Anda di halaman 1dari 10

MUNAHAKAT

Munahakat adalah salah satu cabang ilmu fikih yang menjelaskan tentang masalah pernikahan,
seperti tata cara atau ketentuan pernikahan, kewajiban dan tanggung jawab suami, istri, dan anak-anak,
perceraian dengan dengan segala persyaratannya.

Ibadah adalah perbuatan yang dilakukan sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt,
sebagai Tuhan yang disembah.

Salah satu ibadah dalam Islam adalah pernikahan. Pernikahan merupakan suatu tahapan penting
yang akan dilewati setiap orang Islam. Oleh karena itu, pengetahuan tentang seluk-beluk pernikahan.
Seluk-beluk pernikahan akan dipaparkan dalam pembahasan berikut ini.

A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan adalah akad yang membarikan kewenangan kepada seorang peria dengan
seorang wanita yang bukan mahramnya untuk bergaul secara sah sehingga menimbulkan hak
dan kewajiban tertentu.

B. Hukum Nikah

No. Hukum Keterangan


1 Wajib Wajib bagi mereka yang berkeinginan menikah dan mempunyai
kemampuan untuk berumah tangga. Apabila tidak segsra menikah,
mereka dikhawatirkan terlihat zina.
2 Haram Pernikahan diharamkan bagi mereka yang mempunyai niat jelek
dalam pernikahannya. Misalnya, ingin membalas dendam denga
menyakiti hati istrinya.
3 Sunah Pernikahan disunahkan bagi mereka yang berkeinginan menikah
dan mempunyai kemampuan untukmembiayai keluarga dan
rumah tangganya.
4 Makruh Pernikahan dimahruhkan bagi mereka yang belum berkeinginan
untuk menikah. Apabila menikah, dikhawatirkan mereka akan
teledor dalam menunaikan kewajibannya.
5 Jaiz/Mubah Jaiz atau mubah adalah hokum asal pernikahan.

C. Tujuan Nikah
1. Memperoleh Kebahagiaan dan Ketentraman Hidup
Seseorang yang melangsungkan pernikahan hidupnya menjadi tentram dan bahagia. Hal
itu diterangkan Allah Swt. Dalam Al-Qur’an surah ar-Rum/30 Ayat 21 berikut ini:
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda (kebesarannya)-Nya ialah Dia menciptikan pasangan-pasngan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Q.S. ar-
Rum/30:21)

2. Memperoleh Keturunan yang Sah


Pernikahan bertujuan memperoleh keturunan yang sah juga akan memberikan status dan
kedudukan anak yang dilahirkan. Oleh karena itu, Allah Swt melarang hamba-Nya berbuat
zina. Larangan terkandung dalam Al-Qur’an Sura al-Isra’/17 ayat 32 berikut ini.

Artinya:
Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatuperbuatan keji dan suatu jalan
yang buruk. (Q.S. al-Isra’/17: 32)

3. Menjaga Kehormatan dan Harkat Manusia


4. Mengikuti Sunah Rasulullah saw
Pernikahan merupakan sunah Rasulullah saw dijelaskan dalam hadis berikut:

Artinya:
Nikah adalah sunahku. Barang siapa tidak mengerjakan sunahku, ia bukan golonganku.
Menikahlah! Sesungguhnya aku ingin memperbanyak umatku dengan (pernikahan) kalian.
Barang siapa memiliki kemempuan (untuk menikah), hendaklah ia segera menikah. Barang
siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa. Sesungguhnya puasa itu akan menjadi
perisai (dari berzina) baginy a. (H.R Ibnu Majah dari Aisyah:1836)

D. Rukun Nikah
1. Calon Suami
Calon suami harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam, tidak dipaksa, bukan
mahramya, dan tidak sedang melakukan ibada haji.
2. Calon Istri
Calon istri harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam, bukan mahramnya, tidak dalam
masa idah, tidak bersuami, dan telah mendapat izin suaminya.
Mahram adalah orang yang tidak halal dinikahi karena adanya beberapa sebab berikut ini.

a. Sebab Keturunan
Orang-orang yang tidak boleh dinikahi karena sebab ini adalah:
1) Ibu;
2) Nenek dan seterusnya ke atas;
3) Anak dan cucu seterusnya ke bawah;
4) Saudara perempuan kandung, seayah, atau seibu;
5) Saudara perempuan dari ayah;
6) Saudara perempuan dari ibu;
7) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah;
8) Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah.

b. Sebab Sepersusuan
c. Sebab Pernikahan

3. Wali
Wali adalah pengasuh pengantin perempuan pada wakyu menikah atau orang yang
melakukan janji nikah dengan penganti laki-laki. Wali harus memenuhi beberapa syarat,
yaitu Islam, dewasa, sehatakalnya, dan tidak fasik.

