Anda di halaman 1dari 34

disampaikan oleh :

Kepala KUA Kecamatan


Melaya
Jangan lupa berdoa ….

AGAR duduk anda bernilai ibadah


A. PENGERTIAN

• Perkawinan adalah ikatan lahir


batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa.
• MAKNA lughowi : nikah/kawin berarti “al-wath’u wad
dammu” (bersenggama atau bercampur). Makna majazi
(kiasan)-nya adalah aqad, sebab ini merupakan landasan
bolehnnya melakukan persetubuhan.
• MAKNA ushuli : ada perbedaan pendapat diantara para
ulama.
– Pertama, nikah memiliki arti hakikat adalah watha’
(bersetubuh).
– Kedua, nikah berarti aqad, sedang arti majazi adalah
bersenggama.
– Ketiga, nikah merupakan musytarak atau gabungan antara
pengertian aqad dan bersenggama.
• MAKNA fiqhi : Perkawinan adalah aqad nikah yang
ditetapkan oleh syara’ bahwa seorang suami dapat
memanfaatkan dan bersenang-senang dengan kehormatan
(kemaluan) seorang istri dan seluruh tubuhnya.
B. TUJUAN & HIKMAH PERKAWINAN

Tujuan Perkawinan

1. Menghalalkan hubungan biologis


antara pria dan wanita
2. Melanjutkan keturunan
3. Membentuk rumah tangga bahagia
4. Melaksanakan sunnah Rasul
5. Menghindarkan fitnah.

Pasal 1 UU 1 Tahun 1974 bahwa tujuan


perkawinan
adalah BAHAGIA dan KEKAL
berdasarkan agama.
Hikmah perkawinan
1. Menyalurkan naluri seksual dan keten-
traman hati
2. Kebahagian dan rahmat
3. Menyalurkan sahwat pad tempatnya
4. Memelihara kemurnian keturunan
5. Mengikat hubungan sosial
6. Menimbulkan rasa tangungjawab
7. Menjamin ketertiban masyarakat dan
kesehatan mental
C. PEMINANGAN
 Meminang adalah menyatakan permintaan
untuk perjodohan dari seorang laki-laki pada
seorang perempuan atau sebaliknya secara
langsung atau dengan perantara orang yang
dipercaya.

 Hukum melihat orang yang akan dipinang


Sebagian ulama mengatakan melihat perempuan
yang akan dipinang itu boleh saja (berdasarkan
sunah rasulullah riwayat Imam Ahmad)

Ulama lain mengatakan sunah (berdasarkan


hadits riwayat Imam Ahmad)
• Wanita Yang Boleh Dipinang

Wanita-wanita yang boleh dipinang apabila memenuhi syarat.

Ada dua macam peminangan wanita, yaitu :

1. Syarat mustahsinah
2. Syarat lazimah

Syarat mustahsinah ialah syarat yang berupa anjuran kepada


seorang pria yang akan meminang wanita untuk meneliti
lebih dulu wanita yang akan dipinang agar lebih terjamin

kelangsungan rumah tangganya setelah memasuki pintu


gerbang perkawinan.
Adapun syarat-syarat Mustahsinah:

1. Wanita yang dipilih bukan hanya karena


kecantikannya, kekayaan, dan
kebangsawanannya tetapi semata-mata
keshalehannya.
2. Wanita yang dipinang hendaknya
mempuyai watak kasih sayang dan
mempunyai banyak keturunan.
3. Wanita yang akan dipinang mempunyai
hubungan darah yang jauh
Syarat lazimah adalah syarat yang harus
dipenuhi sebelum dilaksanakan pemina-
nangan, termasuk di dalamnya adalah :
1. Wanita yang tidak dipinang oleh laki-laki
lain atau laki-laki tersebut telah
melepaskan hak pinangannya.
2. Wanita yang tidak dalam masa iddah
raj’iyah.
3. Wanita yang dipinang bukan mahram pria
yang meminang.
Meminang Wanita Yang Menjalani Masa
Iddah

