Anda di halaman 1dari 20

HAKIKAT MANUSIA

Mata kuliah: Ilmu Pendidikan Islam


Dosen Pengampu: Hikmani,Dra.Hj.M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 1

Alisya Reviana
Anisa Intania
Azizah Putri R
Azzahra Alfitri
Diah Mardiah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kepada ALLAH SWT karna
atas limpahan rahmat dan karunianyalah kami dapat menyelesaikan dan menyusun
tugas makalah ILMU PENDIDIKAN ISLAM.

Kami sebagai penulis tentulah sangat berharap bisa mendapatkan saran dan kritikan
dari pembaca, karena saya menyadari bahwa makalah ini sangatlah jauh dari jkata
sempurna.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat membaerikan manfaat
tentang pengetahuan Islam dan Globalisasi

Pekanbaru,21 September 2021

Penyusun

(Kelompok 1)

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar__________________________________________________i

DAFTAR ISI___________________________________________________ii

BAB I_________________________________________________________1

PENDAHULUAN_______________________________________________1

Latar Belakang_________________________________________________1

Rumusan Masalah______________________________________________2

Tujuan Penulisan_______________________________________________2

BAB II

PEMBAHASAN_______________________________________________

Pandangan Islam Terhadap Manusia______________________________

Manusia Sebagai Makhluk Yang mulia____________________________

Manusia Sebagai Khalifah Di Bumi_______________________________

Manusia Sebagai Mahluk Paedagogik_____________________________

BAB III_______________________________________________________

PENUTUP____________________________________________________

DAFTAR PUSAKA_____________________________________________

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumus masalahnya adalah :
1. Bagaimana…
2.

1.3 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan penulisannya adalah :
1. Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap manusia
2. Untuk mengetahui manusia sebagai makhluk yang mulia
3. Untuk mengetahui manusia sebagai Khalifah di bumi
4. Untuk mengetahui manusia sebagai makhluk Paedagogik

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA

Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi
pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani. Dalam al-Qur'an manusia menempati
kedudukan istimewa dalam alam semesta ini. Dia adalah khalifah diatas bumi ini. Manusia
yang dianggap sebagai khalifah Allah tidak dapat memegang tanggungjawab sebagai
khalifah kecuali kalau ia dilengkapi dengan potensi-potensi yang dimilikinya.

Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah; ia tidaklah muncul dengan sendirinya
atau berada oleh dirinya sendiri. Perhatikan Ayat-ayat Al-Qur’an berikut ini :

- QS. Al-Alaq ayat 2 :

Artinya : "Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”

- QS. Al-Mukminun ayat 12-16 :

Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan
segumpaldarah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan
daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu
sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. ( QS. Al-Mukminun 12-16)

Dalam pandangan islam, manusia didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf,


mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai
fitri dan sifat-sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (An-Nisa : 28), jahula ‘bodoh’ (AL-
Ahzab:72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ ( Faathir:15), kafuuro ‘sangat
mengingkari nikmat’ ( Al-Israa’: 67), syukur (Al-Insaan:3), serta fujur dan taqwa (Asy-
Syams:8).

Selain itu juga tugas Manusia diciptakan yaitu untuk mengimplementasikan tugas-
tugas ilahiaah yang mengandung banyak kemaslahatan dalam kehidupannya. Manusia
membawa amanah dari Allah yang mesti diimplementasikan pada kehidupan nyata.
Keberadaan manusia didunia memiliki tugas yang mulia, yaitu sebagai khilafah.(Imam
Syafe,i, 2009) Keberadaannya tidaklah untuk sia-sia dan tanpa ‘tujuan’. Perhatikan ayat-
ayat Qur`an di bawah ini.

- QS. Al-Baqarah: 30

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

- Ad-Dzariyat: 56

Artinya : “Dan aku tidk menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepadaku”

- QS. Al-Ahzab : 72

Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi


dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh.

