Anda di halaman 1dari 15

Indahnya Membangun

Mahligai Rumah Tangga


Oleh:
HERI PURNOMO ADI, SH

PENGHULU/KEPALA KUA
KECAMATAN KALIBENING
A. Makna Pernikahan dalam Islam

Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam’u) atau ”bertemu, berkumpul”. Menurut istilah,
nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu
rumah tangga melalui akad yang dilakukan menurut hukum syariat Islam.
Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang
kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah Swt. dan melaksanakannya merupakan ritual
ibadah.
Sementara itu, menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974, tentang Perkawinan Pasal 1 dijelaskan bahwa
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

A. Makna Pernikahan Selanjutnya


B. Dalil Naqly dan ‘Aqly tentang Pernikahan

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An-Nisa’/4: 3)

”Dari Abdullah bin Mas’ud RA Rasulullah Saw berkata kepada kami. Hai para pemuda, barangsiapa diantara
kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj
(kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu menjadi perisai (dapat
melemahkan sahwat)”. (HR. Bukhari Muslim)

B. Dalil Naqly dan ‘Aqly tentang Pernikahan Selanjutnya


B. Dalil Naqly dan ‘Aqly tentang Pernikahan

“Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda: “wanita dinikahi karena empat hal: karena
hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, kalau
tidak kamu akan celaka” (HR. Al-Bukhori dan Muslim).

NO KRITERIA/ASPEK KETERANGAN
1 Harta Kemampuan berdikari/mandiri, kreatif, inovatif (kekayaan personal)
2 Kedudukan/Keturunan Intelegensi, genitas, nasab/garis keturunan yang jelas (potensial)
3 Kecantikan/Ketampanan Rupawan, tubuh ideal, keadaan/kecantikan fisik (beautyfull, hansome)
4 Agama Mental, akhlaq, perilaku, tata-karma, sopan santun, perangai, kepribadian
(inner beauty; kecantikan dari dalam)

B. Dalil Naqly dan ‘Aqly tentang Pernikahan Selanjutnya


C. Hukum Pernikahan

Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah dalam artian boleh dikerjakan dan boleh
ditinggalkan. Meskipun demikian ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum
nikah dapat berubah menjadi wajib, sunah, makruh, dan haram. Berikut penjelasannya:
1. Jaiz atau mubah, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah.
2. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah. Bila tidak menikah, khawatir ia akan terjerumus
ke dalam perzinaan.
3. Sunnah, yaitu orang yang sudah mampu menikah, tetapi masih sanggup mengendalikan dirinya dari
godaan yang menjurus kepada perzinaan.
4. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah memiliki keinginan atau hasrat, tetapi ia
belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah tanggungannya.
5. Haram, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan, tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat
menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya.

C. Hukum Pernikahan Selanjutnya


D. Bekal Menuju Pernikahan Bahagia

Pernikahan tidak sekedar tentang hidup berdua.


Tidak semata antara “aku dan kamu” tapi lebih luas adalah membangun peradaban.
Lantas bagaimana suatu peradaban dapat dibangun tanpa bekal yang memadai?

1. Kelurusan Niat
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‫ِإنَّ َما اَأْل ْع َما ُل بِالنِّيَّ ِة َولِ ُكلِّ ا ْم ِرٍئ َما نَ َوى‬
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya.” (HR Bukhari Muslim)
Hadits ini menjadi dalil pentingnya niat dalam setiap amal perbuatan. Bahwa niat merupakan pondasi
awal suatu amal perbuatan. Bahkan suatu amal perbuatan yang dilandasi oleh beberapa niat dapat
memberikan imbas pahala yang berlipat.
Begitu juga dalam pernikahan. Penting bagi orang yang hendak menikah untuk meluruskan niat dan
menjaga kelurusan niat pernikahannya agar rumah tangga yang dibangun menuai keberkahan.

D. Bekal Menuju Pernikahan Bahagia Selanjutnya


2. Bertakwa kepada Allah
Di dalam surat Ath thalaq ayat 2-3 Allah berfirman,
ُ ‫) َويَرْ ُز ْقهُ ِم ْن َحي‬٢( ‫ق هَّللا َ يَجْ َعلْ لَهُ َم ْخ َرجًا‬
(٣( ُ‫ْث اَل يَحْ تَ ِسب‬ ِ َّ‫َو َم ْن يَت‬
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah ‫ ﷻ‬maka Dia ‫ ﷻ‬akan menjadikan baginya jalan keluar dan
memberinya rezeki dari arah yang tak tidak disangka-sangka” (QS Ath Thalaq 2-3)
Allah berjanji mencukupi kebutuhan dan mengatasi urusan hamba-Nya yang bertakwa. Sementara kita
pahami bersama bahwa kehidupan rumah tangga adalah misteri yang hanya akan terungkap setelah
kita menjalaninya. Kita tidak tahu seperti apa hari-hari ke depan dalam pernikahan yang kita bangun
kecuali setelah hari itu kita lewati. Karenanya, menyiapkan diri dengan membangun ketakwaan
kepada Allah merupakan bekal yang tepat agar lapis-lapis misteri yang terkuak dapat dijalani dengan
kemanisan iman.

