Anda di halaman 1dari 34

Pernikahan Dalam Islam

Pendidikan Agama dan


Budi Pekerti

Ali Faesol, S. Pd. I


081330017319 @alifaesol Satu Hati Sampai Mati
“ dan diantara tanda – tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung merasa tenteram kepadaya, dan dijadikan Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda tanda bagi kaum yang
berfikir.” (QS. Ar Ruum : 21)

Menikah

Aku
&
kamu
KOMPETENSI DASAR

• Meyakini kebenaran ketentuan pelaksanaan pernikahan


berdasarkan syariat Islam
• Menunjukkan sikap bersatu dan kebersamaan dalam
lingkungan masyarakat sebagai implementasi ketentuan
pernikahan dalam Islam
• Menganalisis dan mengevaluasi ketentuan pernikahan dalam
Islam
• Menyajikan prinsip-prinsip pernikahan dalam Islam.
TUJUAN PEMBELAJARAN
• Mengidentifikasi ketentuan pelaksanaan pernikahan
berdasarkan syariat Islam.
• Mengidentifikasi hikmah dan manfaat ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
• Menyajikan paparan tentang ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
Materi Pembelajaran

• Ketentuan pelaksanaan pernikahan berdasarkan syariat


Islam.
• Dalil-dalil tentang ketentuan pelaksanaan pernikahan
berdasarkan syariat Islam
• Hikmah dan manfaat ketentuan pelaksanaan
pernikahan berdasarkan syariat Islam.
Ta’aruf Khitbah
Nikah

Sa Ma Wa
Apa itu sih menikah
(Pernikahan) menurut kalian?

Kita simak cuplikan video di


bawah ini, kita amati apa saja
yang ada dalam sebuah acara
pernikahan itu ya,,,
Video
Pengertian Menikah
• Secara bahasa, arti “nikah” berarti “mengumpulkan,
menggabungkan, atau menjodohkan”.
• Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”nikah” diartikan
sebagai “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk
bersuami istri (dengan resmi) atau “pernikahan”.
• Sedang menurut syari’ah, “nikah” berarti akad yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan
yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan
kewajiban masing-masing.
• Dalam Undang-undang Pernikahan RI (UUPRI) Nomor 1 Tahun
1974, definisi atau pengertian perkawinan atau pernikahan ialah
"ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami
istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
• Pernikahan sama artinya dengan perkawinan. Allah Swt. berfirman:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”. (Q.S. an-Nis±/4:3).
• ‫وم ْن ٰا ٰي ِت ٖٓه ا َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِ ِّم ْن ا َ ْنفُ ِس ُك ْم ا َ ْز َوا ًجا ِلِّت َ ْس ُكنُ ْٖٓوا اِلَ ْي َها َو َجعَ َل‬
ِ
‫بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدة ً َّو َر ْح َمةً ۗاِ َّن ِف ْي ٰذ ِل ََ َ َٰ ٰيٍ ِلََِّ ْوم يَّتَفَ َّك ُر ْو َن‬
Artinya : “ dan diantara tanda – tanda kekuasaan-
Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
merasa tenteram kepadaya, dan dijadikan Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar
Ruum : 21)
Tujuan Pernikahan
• Pernikahan bukanlah suatu sarana yang bersifat permainan, tetapi memiliki
dimensi yang jauh lebih penting dalam rangka membina rumah tangga
yang bahagia dan sejahtera, dalam hal ini pernikahan memiliki maksud dan
tujuan yang sangat mulia berkenan dengan pembinaan keluarga yang
diliputi cinta dan kasih sayang antara sesama keluarga.

