Anda di halaman 1dari 29

LURUSKAN

NIAT SEBELUM
NIKAH
Setiap orang yang telah menikah pasti
menginginkan rumah tangga yang bahagia, dan
untuk mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawadah, dan warahmah, ternyata harus ada niat
yang baik sebelum pernikahan itu dilakukan.

Sebelum memasuki pembahasan utama, ada


baiknya kita akan membahas pengertian tentang
nikah.

Apa sih nikah itu?

Secara umum nikah dapat diartikan sebagai sebuah


ikatan perjanjian sakral antara laki - laki dan
perempuan untuk menjadi suami istri yang
dilakukan atas dasar hukum dan agama yang dapat
menghalalkan hubungan biologis setelahnya
dengan tujuan untuk melanjutkan keturunan dan
membangun bahtera rumah tangga, serta
menyatukan antara keluarga besar dari kedua
pasangan tersebut.

Jadi sebenarnya nikah itu merupakan sebuah


keputusan, bukan pencapaian. Kamu memilih
menikah dengan siapa itu merupakan sebuah
keputusan. Kamu memilih menikah diusia muda
atau usia dewasa itu juga keputusan. Kamu memilih
jomblo atau menikah itu juga keputusan, hehehe.
Dan yang perlu diingat adalah dibalik sebuah
keputusan, ada konsekuensi yang harus
ditanggung. Makanya sebelum keputusan itu
diambil, pikirkan dan pertimbangkanlah secara
matang untuk mendapatkan keputusan yang
terbaik.

Terus apa bedanya nikah dengan kawin?. Nah


inilah pemahaman masyarakat yang kadang bikin
kita pusing dan keliru serta salah kaprah dalam
mengartikannya.

Nikah itu berasal dari bahasa Arab, dan kawin itu


berasal dari bahasa Indonesia, jadi nikah dan kawin
itu mempunyai arti dan makna yang sama, namun
berbeda bahasa. Jadi jangan salah mengartikan
lagi ya.

Banyak orang yang tidak menyadari bahwasanya


menikah itu, bukan hanya sebatas ijab qabul.
Memang pernikahannya sah, tetapi jika niat
pernikahan itu salah, akan sangat berpotensi
menimbulkan dampak negatif bagi rumah tangga
yang akan dijalaninya nanti.
Disini kita akan meluruskan terlebih dahulu niat &
mindset pernikahan sebelum kita masuk ke materi-
materi selanjutnya.

Ada beberapa hadist yang menyebutkan tentang


niat pernikahan bagi hambanya yang akan segera
menikah diantaranya sebagai berikut:

“Jika seorang hamba menikah, maka ia telah


menyempurnakan separuh agamanya, oleh karena
itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk
separuh yang tersisa.” (HR. Anas bin Malik)

Dari hadist diatas menyebutkan jika seseorang


menikah, maka ia telah menyempurnakan setengah
ibadahnya, itu artinya pernikahan itu berkaitan
dengan ibadah kepada Allah, dan bahkan Allah
menjamin ganjaran pahala yang besar bagi setiap
hamba-Nya yang menikah.

Jadi, jika kamu akan menikah, pastikan dulu bahwa


niatnya adalah untuk "BERIBADAH KEPADA
ALLAH". Kalau menikah niatnya bukan untuk
beribadah, mending STOP dulu deh, ubah niatnya
agar hubungan rumah tangga yang akan dibangun
nanti berikan keberkahan oleh Allah.

Pernikahan itu bukan cuma sehari, seminggu,


sebulan, atau setahun, pernikahan itu sifatnya
mengikat seumur hidup. Jadi bayangin betapa
ruginya orang-orang yang menikah niatnya tidak
untuk ibadah, hanya mendapatkan duniawi, tidak
mendapatkan pahala dari Allah.

"Barang siapa yang menikah karena ingin


menumpang kemuliaan dari pasangannya,
bersiaplah untuk mereguk pahitnya piala kehinaan.
Barang siapa yang menikah karena hartanya,
bersiaplah meraih kemiskinan. Barang siapa yang
menikah karena baiknya agama seseorang, niscaya
Allah akan kumpulkan baginya kemuliaan, harta,
dan agama". (Sufyan Bin Uyainah).