3. Mencanangkan Visi Misi Pernikahan


Dalam organisasi dakwah saja kita mengenal visi misi dan rencana kerja. Maka tak kalah penting pula hal
ini diterapkan dalam pernikahan. Bahkan kesamaan visi misi bagi dua calon pasangan yang akan
menikah merupakan salah satu barometer kesuksesan urusan yang akan mereka tempuh. Kesamaan
visi misi akan membuat biduk rumah tangga mudah diarahkan dan tidak mudah oleng oleh terpaan
angin persoalan

D. Bekal Menuju Pernikahan Bahagia Selanjutnya


4. Bekal ilmu
Kaidah “ilmu sebelum amal” berlaku dalam semua lini amaliyah termasuk pernikahan. Hendaknya
seseorang yang hendak memasuki jenjang pernikahan, berbekal ilmu seputar kerumahtanggaan
berbasis syari’at. Jangan sampai seseorang menempuh pernikahan tanpa modal pemahaman karena
bisa terjebak dalam berbagai jerat-jerat kesalahan dan kemaksiatan.

5. Bekal Mental Psikologis


Tragedi piring terbang, ringan tangan kepada pasangan, bisa jadi merupakan rapuhnya mental pasutri.
Mentalnya belum tangguh untuk mengarungi lembah-lembah pernikahan yang penuh dengan lekuk
dan liku.
Dalam pernikahan ada banyak hal yang tidak terduga. Kejutan-kejutan bahagia ataupun hal-hal yang bisa
membuat air mata berurai, semua itu butuh kesiapan mental, butuh sikap dewasa dalam
menghadapainya. Kesabaran, kemampuan mengolah rasa, sangat dibutuhkan demi utuhnya kapal
penikahan dari hempasan badai. Dan bekal ini akan terus bertambah seiring berjalannya usia
pernikahan dan dinamika yang terjadi di dalamnya

D. Bekal Menuju Pernikahan Bahagia Selanjutnya


6. Bekal Finansial
Poin ini bukan menjadi kaidah bahwa menikah harus kaya. Bahwa orang miskin dilarang menikah. Bukan.
Tapi lebih kepada kesiapan untuk menghadapi realita bahwa kebutuhan hidup berumah tangga tentu
akan jauh lebih besar daripada menanggung diri sendiri.
Bukankah Allah akan memampukan orang yang menikah dengan rejeki-Nya? Tentu, ini dalil yang tidak
bisa disangkal. Hanya saja, apakah kemudian rejeki itu hanya ditunggu saja sambil berpangku tangan?
Tentunya saja perlu ada sebab-sebab untuk mendatangkannya. Ada ikhtiar utnuk meraihnya.
Karena terkadang poin ini menjadi syarat bagi sebagian orang bahwa calon pasangannya harus punya
pekerjaan tetap, harus mapan, harus berpenghasilan sekian. Di sisi lain pun seorang pria menjadi
gamang menikah karena belum memiliki pekerjaan tetap, penghasilannya masih minimalis, pemikiran
itu perlu diluruskan. Sah-sah saja sih syarat itu diajukan. Tapi jangan sampai gara-gara syarat itu Anda
kemudian memutuskan untuk tidak menikah. Masalah sebenarnya bukan pada pekerjaannya, tapi
tetap bekerja dan mempunyai semangat kerja. Karena rejeki itu sudah ada yang mengatur. Dan
sebagaimana janji Allah, bahwa Allah akan memampukan mereka dengan rejeki-Nya.

D. Bekal Menuju Pernikahan Bahagia Selanjutnya


7. Bekal Fisik
Menjalani kehidupan berumah tangga tentu saja berbeda kondisinya dengan kehidupan membujang. Banyak
hal yang membutuhkan kesiapan dan kesigapan fisik kita. Seorang suami tentu perlu menyiapkan fisiknya
supaya bisa mencari penghidupan tidak hanya untuk dirinya tapi juga untuk istri dan anaknya.
 