• Tujuan pernikahan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk


agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan
bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota
keluarga, dan sejahtera yang menciptakan ketenangan lahir dan batin
disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir batinnya.
• Dari sudut pandang sosiologis, pernikahan
merupakan sarana fundamental untuk
membangun masyarakat sejahtera berdasarkan
prinsip - prinsip humanisme, tolong menolong,
solidaritas dan moral yang luhur.
• Dilihat dari sudut ekonomi, pernikahan
merupakan sarana fundamental untuk
membutuhkan etos kerja dan rasa tanggung
jawab yang kuat terhadap pekerjaan, efektif dan
efisiensi. Sedangkan dilihat dari sudut
kedokteran, pernikahan merupakan tahap awal
kehidupan seks yang sehat serta bebas dari
penyakit, bebas dari gangguan jiwa dan proses
regenerasi yang sehat dan sejahtera
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan dari pernikahan yaitu
• Memperoleh keturunan yang sah dan akan melangsungkan
keturunan serta memperkembangkan suku-suku bangsa.
• Menghalalkan hubungan kelamin antara suami istri untuk
memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan.
• Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
• Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis
pertama dari masyarakat yang besar atas dasar kasih sayang.
• Menumbuhkan kesanggupan berusaha mencari rezeki
penghidupan yang halal, dan memperbesar tanggung jawab
Hukum Pernikahan
• Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat
mewujudkan maslahat, memelihara diri, kehormatan, mendapatkan
pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru
membawa mudharat maka nikah pun dilarang. Karena itu hukum asal
melakukan pernikahan adalah mubah.

• Para ahli fikih sependapat bahwa hukum pernikahan tidak sama


penerapannya kepada semua mukallaf, melainkan disesuaikan dengan
kondisi masing-masing, baik dilihat dari kesiapan ekonomi, fisik,
mental ataupun akhlak. Karena itu hukum nikah bisa menjadi wajib,
sunah, mubah, haram, dan makruh. Penjelasannya sebagai berikut.
a. Wajib
yaitu bagi orang yang telah mampu baik fisik, mental, ekonomi
maupun akhlak untuk melakukan pernikahan, mempunyai keinginan
untuk menikah, dan jika tidak menikah, maka dikhawatirkan akan jatuh
pada perbuatan maksiat, maka wajib baginya untuk menikah. Karena
menjauhi zina baginya adalah wajib dan cara menjauhi zina adalah
dengan menikah.
b. Sunnah
yaitu bagi orang yang telah mempunyai keinginan untuk menikah
namun tidak dikhawatirkan dirinya akan jatuh kepada maksiat,
sekiranya tidak menikah. Dalam kondisi seperti ini seseorang boleh
melakukan dan boleh tidak melakukan pernikahan. Tapi melakukan
pernikahan adalah lebih baik daripada mengkhususkan diri untuk
beribadah sebagai bentuk sikap taat kepada Allah Swt..
c. Mubah
bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya
atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impoten
atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan
wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar
untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin
keturunan atau melindungi diri dari yang haram.
d. Haram
yaitu bagi orang yang yakin bahwa dirinya tidak akan mampu
melaksanakan kewajiban-kewajiban pernikahan, baik kewajiban yang
berkaitan dengan hubungan seksual maupun berkaitan dengan
kewajiban-kewajiban lainnya. Pernikahan seperti ini mengandung
bahaya bagi wanita yang akan dijadikan istri. Sesuatu yang
menimbulkan bahaya dilarang dalam Islam.
e. Makruh
yaitu bagi seseorang yang mampu menikah tetapi dia khawati akan
menyakiti wanita yang akan dinikahinya, atau menzalimi hak-hak
istri dan buruknya pergaulan yang dia miliki dalam memenuhi hak-
hak manusia, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak
mengharapkan keturunan. Kriteriaku
Maka sebelum kamu memutuskan
akan mengakhiri masa lajang,
pikirkan baik baik ya dan pilihlah
calon pendamping hidupmu sesuai
kriteria menurut agama Islam,,,
Orang-orang yang Tidak Boleh Dinikahi
• Al-Qur'±n telah menjelaskan tentang orang-orang yang tidak boleh (haram)
dinikahi (Q.S. an-Nisā’ /4:23-24). Wanita yang haram dinikahi disebut juga
mahram nikah. Mahram nikah sebenarnya dapat dilihat dari pihak lakilaki dan
dapat dilihat dari pihak wanita. Dalam pembahasan secara umum biasanya
yang dibicarakan ialah mahram nikah dari pihak wanita, sebab pihak laki-laki
yang biasanya mempunyai kemauan terlebih dahulu untuk mencari jodoh
dengan wanita pilihannya.
• Dilihat dari kondisinya mahram terbagi kepada dua; pertama mahram
muabbad (wanita diharamkan untuk dinikahi selama-lamanya) seperti:
keturunan, satu susuan, mertua perempuan, anak tiri, jika ibunya sudah
dicampuri, bekas menantu perempuan, dan bekas ibu tiri. Kedua mahram gair
muabbad adalah mahram sebab menghimpun dua perempuan yang
statusnya bersaudara, misalnya saudara sepersusuan kakak dan adiknya. Hal ini
boleh dinikahi tetapi setelah yang satu statusnya sudah bercerai atau mati.
Yang lain dengan sebab istri orang dan sebab iddah.
Syarat Dan Rukun Nikah
A. Rukun Nikah
1. Adanya calon suami dan istri yang melakukan pernikahan.
Yaitu orang yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i untuk menikah. Di antara
perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan
12 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 13 dinikahi
termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau
hubungan penyusuan. Atau, si wanita sedang dalam masa iddah dan selainnya. Penghalang
lainnya misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya
seorang muslimah.
2. Adanya wali dari pihak calon pengantin perempuan.
Batal jika tidak ada wali nya.
3. Adanya dua orang saksi.

4. Shighat (ijab qabul) akad nikah.


Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon
pengantin laki-laki
B. Syarat Nikah
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila
syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya
segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.
1. Syarat-syarat calon suami.
a. Beragama Islam
b. Bukan mahram dari calon istri dan jelas halal nikah dengan calon istri
c. Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
d. Tidak sedang mempunyai istri empat
e. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri
f. Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan Pernikahan
g. Calon suami kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya halal
baginya
h. Tidak sedang melakukan ihrom,
2. Calon istri, syaratnya adalah:
1) Bukan mahram si laki-laki.
2) Terbebas dari halangan nikah, misalnya, masih dalam masa iddah atau
berstatus sebagai istri orang.
3. Wali
Bapak kandung mempelai wanita, penerima wasiat atau kerabat
terdekat, dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut,
atau orang bijak dari keluarga wanita, atau pemimpin setempat,
4. Dua orang saksi.
1) Berjumlah dua orang, bukan budak, bukan wanita, dan bukan orang
fasik.
2) Tidak boleh merangkap sebagai saksi walaupun memenuhi kwalifikasi
sebagai saksi.
3) Sunnah dalam keadaan rela dan tidak terpaksa
5. Sigah (Ijab Kabul),
yaitu perkataan dari mempelai laki-laki atau wakilnya
ketika akad nikah.
Pernikahan yang Tidak Sah
1. Pernikahan Mut`ah, yaitu pernikahan yang dibatasi untuk jangka
waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Dasarnya adalah
hadis berikut: “Bahwa Rasulullah saw. melarang pernikahan
mut’ah serta daging keledai kampung (jinak) pada saat Perang
Khaibar. (HR. Muslim).
2. Pernikahan syighar, yaitu pernikahan dengan persyaratan barter
tanpa pemberian mahar. Dasarnya adalah hadis berikut:
“Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Adapun
nikah syighar yaitu seorang bapak menikahkan seseorang dengan
putrinya dengan syarat bahwa seseorang itu harus menikahkan
dirinya dengan putrinya, tanpa mahar di antara keduanya.” (¦R.
Muslim)
3. Pernikahan muhallil, yaitu pernikahan seorang wanita yang telah
ditalak tiga oleh suaminya yang karenanya diharamkan untuk rujuk
kepadanya, kemudian wanita itu dinikahi laki-laki lain dengan
tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan suaminya.
Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rasulullah saw. melaknat muhallil
dan muhallallahu”.(¦R. at-Tirmiżi).
4. Pernikahan orang yang ihram, yaitu pernikahan orang yang
sedang melaksanakan ihram haji atau 'umrah serta belum
memasuki waktu tahallul. Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang
sedang melakukan ihram tidak boleh menikah danmenikahkan.”
(¦R. Muslim)
5. Pernikahan dalam masa iddah, yaitu pernikahan di mana seorang laki-
laki menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa
iddah, baik karena perceraian ataupun karena meninggal dunia.Allah
Swt. Berfirman: “Dan janganlah kamu ber’azam bertetap hati) untuk
beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya”. ( Q.S. al-Baqarah/2:235)
6. Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-
laki dengan seorang wanita tanpa seizin walinya. Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.”
7. Pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-wanita ahli kitab,
berdasarkan firman Allah Swt.: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-
wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. (Q.S. al-Baqarah/2:221)
8. Menikahi mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram
karena pernikahan atau karena sepersusuan.
KONTROVERSI DALAM PRAKTEK PERNIKAHAN
POLIGAMI
• Dasar Hukum, Q.S. An-Nisa,4 : 3 dan 129.
• Latar belakang turunnya ayat :
 Pasca perang Uhud, banyak janda dan anak yatim yang harta
bendanya tidak terurus.
 Penekanan pada konsep keadilan, bukan pada bilangan isteri.
Pembatasan jumlah isteri, dari yang tanpa batas, menjadi maksimal
empat dengan tetap mengedepankan asas monogami.
• Praktek poligami Rasulullah  pendekatan sosial dan
pendekatan dakwah, bukan pendekatan seksual. Selama 28
tahun Rasulullah menerapkan monogami hanya dengan Siti
Khadijah.
• Praktek poligami saat ini  lebih banyak madlarat daripada
maslahahnya.
• Surat An-Nisa’,4 : 3  bukan merupakan anjuran untuk
berpoligami apalagi disunahkan. Tetapi merupakan respon atas
kondisi dan situasi yang terjadi pada waktu itu.
• Dampak negatif : kecemburuan, persaingan tidak sehat, saling
iri, anak-anak terlantar, kekerasan dalam rumah tangga, dan
lain-lain.
Pernikahan Siri
• Pengertian :
Pernikahan yang meskipun telah memenuhi rukun dan syarat
pernikahan sesuai ketentuan syar’i, namun tidak dicatatkan di KUA/
Pegawai Pencatat Nikah.
• Perbedaan :
Nikah Resmi  mempunyai akta nikah, sah secara agama dan secarA
hukum
Nikah Siri  Tidak ada akta nikah, sah secara agama, tidak sah secara
hukum.
• Status Hukumnya
Secara Hukum Islam, nikah siri adalah sah dimata Allah selama
pelaksanaannya memenuhi ketentuan-ketentuan syar’i, seperti adanya
calon mempelai, wali,dua orang saksi, mahar, ijab dan qabul.
Secara Hukum Nasional, nikah siri tidak sah secara hukum, karena merupakan
pelanggaran terhadap UU no.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2:
(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku
• Faktor Penyebab dilangsungkannya :

 Menghindari zina
 Belum ada kesiapan moril dan materiil
 Menghindari prosedur yang berbelit
 Tidak ada biaya untuk administrasi pernikahan
 Alasan untuk bisa berpoligami
 Dan lain-lain.
• Dampak Positif
 sah secara agama
 terhindar dari pergaulan bebas dan dosa
 ada ketenangan batin
• Dampak Negatif
 tidak ada kepastian hukum
 status anak tidak jelas, karena tidak ada bukti autentik dari
pernikahan orang tuanya.
 bila terjadi perceraian,isteri dan anak tidak akan mendapatkan
hak-hak yang seharusnya didapatkan misalnya, hak waris, hak
asuh,hak pendidikan anak dan sebagainya.
 memunculkan imej negatif di kalangan masyarakat
 memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
• Solusi
 Segera lakukan Itsbat Nikah
Pengajuan ke Pengadilan Agama agar memperoleh
penetapan pernikahan dengan akta nikah sebagai buktinya.
 Walimatul Ursy jika dimungkinkan.
Menghindari pandangan negatif masyarakat, pernikahan
perlu di I’lankan
Shalih &
Shaliha

Anda mungkin juga menyukai