Kalau niatnya udah bener-bener untuk ibadah, pasti


Allah akan berikan kemudahan dalam menjalani
kehidupan rumah tangga, dan Allah juga menjamin
pahala yang berlimpah bagi setiap pasangan yang
menikah karena ingin menyempurnakan separuh
agamanya.

Bayangin, saling menatap mata pasangan aja dapat


pahala, bercanda dengan pasangan dapat pahala,
mencari nafkah untuk keluarga juga dapat pahala,
sampai melakukan hubungan biologis pun
mendapatkan pahala juga.

Tapi pastikan dilakukan dengan pasangan sendiri


yang sudah sah ya, jangan sampai dilakukan
dengan pasangan orang lain, bisa kena pasal
berlapis nanti, hehehe.

Lalu apa sih tujuan dari pernikahan? Tujuan utama


pernikahan yang pertama adalah Menjaga kesucian
diri. Manusia, adalah makhluk yang tak lepas dari
khilaf, yang mempunyai hawa nafsu untuk
melakukan hubungan biologis, dan bisa saja
terjebak dalam nafsu syahwat. Untuk menjaga
kesucian diri dari perbuatan tersebut, maka
menikah adalah salah satu kewajiban yang harus
disegerakan bagi yang sudah mampu, bagi yang
belum mampu maka berpuasalah, karena dengan
berpuasa dapat menahan godaan dari hawa nafsu
tersebut.

Kedua adalah untuk meneruskan garis keturunan.


Memiliki keturunan yang berpendidikan baik dan
berakhlak mulia adalah kebanggaan bagi setiap
suami istri. Keturunan yang shaleh / shalehah akan
menyelamatkan hidup kita di akhirat nanti, karena
mereka akan selalu mendoakan kedua orang
tuanya agar selamat baik didunia maupun diakhirat.

Ketiga adalah untuk mendapatkan rasa aman dan


nyaman. Pasangan suami istri butuh rasa aman
dan nyaman dalam menjalani hubungan rumah
tangga, baik dalam keadaan susah maupun
senang. Dengan adanya rasa aman dan nyaman,
maka setiap pasangan harus tahu tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing agar tidak ada
keraguan dan saling percaya serta saling
melengkapi dalam membangun dan menjalani
kehidupan berumah tangga.

Keempat adalah untuk menjunjung tinggi syari'at


Islam. Pernikahan merupakan salah satu kewajiban
bagi setiap umat muslim karena pernikahan adalah
perintah dari Rasullullah kepada umat-Nya. Oleh
karena itu, jalankan kehidupan pernikahan yang
sesuai syari'at agama, patuhi segala perintah-Nya
serta jauhi segala larangan-Nya. Insya Allah,
pernikahan akan terasa lebih damai dan
membahagiakan.

Nah gimana, udah taukan tujuan menikah itu apa


aja. Pasti jadi pengen cepet-cepet nikah nih, sabar
dulu donk, ikhtiar aja dulu, minta sama Allah untuk
diberikan jodoh yang terbaik.

Lebih baik terlambat daripada salah memilih


pasangan. Dan yang pasti lebih baik menjomblo
dari pada berpacaran, jadilah JOMBLO
PROFESIONAL yang menjaga 100 % kesucian
dirinya untuk pasangan hidup yang pantas hidup
bersamanya. HORAS, hehehe.
Nah selain tujuan pernikahan tersebut, ternyata
dibalik indahnya pernikahan, ada banyak sekali
manfaat yang didapat bagi pasangan itu sendiri.

Beberapa manfaat yang didapat dari pernikahan


adalah :

Pertama, terhindar dari perbuatan zina

Memiliki keinginan seksual memang menjadi fitrah


manusia, dan Islam tidak memerintahkan untuk
menghilangkan nafsu tersebut namun
mengendalikannya dengan baik. Dengan
pernikahan, hubungan biologis yang tadinya
diharamkan, setelah menikah maka hubungan
tersebut dihalalkan, karena dengan pernikahanlah
kita dapat menjaga kemaluan dan kesucian diri
sekaligus juga dapat menjauhkan diri dari
perbuatan zina yang sangat dibenci Allah SWT.