Manusia adalah makhluk pilihan yang dimuliakan oleh Allah dari makhluk
ciptaanNya yang lainnya, dengan segala keistimewaan yang ada pada manusia, seperti
akal manusia yang mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk, kemudian
memilihnya. Allah SWT menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya cipta
(ahsanutaqwim), dan menundukkan alam semesta baginya agar dia dapat memakmurkan
dan memelihara kemudian melestarikan keberlangsungan hidup di alam semesta ini.

Dengan hatinya manusia dapat memutuskan sesuatu sesuai dengan petunjuk Robbnya,
dengan raganya, diharapkan aktif untuk menciptakan karya besar dan tindakan yang
benar, hingga ia tetap pada posisi kemuliaan yang sudah diberikan Allah kepadanya
seperti ahsanu taqwim, ulul albab, rabbaniun dan lai-lain. Maka, dengan semua sifat
kemuliaan dan semua sifat insaniah yang ada dengan kekurangan dan keterbatasan, Allah SWT
menugaskan misi khusus kepada umat manusia untuk menguji dan mengetahui mana yang jujur,
beriman dan dusta dalam beragama.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : “ Kami
telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabuut:2-
3).Oleh karna itu manusia haruslah mampu mengimplentasikan kehendak Allah dalam
setiap risalah dan misi yang diebannya.

Islam menghendaki agar orang Islam itu sehat mentalnya karena inti ajaran Islam
(iman). Kesehatan mental berkaitan erat dengan kesehatan jasmani, karena kesehatan
jasmani itu sering berkaitan dengan pembelaan Islam. Jasmani yang sehat serta kuat
berkaitan dengan ciri lain yang dikehendaki ada pada Muslim yang sempurna yaitu
menguasai salah satu ketrampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk
kehidupan.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai khalifah di bumi disamping untuk
beribadah, juga harus mampu memelihara dan memakmurkan alam (Huud: 61).
Kerusakan yang ada di dunia, dan kerusakan di darat, maupun yang ada di lautan, tetapi
oleh tangantangan manusia yang keluar dari rambu-rambu yang sudah ditetapkan oleh
Allah. Benar, semua isi yang ada di muka bumi ini diciptakan oleh Allah SWT. untuk
manusia, namun tentunya menggunakan aturan main yang sudah Allah tetapkan, tidak
bebas sekehendak manusia

Firman Allah SWT :


ARTINYA :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Ruum: 41)
Oleh karena itu, alam ini membutuhkan pengelolaan dari manusia yang ideal.
Manusia yang mempunyai sifat luhur seperti disebutkan pada ayat berikut ini: Syukur
(Luqman: 31), Sabar (Ibrahim: 5), Mempunyai belas kasih (at-Taubah: 128), Santun (at-
Taubah: 114), Taubat (Huud: 75), Terpercaya (Al-A’raf:18), dan Jujur (Maryam: 54).

Maka, manusia yang sadar akan misi sucinya tersebut harus bisa mengendalikan
hawa nafsu dan tidak sebaliknya, diperbudak oleh hawa nafsu hingga tidak mampu
menjalankan tugas utamanya sebagai manusia

2.2 MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG MULIA

Manusia merupakan ciptaan Allah SWT dengan sebaik-baiknya ciptaan.


Menciptakan manusia yang dilengkapi dengan akal dan nafsu syahwat sekaligus. Maka
Allah mengabadikan sebaik-baiknya bentuk penciptaan manusia dalam al-Qur’an, surat
at-Tin ayat 4 yang berbunyi:

‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإْل ِ ْن َسانَ فِي أَحْ َس ِن تَ ْق ِو ٍيم‬


Yang artinya :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.


Terkait perbedaan makhluknya berdasarkan keberadaan akal dan nafsunya, maka tidak
heran bila malaikat adalah gambaran makhluk yang patuh dan taat terhadap segala
perintah Allah kepadanya, karena ketiadaan syahwatnya. Malaikat juga banyak memiliki
ilmu terkait penggunaan akalnya itu.

Sementara itu hewan merupakan kebalikan dari malaikat. Yang tidak memiliki
akal, namun hanya memiliki nafsu. Karenanya hidupnya hanya berdasarkan naluri dan
insting hanya untuk memenuhi kebutuhan agar hidup dan berkembang biak semata.

