Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................5
2.1 Analisis Cerita.......................................................................................5
3. Gubahan Cerita..........................................................................................6
BAB III PENUTUP..........................................................................................8
3.1 Kesimpulan............................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat
pesat setiap masanya. Namun saat pembelajaran dan masuk kedalam dunia sasta,
sastra sudah dianggap oleh masyarakat sebagai sesuatu yang menjadi milik
bersama, bersifat sakral, serta adanya larangan yang bertentangan dengan adat
istiadat dan hal tersebut sudah berlaku sejak lama di Negara Indonesia. Oleh
karena itu saat ini sastra telah dianggap menjadi hak milik siapa saja dan dengan
sendirinya hal tersebut di akui dan di ikuti oleh setiap individu yang sudah dapat
mengerti apa yang telah digambarkan oleh suatu karya sastra, sedangkan karya
sastra sendiri pada saat ini telah memperlihatkan perkembangan tema yang
menunjukkan banyaknya perubahan dalam tema tersebut yang mana kolektifisme
ke arah individualisme.

Untuk itu dicipatakannya novel pada masa sekarang ini dapat dikatakan telah
menembus batas dan sekat-sekat yang membatasi ruang ide pengarang yang mana
menjadi sebuah kesempatan bagi penulis untuk mengekspresikan diri mereka
sebebas mungkin melalui sebuah cerita. Pengarang di masa modern seperti saat ini
juga dapat lebih bebas menuangkan pemikiran dan ekspresi yang ia gambarkan
dalam menciptakan suatu karya. Oleh karenanya tema-tema yang muncul dan di
ciptakan pada saat ini tidak lagi monoton.

Karya sastra tersebut juga menjadi suatu gambaran masyarakat yang mana
sangat popular pada masanya, selain itu juga perkembangan peradaban manusia
tidak lepas dari sebuah karya sastra karena banyak sekali memuat hal-hal yang
berhubungan sangay erat dengan situasi kehidupan manusia yang berlaku dalam
masyarakat kapan dan di mana karya sastra itu diciptakan serta memiliki makna
khusus yang terkandung di dalam setiap ceritanya. Karya sastra diciptakan melalui
proses kreatif yang dimiliki oleh seorang pengarang yang melihat, mengamati dan
menangkap segala peristiwa dan gejolak yang terjadi dalam lingkungan

1
sekitarnya, lalu mengolahnya sedemikian rupa kemudian mengembangkannya
dengan imajinasi yang dalam sehingga karya sastra dapat dinikmati, dipahami,
dan dimanfaatkan oleh masyarakat.

Karya sastra yang diciptakan oleh suatu pengarang pada saat itu juga dapat
mencerminkan suatu gambaran realitas kehidupan sosial yang mana hal tersebut
dapat kita lihat dalam lingkungan, adat, kebudayaan, dan sebagainya. Pengarang
merupakan indikator penting dalam menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur
kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi masyarakat. Dengan suatu
kemampuan yang telah dimiliki oleh seorang pengarang maka dapat menggali
kekayaan masyarat yang mana hal tersbeut dapat dikembangkan menjadi suatu
karya dan kemudian dinikmati oleh parapembaca.

Pengarang sendiri memiliki status dan kesetaraan sebagai anggota


masyarakat itu sendiri yang mana ia telah terikat pada status sosial tertentu pula
dan secara tidak langsung terlibat dalam karyanya. Sehingga dalam sastra
tergambar cerminan langsung dari berbagai struktur sosial, hubungan
kekeluargaan, dan lain-lain. Realitas atau kenyataan sosial yang diciptakan
pengarang dalam karyanya tidak harus sama dengan yang ada dalam masyarakat
karena karya sastra merupakan dunia baru yang diolah pengarang dengan
imajinasi yang dalam dan dengan sudut pandang tertentu.

Setelah mengkaji secara mendalam dan memaknai cerita dari calon arang,
penulis mengetahui bahwa Kisah Calon Arang muncul pada masa pemerintahan
Raja Airlangga (1006-1042 M) yang memerintah di Jawa Timur sejak 1021 sesuai
isi dari prasasti Pucangan. Naskah Calon Arang yang ada pada saat itu telah
diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Prof Dr
Poerbatjaraka. Kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
Calon Arang si Janda dari Girah pada tahun 1975 oleh Dr Soewito Santoso.
Naskah Calon Arang berupa lontar dengan aksara Bali Kuno yang mana
jumlahnya empat naskah, asing-masing bernomor Godex Oriental 4561, 4562,
5279 dan 5387. Naskah yang tertua no. 5279 berangka tahun 1462 Saka (1540 M).

