A. PENDAHULUAN
disebut hukum perkawinan (fiqh munakahat) dalam Islam. Selain itu, ada kerelaan
B. HUKUM NIKAH
Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang-Undang, ( Bandung:
1
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989), h.
522.
3
Abd, Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, ( Jakarta, Kencana:2003 ), h. 98
1
1. Pengertian Nikah
istilah syariat, definisi nikah dapat kita simak dalam penjelasan Syekh Zakariya Al-
النكاح وهو لغة الضم واالجتماع وشرعا عقد يتضمن اباحة وطء بلفظ انكاح او حنوه
Nikah pada makna bahasa yaitu bercampur. Sedangkan nikah pada makna
2. Hukum Nikah
Hukum nikah pada dasarnya boleh. Adapun dalil menurut penulis dasar
Ayat yang menunjukkan nikah jaiz (boleh) adalah firman Allah dalam Surah
Artinya: Maka kawinilah wanita- wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga,
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
4
Zakaria Al-Ansari, Fathul Wahab, (Beirut, Darul Fikri, 1994), juz II, h. 38..
2
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.(an-Nisa :3)5
Ragam Tafsir
Ayat ini mengandung hukum tentang perintah nikah, batas maksimal istri dan
keadilan. Pertama, apakah perintah menikah dalam ayat ini bersifat wajib atau tidak?
Ada ulama yang cenderung memandang lahiriah redaksi ayat sehingga menyatakan
wajib. Sementara Imam As-Syafi’i menyatakan tidak wajib, mengingat dalam ayat 25
Surat An-Nisa Allah menjelaskan bahwa bersabar untuk tidak menikah dalam kondisi
Kedua, berkaitan dengan batas maksimal istri yang boleh dinikah. Ulama
Ahlussunnah menjelaskan bahwa batas maksimal istri yang boleh dinikah adalah
empat orang. Hal ini sesuai dengan beberapa riwayat hadits, ijma, dan pendekatan
kebahasaan.
Dari sisi kebahasaan, penafsiran frasa نى وثالثHاع مثH وربdengan makna “dua
tambah tiga, tambah empat, sehingga batas maksimal istri adalah sembilan, karena
yang keliru. Sebab bahasa Al-Qur’an adalah bahasa yang paling pasih, sementara
dalam bahasa Arab penggunaan diksi “dua, tiga dan empat” untuk menunjukkan
5
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga..., h. 4-5
6
Fakhruddin Muhammad Ar-Razi, Tafsir al-Fakhr ar-Razi, [Bairut: Dar al-Fikr, tth.], juz
IX, hal. 177-178).
3
bilangan 18, dibandingkan dengan diksi “Berilah Si Fulan 18”. Adapun huruf wawu
pemaknaannya yang tepat adalah: “Kalian nikahlah dua istri; nikahilah tiga istri
sebagai ganti dari dua istri; dan empat istri sebagai ganti tiga (3) istri”.
Dari sisi hadits terdapat riwayat yang secara jelas membatasi jumlah istri,
yaitu saat keislaman Ghailan bin Salamah At-Tsaqafi Ra yang punya 10 istri dan Al-
Harits bin Qais RA yang punya delapan istri, yang diperintahkan oleh Rasulullah
)ص) )ل)َّ)ى اهلل)ُ َع)لَْي ) ِ)ه )َ )) َف َق،)ٍَع) ِن) ابْ ِن) عُ َ))م ) َر) أ)َ َّن) َغ) ْي)اَل َن) بْ َن) َس) )ل)َ َم)ةَ) الثَّ) َق) ِف) َّي) أَ) ْس) )لَ َم) حَتْ)تَ) )ه)ُ َع) ْش) ) ُر) نِ ْ)س) ) َو)ة
َ )ُّ )ال لَ ))هُ) النَّ)يِب
)) و)رج))ال) أ)مح)د.) اِ ْخ)َت) ْ))ر ِم ْن ُه) َّن) أ)َْر)بَ ً)ع)ا) …) ()رو)اه) الرت)م )ذ)ي) و)ابن) م)اج )ه) و)أمح)د) وال))بز)ار) و)أب )و) ي)على:)َو) َس )ل)َّ َ)م
)(ر)جال) ال)صحي)ح
Artinya:“Diriwayatkan dari Ibn Umar Ra, sungguh Ghailan bin Salamah at-
Tsaqafi masuk Islam di saat mempunyai 10 istri. Kemudian Nabi Saw
bersabda kepadanya: ‘Pilihlah empat orang dari mereka’ …” (HR At-
Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan selainnya. Para perawi riwayat Ahmad
adalah para perawi hadits shahih.
