Anda di halaman 1dari 35

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Kelompok 3 - XII MIPA 5


Our Team
1. Alif Djaya Nurhidayatullah
2. Fanny Nurul Dzihny Hartono Putri
3. Muhammad Asad Habibi
4. Noveliega Citra Wijaya
5. Tera Lampana
Pengertian Pernikahan
Secara bahasa, arti "nikah" berarti mengumpulkan, menggabungkan,
atau menjodohkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, "nikah"
diartikan sebagai "perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk
bersuami istri (dengan resmi) atau "pernikahan".
Menurut syari’ah, “nikah” berarti akad yang menghalalkan pergaulan
antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang
menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing.
Allah Swt. Berfirman: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya” (QS. An-Nisa/4:3).
Tujuan Pernikahan
1. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
Rasulullah SAW. bersabda:

‫ تنكح المرأة ألربع ساِلَها َو َلَحَس ِبَها َو الَج َم اِلَها‬:‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُه َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم قال‬
‫َو ِلِد يِنَها فاظَفَر ِبَذ اِت الِّد يِن َترَبْت َيَد اَك‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “wanita
dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan
karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, kalau tidak kamu akan celaka”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Untuk mendapatkan ketenangan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

‫َو ِم ْن ٰا ٰي ِتٖۤه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو ا ًج ا ِّلَتْس ُك ُنْۤو ا ِاَلْيَها َو َجَعَل َبْيَنُك ْم َّم َو َّد ًة َّو َر ْح َم ًةۗ  ِاَّن ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت ِّلَقْو ٍم َّيَتَفَّك ُر ْو َن‬

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berpikir.” (Q.S. Ar-Rum/30:21).
3. Untuk membentengi akhlak.
Rasulullah saw bersabda:
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka
nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan), Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum),
karena shaum itu dapat membentengi dirinya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Para ahli fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama penerapannya kepada
semua mukallaf, melainkan disesuaikan dengan kondisi masing- masing, baik dilihat dari
kesiapan ekonomi, fisik, mental ataupun akhlak. Karena itu hukum nikah bisa menjadi
wajib, sunah, mubah, haram, dan makruh.
4. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda:

"Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!” Mendengar


sabda Rasulullah saw. Para sahabat keheranan dan bertanya: “Wahai Rasulullah
saw., seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan
mendapat pahala?” Nabi Muhammad saw. Menjawab, “Bagaimana menurut kalian
jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka
berdosa?” Jawab para shahabat, “Ya, benar. Beliau bersabda lagi, “Begitu pula kalau
mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh
pahala!” (HR. Muslim).
5. Untuk mendapatkan keturunan yang saleh
Allah SWT. Berfirman:

“Allah Swt. Telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri
dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah Swt.?” (Q.S. an-
Nahl/16:72).
6. Untuk menegakkan rumah tangga yang Islami

Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya talaq


(perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi mempertahankan
keutuhan rumah tangga.
Firman Allah SWT.:

Talaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah Swt.,
maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum- hukum Allah Swt., maka janganlah kamu
melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah Swt. Mereka
itulah orang-orang yang dzalim” (QS.al-Baqarah/2:229).
Hukum Pernikahan
Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan
maslahat, memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain.

1. Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi
maupun akhlak untuk melakukan pernikahan, mempunyai keinginan untuk
menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan jatuh pada
perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah. Karena menjauhi zina
baginya adalah wajib dan cara menjauhi zina adalah dengan menikah.
2. Sunnah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan menikah namun
tidak dikhawatirkan dirinya akan jatuh kepada maksiat untuk sekiranya tidak
menikah. Melakukan pernikahan adalah lebih baik daripada mengkhususkan diri
untuk beribadah sebagai bentuk sikap taat kepada Allah Swt.