Kedua, meningkatkan ibadah kepada Allah SWT

Rumah tangga merupakan lahan yang baik untuk


beribadah dan beramal shalih. Hampir setiap
aktifitas dalam rumah tangga terhitung sebagai
pahala. Apalagi jika pasangan suami istri dapat
lebih taat untuk beribadah kepada Allah,
menjalankan segala yang diperintahkan oleh Allah,
dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya, Allah
pun akan melipatgandakan pahala tersebut. Jadi,
pasangan suami istri akan memanen pahala dari
setiap aktifitas yang baik yang dilakukan setiap
harinya.

Ketiga, berkerjasama dengan pasangan

Setelah menikah, akan terbentuknya sebuah


keluarga baru, dimana dalam membangun keluarga
ini, dibutuhkan kerjasama antara suami dan istri.
Selain beribadah kepada Allah, kerjasama dalam
tugas dan tanggungjawab perlu dilakukan bersama
pasangan, misalnya mencari nafkah, mengurus
keluarga, menjaga kehormatan keluarga, dll perlu
dilakukan bersama untuk mewujudkan keluarga
yang harmonis sehingga dapat terjalin ikatan
diantara keduanya dan juga mendekatkan
hubungan dan saling mendukung setiap bentuk
tugas dan tanggungjawab yang dilakukan bersama.

Keempat, menjalin silaturahmi antar keluarga besar

Menikah tidak hanya menyatukan dua orang


menjadi satu keluarga, bukan hanya untuk memilih
pasangan kemudian lepas tanggungjawab dengan
kedua orang tua. Bukan juga untuk memutuskan
hubungan dengan keluarganya. Justru dengan
adanya pernikahan, akan terjalin suatu hubungan
silahturrahmi untuk menyatukan keluarga besar dari
masing-masing pasangan tersebut, dan hikmahnya
adalah bertambahnya sanak saudara dari masing-
masing keluarga besar, maka perlu sekali
hubungan silahturrahmi ini agar dapat terjalin
dengan baik, sebagaimana yang kita tau jika kita
dapat mempererat silahturahmi, maka bertambah
pula rezekinya nanti.

Kelima, membuka pintu rezeki

Dengan melakukan pernikahan, maka Allah SWT


juga akan membukakan pintu rezeki dengan
sendirinya dan sebagai hamba yang taat kepada-
Nya, maka tidak perlu takut dan cemas dengan
kemiskinan setelah menikah, karena Allah telah
menjamin rezeki setiap hambanya yang menikah
yang terdapat dalam QS. An-Nuur: 32 yang artinya:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di


antara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-
laki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya”.

Keenam, Pokoknya Banyak deh Manfaatnya.

Nah sebagai tambahan, yang perlu diperhatikan jika


ingin menikah adalah mempertimbangkan berbagai
faktor, baik faktor usia, kesehatan, ekonomi,
pendidikan maupun mental yang dimiliki.
Disini kita akan membahas satu persatu, mulai dari
usia, ekonomi atau kemapuan finansial, pendidikan,
dan juga mental yang harus dimiliki.

Untuk masalah faktor usia, Islam mengukurnya


berdasarkan usia baligh (dewasa) dengan cara
melihat laki-laki dan perempuan itu mampu
membedakan antara hal baik dan buruk.

Pendapat umum mengatakan laki-laki baligh adalah


ketika ia sudah mengalami mimpi basah atau
keluarnya air mani, sedangkan perempuan saat ia
sudah mengalami menstruasi.

Akan tetapi, untuk menentukan usia baligh, para


ulama fiqh dalam Islam berbeda pendapat. Imam
Syafi’i dan Imam Hambali berpendapat anak laki-
laki dan perempuan yang baligh telah mencapai
usia 15 tahun.

Berbeda dengan keduanya, Imam Hanafi


berpendapat bahwa usia baligh pada laki-laki yaitu
18 tahun, sedangkan anak perempuan 17 tahun.

