Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

Halaman
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1. Latar Belakang ............................................................................ 1
2.Rumusan Masalah ........................................................................ 1
BAB 11 PEMBAHASAN ........................................................................ 2
A. Rukun Nikah.................................................................................. 2
B. Syarat Nikah ................................................................................. 4

BAB III PENUTUP ................................................................................. 8


A. Kesimpulan ................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan melihat apa-apa yang telah terjadi didalam kehidupan masyarakat,


baik langsung ataupun tak langsung. Tentunya masih banyak terdapat persoalan-
persoalan yang menjadi pertanyaan didalam kehidupan bermasyarakat. Persoalan
itulah yang menjadi inspirasi penulis untuk membuat sebuah makalah yang
berjudul rukun dan syarat pernikahan.
Pernikahan adalah salah satu asas pokok yang paling utama dalam pergaulan
atau menjadi masyarakat yang sempurna pernikahan itu bukan saja merupakan
satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan
keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai jalan menuju pintu perkenalan
antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk
mencapai pertolongan antara satu dengan yang lainnya. Namun, untuk menuju
suatu jenjang pernikahan tentunya memilki banyak kendala atau hal-hal yang
perlu diperhatikan serta harus dilaksanakan seperti memenuhi criteria dalam
menuju sebuah pernikahan. Salah satunya, harus melaksanakan rukun dan syarat
pernikahan yang telah ditentukan.
Adapun rukun dan syarat pernikahan itu, nanti akan dibahas oleh penyusun
dalam bab pembahasan.Selain atas sistem pembagian materi yang di terima oleh
kelompok kami , hal demikianpun merupakan alasan bagi penyusun untuk
mengangkat rukun dan syarat pernikahan sebagai pokok permasalahan dalam
makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Rukun Nikah?
2. Apa Saja Yang Termasuk Kedalam Rukun Dalam Penikahan?
3. Apa Itu Syarat Nikah?
4. Apa Saja Kah Yang Termasuk Kedalam Syarat Dalam Pernikahan?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Rukun Nikah

Rukun, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya
suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu bermaksud dalam rangkaian pekerjaan
itu, seperti adanya calon pengantin laki-laki/perempuan dalam perkawinan.
Dalam memahami tentang Rukun perkawinan ini ada beberapa buku dan
pendapat yang mengutarakan dan menguraikan dengan susunan yang berbeda
tetapi tetap sama intinya. Pernikahan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya
akad-akad lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang
mengadakan akad.
Jumhur „Ulama‟ sepakat bahwa Rukun perkawinan terdiri atas :
 Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
 Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang
akan menikahkannya, berdasarkan sabda Nabi SAW :
ْ ‫َاح اِالَّ بِ َولِ ٍّي َو َأيُّ َما ا ْم َرَأ ٍة نَ َك َح‬
‫ فَاِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَهَا‬.‫ بَا ِط ٌل با َ ِط ٌل‬،ٌ‫ بَا ِطل‬I‫ت بِ َغي ِْر َولِ ٍّي فَنِكَا ُحهَا‬ َّ ِ‫ع َْن عَاِئ َشةَ اَ َّن النَّب‬
َ ‫ الَ نِك‬:‫ي ص قَا َل‬
‫ ابو داود الطيالسى‬.‫ي لهَا‬ َ َ ْ َ
َّ ِ‫َولِ ٌّي فالسُّلطانُ َولِ ُّي َم ْن الَ َول‬

Dari‘Aisyah bahwasanya Nabi SAW bersabda,
“Tidak ada nikah melainkan dengan (adanya) wali, dan siapasaja wanita yang nika
h tanpa wali maka nikahnya batal, batal, batal. Jika dia tidak punya wali, maka pe
nguasa (hakimlah) walinya wanita yang tidak punya wali”. [HR. Abu Dawud Ath-
Thayalisi]

 Adanya dua orang saksi.


Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksiakan
akad nikah tersebut

 Shighat akad nikah, yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain,
yaitu pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau
transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan adanya
keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak
istri. Sedangkan Qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik
berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan ridhanya.
Berdasarkan pengertian di atas, ijab tidak dapat dikhususkan alam hati sang
istri atau wali dan atau wakilnya.
Demikian juga dengan qabul Jika seorang laki-laki berkata kepada wali
perempuan: “Aku nikahi putrimu atau nikahkan aku dengan putrimu bernama si
fulanah”. Wali menjawab: “Aku nikahkan kamu dengan putriku atau aku terima
atau aku setuju”. Ucapan pertama disebut ijab dan ucapan kedua adalah qabul.
Dengan kata lain, ijab adalah bentuk ungkapan baik yang memberikan arti akad
atau transaksi, dengan catatan jatuh pada urutan pertama. Sedangkan qabul adalah
bentuk ungkapan yang baik untuk menjawab, dengan catatan jatuh pada urutan
kedua dari pihak mana saja dari kedua pihak.
Akad adalah gabungan ijab salah satu dari dua pembicara serta penerimaan
yang lain. Seperti ucapan seorang laki-laki: “Aku nikahkan engkau dengan
putriku” adalah ijab. Sedangkan yang lain berkata: “ Aku terima” adalah qabul.
Tentang Jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat:
Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
 Wali dari pihak perempuan,
 Mahar (maskawin)
 Calon pengantin laki-laki
 Calon pengantin perempuan
 Sighat akad nikah
Sedangkan Imam Syafi‟i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima
macam yaitu
 Calon pengantin laki-laki,
 Calon pengantin perempuan,
 Wali,
 Dua orang saksi,
 Sighat akad nikah.
Menurut ulama Hanafiah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja ( yaitu
akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).
Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:
 Sighat (ijab dan qabul)
 Calon pengantin perempuan,
 Calon pengantin laki-laki,
 Wali dari pihak calon pengantin perempuan.
Pendapat yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada empat, karena calon
pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan digabung menjadi satu rukun.

