Kelima, tidak ada pembujangan dalam Islam Hai orang-orang yang beriman! Jangan
Islam berpendirian tidak ada pelepasan kamu mengharamkan yang baik-baik dari
kendali gharizah seksual untuk dilepaskan apa yang dihalalkan Allah untuk kamu
tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah dan jangan kamu melewati batas, karena
maka diharamkannya zina dan seluruh yang sesungguhnya Allah tidak suka kepada
membawa kepada perbuatan zina. Tetapi di orang-orang yang melewati batas. (QS. Al
balik itu Islam juga menentang setiap Maidah/5: 87)
perasaan yang bertentangan dengan
gharizah ini. Untuk itu maka dianjurkannya Keenam, menikah itu ciri khas makhluk
supaya kawin dan melarang hidup hidup
membujang dan kebiri. Seorang muslim
tidak halal menentang perkawinan dengan Selain itu secara filosofis, menikah atau
anggapan, bahwa hidup membujang itu berpasangan itu adalah merupakan ciri dari
demi berbakti kepada Allah, padahal dia makhluq hidup. Allah SWT telah
mampu kawin; atau dengan alasan supaya menegaskan bahwa makhluq-makhluq
dapat seratus persen mencurahkan ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk
hidupnya untuk beribadah dan berpasangan satu sama lain.
memutuskan hubungan dengan ِمن ُكلِّ َش ْي ٍء َخلَ ْقنَا َزوْ َج ْینِلَ َعلَّ ُك ْمتَ َذ َّكرُونَ َو
duniawinya. Dan segala sesuatu Kami ciptakan
Abu Qilabah mengatakan "Beberapa berpasang-pasangan supaya kamu
orang sahabat Nabi bermaksud akan mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-
menjauhkan diri dari duniawi dan Zariyat : 49)
meninggalkan perempuan (tidak kawin dan
tidak menggaulinya) serta akan hidup 6. Tujuan Nikah
membujang. Maka berkata Rasulullah s.a.w,
dengan nada marah lantas ia berkata: Orang yang menikah sepantasnya tidak
'Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hanya bertujuan untuk menunaikan
syahwatnya semata, sebagaimana tujuan
kebanyakan manusia pada hari ini. Namun 7. Pencatan Pernikahan
hendaknya ia menikah karena tujuan-tujuan
berikut ini: Pertama, Melaksanakan anjuran Undang-undang RI tentang Perkawinan
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam No. 1 tahun 1974 diundangkan pada tanggal
sabdanya: 2 Januari 1974 dan diberlakukan bersamaan
dengan dikeluarkannya peraturan
“Wahai sekalian para pemuda! Siapa di pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah
antara kalian yang telah mampu untuk No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU
menikah maka hendaknya ia menikah….” No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Menurut UU Perkawinan, perkawinan
Kedua, Memperbanyak keturunan umat ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan seorang wanita sebagai suami istri
bersabda: dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal
“Menikahlah kalian dengan wanita yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
penyayang lagi subur, karena (pada hari (Pasal 1 UU Perkawinan).