Sedangkan ulama dari golongan Imamiyah


menyatakan usia baligh anak laki-laki yaitu 15
tahun, dan anak perempuan 9 tahun.
Dan perlu diketahui pula, bahwa usia baligh yang
diatur oleh ajaran agama Islam juga tidak bersifat
kaku, artinya Islam dengan mudah memberikan
jalan bagi siapa saja yang ingin menikah untuk
menjadikan usia baligh sebagai patokannya, dan
tidak ada usia ideal untuk menikah, yang ada hanya
usia minimal untuk bisa melangsungkan pernikahan
yang dianggap resmi dan diperbolehkan untuk
menikah, yaitu usia minimal perempuan untuk
menikah 15 - 18 tahun, dan 16 - 21 tahun untuk
laki-laki.

Dan usia baligh ini menjadi tolak ukur yang paling


penting untuk menjalankan suatu pernikahan dalam
pandangan Islam. Ya walaupun tidak sejalan
dengan peraturan pemerintah yang telah diatur
dalam Undang-Undang, namun ini bukanlah suatu
yang bertentangan, karena pada dasarnya Hukum
yang berlaku di Indonesia dibuat atas dasar
pertimbangan untuk kebaikan bersama.

Dalam Undang-Undang juga diberlakukan


beberapa peraturan tentang pernikahan,
diantaranya adalah:

Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang


Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 berbunyi
“Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 tahun."

Undang-undang tersebut ternyata tidak bersifat


kaku dan cukup memberikan ruang toleransi, hal ini
bisa terlihat dari pasal 7 ayat (2) "Dalam hal
penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat
meminta dispensasi kepada Pengadilan atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua
pihak pria ataupun pihak wanita".

Bagi umat Islam tentu orang tua / wali calon


pengantin harus mengajukan ijin dispensasi nikah
kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah
Syar’iyah kabupaten / kota didaerah mereka tinggal.

Setelah ijin keluar, baru akad nikah bisa


dilaksanakan. Ijin tersebut akan dijadikan dasar
oleh PPN / Penghulu serta akan mencantumkannya
dalam lembaran NB daftar pemeriksaan nikah poin
II Calon Suami No 16 baris 33,34 dan poin III Calon
Isteri No.16 baris 71,72. Dengan demikian
pernikahan yang masih dibawah umur atas ijin
pengadilan menjadi sah dan berkekuatan hukum.

Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agama No.


11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV
pasal 8 “Apabila seorang calon suami belum
mencapai umur 19 tahun dan seorang calon isteri
belum mencapai umur 16 tahun, harus mendapat
dispensasi dari pengadilan”.

Pasal - pasal tersebut sangat jelas sekali bahwa


usia yang diperbolehkan menikah di Indonesia
untuk laki-laki minimal 19 tahun dan untuk wanita
minimal 16 tahun.

Namun itu saja belum cukup, dalam tataran


implementasinya masih ada syarat yang harus
ditempuh, yakni jika calon suami dan calon isteri
belum genap berusia 21 tahun maka harus ada ijin
dari orang tua atau wali nikah, hal itu sesuai
dengan Peraturan Menteri Agama No.11 tahun
2007 tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 7
“Apabila seorang calon mempelai belum mencapai
umur 21 tahun, harus mendapat ijin tertulis kedua
orang tua”.

Ijin ini sifatnya wajib, karena usia itu dipandang


masih memerlukan bimbingan dan pengawasan
orang tua / wali. Dalam format model N5 orang tua /
wali harus membubuhkan tanda tangan dan nama
jelas, sehingga ijin dijadikan dasar oleh PPN/
penghulu bahwa kedua mempelai sudah
mendapatkan ijin / restu orang tua mereka.

Lain halnya jika kedua calon pengantin sudah lebih


dari 21 tahun, maka para calon pengantin dapat
melaksanakan pernikahan tanpa ada ijin dari orang
tua / wali.

Jika dilihat dari ilmu kesehatan sendiri, usia ideal


yang matang secara biologis dan psikologis adalah
20-25 tahun bagi wanita, kemudian umur 25-30
tahun bagi pria.