B. Syarat Nikah
1. Pengertian Syarat Nikah
Syarat nikah / perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.
Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan
adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.
Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat yang
bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat-syarat bagi calon
mempelai, wali, saksi, dan ijab qabul.

2. Syarat Nikah
Dalam menjelaskan masalah syarat nikah ini, terdapat juga perbedaan
dalam penyusunan syarat akan tetapi tetap pada inti yang sama. Syari‟at islam
menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon kedua mempelai
yang sesuai dan berdasarkan ijtihad para ulama.
a. Syarat-syarat calon Suami:
 Beragama Islam
 Bukan mahram dari calon istri dan jelas halal kawin dengan calon istri
 Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
 Orangnya diketahui dan tertentu
 Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul
calon istrinya halal baginya.
 Calon suami rela( tidak dipaksa/terpaksa) untuk melakukan perkawinan
itu dan atas kemauan sendiri.
 Tidak sedang melakukan Ihram.
 Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
 Tidak sedang mempunyai istri empat.
b. Syarat-syarat calon istri:
1. Beragama Islam atau ahli kitab.
2. Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak
dalam sedang idda’h
3. Terang bahwa ia wanita. Bukan khuntsa (banci)
4. Wanita itu tentu orangnya (jelas orangnya)
5. Tidak dipaksa ( merdeka, atas kemauan sendiri/ikhtiyar.
6. Tidak sedang ihram haji atau umrah.
c. Syarat-syarat Ijab Qabul.
Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul dengan lisan. Inilah yang
dinamakan akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu sah
perkawinan nya dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami.
Ijab dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan atau walinya,
sedangkan kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.
Menurut pendirian hanafi, boleh juga ijab oleh pihak mempelai laki-laki
atau wakilnya dan kabul oleh pihak perempuan (wali atau wakilnya) apabila
perempuan itu telah baligh dan berakal, dan boleh sebaliknya.
Ijab dan kabul dilakukan di dalam satu majlis, dan tidak boleh ada jarak
yang lama antara ijab dan qabul yang merusak kesatuan akad dan kelangsungan
akad, dan masing-masing ijab dan qabul dapat di dengar dengan baik oleh kedua
belah pihak dan dua orang saksi.
Imam Hanafi membolehkan ada jarak antara ijab dan qabul asal masih di
dalam satu majelis dan tidak ada hal-hal yang menunjukkan salah satu pihak
berplaing dari maksud akad itu.
Adapun lafadz yang digunakan untuk akad nikah adalah lafaz nikah atau
tazwij, yang terjemahannya adalah kawin dan nikah. Sebab kalimat-kalimat itu
terdapat di dalam Kitabullah dan Sunnah. Demikian menurut asy-Syafi‟i dan
Hambali. Sedangkan hanafi membolehkan dengan kalimat lain yang tidak dari Al-
Qur‟an, misalnya menggunakan kalimat hibah, sedekah , pemilikan dan
seagainya, dengan alasan, kata-kata ini adalah majas yang biasa juga digunakan
dalam bahasa sastra atau biasa yang artinya perkawinan.
Contoh kalimat akad nikah sebagai berikut:
Aku kawinkan engkau dengan.......binti. dengan mas kawin Rp.1.000 tunai
Jawab atau kalimat kabul yang digunakan wajiblah sesuai dengan ijab.
Akad nikah itu wajib di hadiri oleh : dua orang saksi yang memenuhi syarat
sebagai saksi, karena saksi merupakan syarat sah perkawinan Adapun dasar dari
perkawinan itu wajib dengan akad nikah dan dengan lafadz atau kalimat tertentu
adalah berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
Yang artinya:

