تنكح المرأة ألربع ساِلَها َو َلَحَس ِبَها َو الَج َم اِلَها:َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُه َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم قال
َو ِلِد يِنَها فاظَفَر ِبَذ اِت الِّد يِن َترَبْت َيَد اَك
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda: “wanita
dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan
karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, kalau tidak kamu akan celaka”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2. Untuk mendapatkan ketenangan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
َو ِم ْن ٰا ٰي ِتٖۤه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِّم ْن َاْنُفِس ُك ْم َاْز َو ا ًج ا ِّلَتْس ُك ُنْۤو ا ِاَلْيَها َو َجَعَل َبْيَنُك ْم َّم َو َّد ًة َّو َر ْح َم ًةۗ ِاَّن ِفْي ٰذ ِلَك ٰاَل ٰي ٍت ِّلَقْو ٍم َّيَتَفَّك ُر ْو َن
Para ahli fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama penerapannya kepada
semua mukallaf, melainkan disesuaikan dengan kondisi masing- masing, baik dilihat dari
kesiapan ekonomi, fisik, mental ataupun akhlak. Karena itu hukum nikah bisa menjadi
wajib, sunah, mubah, haram, dan makruh.
4. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda:
“Allah Swt. Telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri
dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu,
dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah Swt.?” (Q.S. an-
Nahl/16:72).
6. Untuk menegakkan rumah tangga yang Islami
Talaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu
mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah Swt.,
maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum- hukum Allah Swt., maka janganlah kamu
melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah Swt. Mereka
itulah orang-orang yang dzalim” (QS.al-Baqarah/2:229).
Hukum Pernikahan
Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan
maslahat, memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain.
1. Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi
maupun akhlak untuk melakukan pernikahan, mempunyai keinginan untuk
menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan jatuh pada
perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah. Karena menjauhi zina
baginya adalah wajib dan cara menjauhi zina adalah dengan menikah.
2. Sunnah, yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan menikah namun
tidak dikhawatirkan dirinya akan jatuh kepada maksiat untuk sekiranya tidak
menikah. Melakukan pernikahan adalah lebih baik daripada mengkhususkan diri
untuk beribadah sebagai bentuk sikap taat kepada Allah Swt.
3. Mubah, bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya
atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten atau lanjut
usia, atau yang tidak mampu menafkahi sedangkan wanitanya rela dengan syarat
wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
4. Haram, yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya tidak akan mampu
melaksanakan kewajiban-kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang
berkaitan dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban lainnya.
Tentang hal ini Imam al-Qurtubi mengatakan:
“Jika suami mengatakan bahwa dirinya tidak mampu menafkahi istri atau
memberi mahar, dan memenuhi hak-hak istri yang wajib, atau mempunyai suatu
penyakit yang menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual, maka dia
tidak boleh menikahi wanita itu sampai dia menjelaskannya kepada calon
istrinya. Demikian juga wajib bagi calon istri menjelaskan kepada calon suami
jika dirinya tidak mampu memberikan hak atau mempunyai suatu penyakit yang
menghalanginya untuk melakukan hubungan seksual dengannya.”
5. Makruh, yaitu bagi seseorang yang mampu menikah tetapi dia
khawatir akan menyakiti wanita yang akan dinikahinya, atau menzalimi
hak-hak istri dan pergaulan yang dia miliki dalam memenuhi hak-hak
manusia, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan
keturunan.
Mahram (Orang yang Tidak Boleh Dinikahi)
C. Wali, yaitu bapak kandung mempelai wanita, penerima wasiat atau kerabat
terdekat, dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut, atau
orang bijak dari keluarga wanita, atay pemimpin setempat, Rasulullah saw.
bersabda : “Tidak ada nikah, kecuali dengan wali.”. Umar bin Khattab ra.
berkata, “Wanita tidak boleh dinikahi, kecuali atas izin walinya, atau orang bijak
dari keluarganyaa atau seorang pemimpin.”
Syarat wali adalah: