Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FIQIH

QURBAN DAN AQIQAH

UIN SUSKA RIAU

DOSEN PEMBIMBING : H. Lasri Nijal, Lc., M.H., MTA

DI SUSUN OLEH :

NAMA : ZACKY AFFANDI

NIM : 12110413447

1B PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS 2021/2022

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah kami haturkan atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan kami rahmat serta karunia nya, sehingga kami bisa menyelesaikan
penyusunan tugas makalah ini dengan tepat waktu.

Pada tugas makalah ini kami berkesempatan membahas tentang KHITBAH, kami
berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi pembaca. Dalam
penyusunan makalah ini kami mengakui masih banyak kekurangan, karena kami masih
kurang berpengalaman. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
yang akan datang.

Akhir kata, saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang menuntun saya
dalam membuat makalah dari awal hingga akhir. Semoga allah senantiasa melindungi dan
meridhoi kita semua. Amin.

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar ......................................................................................................................... ii

Daftar isi................................................................................................................................... iii

BAB I ....................................................................................................................................... 1

BAB II...................................................................................................................................... 2

A. Pengertian khitbah ....................................................................................................... 2


B. Landasan hukum khitbah ............................................................................................. 2
C. Hikmah khitbah ............................................................................................................ 3
D. Tata cara mengkhitbah ................................................................................................. 4
E. Hal yang dibolehkan ketika khitbah dan sesudah khitbah ........................................... 5

BAB III .................................................................................................................................... 6

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 6
B. Saran ........................................................................................................................... 7
C. Penutup ........................................................................................................................ 7

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 8

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1
Peminangan atau pertunangan merupakan pendahuluan dari sebuah perkawinan,
sebuah tindakan yang telah disyari’atkan oleh Allah SWT sebelum adanya ikatan suami
istri, dengan tujuan agar pada waktu memasuki perkawinan didasarkan pada penelitian
dan pengetahuan sertakesadaran masing-masing pihak. Dalam bahasa Arab, peminangan
disebut dengan khitbah. Khitbah atau meminang adalah seorang laki-laki yang meminta
seorang perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang berlaku di tengah-
tengah masyarakat. Dalam pelaksanaan khitbah, biasanya masing-masing pihak saling
menjelaskan keadaan tentang dirinya dan keluarganya.Ikatan dalam pertunangan terjadi
setelah pihak laki-laki meminang pihak wanita, dan pinangan tersebut diterima oleh pihak
perempuan. Masa antara diterimanya lamaran hingga dilangsungkannya pernikahan
disebut dengan masa pertunangan. Pertunangan tersebut tidak lebih dari sekedar ikatan
dan janji untuk menikahi perempuan yang mana didalamnya masih belum terjadi akad
nikah. Sehingga status perempuan yang dipinang tersebut masih sebagai orang asing bagi
laki-laki yang melamarnya hingga terlaksananya akad nikah.

1
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
2009), cet.ke- 2, h. 24

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian khitbah
Menurut bahasa, meminang atau melamar artinya antara lain adalah meminta
wanita dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain). Menurut istilah, peminangan
ialah kegiatan atau upaya kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria
dengan seorang wanita. Atau, seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan
untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku ditengah-tengah
masyarakat.
Ditinjau dari akar kata ini, khitbah berarti pembicaraan yang berkaitan dengan
lamaran atau permintaan untuk nikah. Peminangan merupakan pendahuluan perkawinan,
disyari’atkan sebelum ada ikatan suami istri.

B. Landasan hukum khitbah


2
Memang terdapat dalam Al-Qur’an dan dalam banyak hadis nabi yang
membicarakan hal peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan terarah adanya
perintah atau larangan melakukan peminangan, sebagaimana perintah untuk mengadakan
perkawinan dengan kalimat yang jelas, baik dalam Al-Qur’an maupun dalam hadis nabi.
Oleh karena itu dalam menetapkan hukumnya tidak terdapat pendapat ulama yang
mewajibkannya, dalam arti hukumnya adalah mubah.
Berkenaan dengan landasan hukum dari peminangan, telah diatur dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) khususnya terdapat dalam pasal 11, 12 dan 13, yang
menjelaskan bahwa peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak
mencari pasangan jodoh. Tapi dapat pula diwakilkan atau dilakukan oleh perantara yang
dipercaya. 25 Agama Islam membenarkan bahwa sebelum terjadi perkawinan boleh
diadakan peminangan (khitbah) dimana calon suami boleh melihat calon istri dalam
batas-batas kesopanan Islam yaitu melihat muka dan telapak tangannya, dengan
disaksikan oleh sebagian keluarga dari pihak laki-laki atau perempuan, dengan tujuan
untuk saling kenal mengenal.

2
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), 50

2
Sebagaimana ulama’ berpendapat bahwa peminang boleh melihat wanita yang
akan dinikahi itu pada bagian-bagian yang dapat menarik perhatian kepada pernikahan
yang akan datang untuk mengekalkan adanya suatu perkawinan kelak tanpa
menimbulkan adanya suatu keragu-raguan atau merasa tertipu setelah terjadi akad nikah.
Pinangan atau lamaran seorang laki-laki kepada seorang perempuan boleh dengan ucapan
langsung maupun secara tertulis. Meminang perempuan sebaiknya dengan sindiran.
dalam meminang dapat dilakukan dengan tanpa melihat wajahnya, juga dapat melihat
wanita yang dipinangnya. Dalam hal ini Al-Qur’an menegaskan dalam Surat Al Baqarah
ayat 235:

Artinya: “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran
atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah
mengetahui bahwa kamu akan menyebut- nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu
Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan
(kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati)
untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah
mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun”.

C. Hikmah khitbah
3
Ada beberapa hikmah dari prosesi peminangan, diantaranya:
a. Wadah perkenalan antara dua belah pihak yang akan melaksanakan pernikahan.
Dalam hal ini, mereka akan saling mengetahui tata etika calon pasangannya
masingmasing,kecendrungan bertindak maupun berbuat ataupun lingkungan sekitar
yang mempengaruhinya. Walaupun demikian, semua hal itu harus dilakukan dalam
koridor syariah. Hal demikian diperbuat agar kedua belah pihak dapat saling

3
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz VII,

3
menerima dengan ketentraman, ketenangan, dan keserasian. serta cinta sehingga
timbul sikap saling menjaga, merawat dan melindungi.
b. Sebagai penguat ikatan perkawinan yang diadakan sesudah itu, karena dengan
peminangan itu kedua belah pihak dapat salin mengenal. Bahwa Nabi SAW berkata
kepada seseorang yang telah meminang perempuan:” melihatlah kepadanya karena
yang demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan.

D. Tata cara mengkhitbah


Tata Cara Khitbah4
Sebelum melamar calon pasangan, sebaiknya perlu mengetahui tata cara khitbah, yaitu:
1. Memohon petunjuk dari Allah SWT
Sebelum mengajukan khitbah, hendaknya seseorang memantapkan hati terlebih
dahulu dengan meminta petunjuk dari Allah melalui sholat istikharah.
2. Membaca doa dan Sholawat Nabi
Catatan Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar mengatakan: "Disunahkan
seseorang yang melamar (baik diri sendiri atau wakilnya) membaca hamdalah,
menyebut pujian pada Allah, shalawat untuk Rasulullah SAW. Setelah itu, bacalah
asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lah wa asyhadu anna Muhammadan
'abduhu wa rasuluh."
3. Mendatangi kediaman calon pasangan
Kemudian, pihak keluarga calon mempelai laki-laki sedianya mendatangi kediaman
keluarga calon mempelai perempuan yang akan dilamar.
4. Menyampaikan tujuan kedatangan
Memasuki inti acara, pihak keluarga laki-laki akan mengutarakan tujuan
kedatangannya, yakni untuk melamar sang mempelai perempuan.
5. Penyampaian jawaban pihak perempuan

4
https://m-kumparan-com.cdn.ampproject.org/v/s/m.kumparan.com/amp/berita-hari-ini/tata-cara-khitbah-yang-
sesuai-ajaran-islam-
1v11rd2DOQk?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16357712426484&re
ferrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fkumparan.c
om%2Fberita-hari-ini%2Ftata-cara-khitbah-yang-sesuai-ajaran-islam-1v11rd2DOQk

4
Setelah itu, calon mempelai perempuan akan memberikan jawaban yaitu menerima
atau menolak lamaran. Jika diterima, pihak keluarga perempuan akan menyambut
baik rencana pernikahan dari kedua calon mempelai.

6. Menyerahkan hantaran
Hantaran yang dibawa pihak mempelai laki-laki akan diserahkan kepada keluarga
mempelai perempuan sebagai wujud keseriusan untuk meminang calon mempelai.
7. Penutupan acara khitbah
Setelah pembicaraan intinya selesai, maka selanjutnya adalah penutupan acara
lamaran. Acara ditutup dengan pembacaan doa supaya rencana pernikahan
kedepannya berjalan dengan lancar.

E. Hal yang dibolehkan ketika khitbah dan sesudah khitbah5


1. Pada dasarnya hubungan antara ikhwan dan akhwat setelah khitbah sama dengan
sebelum khitbah. Karena batasannya adalah nikah. Jadi tidak boleh kholwah,
berpandang-pandangan dan lain sebagainya.
2. Diperbolehkan mengadakan kontak pembicaraan atau yang sejenis hanya jika ada
maksud yang dapat dibenarkan. Persis hukum orang yang mengajar.
3. Untuk kasus berboncengan meskipun ada adik dari salah satunya saya kira tidak dapat
dibenarkan. Meskipun secara fakta hukum bisa jadi tidak masuk dalam kategori
kholwah karena ada pihak ketiga, tetapi sebaiknya dihindari. Dengan alasan sesuatu
yang boleh jika mendatangkan fitnah maka menjadi tidak boleh.

5
https://m.republika.co.id/amp/157544

5
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah saya paparkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa:
Khitbah dalam bahasa Indonesia sama artinya dengan peminangan, pertunangan
atau lamaran. Kata "khitbah" ini berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk masdar
dari kata yang berarti meminang atau melamar. Khitbah dalam hukum Islam bukan
merupakan hal yang wajib dilalui, setidaknya merupakan suatu tahap yang lazim pada
setiap yang akan melangsungkan perkawinan. Tradisi khitbah tidak saja berlangsung
setelah agama Islam datang akan tetapi ada sebelum Islam datang. Dan kini tradisi
khitbah sudah menjadi tradisi yang banyak dilakukan di semua tempat di belahan bumi
ini, termasuk di dalam hukum adat kita, tentu dengan tata cara yang berbeda pula bagi
setiap tempat. Hukum meminang di atas pinangan orang lain menurut pendapat Imam
Malik itu tidak boleh dilakukan, dan apabila ada seorang laki-laki yang ingin meminang
wanita tersebut, maka tidak boleh dilakukan sebelum peminang pertama memutuskan
akan pinangannya. Dan pengaruh dari masalah tersebut akan berakibat suatu masalah
yang jelas dilarang oleh sebagian pendapat para Imam Mazhab.
Hal ini menurut para fuqoha adalah suatu hal yang tidak wajib ataupun harus
dilaksanakan sebelum pernikahan. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh
seorang ahli fiqih yaitu dari Imam Malik yang berpendapat tentang hukum meminang di
atas pinangan orang lain itu hukumnya melarang tentang tidak diperbolehkannya
meminang wanita yang sudah dipinang oleh laki-laki lain, apabila ada seseorang yang
ingin meminang seorang perempuan yang sudah dipinang oleh orang lain, maka jangan
dilakukan untuk meminang wanita tersebut.
Metode istinbath yang digunakan oleh Imam Malik yang berkaitan dengan suatu
masalah yang berjudul studi analisis pendapat Imam Malik tentang hukum meminang di
atas pinangan orang lain itu jelas tidak boleh dilakukan, karena adanya syarat bahwa
wanita yang dipinang belum menyatakan menerima ataupun menolak pinangannya (ragu-
ragu) dan disamping itu juga disyaratkan bahwa peminang kedua harus lebih baik agama

6
dan pergaulannya terhadap wanita yang akan dipinangnya, karena untuk menjaga seorang
wanita muslimah dari hal-hal yang dilarang oleh agama, misalnya menjadi murtad (keluar
dari agama Islam).
Dalam mengistinbathkan (mengambil dan menetapkan) suatu hukum, Imam
Malik dalam kitabnya AlMuwatta, beliau menjelaskan bahwa dalam beristinbath beliau
menggunakan empat dasar pokok dengan Al Kitab (Al-Qur’an), Al Sunnah (Hadist),
Ijma’ dan Qiyas. Dengan menggunakan metode istinbat yang dipakai oleh Imam Malik
sudah jelas bahwa hukumnya tidak boleh di lakukan dan Imam Malik juga melarang
untuk melakukan perbuatan tersebut sesuai dengan hadis di pembahasan sebelumnya.
B. Saran
Peminangan adalah langkah awal dalam melakukan pernikahan, oleh karena itu
setiap orang yang akan melakukan pernikahan diharapkan untuk melakukan peminangan
terhadap wanita yang akan dipinangnya. Karena dapat mengetahui kriteria atau masalah
pribadi dari wanita yang akan dipinangnya, supaya masing-masing pihak dalam
melakukan pernikahan tidak ada lagi masalah atau ragu-ragu di dalam pernikahan. Bagi
seorang laki-laki yang akan melihat wanita yang dipinangnya ternyata tidak menarik dan
tidak sesuai dengan selera yang diharapkan, maka hendaklah diam dan jangan
mengatakan sesuatu yang bisa menyakiti hatinya, sebab boleh jadi kalau wanita yang
dipinangnya itu akan disenangi oleh laki-laki lain, dan bagi para wanita itu tidak boleh
mengulur-ulur pinangan tersebut karena akan mendatangkan madharat dan akan
menghalangi pria lain untuk melamar dirinya, sehingga akan berakibat pada kerugian
yang ditimbulkannya.
C. Penutup
Puji syukur penulis ungkapkan atas selesainya makalah ini. Penulis sadar dalam kajian
tentang dampak khitbah di atas belum sampai pada tataran yang ideal terhadap
pemahaman hukum Islam yang universal dan komplek. Oleh karena itu harapan penulis
sendiri maupun pembaca bisa memahami makalah tersebut.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://m.republika.co.id/amp/157544

Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz VII,

https://m-kumparan-com.cdn.ampproject.org/v/s/m.kumparan.com/amp/berita-hari-ini/tata-cara-
khitbah-yang-sesuai-ajaran-islam-
1v11rd2DOQk?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#
aoh=16357712426484&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251
%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fkumparan.com%2Fberita-hari-ini%2Ftata-cara-khitbah-
yang-sesuai-ajaran-islam-1v11rd2DOQk

https://m.republika.co.id/amp/157544

Anda mungkin juga menyukai