Sementara dari sisi ijma’ ulama Islam telah mencapai ijma’ atas ketidak
bolehan menikah lebih dari empat istri. Sebab tidak ada satu riwayatpun yang
menunjukkan bahwa ada sahabat atau tabi’in yang mempunyai istri lebih dari
7
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an,
[Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1423 H/2003 M], juz V, hal. 17-18).
4
Ketiga: berkaitan dengan keadilan. Merujuk pakar tafsir generasi tabi’in,
jima’ mu’asyarah dan pembagian waktu yang harus dilakukan oleh suami di antara
para istrinya secara adil, ketika memilih berpoligami . Karena itu, bila khawatir
tidak mampu berbuat adil maka seorang lelaki hendaknya menikah dengan jumlah
istri yang mampu dipenuhi keadilannya. Jika tidak mampu berbuat adil dalam
poligami, hendaknya mencukupkan diri dengan satu istri. Sebab keadilan ini
Dalam bahasa lebih lugas, Ibnu Katsir menyatakan, bila khawatir poligami
membuat seorang laki-laki tidak mampu berlaku adil di antara para istrinya, maka
diantara wanita-wanita itu bagi kamu boleh dua, tiga atau empat tetapih tidak boleh
lebih dari itu. Kemudian jika kamu tidak dapat berlaku adil diantara mereka dalam
giliran dan pembagian nafkah maka hendaklah seorang saja yang kamu kawini atau
hendaklah kamu batasi pada hamba sahaya yang jadi milikmu karena mereka tidak
mempunyai hak-hak sebagaiman istri-istri yang lain. Yang demikian itu maksutnya
mengawini empat orang istri atau seorang istri saja atau mengambil hamba sahaya
8
Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, juz V, hal. 17-18.
9
Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi ad-Dimasyqi, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, [ttp:
Dar Thaibah, 1420 H/1999 M], cetakan kedua, juz II, hal 212).
5
lebih dekat kepada tidak membuat aniaya atau berbuat zalim10.
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan
Mudah-mudahan kalau kamu sudah berniat hendak menikah, maka Allah akan
yaitu suatu perbuatan yang terkutuk. Ayat Allah ini ditutup dengan, “Dan Allah
Mahaluas (pemberian-Nya)”, berarti, Dia yang maha luas dengan karunia dan
nikmatNya akan memberikan kelonggaran dan kelapangan dada pada hambanya yang
patuh kepada-Nya12.
10
Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, Jld, I (Harmen: Singapura,1999), h. 269.
11
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, hlm. 5.
12
Ibid, hal. 545.
6
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang
menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua
kata tersebut mengandung arti yang sama, dalam hal bahwa keduanya merupakan
sesuatu yang harus diadakan. Sama halnya dengan perkawinan, sebagai perbuatan
hukum, rukun dan syarat perkawinan tidak boleh ditinggalkan. Perkawinan menjadi
Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti
membasuh muka untuk wudhu dan takbiratul ihram untuk shalat atau adanya calon
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu
pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak masuk dalam rangkaian pekerjaan itu,
seperti menutup aurat untuk shalat. Atau, menurut Islam, calon pengantin laki-laki/
begitu rukun perkawinan itu adalah segala hal yang harus terwujud dalam suatu
perkawinan. Adapun syarat dan rukun nikah sebagaimana di ketahui menurut UU No.