• Dilarang meminang wanita menjalani masa


iddah karena kematian suami atau kerena
talak.
• Iddah karena talak raj’i haram dipinang
karena belum terlepas dari tanggung
jawab suaminya dan masih dapat rujuk
kembali
• Wanita menjalani iddah karena kematian,
meminangnya dengan terang-terangan tapi
boleh dengan cara sindiran karena suami
telah tiada.
D. HUKUM NIKAH
Hukum Nikah Ada Lima Macam:
1. Jaiz, sebagai hukum asalnya.
2. Sunnah, bagi orang yang berminat dan cukup
belanjanya.
3. Wajib, bagi orang yang cukup belanja dan dia
takut jatuh dalam perzinaan
4. Makruh, bagi oang yang tidak mampu memberi
nafkah.
5. Haram, bagi orang yang bermaksud menyakiti
perempuan yang hendak dikawininya.
E. RUKUN NIKAH
1. Sighat (aqad), yaitu perkataan dari pihak wali
kepada mempelai laki-laki (ijab-qobul).
2. Mempelai pria.
3. Mempelai wanita.
4. Wali (wali mempelai perempuan)
5. Dua orang saksi
F. SYARAT IJAB & QOBUL
Agar aqad perkawinan itu sah sesuai
hukum perkawinan, maka harus
memenuhi syarat-syarat :
1. Hendaklah kedua orang yang melaksanakan aqad
nikah itu sudah mumayis.
2. Ijab dan qobul dalam satu majelis, artinya ijab qobul
itu tdk diselingi oleh ucapan-ucapan lain atau sikap
tidak acuh pada peristiwa tersebut.
G. SUSUNAN WALI
Yang dianggap sah untuk menjadi wali
mempelai perempuan ialah :
1. Bapaknya
2. Datuknya (bapak dari bapak mempelai perempuan)
3. Saudara laki-laki yang seibu-sebapak dengan dia
4. Saudara laki-laki yang sebapak saja dengan dia
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu-
sebapak dengannya.
6. Anak laki-laki dari yang sebapak
7.Saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak).
8. Anak laki-laki dari pamannya yang dari pihak bapak.
9. Hakim.
H. SYARAT WALI & SAKSI

1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Adil
I. WALI ADLOL (ENGGAN MENIKAHKAN)

Apabila seorang mempelai wanita meminta


walinya untuk menikahkan dirinya dengan pria
yang sekufu, namun walinya menolak tanpa
alasan yang benar, maka hakim berhak
menikahkannya, setelah keduanya sekufu dan ia
usai memberikan nasihat wali supaya dia mau
mencabut keberatannya. Apabila dia keberatan;
maka hakim berhak menikahkan perempuan itu.
J. WALI GHAIB
Wali itu diatur sedimikian rupa : yang lebih dekat
perhubungannya didahulukan dari pada yang lebih jauh.
Apabila wali yang dekat ghaib (jauh) dari wanita yang
akan menikah dan tidak punya wakil; maka hakim boleh
menikahkannya karena wali yang ghaib itu tetap wali
belum pindah kepada wali yang lebih jauh hubungannya.
Ini menurut pendapat Imam Syafi’i.

Berbeda lagi menurut pendapat madzhab Abu Hanifah:


masalah tersebut yang menikahkan adalah wali yang
lebih jauh hubungannya dari wali ghaib, sesuai dengan
urutan yang ditentukan untuk menikahkannya.
Alasan madzhab ini:
1. Karena wali yang jauh hubungannya itu juga wali
seperti yang dekat; hanya yang dekat didahulukan
karena ia lebih utama, bila tidak bisa melaksana-
kan keutamaan itu hilang pindah ke urutan berikut
2. Hakim itu (menurut hadits) wali bagi orang yang
tidak mempunyai wali, sedang hal ini wali selain
yang ada, maka hakim belum berhak menjadi
wali karena walinya masih ada.
K. MAHRAM (WANITA HARAM DIKAWINI)

Wanita yang haram dikawini dalam ilmu fiqih disebut


mahram, yaitu wanita-wanita yang terlarang bagi pria untuk
mengawininya. Pada dasarnya wanita haram dikawin itu
ada dua macam, yaitu larangan selama-lamanya (tahrim
muab-bad) dan larangan sementara (tahrim muaqot).

Larangan muabbad adalah tidak bolehnya dikawini seorang


perempuan oleh pria untuk selama-lamanya. Sedang
larangan muaqot adalah wanita yang tidak boleh dikawini
pria selama waktu tertentu dan dalam keadaan tertentu pula.
Bila keadaan sudah berubah maka larangan tersebut sudah
tidak berlaku lagi dan wanita itu boleh dikawini.
Larangan Tetap (Tahrim Muabbad)

a. Disebabkan hubungan keluarga atau nasab


b. Disebabkan hubungan perkawinan atau perbesanan
(mushoharah)
c. Disebabkan hubungan sepersusuan atau rodlo’ah
Kategori Larangan Sementara
a. Memadu wanita bersaudara.
b. Istri orang lain dan yang sedang dalam iddah
c. Wanita yang di talak tiga.
d. Mengawini lebih dari empat wanita
e. Mengawini orang yang sedang ihram
f. Mengawini wanita pezina
g. Mengawini musyrikah
L. MAHAR (MASKAWIN)
Suami sebab menikah diwajibkan memberi
maskawin kepada istri, baik pemberian
berupa barang atau uang. Pemberian ini
yang dinamakan mahar (maskawin).

