Anda di halaman 1dari 3

TUGAS PANCASILA

ANALISIS KASUS PEMBERANTASAN PKI TAHUN 1965-1966 DARI SUDUT


PANDANG PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

Pada tahun 1965/1966 telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM berat


terhadap mereka yang dituduh sebagai anggota maupun terlibat dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Akibatnya, lebih dari dua juta orang mengalami
penangkapan sewenang-wenang, penahanan tanpa proses hukum, penyiksaan,
perkosaan, kekerasan seksual, kerja paksa, pembunuhan, penghilangan paksa,
wajib lapor dan lain sebagainya. Dari hasil penyelidikan Komnas HAM, sekitar
32.774 orang diketahui telah hilang dan beberapa tempat diketahui menjadi lokasi
pembantaian para korban. Sementara beberapa riset menyatakan bahwa korban
lebih dari 2 juta orang.
Tidak hanya korban, keluarga korban pun turut mengalami diskriminasi atas
tuduhan sebagai keluarga PKI. Selain harus kehilangan pekerjaan, banyak
diantaranya yang tidak bisa melanjutkan pendidikan, dikucilkan dari lingkungan
hingga kesulitan untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pada tahun 2008, Komnas HAM membentuk Tim Penyelidikan Pro Justisia
untuk Peristiwa 1965/1966. Selama lebih dari 4 tahun bekerja, Komnas HAM telah
memeriksa sebanyak 349 saksi korban dan mengunjungi lokasi-lokasi yang diduga
menjadi tempat penahanan. Pada 23 Juli 2012 lalu, Tim Penyelidik Pro Justisia
Komnas HAM mengumumkan hasil penyelidikannya dan menyatakan terdapat
dugaan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965/1966. Komnas HAM
merekomendasikan dua hal yaitu meminta Jaksa Agung menindaklanjuti hasil
penyelidikan Komnas HAM dengan melakukan penyidikan dan dapat juga
diselesaikan melalui mekanisme non yudisial.
Selain itu pada tahun 2015, para korban dan keluarga korban serta
pendamping telah membawa kasus 65 ke mekanisme internasional
melalui, International People Tribunal di Den Haag yang pada putusannya meminta
pemerintah Indonesia untuk segera meminta maaf dan juga segera melakukan
proses penyidikan dan mengadili semua kasus-kasus kejahatan terhadap
kemanusiaan di Indonesia. Di tahun yang sama pula, Pemerintah Indonesia
mengadakan simposium nasional 65 di Hotel Arya Duta yang diinisiasi oleh Menko
Polhukam saat itu, Luhut Binsar Panjaitan. Simposium ini tidak lebih adalah upaya
pemerintah untuk membuat forum tandingan yang beberapa keputusannya bertolak
belakang dengan hasil rekomendasi IPT. Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa
negara tidak perlu meminta maaf atas peristiwa 65 karena korban dari pihak tentara
juga banyak.
Partai Komunis Indonesia (PKI) pernah menjadi partai komunis terbesar
ketiga di dunia. Kadernya berjumlah sekitar 300.000, sementara anggotanya
diperkirakan sebanyak dua juta orang.Selain itu PKI juga mengatur serikat-serikat
buruh. Dukungan terhadap kepresidenan Soekarno bergantung pada koalisi
"Nasakom" antara militer, kelompok agama, dan komunis. Perkembangan pengaruh
dan kemilitanan PKI, serta dukungan Soekarno terhadap partai tersebut,
menumbuhkan kekhawatiran pada kelompok muslim dan militer. Ketegangan mulai
menyelimuti perpolitikan Indonesia pada awal dan pertengahan tahun 1960-
an. Upaya PKI untuk mempercepat reformasi tanah menggusarkan tuan-tuan tanah
dan mengancam posisi sosial para kyai.
Pada tanggal 1 Oktober 1965, enam Jendral (tiga di antaranya dalam proses
penjemputan paksa pada pagi hari, sedangkan tiga sisanya dan satu orang perwira
menengah pada sore hari) dibunuh oleh kelompok yang menyebut diri mereka
sebagai Dewan Revolusi,namun Soeharto menamai gerakan Dewan Revolusi
tersebut sebagai Gerakan 30 September, walau fakta sejarahnya aksi penjemputan
paksa dilakukan pada jam empat pagi tanggal 1 Oktober 1965, untuk mendekatkan
penyebutan Gestapu dengan sebutan Gestapo (Polisi Rahasia Nazi Jerman yang
dikenal bengis dan kejam). Maka pemimpin-pemimpin utama militer Indonesia tewas
atau hilang, sehingga Soeharto mengambil alih kekuasaan angkatan bersenjata
(yang dilakukan atas inisiatif sendiri tanpa berkoordinasi dengan Presiden Soekarno
selaku pemangku jabatan Panglima Tertinggi menurut Undang-Undang dalam
struktur komando di tubuh APRI). Pada 2 Oktober, ia mengendalikan ibu kota dan
mengumumkan bahwa upaya kudeta telah gagal. Angkatan bersenjata menuduh
PKI sebagai dalang peristiwa tersebut. Pada tanggal 5 Oktober, jenderal-jenderal
yang tewas dimakamkan. Propaganda militer mulai disebarkan, dan menyerukan
pembersihan di seluruh negeri. Propaganda ini berhasil meyakinkan orang-orang
Indonesia dan pemerhati internasional bahwa dalang dari semua peristiwa ini adalah
PKI. Penyangkalan PKI sama sekali tidak berpengaruh. Maka ketegangan dan
kebencian yang terpendam selama bertahun-tahun pun meledak.
Peristiwa 1965 menjadi salah satu catatan hitam Indonesia. Di tahun tersebut,
banyak warga mengalami kekerasan, baik dari militer maupun unsur sipil yang
disponsori oleh militer. Peristiwa ini diawali dengan penculikan dan pembunuhan
para Jendral pada 30 September 1965 (G30S). Partai Komunis Indonesia (PKI)
dituding keras menjadi pelaku penculikan dan pembunuhan dalam peristiwa
tersebut. Komnas HAM akan terus berupaya dalam menyelesaikan kasus
pelanggaran HAM yang berat masa lalu termasuk peristiwa 1965-1966. Penyelidikan
ini sesuai mandat Komnas HAM dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
tentang Pengadilan HAM.
Latar Belakang G30S PKI secara umum dilatarbelakangi oleh dominasi
ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung
sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah
kekuasaan Presiden Soekarno. Beberapa hal lain yang menyebabkan mencuatkan
gerakan yang menewaskan para Jenderal ini adalah ketidakharmonisan hubungan
anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di antara keduanya. Selain itu,
desas desus kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatarbelakangi
pemberontakan G30S PKI.
Tujuan utama G-30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno
dan mengganti negara Indonesia menjadi negara Komunis. Sebagaimana diketahui
bahwa, gerakan PKI di Indonesia saat itu, disebut memiliki lebih dari 3 juta anggota
dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan
Uni Soviet. Beberapa tujuan gerakan biadab yang pernah dilancarkan dan
dilaksanakan G30S PKI adalah sebagai berikut:
1).Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya
sebagai negara komunis. 2). Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut
kekuasaan pemerintahan. 3). Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi
komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk
mewujudkan masyarakat komunis, 4). Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi
komunis, 5). Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari
rangkaian kegiatan komunisme internasional.
Itulah diantara sejarah G30S PKI yang terjadi di Indonesia. Setelah gerakan
tersebut berhasil ditumpas, muncul berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk
membubarkan PKI. Kendatipun, PKI sudah dibubarkan, namun kita mesti dan tetap
waspada terhadap bahaya laten PKI. Sebab, tidak ada jaminan bahwa, mereka tidak
bergerak. Mereka, patut diduga mereka para simpatisan PKI melakukan operasi
senyap dan tetap melakukan pergerakan di bawah tanah? Karena itu, kita bangsa
Indonesia tidak boleh melupakan peristiwa tragis yang memilukan itu. Sebab, yang
namanya kebiadaban PKI, tidak bisa ditolerir (diterima) oleh bangsa Indonesia.
Sebab, sifat PKI memusuhi agama dan tokoh-tokoh agama, dan bahkan anti dengan
Pancasila. Karena itu, orang-orang yang berfaham komunis tidak boleh tinggal dan
hidup di Indonesia, karena ideologi mereka tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.

Anda mungkin juga menyukai