1/1974 tentang pernikahan bab 1 pasal 2 dinyatakan: pernikahan adalah sah apabila
13
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: kencana, 2003), h. 45-46.
14
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, h. 46.
7
dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.
3. Wali nikah
4. Saksi nikah
a. Beragama Islam
b. Laki-Laki
c. Baligh
d. Berakal
e. Jelas Orangnya
g. Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam keaadan ihram dan
umrah.
a. Beragama Islam
b. Perempuan
15
Syakh Abi Bakri, Iannatuth thalibin, Jld. III, (Semarang), h. 274.
8
c. Jelas Orangnya
a. Laki-Laki
b. Dewasa
d. Beragama islam
e. Dewasa
f. Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang dalam keadaan haji
9
dan umrah
g. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri paling kurang empat orng yaitu calon
mempelai pria atau wakiinya, wali dari calon mempelai wanita ataau akilnya,
tidak terpenuhi maka perkawinan yang dilangsungkan tidak sah. Disebutkan dalam
Kitab al-Fiqh ’ala al-Madzahib al-Arba’ah: “Nikah fasid yaitu nikah yang tidak
memenuhi syarat-syaratnya, sedang nikah bathil adalah nikah yang tidak memenuhi
rukunnya. Dan hukum, nikah fasid dan nikah bathil adalah sama, yaitu tidak sah. 17
Kompilasi Hukum Islam menjelaskan rukun nikah dalam pasal 14, yaitu:
16
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga, h. 55-58.
17
Abd al-Rahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Jld VI, (Maktabah
al-Tijariyah al-Kubra), h. 118.
18
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Bandung: Humaniora Utama Press, 1991/1992), h.
18.
10
Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah 21. () َو ِم ْن ءَايٰتِۦِه أَ ْن َخلَ) َ)ق لَ ُكم ِّم ْن أَن ُف ِس ) ُك ْم أ َْز ٰو ًجا
dari jenis manusia yang kalian nikahi.( “ ) لِّتَ ْس) ) ) ُكنُٓو ۟ا إِلَْي َ)ه ) ) اsupaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya” Yakni agar kalian condong kepada mereka. Dan
menetapkan bahwa dari diri mereka terdapat ketentraman dan ketenangan bagi jiwa
kalian. (ً“ ) َو َج َع ) َ)ل َبْينَ ُكم) َّم َو َّد ًة َو َرحْ َمةdan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang”
Yakni rasa kasih sayang dan cinta antara suami dan istrinya di dalam ikatan
pernikahan. Mereka saling berlemah lembut padahal sebelumnya mereka berdua tidak
saling mengenal dan tidak saling mencintai. Imam Mujahid berpendapat yang
ٍ اَل ٰ ٰي
“Sesungguhnya pada yang demikian itu” Yakni hal yang telah disebutkan itu. ت
11
(benar-benar terdapat tanda-tanda) Yakni tanda-tanda yang sangat menakjubkan dan
......
Artinya: Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan
daripadanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang
kepadanya. (Surat Al- A’raf : 189).
kamu dari jiwa yang satu (Adam)”, maksudnya adalah Allah yang menciptakan
manusia yang dimulai dari satu jiwa saja, yakitu nabi Adam. (“ )وَّ َج َع َل ِم ْن َها َز ْو َج َهاdan
ۚ“ )لِ َيسْ ُك َن ِالَ ْي َهاagar dia merasa senang kepadanya”, maksudnya adalah agar nabi Adam
merasa tenang dan senang dengan keberadaanya. Semua hal tersebut diatas terjadi
ketika mereka berdua masih berada di dalam surga, kemudian kalimat ini dilanjutkan
dengan kondisi yang berbeda, yaitu ketika mereka telah diturunkan ke muka bumi20.
19
https://tafsirweb.com/7385-quran-surat-ar-rum-ayat-21.html
20
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi Jilid 7..., hal. 853-854.