Berdasarkan gambaran malaikat dan hewan itu, maka manusia adalah yang paling
sempurna memiliki keduanya yaitu akal dan nafsu. Tetapi yang menjadi permasalahan
terletak pada sebagaimana cerdas seseorang itu mengelola nafsunya dengan anugerah
akal yang diberikan Allah kepadanya.

Manusia mempunyai derajat kemuliaan yang berbeda-beda di hadapan Allah


SWT, derajat kemuliaan seorang manusia dilihat dari ketaqwaanya maupun akhlaknya.
Oleh karena itu, sebagai makhluk yang mulia, kita manusia juga harus menjunjung tinggi
akhlaqul karimah yang pola perilakunya dilandasi dan untuk mewujudkan nilai kita
manusia sebagai makhluk yang mulia. Karna baik dan buruknya manusia sangat
tergantung pada tata nilai yang dijadikan pijakannya.

Ath Thobari rahimahullah dalam tafsirnya berkata, “Sesungguhnya yang paling


mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah,
yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Dan ditegaskan
dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 13:

َ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َع‬
‫ارفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم خَ بِي ٌر‬
Yang artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Dari ayat al-Qur’an dan hadits tersebut, dapat kita ambil pelajaran, bahwa derajat
kemuliaan seorang manusia tidak dilihat atas kekayan yang dimiliki, bukan dilihat dari
warna kulitnya, bukan dilihat dari keturunnanya, bukan dilihat dari ras atau sukunya dan
bukan pula dilihat atas pakian dan perhiasan yang dikenakannya. Melainkan dilihat atas
ketaqwaanya terhadap Allah yang maha esa.

2.3 MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DI BUMI

Konsepsi Islam tentang hakikat manusia telah dikemukakan oleh Allah


SWT dalam Kitab Suci al-Qur’an, dan dikembangkan lebih lanjut oleh Nabi
Muhammad melalui Sunnahnya. Menurut al-Qur’an, manusia memiliki dua peran: (1)
pertama sebagai abdullah yang harus senantiasa mengabdi kepada Allah); dan (2) peran
yang lebih dinamik sebagai khalifah/pemimpin.

Manusia sebagai khalifah di muka bumi telah dibekali Allah dengan kelengkapan-
kelengkapan dasar (potensi dasar) yang dapat dibina dan dikembangkan sejauh mungkin
(semaksimal mungkin) melalui proses belajar mengajar. Kemampuan dasar itu
disebutkan fitrah. Di dalam kerangka fitrah itu terdapat komponen-komponen psikologis
yang saling memperkokoh dalam perkembangannya menuju ke arah kapasitas yang
optimal.

Diantara komponen fitrah itu terdapat potensi untuk beragama (Islam), potensi
intelektual (kecerdasan) yang menjadi dasar berfikir kreatif dan potensi untuk hidup
bermasyarakat (naluri sosialitas) serta potensi nafsu baik maupun buruk yang bersifat
menggerakkan.
Fitrah beragama yang berada pada fase potensialitas itu akan berkembang seiring
dengan irama perkembangan yang dilalui manusia. Pada konteks ini perkembangan
berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dan proses
kematangan dan pengalaman.
Kepemimpinan merupakan unsur yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan. Fitrah
manusia membentuk sebuah komunitas membutuhkan seorang pemimpin. Pemimpin
adalah orang yang dijadikan rujukan dalam komunitas tersebut.