3. Mubah, bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya
atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut
usia, atau yang tidak mampu menafkahi sedangkan wanitanya rela dengan syarat
wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
4. Haram, yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya tidak akan mampu
melaksanakan kewajiban-kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang
berkaitan dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban lainnya.
Tentang hal ini Imam al-Qurtubi mengatakan:

“Jika suami mengatakan bahwa dirinya tidak mampu menafkahi istri atau
memberi mahar, dan memenuhi hak-hak istri yang wajib, atau mempunyai suatu
penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual, maka dia
tidak boleh menikahi wanita itu sampai dia menjelaskannya kepada calon
istrinya. Demikian juga wajib bagi calon istri menjelaskan kepada calon suami
jika dirinya tidak mampu memberikan hak atau mempunyai suatu penyakit yang
menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual dengannya.”
5. Makruh, yaitu bagi seseorang yang mampu menikah tetapi dia
khawatir akan menyakiti wanita yang akan dinikahinya, atau menzalimi
hak-hak istri dan pergaulan yang dia miliki dalam memenuhi hak-hak
manusia, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan
keturunan.
Mahram (Orang yang Tidak Boleh Dinikahi)

Dalam Al-Qur’an telah menjelaskan tentang orang-orang yang tidak


boleh dinikahi (Q.S. an-Nisa/4:23-24). Wanita yang haram dinikahi
disebut juga mahram nikah. Dalam pembahasan secara umum
biasanya yang dibicarakan ialah mahram nikah dari pihak wanita,
sebab pihak laki-laki yang biasanya mempunyai kemauan terlebih
dahulu untuk mencari jodoh dengan wanita pilihannya.
Mahram sendiri dibagi menjai 2, yaitu:

• Mahram Muabbad (wanita diharamkan untuk dinikahi selama-lamanya)


seperti: keturunan, satu susuan, mertua perempuan, anak tiri jika ibunya
sudah dicampuri, bekas menantu perempuan, dan bekas ibu tiri.
• Gair Muabbad adalah mahram sebab menghimpun dua perempuan yang
statusnya bersaudara, misalnya saudara sepersusuan kakak dan adiknya.
Hal ini boleh dinikahi tetapi setelah yang satu statusnya sudah bercerai
atau meninggal dunia.
Rukun dan Syarat Pernikahan

Para ahli fikih berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan


syarat pernikahan. Perbedaan tersebut adalah dalam menempatkan
mana yang termasuk syarat dan mana yang termasuk rukun. Jumhur
ulama sebagimana juga mazhab Syafi’I mengemukakan bahwa
rukun nikah ada lima, yaitu sebagai berikut.
A. Calon suami, syarat-syaratnya sebagai berikut:
• Bukan mahram si wanita, calon suami bukan termasuk yang haram
dinikahi karena adanya hubungan nasab atau sepersusuan.
• Orang yang dikehendaki, yakni adanya keridoan dari masing-masing
pihak. Dasarnya adalah hadis sari Abu Hurairah r.a, yaitu: “Dan tidak
boleh seorang gadis dinikahi sehingga ia meminta izinnya.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim).
• Mu’ayyan (beridentitas jelas), harus ada kepastian siapa identitas
mempelai laki-laki dengan menyebut nama atau sifatnya yang khusus.
B. Calon istri, syarat-syaratnya sebagai berikut:
• Bukan mahram si laki-laki
• Terbebas dari halangan nikah, misalnya masih dalam masa iddah atau
berstatus sebagai istri orang.

C. Wali, yaitu bapak kandung mempelai wanita, penerima wasiat atau kerabat
terdekat, dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut, atau
orang bijak dari keluarga wanita, atay pemimpin setempat, Rasulullah saw.
bersabda : “Tidak ada nikah, kecuali dengan wali.”. Umar bin Khattab ra.
berkata, “Wanita tidak boleh dinikahi, kecuali atas izin walinya, atau orang bijak
dari keluarganyaa atau seorang pemimpin.”
Syarat wali adalah:

• Orang yang dikehendaki, bukan orang yang dibenci


• Laki-laki, bukan perempuan atau banci
• Mahram si wanita
• Baligh, bukan anak-anak
• Berakal, tidak gila
• Adil, tidak fasiq
• Tidak terhalang wali lain
• Tidak buta
• Tidak berbeda agama
• Mereka, bukan budak
D. Dua orang saksi

Syarat saksi adalah sebagai berikut :


• Berjumlah dua orang, bukan budak, bukan wanita, dan bukan orang
fasik
• Tidak boleh merangkap sebagai saksi walaupun memenuhi kualifikasi
sebagai saksi.
• Sunnah dalam keadaan rela dan tidak terpaksa
E. Sigah (ijab kabul), yaitu perkataan dari mempelai laki-laki atau wakilnya ketika
akad nikah.