12
Bukhari, Abu Dawud, Nasa’i meriwayatkan dari Barra’ bin Azib, dia berkata,
“ Sahabat-sahabat Rasulullah, jika ada salah seorang diantaranya yang puasa, maka ia
tertidur sebelum datangnya waktu berbuka dan kemudian terus tertidur sampai siang
hari esoknya, maka tidaklah ia makan melainkan terus mengerjakan puasa itu. Qais
bin Sar’ah al Ahsam kebetulan mengerjakan puasa, dan sehari suntuk dia bekerja di
kebunnya. Ketika telah datang waktu berbuka, pergi ia kepada istrinya dan bertanya,
“ apakah ada makanan?” Istrinya menjawab, “Tidak, tetapi aku akan pergi
mencarinya untukmu”. Dalam menunggu itu ia tertidur, kemudian datang istrinya lalu
berkata, “Telah rugi engkau, mengapa engkau tertidur”. Besok siangnya, ketika
tengah hari dia jatuh pingsan. Diceritakanlah peristiwa ini kepada Rasullullah SAW,
diharamkan, kemudian baru dihalalkan sebagai keterangan sebab turun ayat ini. “Ar-
ُ )الرَّ َفyang bermakna campur, menurut Zajjaj dan Azhari ialah, segala yang
rafasu” (ث
dan sebagainya, tetapi yang dimaksud dalam ayat ini ialah dengan makna jimak,
artinya campur. “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi
mereka”, menurut keterangan Al-Kassyaf, jika antaramu dan mereka itu “pergaulan
rapat”, ibarat pakaian yang tak dapat ditanggalkan lagi -dan menjauhi mereka itu
21
Syekh H. Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta: Kencana, hal. 40.
13
adalah kesukaran bagimu- maka diberikan kelapangan bagimu mencampuri mereka
Dalam penjelasan ayat diatas, memberi makna bahwa tujuan pernikahan juga
menjadikan pasangan suami istri bagaikan satu jiwa dua raga, dimana suami menjadi
Ayat ini diturunkan ketika orang-orang kafir mencela Nabi saw karena
istrinya banyak, yaitu (Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum
engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan)
yakni anak-anak, sedangkan engkau adalah salah satu diantara para rasul itu 23. Allah
SWT menjelaskan pada ayat ini, bahwa rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad SAW
berasal dari jenis manusia, dimana mereka menikah dan melahirkan anak, mereka
bukan dari jenis malaikat, karena orang-orang kafir memandang kenabian dari jenis
manusia. Maka Allah memberitahu kalau Dia mengutus manusia yang beristri dan
23
https://www.scribd.com/document/403002590/Terjemah-Tafsir-Jalalain-30-Juz-pdf, hal.
53.
24
Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul bayan, Penerjemah Bari, Rivai, Muhammad,
fauzun, Rahim Mustafa; Editor, DR. Yusuf Baihaqi.--- Jakarta: Pustaka Azzam, 2007. hal. 156-157.
14
3) Berketurunan
Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas
begitu indah; ayat pertamanya menunjukkan kekuasaan Allah SWT yang sempurna :
ٍ وا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْفHHُا النَّاسُ اتَّقHHَا أَيُّهHHَ“ } يWahai manusia! Bertakwalah kepada
{ َد ٍةHس َوا ِح
tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam)”. Sedangkan ayat
serta kemuliaan Allah ditetapkan dengan adanya dua sifat tersebut, yakni ilmu dan
kekuasaan yang sempurna. Oleh karena itu wajib bagi semua manusia tuk mematuhi
Asas hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam pandangan Islam adalah
15
pasangan, bukan untuk berkompetisi mencari yang paling unggul di antara keduanya.