Seorang istri pun perlu sigap menciptakan keadaan rumah yang nyaman demi nyamannya suami di sisinya dan
lebih betah menghabiskan waktu di rumah. Mengurus anak-anak pun butuh kesiapan fisik. Bahkan dalam
melakoni hubungan suami istri pun butuh kesiapan fisik yang prima. Karenanya hal ini perlu disiapkan pra
nikah dengan menjaga kesehatan dan menjalani pola hidup sehat

D. Bekal Menuju Pernikahan Bahagia Selanjutnya


E. Tujuan Pernikahan

Menikah harus memiliki tujuan positif dan mulia, di antaranya sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah: QS. Ar-Rum/30: 21),
2. Untuk membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih
sayang antara suami, istri, dan anak (QS. Ar-Rum/30: 21),
3. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan diridhai Allah Swt.,
4. Untuk melaksanakan Perintah Allah Swt. menikah merupakan pelaksanan perintah Allah Swt. Oleh karena
itu menikah akan dicatat sebagai ibadah (QS. An-Nisa’/4: 3),
5. Mengikuti Sunah Rasulullah Muhammad Saw. (HR. Bukhari-Muslim),

“Nikah itu adalah sunahku, barang siapa tidak senang dengan sunahku, maka bukan golonganku.”
6. Untuk Memperoleh Keturunan yang Sah. (QS. Al-Kahfi/18: 46),

E. Tujuan Pernikahan Selanjutnya


F. Rukun dan Syarat Pernikahan
NO RUKUN NIKAH SYARAT NIKAH

1 Calon Suami  beragama Islam


 atas kehendak sendiri
 bukan muhrim
 tidak sedang ihrom haji
2 Calon Istri  beragama Islam
 tidak terpaksa
 bukan muhrim
 tidak bersuami
 tidak sedang dalam masa idah
 tidak sedang ihrom haji atau umroh
3 Wali  mukallaf (Islam, dewasa, sehat akal)
 laki-laki merdeka
 adil
 tidak sedang ihrom haji atau umroh
4 Saksi (2 orang)  Islam,
 dewasa,
 sehat akalnya,
 tidak fasik,
 hadir dalam akad nikah.
5 Ijab-Qabul  Ijab : Ikrar/pernyataan yang disampaikan oleh pihak mempelai wanita (wali nikah),
 Qabul : Ikrar/pernyataan yang disampaikan oleh pihak mempelai pria (calon suami)

F. Rukun dan Syarat Pernikahan Selanjutnya


I. Hak Suami-Istri
NO HAK KETERANGAN

1 Suami atas  Ditaati dalam seluruh perkara kecuali maksiat. Sabda rasulullah saw: “hanyalah ketaatan itu dalam
Istri perkara yang ma’ruf.” (Hr. Bukhari dan muslim).
 Dimintai izin oleh istri yang hendak keluar rumah. Istri tidak boleh keluar rumah kecuali seizin
suami.
 Istri tidak boleh puasa sunnah kecuali dengan izin suaminya. Rasulullah saw. Bersabda: “tidak boleh
seorang istri puasa (sunnah) sementara suaminya ada di tempat kecuali dengan izin suaminya.” (Hr.
Bukhari dan muslim).
 Mendapatkan pelayanan dari istrinya.
 Disyukuri kebaikan yang diberikannya. Istri harus mensyukuri atas setiap pemberian suaminya.

2 Istri atas  Mendapat mahar dari suaminya;


Suami  Mendapat perlakuan yang patut dari suaminya. Rasulullah saw. Pun telah bersabda: “mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik terhadap istri-istrinya.” (Hr. At-tirmidzi)
 Mendapatkan nafkah , pakaian, dan tempat tinggal dari suaminya.
 Mendapat perlakuan adil, jika suami memiliki lebih dari satu istri. “Siapa yang memiliki dua istri lalu
ia condong (melebihkan secara lahiriah) kepada salah satunya maka ia akan datang pada hari
kiamat nanti dalam keadaan satu sisi tubuhnya miring/lumpuh.” (Hr. Ahmad dan abu dawud);
 Mendapatkan bimbingan dari suaminya agar selalu taat kepada allah swt.

I. Hak Suami-Istri Selanjutnya


G. Hikmah/Manfaat Pernikahan

1. Pernikahan merupakan jalan keluar yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan seksual.
2. Pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak, memperbanyak keturunan, melestarikan
hidup manusia, serta memelihara nasab/keturunan.
3. Pernikahan menumbuhkan naluri kebapakan dan keibuan yang menumbuhkan pula perasaan cinta dan
kasih sayang.
4. Pernikahan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja karena adanya rasa tanggung
jawab terhadap keluarganya.
5. Pernikahan akan mempererat tali kekeluargaan yang dilandasi rasa saling menyayangi sebagai modal
kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera.

G. Hikmah/Manfaat Pernikahan Selanjutnya


Thank You

Anda mungkin juga menyukai