Dalam al-qur’an, kepemimpinan diungkapkan dengan berabagai macam istilah


antara lain: Khalifah, Imam, dan Uli al-Amri. Kata khalifah disebut sebanyak 127 kali
dalam alqur’an, yang memiliki makna berkisar antara lain: menggantikan, meninggalkan,
atau kata benda pengganti atau pewaris. Di samping itu ada juga yang artinya telah
“menyimpang”
seperti berselisih, menyalahi janji, atau beraneka ragam. Sedangkan dari kata khalf yang
artinya suksesi, pergantian atau generasi penerus, wakil, pengganti, penguasa–yang
terulang sebanyak 22 kali dalam al-qur’an–lahir kata khilafah. Kata tersebut merupakan
istilah yang muncul dalam sejarah pemerintahan Islam sebagai institusi politik Islam,
yang bersinonim dengan kata imamah yang berarti kepemimpinan.
Umumnya, diskursus khalifah dipahami sebagai periode suksesi Nabi Suci, dimulai
dengan Khilafah Abu Bakar pada tahun ke 10 setelah Hijrah dan diakhiri dengan
Khilafah Ali pada tahun ke 40.

Dalam konteks Al-Quran memandang manusia sebagai “wakil” atau “khalifah”


Allah di bumi, untuk memfungsikan kekhalifahannya Tuhan telah melengkapi manusia
potensi intelektual dan spiritual sekaligus. Sesuai dengan UU RI Nomor 23 Tahun 1997
yang menyatakan pengertian lingkungan hidup itu sendiri yang didalamnya telah
melibatkan peranan manusia dan perilakunya dalam menyejahterakan makhluk hidup
dan dirinya. Karena secara etika manusia berkewajiban dan bertanggung jawab terbesar
terhadap lingkungan dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Allah menganugrahi akal kepada manusia, dan dengan akal itulah Allah
menurunkan agama. agama sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan, merupakan
dasar untuk mengatur bagaimana berhubungan dengan sang pencipta dan hubungan
dengan alam semesta. Manusia dalam agama merupakan bagian dari lingkungan
hidupnya, sehingga manusia ditunjuk sebagai khalifah di muka bumi ini. Seperti dalam
firman Allah, yaitu:

ٰۤ ْ
‫ض خَ لِ ْيفَ …ةً ۗ قَ……الُ ْٓوا اَتَجْ َع… ُل فِ ْيهَا َم ْن يُّ ْف ِس … ُد فِ ْيهَا‬ ِ ْ‫ر‬َ ‫اْل‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ِ ‫ف‬ ‫ل‬
ٌ …‫ع‬ِ ‫ا‬ ‫ج‬
َ ‫ي‬ ْ ِّ ‫ن‬ ‫ِا‬ ‫ة‬
ِ … َ
‫ك‬ …
ِ ‫ٕى‬
ِٕ ‫ل‬ َ …َ‫َواِ ْذ ق‬
‫…ال َربُّكَ لِل َم‬
َ‫ك ۗ قَا َل اِنِّ ْٓي اَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُموْ ن‬
َ َ‫ك َونُقَ ِّدسُ ل‬ َ ‫ك ال ِّد َم ۤا ۚ َء َونَحْ ُن نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِد‬ ُ ِ‫َويَ ْسف‬

Yang artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.


Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (QS. Al-
Baqarah [2] : 30

ALLAH SWT menciptakan fungsi alam semesta dan menentukan fungsi-fungsi dari
setiap elemen alam ini. Mata hari punya fungsi, bumi punya fungsi, udara punya fungsi,
begitulah seterusnya; bintang-bintang, awan, api, udara, tumbuh-tumbuhan dan
seterusnya hingga makhluk paling kecil masing-masing memiliki fungsi dalam
kehidupan. Pertanyaan kita adalah apa sebenarnya fungsi manusia dalam pentas
kehidupan ini? Apakah sama dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan? atau memiliki fungsi
yang lebih istimewa ?
Agama Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu sebagai
hamba Allah (`abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifatullah) di muka bumi. Sebagai
hamba Allah, manusia adalah kecil dan tak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, memuji
hanya kepadaNya dan berpasrah diri kepada-Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia
diberi fungsi sangat besar, karena Allah Maha Besar maka manusia sebagai wakil-Nya di
muka bumi memiliki tanggung jawab dan otoritas yang sangat besar. Sebagai khalifah,
manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan umat
manusia, karena alam semesta diciptakan Tuhan untuk manusia. Sebagai wakil Tuhan
manusia juga diberi otoritas ketuanan; menyebarkan rahmat Tuhan, kebenaran kebenaran,
membasmi kebatilan, keadilan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk menghukum
mati manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, sebagai khalifah Allah, manusia
memiliki fungsi yang sangat besar dalam bentuk sendi-sendi kehidupan di muka bumi.
Oleh karena itu, manusia dilengkapi dengan kelengkapan Tuhan dengan kelengkapan
psikologis yang sangat sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya
sangat memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk yang sangat baik dan mulia,