Syarat shighat adalah sebagai berikut:


• Tidak tergantung dengan syarat lain
• Tidak terikat dengan waktu tertentu
• Boleh dengan bahasa asing
• Dengan menggunakan kata “tazwij” atau “nikah”, tidak boleh dalam
berbentuk kinayah (sindiran), karena kinayah membutuhkan niat sedang niat
itu sesuatu yang abstrak
• Qabul harus dengan ucapan “Qabiltu nikahaha/tazwijaha.” Dan boleh
didahulukan dari ijab
F. Pernikahan yang Tidak Sah

• Pernikahan Mut’ah, yaitu pernikahan yang dibatasi untuk jangka waktu


tertentu, baik sebentar ataupun lama.
• Pernikahan syighar, yaitu pernikahan dengan persyaratan barter tanpa
pemberian mahar.
• Pernikahan muhallil, yaitu pernikahan seorang wanita yang telah ditalak tiga
oleh suaminya yang karenanya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudian
wanita itu dinikahi laki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi
lagi oleh mantan suaminya.
• Pernikahan orang yang ihram, yaitu pernikahan orang yang sedang
melaksanakan ihram haji atau ‘umrah serta belum memasuki waktu tahallul.
• Pernikahan dalam masa iddah, yaitu pernikahan dimana seorang laki-laki
menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah, baik
karena perceraian ataupun karena meninggal dunia.
• Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki
dengan wanita tanpa seizin walinya.
• Pernikhan dengan wanita kafir selain wanita-wanita ahli kitab, atau wanita
yang musyrik sebelum mereka beriman.
• Menikah mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram karena pernikahan
atau karema sepersusuan.
Pernikahan Menurut Undang-undang Perkawinan Indonesia (UU
No. 1 Tahun 1974)
Kewajiban suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami.

1. Kewajiban bersama suami istri:


• Memelihara dan mendidik anak dengan sebaik-baiknya.
• Berbuat baik terhadap mertua, ipar dan kerabat lainnya baik dari suami
atau istri.
• Setia dalam hubungan rumah tangga dan memelihara keutuhan dengan
berusaha melakukan pergaulan secara bijaksana, rukun, damai, dan
harmonis.
• Saling bantu membantu antara keduanya.

Menjaga penampilan lahirlah dalam rangka merawat keutuhan cinta dan


kasih sayang diantara keduanya (QS. at-Tahrim/66:6, QS. an-Nisa/4:36,
dan QS. al-Maidah/15:2)
2. Kewajiban Suami terhadap Istri

• Menjadi pemimpin, memelihara Dan membimbing keluarga


serta menjaga dan bertanggungjawab atas kesejahteraan
keluarga (QS. at-Tahrim/66:6).
• Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal (QS. Al-
Baqarah/2:168 dan 172).
• Bergaul dengan istri secara Ma'ruf dan memperlakukan
istrinya dengan baik.
• Masing-masing anggota keluarga bertanggung jawab sesuai fungsi
dan perannya masing-masing.
• Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sesuai
norma Islam, membantu tugas-tugas istri.
3. Kewajiban Istri terhadap Suami

• Taat kepada perintah suami.


• Selalu menjadi diri dan kehormatan keluarga
• Bersyukur atas nafkah yang diterima dan menggunakannya
dengan sebaik-baiknya.
• Membantu suami dan mengatur rumah tangga sebaik mungkin.
• Saling bantu membantu antara keduanya.

Menjaga penampilan lahirlah dalam rangka merawat keutuhan cinta dan


kasih sayang diantara keduanya (QS. at-Tahrim/66:6, QS. an-Nisa/4:36,
dan QS. al-Maidah/15:2)
Hikmah Pernikahan
Nikah diisyaratkan Allah SWT. Melalui Al-Qur'an dan Sunnah rasulnya.
Diantaranya sebagai berikut.

• Terciptanya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.


• Mendapatkan keturunan yang sah dari hasil pernikahan
• Terpeliharanya kehormatan suami istri dari perbuatan zina.
• Terjalinnya kerjasama antara suami dan istri dalam mendidik anak dan
menjaga kehidupan.
• Terjalinnya silaturahmi antar keluarga besar pihak suami dan pihak istri
Question
Time

Anda mungkin juga menyukai