2
Selain itu penulis juga mengetahui bahwa kisah Calon Arang ini memiliki
beberapa anggapan ataupun pendapat dari warga Desa Girah, hal tersebut
menyebabkan munculah label yang mana dilekatkan bahwa Ratna Manggali
sebagai perempuan yang tidak laku atau tidak ada satupun pria yang tertatik
padanya. Setelah mendengar gunjingan itu, hatinya terasa sakit sehingga
menyebabkan Calon Arang marah dan meneluh seluruh warga Desa Girah pada
masa itu. Dalam ceritanya dituliskan bahwa Raja Airlangga kemudian turun
tangan dan memerintahkan Mpu Baradah untuk menghabisi Calon Arang yang
dianggap sebagai biang keladi dari kekacauan yang terjadi di Desa Girah. Calon
Arang pun mati di tangan Mpu Baradah setelah sempat moksa dan menjelma
durga.

Menurut penulis setelah menkgkaji cerita Calon Arang saat ini sudah
banyak munculnya berbagai genre yang mengisahkan kembali cerita Calon Arang
yng mana setelahnya melahirkan berbagai tafsir baru tentang sosok Calon Arang
itu sendiri. Sendratari Calon Arang misalnya, garapan tari kreasi yang biasa
dipentaskan dengan latar budaya Bali ini memunculkan skemata calon arang yang
berbeda dengan apa yang diceritakan dalam penggalan kisah aslinya tersebut.
Setelahnya lahirnya berbagai bentuk tafsir tentang sosok Calon Arang tersebut
yang saat ini juga dapat diadopsi ke dalam berbagai pementasan tari kreasi namun
tetap tidak lepas dari struktur masyarakat Bali yang pada saat itu lentur dalam
memandang seni tradisi. Tidak mengherankan jika sosok Calon Arang mengalami
jungkir balik imaji, dari tokoh antagonis menjadi simbol perlawanan kaum
perempuan. Dalam sendratari dengan latar budaya Bali, Calon Arang menemukan
bentuknya yang baru, tidak lagi menjadi korban dan dikorbankan. Kini, Calon
Arang merupakan simbol kekuasaan perempuan walau tanpa mahkota.

Sebagai garapan kreasi, sendratari Calon Arang tidak lepas dari esensi tari Bali
dengan gerakannya yang luwes namun bertenaga yang memiliki daya tarik
tersendiri bagi penikmat seni tersebut. Dramatari tersebut juga dipadukan dengan
pakaian tradisional Bali yang sudah menjadi ciri khas dan telah dimodifikasi
lengkap dengan balutan kain batik yang mana bercorak Bali di bagian bawahnya.
Tata rias dibuat untuk mempertegas garis-garis muka sehingga nampak seperti

3
tata rias karakter. Tidak jarang, penari mengeluarkan sledet sebagai bentuk khas
dari tari Bali. Sementara, musik yang mengiringi berasal dari suara gamelan Bali
yang dipadukan dengan berbagai alat musik modern lainnya. Untuk menambah
unsur dramatis, ketika moksa, Calon Arang menggunakan topeng berwujud leak
dengan kuku-kukunya yang panjang menjuntai.

Sendratari Calon Arang lebih dari sekadar garapan kreasi. Di dalamnya


terkandung sebuah counter culture kaum perempuan yang selama ini teropresi
oleh filsafat maskulinisme. Calon Arang di tangan seniman Bali tidak melulu
menjadi sesuatu yang sakral dan ajeg, tetapi juga bisa sebagai tontonan bersifat
profan dan menghibur. Tidak lengkap rasanya jika ke Bali belum menyaksikan
sendratari yang mengangkat kembali cerita rakyat dalam tradisi lisan ini.

Selain itu dikisahkan juga bahwa Pada zaman Raja Airlangga yang berkuasa di
Kediri, ada seseorang yang menguasai ilmu hitam (ilmu pengleakan) yaitu Calon
Arang, nama aslinya Dayu Datu, dari desa Girah yaitu desa pesisir yang masih
termasuk wilayah Kerajaan Kediri. Calon Arang memiliki anak perempuan yang
cantik bernama Diah Ratna Mangali, tetapi tidak ada satu pun pemuda yang
melamarnya karena tersebar fitnah bahwa Ratna Mangali bisa ngeleak.Calon
Arang pun marah, lalu ia pun membuat banyak penduduk desa meninggal dengan
wabah gerubug. Warga juga mengetahui kalau itu ulah Calon Arang. Akhirnya,
hal tersebut dilaporkan kepada Raja Airlangga. Raja Airlangga meminta masukan
tentang masalah itu kepada Ki Patih Madri, seorang pengawal istana.