Takutlah engkau sekalian kepada Allah dalam hal orang-orang


perempuan, sesungguhnya engkau membuat halal kemaluan-kemaluan
mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim)

d. Syarat-syarat Wali.
Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai perempuan atau
wakilnya dengan calon suami atau wakilnya. Adapun syarat-syaratnya ialah
seorang wali hendaknya:
 Laki-laki
 Muslim
 Baligh
 Waras akalnya
 Adil (tidak fasik)
 Tidak dipaksa
 Tidak sedang berihram.
Dan hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW:
Yang artinya :“tidak sah perkawinan tanpa wali” (rowahu homsah) Dan :“
perempuan mana saja yang kawin tanpa seizin walinya maka perkawinannya itu
batal (3x). Apabila suami telah melakukan hubungan seksual maka si perempuan
sudah berhak mendapatkan mas kawin lantaran apa yang telah ia buat halal pada
kemaluan perempuan itu. Apabila wali-wali itu enggan maka sultanlah
(pemerintah) yang menjadi wali bagi orang yang tidak ada walinya” ( rowahul
khomsah illa an- Nasa‟i)
e. Syarat-syarat Saksi.
Adapun syarat saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang laki-
laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan mendengar serta mengerti (paham) akan
maksud akad nikah.
Adapun kewajiban adanya saksi tidak lain, hanyalah untuk kemaslahatan
kedua belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang mengingkari, hal itu
dapat dielakkan oleh adanya dua orang saksi. Juga misalnya apabila terjadi
kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi dapatlah menjadi pembela terhadap
adanya akad perkawinan dari sepasang suami istri. Disamping itu, menyangkut
pula keturunan apakah benar yang lahir adalah dari perkawinan suami istri
tersebut. Dan di sinilah saksi itu dapat memberikan kesaksiannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rukun Nikah Rukun, yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu bermaksud dalam rangkaian
pekerjaan itu, seperti adanya calon pengantin laki-laki/perempuan dalam
perkawinan.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksiakan
akad nikah tersebut
Shighat akad nikah, yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya
dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain,
yaitu pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau
transaksi, baik berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan adanya
keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak
istri.
Tentang Jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat: Imam Malik
mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
 Wali dari pihak perempuan
 Mahar (maskawin)
 Calon pengantin laki-laki
 Calon pengantin perempuan
 Sighat akad nikah
Sedangkan Imam Syafi‟i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam
yaitu:
 Calon pengantin laki-laki,
 Calon pengantin perempuan
 Wali
 Dua orang saksi
 Sighat akad nikah.
Menurut ulama Hanafiah, rukun nikah itu hanya ijab dan qabul saja ( yaitu
akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).
Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada empat, yaitu:
 Sighat (ijab dan qabul)
 Calon pengantin perempuan
 Calon pengantin laki-laki
 Wali dari pihak calon pengantin perempuan.
Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat yang
bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat-syarat bagi calon
mempelai, wali, saksi, dan ijab qabul.
a. Syarat-syarat calon Suami:
 Beragama Islam
 Bukan mahram dari calon istri dan jelas halal kawin dengan calon istri
 Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
 Orangnya diketahui dan tertentu
 Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon
istrinya halal baginya.
Menurut pendirian hanafi, boleh juga ijab oleh pihak mempelai laki-laki atau
wakilnya dan kabul oleh pihak perempuan (wali atau wakilnya) apabila
perempuan itu telah baligh dan berakal, dan boleh sebaliknya.
Ijab dan kabul dilakukan di dalam satu majlis, dan tidak boleh ada jarak yang
lama antara ijab dan qabul yang merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad,
dan masing-masing ijab dan qabul dapat di dengar dengan baik oleh kedua belah
pihak dan dua orang saksi.
Imam Hanafi membolehkan ada jarak antara ijab dan qabul asal masih di dalam
satu majelis dan tidak ada hal-hal yang menunjukkan salah satu pihak berplaing
dari maksud akad itu.
Adapun lafadz yang digunakan untuk akad nikah adalah lafaz nikah atau
tazwij, yang terjemahannya adalah kawin dan nikah.
Sedangkan hanafi membolehkan dengan kalimat lain yang tidak dari Al-
Qur’an, misalnya menggunakan kalimat hibah, sedekah , pemilikan dan
seagainya, dengan alasan, kata-kata ini adalah majas yang biasa juga digunakan
dalam bahasa sastra atau biasa yang artinya perkawinan.
Akad nikah itu wajib di hadiri oleh : dua orang saksi yang memenuhi syarat
sebagai saksi, karena saksi merupakan syarat sah perkawinan Adapun dasar dari
perkawinan itu wajib dengan akad nikah dan dengan lafadz atau kalimat tertentu
adalah berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: Yang artinya: Takutlah engkau
sekalian kepada Allah dalam hal orang-orang perempuan, sesungguhnya engkau
membuat halal kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah.
Dan hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW: Yang artinya :“tidak sah
perkawinan tanpa wali” (rowahu homsah) Dan :“ perempuan mana saja yang
kawin tanpa seizin walinya maka perkawinannya itu batal (3x).
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Muhammad Azam. Fiqh Munakahat, Khitbah, Nikah dan Talak.
Jakarta: Sinar Grafika, 2009
Muhammad A Tihami. Fiqh Munakahat, Kajian Fiqh Nikah Lengkap.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009

Anda mungkin juga menyukai