Adapun urutan orang yang berha menjadi wali adalah


a. Ayah kandung;
b. Kakek dari ayah;
c. Saudara laki-laki kandung;
d. Saudara laki-laki seayah;
e. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung;
f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki saeyah;
g. Saudara laki-laki ayah (paman) seayah;
h. Saudara laki-laki ayah (paman) sekandung;
i. Anak laka-laki paman yang seayah (poin g);
j. Anak laki-laki paman yang sekandung (poin h);
k. Saudara laki-laki dari kakek yang sekandung dengan kakek;
l. Saudara laki-laki dari kakek yang seayah dengan kakek;
m. Hakim.
Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut pada nomor a-l semuanya tiak ada,
sedang berhalangan, atau menyerahkan kewaliannya kepada hakim.
4. Dua Orang Saksi
Dua orang saksi harus memenuhi syarat, yaitu Islam, dewasa, sehat akalnya, tidak fasik,
dan hadir dalam akad nikah.
Keharusan adanya dua orang saksi dalam sebuah pernikahan dijelaskan dalam Al-Qur’an
Surah at-Talaq/65 Ayat 2 berikut ini:

Artinya:
… Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antarakamu dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu karena Allah… (Q.S. at-Talaq/6: 2)

5. Ijab Kabul
Ijab kabul atau serah terima yang sah dalam pernikahan harus memenuhi syarat, yaitu:
a. Dengan mengatakan nikah ataun zawaj;
b. Ada kecocokan antara ijab dan Kabul;
c. Berturut-turut, artinya tidak dilakukan di lain waktu;
d. Tidak ada syarat yang memberatkan dalam pernikahan itu.

E. Kewajiban Suami Istri


Secara garis besar, kewajiban suami istri tersebut telah diterangkan Allah Swt dalam Al-
Qur’an an-Nisa’/4 Ayat 34 berikut ini:

Artinya:
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri) …. (Q.S. an-Nisa’/4: 34)

Dari penjelasan di atas, kewajiban suami istri dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kewajiban Suami
a. Memberikan kebutuhan hidup, baik materil maupun spiritual;
b. Melindungi keluarganya dari berbagai ancaman serta memelihara diri dan keluarganya
dari perbuatan dosa;
c. Mengasihi istri, sebagaimana tuntunan agama;
d. Membimbing dan mengarahkan seluruh keluarga ke jalan yang benar;
e. Sopan dan hormat kepada orang tua, baik kepada mertua maupun keluarganya.

2. Kewajiban Istri
a. Menjaga kehormatan diri dan rumah tangganya;
b. Membantu suami dalam mengatur rumah tangga;
c. Mendiik, memelihara, dan mangajarkan agama kepada anak-anaknya;
d. Sopan dan hormat keoada orang tua, baik kepada mertua maupun keluarganya’
F. Hikmah Nikah
1. Pernikahan merupakan jalan keluar yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan seksual.
2. Pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak, memperbanyak keturunan,
melestarikan hidupmanusia, serta memelihara nasab.
3. Pernikahan menimbulkan naluri kebapakan dan keibuan yang menumbuhkan pula perasaan
cinta dan kasih sayang.
4. Pernikahan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja karena adanya
rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.
5. Pernikahan akan mempererat tali kekeluargaan yang dilandasi rasa saling menyayangi
sebagai modal kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera.

G. Talak
1. Pengertian
Menurut istilah, talak atau cerai adalah melepaskan seorang perempuan dari ikatan
perkawinannya. Dasar hokum diperbolehkannya talak adalah Al-Qur’an Surah al-Baqarah/2
Ayat 227 berikut ini:

Artinya:
Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan maka sungguh, Allah Maha
Mendengar, Maha Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah/2: 227)

Walaupun diperbolehkan, talak adalah perbuatan yang tidak disukai Allah Swt. Hal itu
dijelaskan Rasulullah saw, dalam hadis berikut ini:

Artinya:
Perbuetan halal yang sangat dibenci Allah ialah talak. (H.R. Abu Dawud dari Ibnu Umar:
1863)

