkap tersebut mewakili
tokoh yang sedang dimainkan, semua dibawakan secara improvisasi.
Pemain Dulmuluk sangat kuat dalam membawakan ungkapan-ungkapan
dengan nada pantun (sastra), dengan mengolah cerita-cerita rakyat berupa
sastra lisan yang dikenal oleh masyarakat lama adalah merupakan modal
utama bagi setiap pemain teater Dulmuluk, seperti cerita hikayat Abdul
Muluk, hikayat Siti Zubaedah, hikayat Indra Bangsawan. Cerita-cerita
tersebut adalah cerita paling menarik di masanya.

3. Seni Musik dan Seni Suara


Iringan musik dalam pertunjukan teater Dulmuluk adalah terletak pada
selingan pergantian babak atau adegan dan memberikan warna khas yang
menarik pada pentas Dulmuluk.
a) Musik awal sebelum pemain naik ke atas panggung diperdengarkan
musik “Keso”, musik ini menjadi tanda bahwa pertunjukan akan di
mulai. Ketika terdengar musik “Barnas I”, maka muncullah pemain
di atas pentas.
b) Musik pengiring “dagelan” atau musik ekstra.
c) Musik pengiring lagu dan tarian.
d) Musik pengundang penonton, musik ini bebas atau sama sekali tidak
terkait dalam isi pertunjukan yakni musik disesuaikan dengan
zamannya.
e) Musik akhir yakni musik Barnas II, sebagai tanda berakhirnya
pertunjukan Dul Muluk.

4. Seni Tari
Gerak tarian digunakan dalam perpindahan adegan satu ke adegan
berikutnya, gerakannya selektif atau disesuaikan dan sifat tarian tidak
merupakan bagian dari cerita yang sedang dipentaskan.

5. Seni Lawak
Komedi adalah bahan utama dalam pentas Dul Muluk, lawak
terutama dipakai untuk sindiran-sindiran sebagai bahasa komunikasi untuk
menyampaikan pesan-pesan moral kepada penonton.

6. Seni Rupa
Beragam tata rias pemain, busana pemain dan dekorasi panggung
adalah satu kesatuan yang keterikatannya tak dapat dipisahkan dengan
pertunjukan Dul Muluk.