Usia tersebut dianggap masa yang paling baik


untuk berumah tangga, karena sudah matang dan
bisa berpikir dewasa secara rata-rata.

Usia ini sangat baik sekali dan menjadi usia yang


paling ideal yang ditujukan demi kebaikan
masyarakat, agar pasangan yang baru menikah
memiliki kesiapan matang dalam mengarungi
rumah tangga, sehingga dalam keluarga dapat
tercipta hubungan yang harmonis dan berkualitas.

Dari beberapa pertimbangan baik dari agama,


hukum, dan kesehatan terdapat beberapa
perbedaan yang sebenarnya ini merupakan bentuk
pertimbangan bagi setiap orang yang akan
menikah, agar dapat menikah diusia yang tepat.

Faktor usia ini menjadi pertimbangan karena


ditinjau dari sudut pandang psikologis dan biologis,
yaitu dari kematangan mental dan spiritualnya,
serta kesehatan juga menjadi pertimbangan yang
sangat penting, khususnya kaum akhwat jika
menikah diusia yang sangat muda, akan sangat
rentan terhadap kesehatan biologisnya.

Apabila pendekatan ilmiah berdasarkan hukum dan


agama dijadikan sebagai suatu hal yang dapat
membantu untuk meminimalisir resiko atau
mudharat (keburukan), maka dengan pertimbangan
yang demikian adalah solusi yang lebih baik.

Perbedaan pendapat adalah wajar dan manusiawi,


tidak ada yang salah dalam hal mengutamakan
kebaikan untuk orang banyak, tetapi yang lebih
buruk adalah jika pendapat tersebut
disalahgunakan seperti untuk memaksakan
kehendak pada orang lain untuk kepentingan
pribadi.

Berdasarkan faktor usia tersebut, maka dapat


dibuat sebuah tabel Usia Pernikahan berdasarkan
sudut pandang ekonomi dan masa depan. Karena
tabel usia pernikahan ini makanya saya segera
menikah, hehehe.
Anak Anak Anak Anak Anak Anak Cucu
Status Usia Pertama Masuk Masuk Masuk Masuk Lulus Anak Pertama
Menikah Menikah
Lahir SD SLTP SLTA Kuliah Kuliah Lahir
16 18 25 31 34 37 41 43 45
TERLALU 17 19 26 32 35 38 42 44 46
MUDA 18 20 27 33 36 39 43 45 47
19 21 28 34 37 40 44 46 48
20 22 29 35 38 41 45 47 49
21 23 30 36 39 42 46 48 50
MUDA 22 24 31 37 40 43 47 49 51
23 25 32 38 41 44 48 50 52
24 26 33 39 42 45 49 51 53
25 27 34 40 43 46 50 52 54
26 28 35 41 44 47 51 53 55
IDEAL
27 29 36 42 45 48 52 54 56
28 30 37 43 46 49 53 55 57
29 31 38 44 47 50 54 56 58
CUKUP 30 32 39 45 48 51 55 57 59
31 33 40 46 49 52 56 58 60
32 34 41 47 50 53 57 59 61
WASPADA 33 35 42 48 51 54 58 60 62
34 36 43 49 52 55 59 61 63
35 37 44 50 53 56 60 62 64
36 38 45 51 54 57 61 63 65
SIAGA
37 39 46 52 55 58 62 64 66
38 40 47 53 56 59 63 65 67
39 41 48 54 57 60 64 66 68
40 42 49 55 58 61 65 67 69
DARURAT
41 43 50 56 59 62 66 68 70
42 44 51 57 60 63 67 69 71
43 45 52 58 61 64 68 70 72
44 46 53 59 62 65 69 71 73
BAHAYA
45 47 54 60 63 66 70 72 74
Dst.
Untuk faktor ekonomi pada dasarnya, jika
seseorang khususnya ikhwan sudah mampu
menafkahi diri sendiri atau sudah punya
penghasilan sendiri, sudah wajib hukumnya untuk
segera menikah. Seorang ikhwan tidak harus
mempunyai pekerjaan tetap, yang penting harus
tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangganya, asalkan pihak keluarga dan calon
pasangan meridhai atas apa yang ia miliki saat ini.
Kalau kamu nunggu mapan baru menikah maka
kamu bisa lihat kalkulasi berikut:

