Sedangkan definisi Perkawinan menurut Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdaasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 2 ”Perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalidlon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah”. Sedang yang
dimaksud ”akad” di sini adalah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan qabul yang diucapkan oleh
mempelai pria atau wakilnya dan disaksikan oleh dua orang saksi. (KHI, 1991: Pasal 1).
Tujuan
◌َ
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka
atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela”
(Q.S. Al-Maarij, 70: 29-30).
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu
dari istri-istri kamu itu, anak anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?”
(Q.S.AnNahl,16: 72).
c. Menjalin rasa cinta dan kasih sayang antara suami dan isteri.
UU No. 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal (UU No. 1 Tahun 1974, Pasal 1). Dalam
Kompilasi Hukum Islam, tujuan perkawinan tidak menggunakan kata ”bahagia”
melainkan ”sakinah, mawaddah, dan rahmah”. ”Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah” (KHI, 1991: Pasal 3).
d. Menjaga Kehormatan.
Kehormatan yang dimaksud disini adalah kehormatan diri sendiri, anak dan
kehormatan keluarga. Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan
dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk
dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. AnNisa,
4: 24).
◌َ
Artinya: “Dari Anas RA, bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda, “Barang siapa yang Allah
telah memberi rizqi kepadanya berupa istri yang shalihah, berarti Allah telah menolongnya pada
separo agamanya. Maka bertakwalah kepada Allah untuk separo sisanya”
Fungsi Pernikahan
Artinya: “Supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikannya di
antaramu rasa kasih dan saying” (Q.S. Ar-Ruum, 30: 21).
Islam menyebut perkumpulan yang penuh cinta, kasih dan sayang tersebut
dengan ungkapan bahasa mawaddah wa rahmah. Dengan nikah, baik laki-laki maupun
perempuan, bisa melaksanakan hal-hal yang sebelumnya dilarang oleh Islam, terutama
hubungan seksual (Hasyim, 2001: 148-149).
b. Menjaga pandangan mata dan menjaga kehormatan.
Pernikahan akan berfungsi bagi para suami/Istri menjaga pandangan mata dan
kehormatan, Nabi Muhammad saw. menegaskan dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari,
”Wahai pemuda, barang siapa di antara kamu yang sudah mampu, maka menikahlah, karena
dengan menikah maka akan menundukkan pandangan mata dan menjaga kehormatan, serta bagi
yang tidak mampu dianjurkan untuk berpuasa karena dengan puasa dapat mengendalikan diri.”
(H.R. al-Bukhari).
c. Untuk mendapatkan keturunan.
Mempunyai keturunan merupakan naluri setiap manusia yang melakukan pernikahan,
dan Nabi saw. melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menganjurkan
memilih pasangan yang subur yang akan memberikan banyak keturunan. Dalam hadis
diberitakan,
“...bahwasanya Rasullah menyuruh kita untuk menikah dan melarang kita hidup membujang.
Beliau bersabda: ”... Nikahilah wanita yang bibitnya subur sehingga dapat memberikan banyak
keturunan, lagi penyayang karena aku bangga di hadapan para nabi dengan banyaknya kamu di
hari kiamat..” (H.R. Imam Ahmad).
Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang
terinstitusi dalam satu lembaga yang kokoh, dan diakui baik secara agama maupun secara
hukum. Alquran menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan
untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan tentram (Q.S. Ar-Rum, 30: 21):
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu pasanganpasangan
dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antara kamu (dan pasanganmu) rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Q.S. Ar-Rum, 30: 21).
Dalam Q.S. An-Nisa, 4: 3 Allah berfirman :“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yatim(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”
(Q.S. An-Nisa, 4: 3).
Allah Swt. juga berfirman: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hambamu yang laki-laki dan hamba-hambamu yang
perempuan” (Q.S. AnNuur, 24: 32).
Sesuai dengan Hadis Rasulullah saw. riwayat Ibnu Majah: ”Nikah adalah sunnahku,
barangsiapa tidak menjalankan sunnahku, dia bukan umatku”. Memahami hadis tersebut, bisa
diambil pemaknaan bahwa nikah adalah anjuran (bukan kewajiban) yang bisa dikategorikan
sebagai sunah yang mendekati wajib, atau sunah muakkad. Meskipun demikian, anjuran untuk
menikah ini bobotnya bisa berubah-ubah menjadi wajib, makruh, mubah atau kembali ke
hukum asalnya yaitu sunah, sesuai dengan kondisi dan situasi yang melingkupinya.
Berkaitan dengan status perkawinan, Alquran juga menyebut dalam Surat An-Nisa, 4:
21 : “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari
kamu perjanjian yang kuat” (Q.S. al-Nisa’, 4: 21).
Prinsip-prinsip Pernikahan
5. Prinsip Keadilan
6. Prinsip Mawaddah
7. Prinsip Rahmah
3. Suami mengijinkan isteri bersetubuh dengan pria lain untuk mendapatkan keturunan yang
baik.
6. Pernikahan muth’ah
1. Poligami
a. Pasca perang Uhud, banyak janda dan anak yatim yang harta bendanya tidak terurus.
2. Pernikahan Siri
Pengertian : Pernikahan yang meskipun telah memenuhi rukun dan syarat pernikahan sesuai
ketentuan syar’i, namun tidak dicatatkan di KUA/ Pegawai Pencatat Nikah.
Perbedaan :
Nikah Resmi mempunyai akta nikah, sah secara agama dan secara hukum
Nikah Siri Tidak ada akta nikah, sah secara agama, tidak sah secara hukum.
Menghindari zina
Dan lain-lain.
3. Pernikahan Mut’ah
Pengertian :
Pernikahan yang didasarkan pada jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak.
Hukumnya:
Pernikahan tersebut pernah terjadi pada masa Rasulullah, namun kemudian Rasul
melarangnya :
“ Saya pernah membolehkanmu melakukan nikah mut’ah, namun Allah telah melarangmu
sampai hari akhir Pengadilan”.
• Kalangan Syiah Isna Asyariyah sepakat bahwa nikah mut,ah diperbolehkan atas dasar Q.S.
An-Nisa’,4 : 24.
• Jumhur ulama melarang praktek nikah tersebut, karena hanya didasarkan pada kesenangan
semata dan dalam jangka waktu tertentu.
• Hal tersebut menyalahi tujuan, fungsi dan prinsip-prinsip pernikahan dalam Islam, yaitu
mewujudkan konsep keluarga sakinah yang dilandaskan pada rasa kasih sayang yang harus
dibina dan dipupuk secara berkelanjutan.