Maka, Hawa tidaklah diciptakan dari tanah seperti halnya Adam. Olehnya perempuan
diciptakan dari salah satu bagian lelaki, yakni tulang rusuknya, dan itu bertujuan agar
seorang suami harus selalu mencintai pasangannya dengan perasaan cinta yang tulus
serta menjaganya dari segala yang membahayakan, seperti halnya tulang rusuk yang
menjaga organ dalam manusia. Dan tulang rusuk pun harus selalu di tempatnya, tetap
dan tidak berpindah, karena jikalau rusuk patah atau berpindah tempat, itu akan
mengakibatkan rasa sakit yang amat sangat. Jikalau seorang lelaki dzalim kepada
istrinya, maka seakan-akan dia sedang menyakiti dirinya sendiri. Juga sebaliknya
menyimpang dari jalan fitrahnya. Kandungan ayat ini juga menjelaskan Allah telah
keluarga. Allah berfirman: { ا َمH ِه َواأْل َرْ َحHِا َءلُونَ بHوا هَّللا َ الَّ ِذي ت ََسHHُ“ } َواتَّقBertakwalah kepada
kekeluargaan.” Itu semua bertujuan untuk menekankan bahwa merawat dan menjaga
hubungan antar keluarga dan tidak memutusnya adalah hal yang sangat penting.
Maka memelihara dan memberi hak-hak makhluk-Nya dengan cara yang baik,
terkhusus sanak keluarga, adalah wajib, seperti halnya wajib bagi hamba untuk
25
https://tafsirweb.com/1533-quran-surat-an-nisa-ayat-1.html
16
Firman Allah diatas dikuatkan oleh Firman Allah dalam surat asyura ayat: 11.
Tafsir jalalain:
(Pencipta langit dan bumi) Dialah Yang mengadakan langit dan bumi (Dia
menjadikan bagi kalian dari jenis kalian sendiri pasangan-pasangan) sewaktu Dia
menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam (dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan) ada jenis jantan dan ada jenis betina (dijadikan-Nya kalian
melalui proses perjodohan. Dengan kata lain, Dia memperbanyak kalian melalui
anak beranak. Dhamir yang ada kembali kepada manusia dan binatang ternak
dengan ungkapan yang lebih memprioritaskan manusia. (Tidak ada sesuatu pun
yang serupa dengan Dia) huruf Kaf adalah Zaidah, karena sesungguhnya Allah swt.
tiada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya (dan Dialah Yang Maha Mendengar)
semua apa yang dikatakan (lagi Maha Melihat) semua apa yang dikerjakan. 26
26
Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, Jld, (Harmen: Singapura,1999), h. .
17
C. Wali Nikah
Keberadaan wali merupakan satu dari lima rukun nikah. Wali sendiri ialah
sebutan untuk pihak lelaki dalam keluarga atau lainnya yang bertugas mengawasi
keadaan atau kondisi seorang perempuan, khususnya dalam bab nikah. Sebagaimana
Kata ( )ااْل َيَا ٰمىadalah jamak dari aima yaitu perempuan atau laki-laki yang masih
bujang atau lajang (single), belum lagi berumah tangga dan mereka itulah yang
dianjurkan supaya kawin. Menurut sebagian ulama, perintah pada ayat ini
ditunjukkan kepada wali atau suami. Tapi keterangan pertamalah yang menyatakan
perintah tersebut ditujukan kepada wali yang lebih kuat. Dengan berdasarkan ayat ini,
Imam Syafi’i mengambil dalil, bahwa perempuan tidak bole mewalikan dirinya
sendri, melainkan hendaklah ada wali yang bukan dirinya. Sedangkan Abu Hanifah
berpendapat bahwa perempuan itu berhak atas dirinya daripada walinya. Sebenarnya,
dalam perkawinan itu bagi orang yang mampu kalau dikhawatirkan ia akan jatuh ke
dalam perbuatan maksiat, maka ia wajib menikah untuk memelihara diri. Dalam ayat
ini, terdapat perbedaan antara seorang bujang merdeka dengan budak. Budak yang
disebutkan sifatnya ialah “budak yang baik-baik,” sedang orang merdeka tidak
18
demikian. Sebabnya karena kebanyakan budak-budak itu tidak terjaga akhlaknya
dengan baik, budi pekerti mereka itu kurang baik. Sedangkan akhlak orang merdeka
mewalikan dirinya sendri, melainkan hendaklah ada wali yang bukan dirinya.