Punya rumah : Rp 250.000.000

Punya mobil : Rp 150.000.000

Punya sepeda motor : Rp 25.000.000 +

Rp 425.000.000

Kalau seandainya antum saat ini berusia 25 tahun


dan bekerja di sebuah diperusahaan dengan gaji
sebulan misalnya Rp 2.500.000, maka untuk
mendapatkan Rp 425.000.000, butuh waktu sekitar
170 bulan = 14,2 tahun. Itu artinya antum akan
menikah diusia 39 tahun. Coba lihat tabel
pernikahan tadi, antum sudah berada dilevel
"DARURAT".

Dan perlu diingat, dari perhitungan tadi belum


dipotong biaya kehidupan sehari-hari loh. Makanya
jangan tunggu mapan baru menikah, mending
menikah dulu, baru capai kemapanan bersama
pasangan itu jauh lebih baik. Gak pengen apa
merasakan susah senang bersama pasangan?.
Jadi, jangan tunggu-tunggu lagi buat menikah ya.

Selain faktor usia dan ekonomi, ternyata faktor


pendidikan juga sangat penting. Ada baiknya lebih
memprioritaskan pendidikan terlebih dahulu
sebelum menikah agar kelak mempunyai ilmu yang
bermanfaat, mengingat setiap orang harus terus
belajar untuk menuntut ilmu yang nantinya dapat
digunakan baik untuk kepentingan pribadi maupun
kepentingan bersama. Agar bisa fokus terhadap
suatu hal, kalau bisa sih sekolah / kuliah dulu
sampai selesai. Jangan sampai karena terlalu
bersemangat untuk menikah, sekolah / kuliahnya
ditinggal, nah ini yang keliru. Apapun itu, yang
namanya pendidikan dalam bidang apapun sangat
diperlukan, terlebih untuk masa depan bersama
pasangan hidup kelak.

Jadi ingat ya, selesaikan dulu sekolah / kuliahnya,


baru deh bisa fikirin kapan mau nikah. Tapi kalau
memang sanggup menikah sambil kuliah juga
bagus, bisa mengerjakan skripsi bersama, biar para
jomblo dikampus pada baper, hahaha.

Yang penting jangan korbankan salah satu dari


kedua hal tersebut, karena keduanya sama-sama
penting untuk masa depan. Jadi bijaklah dalam
mengambil sebuah keputusan, agar mendapatkan
solusi yang terbaik untuk diri sendiri maupun orang
lain.

Terus gimana kalau usia, ekonomi, dan juga


pendidikan sudah cukup, tapi belum punya mental
buat menikah?.

Nah, memang menikah itu banyak pertimbangan


yang harus diambil. Jika belum mempunyai mental
yang cukup, cobalah untuk lebih banyak
mempelajari tentang pernikahan, dan perbanyak
sharing dengan orang-orang yang berpengalaman
dan sudah menikah, agar termotivasi dan menjadi
semangat untuk diri sendiri.

Dan yang paling penting, perbaiki hubungan baik


dengan Sang Maha Cinta, mintalah yang terbaik
kepada-Nya, karena hanya Allah lah yang mampu
mengubah nasip seseorang, dan tentu dibarengi
dengan memperbanyak ikhtiar kepada-Nya.
Intinya sih harus berani dalam mengambil sebuah
keputusan, karena pernikahan itu merupakan
pilihan, jadi setiap pilihan yang kita ambil pasti akan
ada resiko yang kita dapat.

Teruslah berdoa dan berjuang, dan semoga kita


semua diberikan jodoh terbaik, aamiin ya rabbal
'alamiin.

Orang Yang Boleh Atau Haram Untuk Dinikahi

Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi.


Wanita yang akan dinikahi oleh seorang laki-laki
haruslah wanita yang tidak termasuk dalam
golongan mahram (bukan mahromnya).