Ki Patih Madri memiliki rencana untuk menghancurkan Calon Arang, tetapi yang
terjadi ialah Ki Patih Madri gugur saat melawan Calon Arang.Setelah kekalahan
Ki Patih Madri, Raja Airlangga memanggil Empu Baradah yaitu seorang
penasehat kerajaan untuk ditugaskan mengatasi wabah tersebut. Empu Baradah
mengatur siasat yaitu menikahkan Empu Bahula (putra Empu Baradah) dengan
Diah Ratna Mangali dengan tujuan mencari tahu rahasia ilmu pengleakan milik
Calon Arang. Empu Bahula berhasil mencuri buku berupa lontar berbahasa Bali
yang menjelaskan tentang teknik-teknik pengleakan. Calon Arang yang
mengetahui itu pun marah lalu menantang Empu Baradah, tetapi dalam

4
pertempuran itu, Calon Arang akhirnya meninggal. Dengan meninggalnya Calon
Arang, wabah yang melanda akhirnya bisa teratasi.

1.2 Rumusan Masalah

Dapat kita ketahui bahwa saat ini karya sastra merupakan sebuah dunia
kemungkinan, yang artinya adalah ketika seorang pembaca sudah berhadapan
dengan suatu karya tulis atau karya sastra, maka karya sastra tersebut berhadapan
dengan kemungkinan penafsiran. Setiap pembaca berhak memiliki penafsiran
yang berbeda terhadap makna karya sastra. Hal ini juga telah memungkinkan
beragamnya teori dan pendekatan terhadap karya sastra. Berdasarkan latar
belakang masalah penelitian ini, masalah yang akan dibicarakan dalam penelitian
ini adalah :

1. Bagaimanakah unsur intrinsik yang melingkupi tema, alur, penokohan,


dan latar dalam Cerita Calon Arang?
2. Bagaimanakah unsur ekstrinsik yang ada dan berisikan tentang nilai-nilai
sosial seperti cinta, kejahatan, dan kepahlawanan yang terdapat dalan
novel Cerita Calon Arang yang telah di jelaskan pada latar belakang di
atas?

5
BAB II

2.1 Analisis Cerita


Menurut penulis pribadi terkait dengan analisis cerita berdasarkan dengan
tulisan yang ada dalam cerita calon arang jika dilihat berdasarkan pengertia
tersebut, dalam mencari dan memahami definisi atau pengertian yang tepat
mengenai suatu istilah yang konkret, sering terdapat perbedaan ide, pendapat dari
para ahli atau peneliti mengenai makna dan pengertian istilah tersebut. Dalam
cerita ini memiliki konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun
kadang-kadang istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun makna
dan pengertiannya dapat berubah sesuai dengan penangkapan nalar para pembaca
masing-masing.

Dalam cerita calon arang terkandung unsur Sosiologi, Sastra, yang mana
dalam cerita ini terkandung unsur imajinatif yang dalam cerita ini berhubungan
dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri.
Jadi menurut penulis secara pribadi Cerita Calon Arang merupakan suatu karya
sastra yang mana merupakan hasil ciptaan pengarang dengan imajinasinya yang
berisi tentang nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Selain itu beberapa berpendapat juga bahwa dalam cerita calon arang memiliki
adanya anggapan karya sastra itu merupakan struktur yang otonom yang dapat
dipahami sebagai satu kesatuan dengan unsur-unsur pembangunnya.

Untuk itu setelah di analisis secara seksama Cerita Calon Arang melakukan
pendekatan filologi dan intertekstualitas. Pendekatan filologi tersebut digunakan
karena objek penelitian tersebut merupakan suatu teks lama yang dalam
penanganannya menggunakan kerja fililogi. Adapun cara kerja filologi yang
dilakukan adalah pendataan naskah, pendeskripsian naskah, penyuntingan, dan
penerjemahan, sedangkan pendekatan intertekstual digunakan dalam mengetahui
proses tranformasi yang terjadi, hal ini untuk menjelaskan bahwa teks Calon
Arang yang muncul kemudian adalah wujud tranformasi dari bentuk hipogramnya

Calon Arang juga memiliki unsur Feminist yang mana Calon Arang
memperlihatkan kepada kita pembaca bahwa sebenarnya kaum perempuan juga

6
mampu memberontak dan melakukan apa yang mereka inginkan dengan
membiarkan bahasa-bahasa berlari bebas ke segala arah. Selain itu karya Toeti
Heraty mengajak pembaca untuk bergairah karena dengan gairah atau keinginan,
dan bukan rasio, perempuan dapat bebas dari struktur-struktur pemikiran yang
sudah ditetapkan oleh laki-laki. Karena pada akhirnya perempuan hanya dapat
bebas dari penindasan bila ada gairah/keinginan dan bukan rasio.