Asbabun nuzul ayat ini adalah berdasarkan suatu riwayat dari Abu Dawud,
At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Hadits tersebut dishahihkan oleh Tirmidzi bahwa
muslim pada masa Rasulullah SAW. Maka hiduplah ia dengan suaminya itu, lalu ia
menceraikannya dengan talak satu, dan ia tidak merujuknya kembali hingga wanita
itu menyelesaikan iddahnya. Tetapi laki-laki itu ternyata masih mencintainya dan si
wanita pun masih mencintai bekas suaminya. Kemudian laki-laki itu melamarnya
kembali. Ma‟qil pun berkata kepadanya: Hai orang celaka, aku menghormatimu dan
19
Demi Allah dia tidak akan kukembalikan kepadamu untuk selamanya hingga akhir
hayatmu, maka turunlah ayat tersebut ( QS. Al-Baqarah: 232). Setelah Ma‟qil bin
Yasar mendengar ayat itu, maka dia pun berkata: “Aku mendengar dan mentaati
Rabbku”. Setelah itu Ma‟qil memanggil laki-laki tersebut seraya berkata: “Aku
tidak bisa menikahkan dirinya sendiri tanpa wali. Andaikata wanita itu dapat
menikahkan dirinya sendiri tentunya dia akan melakukan itu. Ma‟qil bin Yasar
tentunya tidak akan dapat menghalangi pernikahan saudara perempuannya itu jika
sendiri. Ayat ini merupakan dalil yang tepat untuk menetapkan wali sebagai rukun
atau syarat sah nikah, dan wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri.
syariat ialah menyerahkan perkataan pada orang lain dan pengawasan atas
keadaannya.”29
28
Dr. Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (Bogor: Pustaka Imam Asy-
Syafi‟I, 2004), hal. 465.
29
Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-
Syâfi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz IV, hal. 60.
20
D. PADANGAN FIQIH TENTANG HUKUM NIKAH DAN WALI NIKAH
a) Hukum Nikah.
Dari sudut pandang hukum, Sa‘id Mushtafa Al-Khin dan Musthafa al-Bugha,
الشخص
Artinya, “Hukum nikah secara syara’. Nikah memiliki hukum yang berbeda-
beda, tidak hanya satu. Hal ini mengikuti kondisi seseorang (secara
kasuistik),”30
2. Sunnah,yaitu bagi yang mau menikah dan nafsunya kuat,tapi masih mampu
3. Haram, yaitu bagi yang tidak menginginkanya karena tidak mampu memberi
30
Sa‘id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil
Imamis Syâfi’i, Juz IV (Surabaya, Al-Fithrah, 2000), hal. 17.
21
nafkah lahir maupun batin serta nafsunya tidak mendesak atau dia mempunyai
a. Menurut imam malikiiyah yaitu bagi yang tidak memiliki keinginan dan takut
b) Wali nikah.
Sebagaimana yang kami ketahui bahwa menurut madzhab syafi’i rukun nikah
itu adalah lima, yaitu shighat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-
فصل يف أركان النّكاح وغريها وأركانه مخسة صيغة وزوجة وشاهدان وزوج وويِل
“Fasal tentang rukun nikah dan selainnya. Rukun nikah itu ada lima yaitu,
shigat, mempelai perempuan, dua orang saksi, mempelai laki-laki, dan wali.31
Jadi wali merupakan salah satu rukun nikah, maka konsekwensinya adalah
pernikahan tidak dianggap sah kecuali adanya wali atau tanpak izin dari yang berhak.
Urutannya pun sudah ditetapkan oleh para ulama berdasarkan dalil-dalil. Ketika wali
yang satu tidak ada atau tidak memenuhi syarat, maka wali yang lain, baik wali nasab
yang lebih jauh atau wali hakim dapat menggantikannya. Namun, peralihan hak
31
Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, ,
juz, 3( Bairut-Dar al-Fikr, tt,), h. 139.