Mahram sendiri terbagi menjadi dua, yaitu :

A. Mahram Muabbad
Mahram muabbad adalah wanita yang haram
dinikahi untuk selama-lamanya. Antara seseorang
dengan mahram muabbadnya diperbolehkan untuk
bercampur baur (ikhtilath), berdua-duaan (khalwat),
menemani dalam safar (perjalanan), dan berjabat
tangan.
Mahram muabbad ada tiga, antara lain :
a. Karena hubungan keturunan (nasab)
Para ulama telah bersepakat bahwa mahram
karena nasab ada tujuh yaitu :
1. Ibu terus ke atas (semua wanita yang memiliki
hubungan melahirkan walaupun jauh, yaitu ibu,
nenek dari bapak maupun dari ibu, ibunya nenek,
dan seterusnya ke atas).

2. Anak perempuan terus ke bawah (semua wanita


yang memiliki hubungan kelahiran, yaitu anak
perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan,
cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya
ke bawah).

3. Saudara perempuan dari semua arah (saudara


perempuan kandung, saudara perempuan sebapak,
dan
saudara perempuan seibu).

4. Bibi dari pihak bapak terus ke atas (saudara


perempuan bapak, saudara perempuan kakek, dan
seterusnya ke atas).

5. Bibi dari pihak ibu terus ke atas (saudara


perempuan ibu, saudara perempuan nenek, dan
seterusnya ke atas).
6. Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan
dari pihak saudara laki-laki)
terus ke bawah

7. Anak perempuan saudara wanita (keponakan


dari pihak saudara wanita)
terus ke bawah

Sehingga dengan demikian seluruh kerabat


seseorang dari nasab adalah haram untuk
dinikahinya, kecuali sepupu, yaitu anak-anak
perempuan paman dari pihak bapak, anak-anak
perempuan paman dari pihak ibu, anak-anak
perempuan bibi dari pihak bapak, dan anak-anak
perempuan bibi dari pihak ibu. Empat wanita inilah
yang halal untuk dinikahi.

b. Karena hubungan pernikahan (mushaharah)


Mahram karena hubungan pernikahan ada empat,
yaitu :
1. Isterinya bapak (ibu tiri) terus ke atas.

2. Isterinya anak (menantu) terus ke bawah.


Termasuk isterinya cucu dari anak laki-laki maupun
perempuan, dan seterusnya ke bawah.
3. Ibunya isteri (mertua) terus ke atas. Termasuk
neneknya isteri dari ibu dan neneknya isteri dari
bapak, demikian seterusnya ke atas.

4. Anaknya isteri dari suami lain (anak tiri) terus ke


bawah. Anak tiri menjadi mahram setelah terjadi
jima' dengan ibunya. Sehingga jika seorang laki-laki
telah mengadakan akad nikah dengan ibunya
namun belum terjadi jima', maka ia boleh menikahi
anak perempuan isterinya tersebut. Termasuk cucu
perempuan isteri dari anak perempuannya maupun
dari anak laki-lakinya, demikian seterusnya ke
bawah.

c. Karena Persusuan (radha’ah)


Ada dua syarat yang harus terpenuhi agar susuan
dapat menjadikan mahram, yaitu :
1. Minimal disusui sebanyak lima kali susuan yang
mengenyangkan.
2. Penyusuan terjadi pada dua tahun pertama dari
usia anak.

Dengan demikian, di antara mahram karena


persusuan adalah :
1. Wanita yang menyusui (ibu susuan) terus ke
atas, termasuk nenek susuan baik dari pihak ibu
susuan maupun bapak susuan, ibu dari nenek
susuan, dan seterusnya ke atas.

2. Anak perempuan wanita yang menyusui


(saudara susuan) terus ke bawah, baik yang
dilahirkan sebelum dan sesudah susuan, termasuk
pula cucu perempuan dari anak perempuan
maupun anak laki-laki ibu susuan, dan seterusnya
ke bawah.

3. Saudara perempuan sepersusuan, yaitu setiap


anak yang menyusu kepada ibu susuan, meskipun
waktu menyusuinya berbeda.

4. Saudara perempuan wanita yang menyusui (bibi


susuan dari pihak ibu susuan).