2. Hukum Talak
a. Makruh adalah hokum asal talak.
b. Haram adalah hokum talak yang dijatuhkan dalam dua keadaan. Keadaan pertama
adalah ketika istri dalam keadaansuci, tetapi telah digauli, dalam waktu suci tersebut
diucapkan talak. Keadaan kedua adalah ketika istri dalam keadaan haid.
c. Sunah adalah apabila suami tidak sanggup lagi menunaikan kewajibannya dalam
memberi nafkah dengan cukup atau istri tidak mampu lagi menjaga kehormatan dirinya.
d. Wajib adalah apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri serta menurut hakim
keduanya sudah tidak keduanya sudah tidak bisa disatukan lagi sehingga harus bercerai.
3. Macam-Macam Talak
Talak merupakan hak yang diucapkan suami. Kalimat yang dipakai untuk menalak atau
menceraikan ada dua macam antara lain:
a. Sarih (terag) adalah kalimat yang tidak diragukan lagi kejelasannya bahwa sang suami
telah memutuskan ikatan perkawinannya.
b. Kinayah (sindiran) adalah kalimat yang masih diragukan kejelasnnya bahwa sang suami
memutuskan ikatan perkawinannya.
Berdasarkan boleh tidaknya seorang suami kembali kembali kepada istrinya, talak
terbagi dua macam, yaitu:
a. Talak raj’i adalah talak yang memperbolehkan suami rujuk kembali kepada bekas
istrinyadenga tidak memerlukan akad nikah kembali.
b. Talak bain adalah talak yang tidak memperbolehkan rujuk kembali kepada istrinya,
kecuali dengan persyaratan tertentu. Talak bain terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Talak bain sugra adalah talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum
dicampuri. Dalam talak bain sugra, suami tidak boleh rujuk kembali kepada
bekas istri. Akan tetapimereka boleh menikah kembali, baik dalam masa idah
maupun sesudah habis masa idah.
2. Talak bain kubra adalah talak yang tidak memperolehkan suami rujuk atau
menikah kembali dengn bekas istri, kecuali memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan Allah Swt. Syarat-syarat termaktub dalam Al-Qur’an Surah al-
Baqarah/2 Ayat 230. Menurut ayat tersebut, syarat untuk menikah kembali
setelah setelah talak bain kubra adalah apabilabekas istri telah:
a) Kawin dengan laki-laki lain;
b) Bercampur dengan suami yang kedua;
c) Diceraikan oleh suami yang kedua;
d) Habis masa idahnya dari suami yang kedua.

H. Idah
1. Pengertian Idah
Idah adalah masa menunggu (tidak boleh menikah) yang diwajibkan bagi perempuan

2. Ketentuan Idah
a. Idah bagi perempuan hamil yang dicerai suaminya adalah sampai dengan lahirnya anak
yang dikandungnya.
b. Idah bagi perempuan yang dicerai hidup adalah sebagai berikut:
1) Bagi wanita yang sudah dicampuri, sedangkan dia masih dalam keadaan haid,
idahnya adalah tiga qura’ (tiga kali suci).
2) Bagi waanita yang sudah dicampuri, sedangkan ia tidak pernah haid karena masih
kecil atau usia lanjut (menopause), idahnya adalah tiga bulan.
3) Wanita yang tidak pernah dicampuri tidak memiliki masa idah.
4) Idah bagi perempuan yang dicerai mati adalah empat bulan sepuluh hari.
I. Rujuk
1. Pengertian
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah diceraikan pada ikatan yang semula
(sebelum diceraikan).

2. Hukum Rujuk
a. Wajib adalah hukum rujuk bagi suami yang mempunyai istri lebih dari satu, sedangkan
istri yang diceraikan belum mendapat giliran yang adil. Oleh karena itu, ia wajib rujuk
untuk menyempurnakan gilirannya.
b. Sunah adalah apabila dengan rujuk keadaan rumah tangga suami istri tersebut menjadi
lebih baik.
c. Makruh adalah apabila dengan rujuk keadaan rumah tangga suami istri lebih buruk.
d. Haram adalah apabila dengan rujuk istri menjadi lebih menderita.

3. Rukun Rujuk
a. Istri harus memenuhi beberapa syarat, yaitu pernah digauli, ditalak raj’i, dan masih
dalam masa idah.
b. Suami harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam dan tidak dipaksa atau terpaksa.
c. Sigat rujuk adalah ucapan yang menyatakan maksud untuk rujuk kepada bekas istrinya.

J. Ila’,Lian, Zihar, Khuluk, dan Fasakh

1. Ila’
Ila’ adalah sumpah suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya dalam masa lebih
empat bulan atau dengan tidak menyebut masanya.

2. Lian
Lian adalah sumpah suami sebanyak empat kali yang menuduh istrinya telah berbuat
zina.
Akibat hukum yang terjadi apabila lian suami itu benar adalah:
a. Suami tidak dikenakan hukuman;
b. Istri dikenai hukuman dera 80 kali;
c. Suami istri bercerai selama-lamanya;
d. Kalau ada anak, anak tersebut tidak dapat diakui oleh suaminya.