22
kewalian ini juga sudah ditentukan sehingga tidak dapat dialihkan sembarangan sesuai
keinginan.
sebagiannya yang relevan dan konteksual dengan kondisi sekarang akan diuraikan di
sin:
anggota keluarga yang berhak menjadi wali. Sedangkan ketiadaan wali secara
syariat misalnya wali yang ada masih kecil atau mengalami gangguan jiwa.
Sekalipun ada orang terdekat, tetapi tidak berhak menjadi wali karena hanya
sebagai ayah tiri, ayah angkat,atau bukan ayah kandung yang sah.
2) .ketidakjelasan wali, baik tidak jelas tempatnya dan tidak jelas hidup atau
meninggalnya. Siapa pun yang memiliki wali tidak jelas seperti ini,
semisal ini tidak kemudian mengalihkan kewalian kepada wali yang lebih
wali hakim.
32
Al-Habib Muhammad bin Salim al-‘Alawi, Al-Miftah li Babin Nikah, hal 9
23
3) wali sedang ihram, baik ihram haji maupun ihram umrah berdasarkan hadits
menyatakan:
4) wali menolak menikahkan atau ‘adhal. Lebih jelas, para ulama mendefinisikan
tersebut berakal sehat, sudah balig, serta memiliki calon suami yang sekufu
alasan yang benar secara syari’i untuk menikahkan adalah haram berdasarkan
Dikecualikan jika alasan penolakannya kuat, seperti calon sumi anaknya tidak
sekufu, maka hakim tak bisa mengambil alih. Maka dari itu, benar dan
penghulu, petugas pencatat nikah dari KUA, atau hakim di pengadilan negeri
agama.
24
5) wali sedang bepergian jauh, sejauh jarak yang diperbolehkan meng-qashar
shalat atau lebih. Jika jaraknya kurang dari jarak yang diperbolehkan shalat,
Sementara wali yang tak bisa hadir karena pingsan, epilepsi, atau
mabuk yang tidak disengaja, tidak bisa diambil alih oleh hakim. Jika
kewaliannya ingin dialihkan, maka harus ditunggu sampai tiga hari. Jika
setelah tiga hari tak kunjung sadar, maka kewaliannya dialihkan kepada wali
nasab di bawahnya, bukan kepada hakim. Sebab, kondisi tidak sadar karena
pingsan, epilepsi, atau mabuk disejajarkan dengan kondisi tidak sadar karena
tunagrahita.33
yang lain, atau menikahkan di tempat dirinya berada, seperti melalui alat
komunikasi.
Walhasil, wali yang ada di tempat yang jauh, tidak dengan serta merta
33
Syekh Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri, hal. 289
25
ومل يكن ملن بعده من األولياء أن يزوج ألن والية الغائب باقية وهلذا لو زوجه))ا يف مكان))ه ص))ح
العق
7) wali yang lain tidak ada, sedangkan satu-satunya wali dalam keadaan kufur.
Meski begitu, pernikahan dengan wali hakim juga tidak serta merta dilakukan.
تكون يف حمل واليته وأن، وأن تكون املرأة بالغة، أن يكون الزوج كفؤا:وذكر ثالثة شروط
ُّ فَِإ َّن
الس ْلطَا َن َويِل ُّ َم ْن اَل َويِل َّ لَه
34
Imam Abu Ishaq As-Syairazi, Al-Muhadzab, Surabaya, Maktabah Al-Hidayah: tanpa
tahun], jilid II, halaman 37
35
Al-Habib Muhammad bin Salim Al-‘Alawi, Al-Miftah li Babin Nikah: 11
36
Syakh Abi Bakri. I‘anatut Thalibin, jilid III, hal. 260.
26
Artinya, “Sungguh penguasa adalah wali bagi perempuan yang tidak memiliki
wali,” (HR. Ahmad).