Dilihat dari unsur –unsur drama, Dulmuluk menjadi teater rakyat,


yaitu teater tradisional yang memiliki ciri khas dimainkan dengan tetabuan
gendang, jidur, gong dan biola, serta bercerita mengenai kehidupan
kerajaan, rakyat jelata dengan disisipi kritik – kritik sosial. Fenomena itu
bukan semata karena inspirasi penciptaannya berangkat dari teks-teks
Melayu klasik. Di luar itu ada proses trial and error, semacam
eksperimentasi, tentang bagaimana sebuah teks bisa tampil lebih menarik
bila dihadirkan sebagai sebuah pertunjukan seni. Seperti halnya
kebanyakan teater tradisi di Nusantara, Dulmuluk tak cuma mengandalkan
akting di atas panggung untuk menyampaikan pesan kepada penonton.
Unsur nyanyian, musik, tari, gerak badan, pidato, dan ’komunikasi’
denganpenonton menjadi bagian tak terpisahkan dalam pentas Dulmuluk.
Drama Dulmuluk memang memberikan apa yang ingin diketahui khalayak
lewat aksi panggung mereka. Namun, kebanyakan orang lupa bahwa
berhadapan dengan teater tradisi seperti Dulmuluk, unsur-unsur di luar
pertunjukan drama itu sendiri yang tentunya masih dalam satu rangkaian
peristiwa dengan memberi informasi berharga, termasuk fenomena sosial-
budaya terkait keberadaan Dulmuluk sebagai bagian komponen seni
pertunjukan rakyat. Perubahan sosial yang pesat dalam struktur sosial akan
memunculkan masalah-masalah sosial dimana tradisi yang sudah mapan
tidak menyediakan jawaban-jawaban yang dibutuhkan.
Dulmuluk akhirnya merubah kemasanya dengan menambahkan
ataupun melibatkan secara tidak sengaja maupun disengaja. Situasi yang
baru ini biasanya dibentuk dari persepsi sekitar sebagai bentukan sosial
yang bersifat baru sehingga budaya kehilangan sifat aslinya yang jelas
tetapi Dul Muluk malah memperkaya karakternya secara kemasan
pertunjukannya. Kemasan Dulmuluk dalam perubahan sosial
masyarakatnya adalah bentuk kontemplasi artistik yang berkaitan erat
dengan suatu pandangan dunia. Pandangan ini memberikan pengaruh
positif dan kecenderungannya sendiri serta mempunyai kemampuan untuk
memahami dengan mengangkat gambar-gambar artistik. Hal tersebut
diangkat karena kontektual dengan kehidupan masyarakat dalam lintas
budaya global. Perubahan sosial pertunjukan Dulmuluk secara ekstrinsik
awalnya adalah pertunjukan ini mempunyai makna sebagai penyebaran
agama (pesan moral). Saat ini selain membawa pesan lama unsur
hiburannya pun menghiasi kemeriahan penikmatnya. Perubahan secara
ekstrinsik pada pertunjukan Dulmuluk adalah menerima penandaan baru
berupa kemasan dalam penambahan unsur-unsur yang melintasi sebagai
kekayaan kreativitas masyarakatnya. Perubahan substansial (perubahan
intrinsik), tidak terjadi secara esensi (pesan moral) dari pertunjukan
Dulmuluk itu sendiri. Tetapi terjadi pengurangan hakikat dari pertunjukan
Dul Muluk yang ditradisikan nilai-nilainya, dihawatirkan lama-kelamaan
akan meninggalkan keaslinya (mengalami transisi). Seiring pertumbuhan
perjalanan perubahan sosial masyarakatnya ada yang prinsipil. Konsep
sifatnya akan mengalami perubahan, konsep-konsep tersebut berupa;
suksesi (waktu), identitas yang terlibat dalam suatu perubahan, atau
sesuatu yang dapat diidentifikasikan, yang tetap relatif sama di dalam
suatu keadaan yang sedang berubah, suatu tingkatan variasi atau
perubahan dari identitas Dulmuluk.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Drama merupakan salah satu bentuk karya sastra. Dalam drama, penulis
ingin menyampaikan pesan melalui akting dan dialog.

Dulmuluk merupakan pembacaan syair kemudian disertai dengan peragaan


oleh beberapa orang, ditambah iringan musik. Pertunjukan itu mulai dikenal
Masyarakat sebagai penikmat seni pertunjukan.Dul Muluk menghendaki
pertunjukan Dul Muluk secara ekstrinsik awalnya adalah pertunjukan ini
mempunyai makna sebagai penyebaran agama (pesan moral). Saat ini selain
membawa pesan lama unsur hiburannya pun menghiasi kemeriahan
penikmatnya. Perubahan secara ekstrinsik pada pertunjukan Dulmuluk
adalah menerima penandaan baru berupa kemasan dalam penambahan unsur-
unsur yang melintasi sebagai kekayaan kreativitas masyarakatnya.

Perubahan substansial (perubahan intrinsik), tidak terjadi secara esensi


(pesan moral) dari pertunjukan Dulmuluk itu sendiri.mengalami masa
transisi (keterasingan) budayanya. Perjalanan Dul Muluk yang mengalami
perubahan fungsi men-tradisi akan membawa kepada kemungkinan-
kemungkinan “pilihan” alternatif dalam proses penikmatan penonton.
Pertunjukan Dulmuluk tidak dapat digolongkan dalam kategori pertunjukan
betul atau tidak betul secara tradisi ataupun digolongkan sebagai pertunjukan
yang baik atau buruk dalam kualitas pertunjukan, serta pertunjukan yang
benar secara tradisi atau salah yang salah menurut tradisi, lebih parah lagi
jika pertunjukan Dulmuluk mengalami proses pertunjukan yang disukai atau
tidak disukai oleh penonton.
Perubahan sosial masyarakat dalam pertunjukan Dulmuluk, seharusnya
memunculkan pilihan keyakinan-keyakinan dalam realitas fundamental yang
bersifat jamak (pluralis).

B.     SARAN
Demi terciptanya sebuah masyarakat yang memiliki aroma seni yang
pekat di mata internasional, disini Penulis mengharapkan agar seni drama
mendapatkan perhatian yang tinggi, baik di kalangan biasa, pendidikan,
pebisnis maupun pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Nia, 2016. Antropologi Sosial. Jakarta : academia

Anda mungkin juga menyukai