Dalam Al-Hadist juga ada riwayat yang menyatakan manusia sebagai khalifah di muka
bumi, Hadist:

Abu Hurairah ra menceritakan hadis berikut:

‫ خلق هللا عزوجل التربة يوم السبت و خلق فيهاالجبال يوم األحدوخلق‬: ‫أخذ النبي صلى هللا عليه و سلم بيدي فقال‬
‫الشجر يوم اإلثنين و خلق المكروه يوم الثالثاء و خلق النور يوم األربعاء و بث فيها الدواب يوم الخميس و خلق‬
‫ت ْال ُج ُم َع ِة‬ ِ ‫لَ ْي ِه ال َّساَل ُم ال َعصْ ِر ِم ْن ْال ُج ُم َع ِة ْال َخ ْل‬ ‫آدم‬.
ِ ‫ق ا َع ٍة اعَا‬
(‫)رواه لم هللا ا‬

Dari Abu Khurairah, ia berkata : Rasulullah SAW memegang tanganku kemudian


berkata: Allah SWT menciptakan bumi pada hari sabtu, Dia menciptakan gunung-gunung
pada hari ahad, Dia menciptakan pohon-pohonan pada hari senin, Dia menciptakan hal-
hal yang tidak disenangi pada hari selasa, Dia menciptakan nur (cahaya) pada hari rabu,
dan Dia menyebarkan (menciptakan) hewan-hewan pada hari kamis, dan Dia
menciptakan Adam setelah Ashar pada hari jum'at pada akhir penciptaan pada akhir
waktu dari waktu waktu jum'at antara Ashar hingga malam.” 
(riwayat muslim dan ahmad)

Ketika berperan sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua peran penting yang
diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari ini. Pertama, memakmurkan bumi
(al 'imarah). Kedua, memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari
pihak manapun (ar ri'ayah).

2.4 MANUSIA SEBAGAI MAKHUK PAEDAGOGIK

1. Pengertian Pedagogik

Pedagogik adalah ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru. Istilah ini merujuk
pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran.[1] Pedagogi juga kadang-kadang
merujuk pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar. Sehubungan dengan strategi
mengajar itu, filosofi mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar belakang
pengetahuan dan pengalamannya, situasi pribadi, lingkungan, serta tujuan pembelajaran
yang dirumuskan oleh peserta didik dan guru.

Kata "pedagogi" berasal dari Bahasa Yunani kuno παιδαγωγέω (paidagōgeō; dari
παίς país:anak dan άγω ági: membimbing; secara literal berarti "membimbing anak”).
Kata yang berhubungan dengan pedagogi, yaitu pendidikan,[4] sekarang digunakan untuk
merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan hal tersebut.

2. Manusia sebagai makhluk Pedagogik

Manusia sebagai yang diisyaratkan Alquran, lahir tanpa memiliki pengetahuan


apapun. Namun, pada diri manusia terdapat sejumlah potensi yang memungkinkannya
memiliki pengetahuan setelah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Bahkan
menurut ajaran Islam potensi-potensi tersebut menyebabkan manusia memiliki kewajiban
untuk harus berpengetahuan, bahkan harus cerdas, karena untuk mencapai atau memiliki
keunggulan komparatif (kebahagiaan) di dunia maupun di akhirat, manusia harus
berilmu. Salah satu kelebihannya adalah dapat dididik atau dapat menerima pendidikan,
beraspek pedagogis. Suatu spesies yang dapat menerima pendidikan, bahkan berperan
dalam pendidikan.
Firman Allah Swt., dalam QS. Al-Tiin/95:4

‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ فِ ْٓي اَحْ َس ِن تَ ْق ِوي ۖ ٍْم‬

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya."

