Diskusi Akar Rumput pertama dengan tema G30S PKI Hantu atau
Nyata? telah diselenggarakan oleh Dinas Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
BEM FISIP UR pada tanggal 29 September 2017 di bawah pohon rindang, di
depan Laboratorium Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Riau dan
dihadiri oleh Herry Wahyudi S.IP M.A sebagai pembicara dalam diskusi kali ini.
Perspektif Sejarah
Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan pada tahun 1924 dan sepanjang
perjalanan hidupnya, partai ini telah mewarnai noda hitam dalam sejarah
Indonesia. Sebelum peristiwa 30 September 1965, telah terjadi pemberontakan
PKI terhadap pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1926 yang dipimpin oleh
Alimin dan Musso dan menjatuhkan banyak korban dipihak PKI. Setelah
Indonesia merdeka, kembali terjadi pemberontakan di Madiun pada tahun 1948
yang dipimpin oleh Musso. Lalu, puncaknya pada tahun 1965, ketika D.N Aidit
memimpin usaha kudeta dengan menculik dan membunuh 7 perwira tinggi
Indonesia di Lubang Buaya yang dikenal dengan Gerakan 30 September (G 30 S
PKI). Kasus G30S ini kemudian menjadi tonggak peralihan dari era Orde Lama
ke Orde Baru.
Jika melihat dari kacamata hukum, kita bisa mengambil dari sisi korban
dan sisi negara. Di sisi negara diperlihatkan bahwa hukum digunakan sebagai alat
negara. Hal n disebabkan karena ada orde bar, hukum berada di tangan
pemerintah. Dalam hal ini Presiden memiliki kuasa penuh dalam mengadili
tersangka-tersangka PKI.
Sedangkan sisi korban, banyak PKI yang diasingkan (baik itu yang sudah
terbukti sebagai PKI maupun belum) ke Pulau Buru, Timor, Bali. Mereka tidak
diadili terlebih dulu dan akrinya ditetapkan bersalah tanpa proses hukum.
Perspektif Kemanusiaan
Sama seperti perspektif hukum, kita bisa melihat dari beberapa sudut
pandang, yaitu sisi korban PKI dan jendral. Setelah 30 Setember, masuklah dalil
human rights, karena banyak simapatisan PKI yang diasingkan dan dibunuh tanpa
ada alasan yang jelas. Kasus ini telah banyak dibawa ke lembaga hukum dan
penegakan HAM, seperti contohnya LBH. Bahkan, dibawa juga ke dunia
internasnal, lebih tepatnya Organisasi Amnesty International, organisasi yang
menyuarakan kemanusiaan.
Dari sisi jendral yang dibunuh, jelas-jelas hal itu merupakan pelanggaran
HAM dengan mencabut hak kehidupan seseorang tanpa alasan. Tak hanya
membunuh para jenderal, kelompok PKI yang melakukan kudeta ini juga
membunuh orang-orang tak bersalah, seperti anak dari Jendral A.H Nasution, Ade
Irma Suryani, yang terkena peluru oleh Cakra Birawa.
Perspektif Militer dan Politik
Jika membahas dari sisi militer dan Politik, sudah jelas jika peristiwa 30 S
PKI ini sangat dipengaruhi oleh kedua aspek ini. Pada tahun 1965, setiap matra di
TNI (AD, AU, AL, Cakrabirawa) disusupi oleh PKI. Bahkan dalam hal ini PKI
mengadu domba internal militer AD dan Angakatan darat. Dengan kata lan,
militer yang seharusnya bersikap netral dan tidak bepihak pada pihak manapun,
terlbat dalam usaha merebut kekuasaan.
Kesmlan