Pemberian mahar ini wajib, bagi laki-laki


tetapi tidak menjadi rukun nikah. Untuk itu
sekiranya tidak disebut pada waktu aqad
perkawinan tetap sah.
M. NUSYUZ ( DURHAKA )

Tindakan istri yang menentang


kehendak suami tanpa ada alasan
yang dibenarkan oleh syara’ dapat
dipandang durhaka.
Bagaimana bila istri durhaka ?

• Bila mulai kelihatan tanda-tanda akan


durhaka, maka suami berhak memberi
nasihat.
• Bila telah nyata durhaka, suami berhak
berpisah tidur dengannya.
• Setelah dua pelajaran tersebut masih
tetap durhaka, suami berhak
memukulnya.
N. TALAK (CERAI)

Talak dari bahasa Arab dari kata thalaqo berarti


melepaskan. Sedang yang dimaksud-kan disini
adalah melepaskan ikatan perkawinan.
Hukum Talak Ada Empat Macam:
a. Wajib, bila terjadi perselisihan suami – istri oleh
hakim yang mengurusnya sudah memandang perlu
supaya keduanya bercerai
b. Sunnah, apabila suami tidak sangup
memberi nafkah yang cukup atau
perempuan tidak menjaga kehormatan
dirinya.
c. Haram (bid’ah), dalam dua keadaan :
menjatuhkan talak istri dalam keadaan
haid dan menjatuhkan talak istri
sewaktu dalam keadaan suci dan dia
telah menggaulinya dalam keadaan
suci tersebut.
d. Makruh, hukum asal dari talak itu
sendiri.
1. Lafadz Talak
Kalimat yang dipakai untuk mentalak ada dua
macam:
 Shareh (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu
lagi, bahwa yang dimaksud adalah untuk
memutuskan ikatan perkawinan. Seperti suami
berkata, “Saya cerikan engkau.”
 Kinayah (sindiran), yaitu kalimatnya ragu-
ragu boleh diartikan penceraian nikah atau
lain. Misalkan ketika suami berkata,
“Pulanglah engkau ke rumah keluargamu.”
2. Bilangan Talak
Setiap orang merdeka berhak mentalak istrinya,
dari talak satu sampai talak tiga. Talak satu atau
dua masih boleh rujuk (kembali) sebelum habis
iddahnya dan boleh kawin kembali sesudah
iddah.

Namun apabila telah jatuh talak tiga maka tidak


boleh rujuk atau kawin kembali, kecuali apabila
wanita tersebut telah menikah dengan orang lain
(ba’da dukhul) dan setelah di talak pula oleh
suaminya yang kedua.
3. Berbagai Pendapat tentang Talak Tiga Sekaligus

• Menjatuhkan talak tiga kali pada waktu yang


berlainan. Seperti suami mentalak istrinya talak satu,
pada masa iddah ditalak lagi dan pada masa iddah
kedua ini kembali disampaikan ucapan talak
• Suami mentalak istri dengan talak satu sehabis masa
iddahnya dinikahi lagi, kemudian ditalak lagi, sehabis
masa iddahnya dinikahi kembali dan kemudian ditalak
untuk yang ketiga kalinya.
• Suami mentalak istrinya dengan perkataan, “Saya
talak engkau talak tiga kali sekaligus” atau
mengucapkan perkataan talak berulang tiga kali secara
berurutan.
 Pendapat pertama, jatuh talak tiga dan
berlaku segala hukum talak tiga.
 Pendapat kedua, tidak jatuh sama
sekali, artinya istrinya itu belum
bertalak karena talak tiga bukan
perintah rasul (tidak berdasar hukum)
sehingga talaknya tidak sah.
 Pendapat ketiga, jatuh talak satu dan
berarti berlaku hukum talak satu
sehingga suami boleh rujuk kembali
kepada istrinya.
ETIKA PENGHULU
1. Menjalankan Tugas Pokok Penghulu
(PM PAN Per/62/M.PAN/6/2005 Pasal 24) tugas
pokok penghulu adalah :
* pengkajian masalah hukum munakahat
* pengembangan metode penasehatan, konseling
dan pelaksanaan nikah – rujuk
* pengembangan perangkat dan standar pelayanan
* penyusunan kompilasi fatwa hukum munakahat
* koordinasi kegiatan lintas sektor
2. Berakhlak MULIA dalam segala hal.
3. Menyelesaikan kasus dengan penuh ke-ARIF-an,
BIJAKSANA, menjunjung tinggi HUKUM dan
IKHLAS
4. Menjalankan kode etik Pegawai Dep. Agama
(KMA 421 Tahun 2001)
* Menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan bangsa
* Mengutamakan pengabdian & pelayanan masyarakat
* Bekerja dengan jujur, adil dan amanah
* Melaksanakan tugas dengan disiplin, profesional dan
inovatif
* Setiakawan dan bertanggung jawab atas kesejahtera-
an korps
semoga bermanfaat

Anda mungkin juga menyukai