Kesempurnaan penciptaan manusia sebagaimana yang dinyatakan di atas,


seyogianya menjadikan manusia sebagai makhluk paling beradab, paling teratur dan
paling mudah dikendalikan, sebagai manifestasi dari wujud kesempurnaan yang
disandangnya. Namun kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua manusia mampu
menunjukkan diri sebagai makhluk yang sempurna, beberapa di antaranya kontradiktif
dengan kesempurnaan penciptaan yang disandangnya.Kenyataan adanya manusia yang
kontradiktif tersebut mengindikasikan bahwa tidak semua manusia mampu menunjukkan
eksistensi dirinya sebagai makhluk yang sempurna. Fenomena ini kemudian menjadi
salah satu alasan mengapa manusia membutuhkan pendidikan.

Menurut Umar Tirtarahardja20, manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakekat


manusia yang masih dalam wujud potensi; belum ter-aktualisasi menjadi wujud
aktualisasi. Dari kondisi potensi menjadi wujud aktualisasi terdapat rentang proses yang
mengandung pendidikan untuk berperan dalam memberikan jasanya. Seseorang yang
dilahirkan dengan bakat seni, misalnya, memerlukan pendidikan untuk proses menjadi
seniman terkenal.

Makhluk selain menusia tidak memiliki kemungkinan untuk dididik. Manusialah


satu-satunya makhluk yang dapat dididik. Ini disebabkan karena pada diri manusia
terdapat potensi insaniah, suatu potensi yang menjadikan manusia berbeda dengan
makhluk selain manusia. Potensi yang dimaksud tiada lain adalah potensi “fitrah”.
Rasulullah saw., bersabda:
ْ ِ‫َما ِم ْن َموْ لُو ٍ…د إِاَّل يُولَ ُد َعلَى ْالف‬
‫ط َر ِة فَأَبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه أَوْ يُنَص َِّرانِ ِه أَوْ يُ َم ِّج َسانِ ِه‬

Tidak ada yang dilahirkan kecuali di atas fitrah, lalu kedua orang tuanya menjadikannya
Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadist di atas dengan tegas menyebutkan bahwa setiap manusia lahir membawa
“fitrah”. Pertanyaannya adalah bagaimana wujud dari fitrah tersebut? Fitrah
sesungguhnya adalah potensi dasar. Potensi tersebut masih harus dikembangkan,
sehingga mencapai tahapan-tahapan yang jika terus menerus dikembangkan akan
mencapai titik tertinggi. Karena itu, dapat dikemukakan definisi pendidikan sebagai
usaha mengembangkan potensi fitrah insaniah menuju tercapainya insan paripurna.

Perbincangan selanjutnya tentang manusia sebagai makhluk yang dapat dididik


(pedagogik) melahirkan berbagai pandangan menyangkut dominasi pendidikan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Dalam dunia pendidikan dikenal berbagai aliran
pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai aliran yang berprasangka tentang kurangnya
peranan pendidikan dalam perkembangan anak. Aliran ini biasanya disebut aliran
pesimisme, dan sebaliknya aliran yang sangat optimis terhadap peranan pendidikan dalam
perkembangan jiwa anak.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/56722-ID-none.pdf

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/13856/1/Ilmu%20Pendidikan%20Islam.pdf\

Buku yang berjudul “Prinsip Dasar Akhlak Mulia” karya Dr. Marzuki, M.Ag

Manusia Makhluk Yang Mulia - Program Kaderisasi Ulama (gontor.ac.id)

Buku Psikologi Agama dan Psikologi Islami=


http://repository.iainbengkulu.ac.id/4421/1/BUKU%20PSIKOLOGI%20AGAMA
%20%26%20PSIKOLOGI%20ISLAMI.pdf

https://www.jurnaldidaktika.org/contents/article/download/63/45

https://www.readcube.com/articles/10.24252%2Flp.2008v11n1a3

Anda mungkin juga menyukai