kiamat nanti) aku membanggakan Mengenai sahnya perkawinan dan
banyaknya jumlah kalian di hadapan pencatatan perkawinan terdapat pada pasal
umat-umat yang lain.” 2 UU Perkawinan, yang berbunyi:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila
Ketiga, Menjaga kemaluannya dan dilakukan menurut hukum masing-
kemaluan istrinya, menundukkan masing agamanya dan
pandangannya dan pandangan istrinya dari kepercayaannya itu;
yang haram. Karena Allah Subhanahu wa (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat
Ta'ala memerintahkan: menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
“Katakanlah (ya Muhammad) kepada Hal ini terus terjadi karena perkawinan
laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah menurut agama dan kepercayaannya sudah
mereka menahan sebagian pandangan dianggap sah, banyak pasangan suami istri
mata mereka dan memelihara kemaluan tidak mencatatkan perkawinannya. Alasan
mereka, yang demikian itu lebih suci bagi yang paling umum adalah biaya yang mahal
mereka. Sesungguhnya Allah Maha dan prosedur berbelit-belit. Alasan lain,
mengetahui apa yang mereka perbuat.’ sengaja untuk menghilangkan jejak dan
Dan katakanlah kepada wanita-wanita bebas dari tuntutan hukum dan hukuman
yang beriman: ‘Hendaklah mereka administrasi dari atasan, terutama untuk
menahan sebagian pandangan mata perkawinan kedua dan seterusnya (bagi
mereka dan memelihara kemaluan pegawai negeri dan ABRI). Perkawinan tak
mereka…’.” (An-Nur: 30-31)
dicatatkan ini dikenal dengan istilah Untuk memelihara kemaslahatan dalam
perkawinan bawah tangan atau nikah sirri. pernikahan, yang bersangkyytan mesti
Secara garis besar, perkawinan yang memperhatikan dan mentaati peraturan
tidak dicatat di negara Indonesia ini sama agama dan negara dalam hal ini fikih dan
saja dengan membiarkan adanya hidup aturan undang-undang. Dalam mencatatkan
bersama dengan status hukum yang tidak pernikahan mengandung manfaat atau
tetap, dan ini sangat merugikan para pihak kemaslahatan, kebaikan yang besar dalam
yang terlibat (terutama perempuan), kehidupan masyarakat. Sebaliknya apabila
terlebih lagi kalau sudah ada anak-anak perkawinan tidak diatur secara jelas melalui
yang dilahirkan. Mereka yang dilahirkan peraturan perundangan dan tidak
dari orang tua yang hidup bersama tanpa dicatatkan akan digunakan oleh pihak-pihak
dicatatkan perkawinannya, memiliki akibat yang melakukan perkawinan hanya untuk
hukum dengan dijadikannya satus anak kepentingan pribadi dan merugikan pihak
tersebut sama dengan anak yang lahir dari lain.
perkawinan diluar nikah, sehingga anak
tersebut hanya mempunyai hubungan D. DAFTAR PUSTAKA
hukum dengan ibunya, dalam arti tidak
mempunyai hubungan hukum dengan Al-Jaziri, Abdurrahman. 1986. Al-Fiqh ‘ala
bapaknya. Dengan perkataan lain secara Madzahib al-Arba’ah. Beirut: Dar al-
yuridis tidak mempunyai bapak. Fikr
Sebenarnya, tidak ada paksaan bagi Al-Imam Taqi al-Din Abi Bakr bin
masyarakat untuk mencatatkan Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi al-
perkawinan. Dalam artian, jika kita tidak Syafi’i.
mencatatkan perkawinan, bukan berarti tanpa tahun. Kifayah al-Akhyar fi
kita melakukan suatu kejahatan. Namun Halli Ghayat al-Ikhtishar. Semarang:
jelas pula bahwa hal ini memberikan Usaha Keluarga
dampak atau konsekuensi hukum tertentu Djalil, Abdul. 2000. Fiqh Rakyat Pertautan
yang khususnya merugikan perempuan dan Fiqh dengan Kekuasaan. Yoyakarta:
anak-anak. Kemudian, ketika seseorang LKIS Yogyakarta
tidak dapat membuktikan terjadinya Kamal, Mukhtar. 1974. Asas-asas Hukum
perkawinan dengan akta nikah, dapat Islam Tentang Perkawinan. Jakarta:
mengajukan permohonan itsbat nikah Bulan Bintang
(penetapan atau pengesahan nikah) kepada Mubarok, Jaih. 2002. Metodologi Ijtihad
pengadilan agama. Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press
Redaksi Sinar Grafika. 2000. Undang-
C. KESIMPULAN Undang Pokok Perkawinan Beserta
Peraturan Perkawinan Khusus Untuk
Anggota ABRI; Anggota POLRI;
Pegawai Kejaksaan; Pegawai Negeri
Sipil. Jakarta: Sinar Grafika
Shihab, Muhammad Quraish. 2010. 1001
Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui.
Jakarta: Lentera Hati
Sudarsono. 1997. Hukum Keluarga
Nasional. Jakarta: Rineka Cipta