5. Saudara perempuan suami dari ibu susuan (bibi


susuan dari pihak bapak susuan).

6. Anak perempuan dari anak perempuan ibu


susuan (keponakan susuan).

7. Anak perempuan dari anak laki-laki ibu susuan


(keponakan susuan).
8. Isteri lain dari bapak susuan (ibu tiri susuan),
termasuk isteri dari kakek susuan, dan seterusnya
ke atas.

9. Isteri dari anak susuan (menantu dari anak


susuan) termasuk isteri cucu dari anak susuan.

10. Ibu susuan dari isteri (mertua susuan) termasuk


nenek susuan dari isteri, dan seterusnya ke atas.

11. Anak susuan dari isteri (anak tiri susuan)


termasuk cucu perempuan dari anak perempuan
susuan, dan seterusnya ke bawah.

Sebagai Catatan :
 Saudara tiri seseorang (yang bukan anak
dari bapaknya) bukanlah mahram baginya.
Sehingga seorang diperbolehkan untuk
menikahi saudara tirinya, menurut
kesepakatan para ulama.
 Susuan dapat menjadikan mahram jika
terpenuhi kedua syaratnya, baik itu diisap
secara langsung (dari payudara) maupun
dengan menggunakan alat (misalnya:
diperah dahulu ke botol). Ini adalah pendapat
Jumhur ulama.
 Apabila terjadi keraguan dalam jumlah
hitungan susuan, apakah telah sempurna
lima kali susuan atau belum, maka mahram
karena persusuan tidak dapat ditetapkan.
Karena hukum asalnya adalah tidak
diharamkan (bukan mahram). Ini adalah
pendapat Ibnu Qudamah.
 Mahram karena persusuan tidak bisa saling
mewarisi dan tidak wajib memberikan
nafkah.
 Mahram karena persusuan hanya berlaku
untuk anak susuan dan tidak berlaku untuk
kerabatnya.
Sehingga saudara perempuan sesusuan
bukanlah saudara bagi saudaranya. Dengan
demikian diperbolehkan bagi seseorang
untuk menikahi anak perempuan dari ibu
yang menyusui saudaranya, karena anak
perempuan tersebut adalah orang lain
baginya, meskipun ia adalah saudara
perempuan dari saudaranya sendiri. Ini
adalah pendapat yang dipilih oleh
Syaikh Abu Malik Kamal.
 Apabila seorang laki-laki memiliki dua isteri,
lalu isteri yang pertama menyusui anak laki-
laki (anak orang lain) dan isteri kedua
menyusui anak perempuan (anak orang
lain), maka kedua anak susuan tersebut
menjadi mahram. Inilah yang dikenal dengan
istilah labanul fahli
B. Mahram Muaqqat
Mahram muaqqat adalah wanita yang haram
dinikahi untuk sementara waktu. Yang termasuk
mahram muaqqat adalah :
1. Mengumpulkan dua wanita yang bersaudara
dalam satu pernikahan.

2. Mengumpulkan wanita dengan bibinya dalam


satu pernikahan.

3. Mengumpulkan lebih dari empat wanita dalam


satu masa yang sama.

4. Wanita yang telah bersuami, hingga ia ditalak


atau ditinggal mati oleh suaminya dan telah habis
masa 'iddahnya.

5. Wanita dalam masa 'iddah, hingga ia selesai


masa 'iddahnya.

6. Wanita dalam keadaan ihram (haji atau umrah)

7. Isteri yang telah ditalak tiga, hingga ia dinikahi


oleh orang lain dan telah diceraikan oleh suami
yang baru tersebut.
8. Wanita musyrik, hingga ia masuk Islam.

9. Wanita pezina, hingga ia bertaubat dan


beristibra'.

Begitu juga sebaliknya untuk Akwat, selain orang-


orang yang disebutkan diatas, maka ia bukan
termasuk Mahramnya dan boleh untuk dinikahi.

Kita akan melanjutkan pembahasan kita mengenai


kriteria pasangan idaman. Dalam pandangan islam
sendiri, ada beberapa tolak ukur perempuan & laki-
laki yang pantas untuk dinikahi.

Anda mungkin juga menyukai