3. Gubahan Cerita
Calon Arang sendiri merupakan kisah legenda yang mendapatkan judulnya
dari nama salah satu tokoh utamanya. Calon Arang adalah seorang janda dari
Desa Girah atau Jirah, konon di sekitar Kediri saat ini. Calon Arang adalah
pemimpin suatu sekte agama sekaligus orang berkemampuan linuwih dalam hal
melakukan teluh. Karena marah tak ada orang yang melamar putri tunggalnya, ia
lantas menyebar teluh yang mampu menimbulkan wabah penyakit mematikan di
seantero negeri yang diperintah Maharaja Airlangga. Pageblug itu baru
terjinakkan setelah Mpu Bharada dimintai turun tangan oleh Maharaja Airlangga.
Untuk menuntaskan titah Airlangga itu, Mpu Bharada menyuruh seorang murid
terpercayanya untuk melamar dan menikahi putri Calon Arang, lalu mengambil
kitab ilmu rahasia mertuanya. Ini menjadi kunci kemenangan Mpu Bharada ketika
akhirnya beradu kanuragan dengan Calon Arang.

Kisah Calon Arang mula-mula tertuliskan dalam format kidung, format


penulisan sastra khas Jawa yang terutama muncul dan berkembang di masa
pertengahan dan surutnya Majapahit. Kisah tersebut terbilang sangat populer di
Bali sebagai cerita tutur maupun pentas pertunjukan. Dalam khazanah tari Bali,
tokoh Calon Arang dimunculkan sebagai sosok Rangda yang bertarung melawan
Barong.Isi kisah Calon Arang sampai kepada orang Indonesia di zaman modern
antara lain berkat kerja penerjemahan oleh Raden Ngabehi Poerbatjaraka.
Penerjemahan tersebut pertama-tama dilakukan dari naskah lontar yang
ditemukan di Bali yang lantas dialihaksarakan ke huruf alfabet Latin dan
dialihbahasakan ke bahasa Belanda. Poerbatjaraka melakukan hal tersebut pada
1926.

7
Baik tokoh Calon Arang maupun Mpu Bharada muncul dalam sejumlah
produk budaya populer modern. Dalam hal ini di antaranya bisa disebut dua buah
novel, yakni Cerita Calon Arang yang terbit perdana pada 1957 dan merupakan
hasil gubahan maestro sastra Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, serta Janda dari
Jirah yang terbit pada 2007 karya novelis asal Bali, Cok Sawitri. Lalu ada juga
film Ratu Sakti Calon Arang yang beredar pada 1985 dan dibintangi oleh Ratu
Film Horor Indonesia, Suzanna. Di film hasil penyutradaraan Sisworo Gautama
tersebut, tokoh Mpu Bharada diperankan oleh Amoroso Katamsi.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah di amati secara seksama di dalam cerita ini disimpulkan bahwa banyak
sekali unsur-unsur yang terkandung di dalam cerita calon arang yang mana cerita
tersebut memiliki banyak unsur-unsur terkait dengan sastra dan sosiologi. Untuk
itu penulis menyimpulkan disini bahwa Cerita Calon Arang sangatlah menarik.
Namun cerita ini memiliki beberapa versi yang berbeda sesuai dengan penulisnya
masing-masing yang mana cerita ini pada intinya menggambarkan tentang
seorang wanita yang menunjukan dirinya bahwa ia mampu melawan serta
melepaskan kungkungan yang ia alami.

Adapun relevansi cerita yang terkandung di dalamnya di dalam kehidupan


bermasyarakat sehari-hari adalah:

 Nilai tanggung jawab orang tua kepada anak.

 Nilai tanggung jawab tokoh masyarakat kepada lingkungan.

 Nilai tanggung jawab pemimpin kepada rakyat.

 Nilai kegotong-royongan.

 Nilai ajaran menyelesaikan masalah dengan tepat dan bijak.

 Nilai untuk memerangi hawa nafsu.

 Nilai untuk memperjuangkan suatu hak yang menjadi milik kita

Anda mungkin juga menyukai