3. Zihar
Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya bahwa istrinya menyerupai ibinya. Apabila
zihar terlanjur dilakukan oleh suami, ia wajib membayar kafarat dan dilarang mencampuri
istrinya sebelum kafarat terbayar.
Adapun kafaratnya:
a. Memerdekakan budak;
b. Apabila tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut;
c. Apabila tidak mampu, member makan sebanyak 60 orang miskin.

4. Khuluk
Khuluk adalah talak tebus, talak yang dijatuhkan oleh suami dengan ‘iwad (tebusan) oleh
istri kepada suami. Khuluk dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan sebagai berikut:
a. Istri sangat membenci suaminyakarena sebab-sebab tertentu dan dikhawatirkan istri
tidak dapat mematuhi suaminya.
b. Suami istri dikhawatirkan tidak dapat menciptakan rumah tangga bahagiadan akan
menderita apabila pernikahan dipertahankan

5. Fasakh
Fasakh adalah rusaknya ikatan perkawinan antara suami dan istri karena sebab-sebab
tertentu.

a. Sebab-sebab yang merusak pernikahan, yaitu:


1) Setelah menikah, ternyata diketahui istrinya itu adalah mahramnya;
2) Salah seorang di antara suami istri keluar dari Islam;
3) Pada mulanya, sementara suaminya tetap musyrik atau sebaliknya.

b. Sebab-sebab yang menghalangi tujuan pernikahan, yaitu:


1) Terdapat penipua di dalam pernikahan, misalnya sebelum akad nikah suami
mengaku orang baik-baik, tetapi ternyata dia jahat;
2) Suami atau istri mengidap suatu penyakit atau cacat yang menyebabkan hubungan
rumah tangga terganggu;
3) Suami atau istri hilang ingatan atau gila.

K. Perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974


1. Garis Besar Isi UU Nomor 1 Tahun 1974
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdiri dari 14 bab terbagi dalam 67 pasal.
Isi masing-masing bab itu secara garis besar adalah sebagai berikut:
a. Bab I memuat dasar-dasar perkawinan.
b. Bab II memuat syarat-syarat perkawinan.
c. Bab III memuat hal-hal tentang pencegahan perkawinan.
d. Bab IV memuat hal-hal tentang batalnya perkawinan. Pembahasan mengenai hal-hal
tentang batalnya perkawinan tersebut meliputi:
1) Ketentuan tentang pembatalan suatu perkawinan;
2) Pihak yang dapat mengajukan pembatalan;
3) Ketentuan-ketentuan lain yang berkenaan dengan perkawinan.
e. Bab V memuat hal-hal tentang perjanjian perkawinan.
1) Ketentuan dapat diadakannya perjanjian tertulis pada waktu atau sebelum
perkawinan oleh kedua pihak atas persetujuan bersama;
2) Ketentuan mengenai pengesahan mulai berlakunya serta kemungkinan perubahan
perjanjian tersebut.
f. Bab VI memuat tentang hak dan kewajiban suami istri.
g. Bab VII memuat seluk-beluk harta benda dalam perkawinan.
h. Bab VIII memuat seluk-beluk putusnya perkawinan serta akibatnya.
i. Bab IX memuat tentang kehidupan anak.
j. Bab X memuat tentang hak dan kewajiban orang tua serta anak.
k. Bab XI mmuat hal-hal tentang perwalian.
l. Bab XII memuat berbagai ketentuan-ketentuan lain.
m. Bab XIII memuat berbagai ketentuan perwalian.
n. Bab XIV adalah penutup.

2. Pencatatan Perwalian
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1874 Pasal 2 Ayat (2) dinyatakan bahwa. “Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

3. Sahnya Perkawinan
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat (1) ditegaskan bahwa perkawinan adalah
sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan keprcayaanya itu.

4. Tujuan Perkawinan
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 dinyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

5. Batasan-Batasan
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 3 Ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa, “Pada asanya
dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri. Seorang wanita
hanya boleh mempunyai seorang suami.
Pengadilan dapat member izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang
apabila dikehendakioleh pihak-pihak yang beersangkutan. Pengadilan akan memberi izin
berpoligami apabila:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.

Dalam mengajukan permihonan poligami, suami harus memenuhi syarat-syarat, yaitu:

a. Persetujuan dari istri;


b. Kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan kehidupan istri-istri dan anak-
anaknya;
c. Jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Anda mungkin juga menyukai