Ketentuan tersebut juga sesuai dengan Pasal 1 huruf b Kompilasi Hukum
Islam, yang menyebutkan: “Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri
Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk
“Wali adalah salah satu rukun nikah, maka nikah tidak sah tanpa wali” 37
Mengenai siapa saja yang diprioritaskan menjadi wali, Imam Abu Suja’ dalam
وأوىل الوالة األب مث اجلد أبو األب مث األخ لألب واألم مث األخ لألب مث ابن األخ لألب واألم مث ابن
ف…احلاكم األخ لألب مث العم مث ابنه على هذا الرتتيب فإذا عدمت العصبات
“Wali paling utama ialah ayah, kakek (ayahnya ayah), saudara lelaki seayah
seibu (kandung), saudara lelaki seayah, anak lelaki saudara lelaki seayah seibu
(kandung), anak lelaki saudara lelaki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak
lelaki paman dari pihak ayah. Demikianlah urutannya. Apabila tidak ada waris
‘ashabah, maka…hakim.”
Dari penjelasan di atas, bisa kita pahami bahwa yang berhak menjadi wali
adalah para pewaris ‘ashabah dari calon mempelai wanita. Urutan penyebutan dalam
keterangan Abu Sujak itu merupakan urutan prioritas yang berhak menjadi wali
1. Ayah.
2. Kakek yang dimaksud dalam hal ini ialah kakek dari pihak ayah.
37
Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, juz, II,
(Surabaya-Dar al-‘Ilm), hlm. 40.
27
3. Saudara lelaki kandung. Yakni saudara lelaki mempelai wanita yang tunggal
4. Saudara lelaki seayah. Yakni saudara lelaki mempelai wanita yang tunggal
5. Paman. Paman yang dimaksud di sini ialah saudara lelaki ayah. Baik yang
lebih tua dari ayah (jawa: pak de), ataupun lebih muda (jawa: pak lik),
Jida dari ke enam keluarga di atas tidak ada, maka arternatif terakhir yang
28
E. PENUTUP DAN KESIMPULAN
pasanganngan dari jenisnya, agar manusia tersebut tidak kelewatan batas ataupun
melanggar aturan-aturan yang telah di tetapkan dalam agama. Oleh karena demikian
untuk sahnya pernikahan, harus mencukupi syarat dan rukun, salah satunya adalah
wali nikah.
1. Dasar hukum menikah adalah jaiz (boleh) dan terjadinya pernikahan jika
rukun dan syaratnya terpenuhi. Salah satunya harus ada wali nikah. Kemudian
pasangan.
pasangan yang merujuk kepada jantan dan betina. Maka penciptaan manusia
4. Tujuan pernikahan juga menjadikan pasangan suami istri bagaikan satu jiwa
dua raga, dimana suami menjadi pakaian bagi istri dan istri menjadi pakaian
bagi suami.
29
DAFTAR PUSAKA
Abd al-Rahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Jld VI,
Maktabah al-Tijariyah al-Kubra:2004
Dr. Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 Bogor: Pustaka Imam Asy-
Syafi’i, 2004
Fakhruddin Muhammad Ar-Razi, Tafsir al-Fakhr ar-Razi, juz IX, Bairut: Dar al-
Fikr, tth.
https://tafsirweb.com/7385-quran-surat-ar-rum-ayat-21.html
Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam
al-Syâfi’i, Juz,V, Surabaya: Al-Fithrah, 2000
Sa‘id Musthafa Al-Khin dan Musthafa Al-Bugha, Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil
Imamis Syâfi’i, Juz IV Surabaya, Al-Fithrah, 2000
30
Syaikh Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul bayan, Penerjemah Bari, Rivai, Muhammad,
fauzun, Rahim Mustafa; Editor, DR. Yusuf Baihaqi.--- Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007
Syekh H. Abdul Halim Hasan, Tafsir Al-Ahkam, Ed. 1, Cet. 1, Jakarta: Kencana, tt.
Taqiyyuddin al-Husaini al-Hushni, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, juz, II, Surabaya-
Dar al-‘Ilm
31