Anda di halaman 1dari 5

TUHAN PUN TAHU ITU

Pengarang : Ryan Anggara Devri (XI IIS 1)

Pagi itu,tepatnya di depan MAKOBANGDIKAL (Markas Komando Pengembangan


dan Pendidikan Angkatan Laut) Seorang pemuda yang akan berangkat menuju Kawah
Candradimuka baginya, menuju tempat awal mula langkah menggapai dunia idealnya. Ia
berpamitan kepada kekasih tercinta yang terjadwal di masa depannya kelak. Entah,
suasananya yang dramatis atau memang ini sebuah perpisahan yang tak mudah, seorang
adam dan hawa tersebut nitihkan air matanya. “Sudahlah, tak usah menangis, anggap saja aku
menyiap hal indah diatas hal yang indah buat kita” kata Ryo. “Baiklah, aku pun juga tidak
akan kalah, akupun akan berjuang demi kita.” balas Ika dengan suara yang tersendu.
Sekiranya begitulah perjumpaan terakhir Ryo dan Ika sebelum mereka berpisah.

Ryo ialah seorang pemuda yang berasal dari kota kecil di Jawa Timur. Memang sejak
kecil ia terobsesi mengabdikan hidupnya pada negara. Namun paras cantik dari seorang hawa
dengan perawakan yang ideal, ia menaruh hatinya. Iya, Ika namanya. Kisahnya dimulai saat
Ika dan Ryo bertemu di sebuah rumah makan. Singkat cerita, seperti kebanyakan “kisah”
akan selalu saja ada halang rintangnya. Namun, mereka tak gentarnya saling menyemangati.

Hari ini, di sebuah restoran yang cukup terkenal di tengah kota, Ryo mengajak Ika
untuk bertemu, pasca kelulusannya dari Pendidikan Bintara Marinir. 10 menit menunggu,
dari jam yang sudah ditentukan, mereka akhirnya bertemu. Selayaknya sepasang romeo dan
juliet yang tak bertemu dan rentan waktu yang cukup lama, Ryo yang masih mengenakan
seragam dinasnya memeluk erat Ika, walaupun di Restoran tersebut dirasa tidak sepi. Senyum
manis Ika tampak hingar bingar diwajahnya.

Obrolan demi obrolan mereka lontar kan, bak peluru diwaktu perang, tak ada
hentinya. Namun, wajarlah bagi mereka berdua. Sebab, 2 tahun lalu, tepatnya sebelum
diberangkatkannya Ryo ke Kawah Candradimuka, Ryo sempat berpesan, berjanji tepatnya.
“Setelah aku lulus dan menjadi seorang yang gagah nan perkasa, nanti.. aku akan segera
melamar mu” begitulah bunyinya. Tak heranlah bila saat mereka bertemu, sedemikian
senangnya. Menit demi menit, Jam demi jam, mereaka telah ditelan waktu. Jam sudah
menunjukkan pukul 9 malam. Mereka pun segera beranjak dari restoran tersebut.
Sekeluarnya mereka dari restoran tersebut, Ryo pun bergegas mengambil motornya, untuk
mengantarkan Ika pulang.

Saat dalam perjalanan tiba-tiba, langit bergemuruh, petir menyambar, hujan pun mulai
turun dengan cukup deras. Ika memeluk erat kekasihnya itu, berusaha memberi kehangatan
pada kekasihnya itu. Ryo pun langsung memacu motornya begitu cepat.
Setibanya mereka dirumah Ika, Ika mempersilahkan masuk Ryo. Tak heran Ika
mempersilahkan Ryo masuk, sebab cuaca sedang buruk-buruknya, Ika tinggal sendirian di
salah satu perumahan yang cukup mewah di pinggiran kota. Ika berprofesi sebagai guru di
salah satu sekolah yang ternama di kota tersebut, menyebabkan keluarganya tidak dapat ikut.
Dengan baju yang basah kuyup mereka masuk. Ika pun segera mengambil kan handuk untuk
Ryo, tak lupa baju ganti. Ia memilkinya sebab baju ganti itu ialah milik saudaranya yang
bajunya tertinggal dan kebetulan perawakannya hampir sama. Ika pun segera menuju
kamarnya untuk berganti pakaian. Setelahnya berganti pakaian, ia membuatkan Ryo teh
hangat. “Teh ini, kamu tau Ka? Aku begitu suka dengan teh buatanmu. Dari dulu..” ingat Ryo
dengan teh hangat buatan Ika. “Haha ya beginilah teh buatanku. Syukurlah bila kamu suka.”
Sambut Ika dengan senang. “Masa iya teh buatan calon istri gak enak? Haha” rayu Ryo.
“mmm bisa aja kamu sayang..” balas Ika dengan wajah yang tersipu malu. Tiba-tiba, Ryo
mendekat, wajahnya begitu dekat dengan Ika. Lalu coba bilangnya, “Ka, Aku rindu kamu,
aku sayang kamu, seperti saat kita terakhir kali bertemu, dengan kuucap janji diri bibir ku.
Kamu ingatkan janji itu? Sebentar lagi ya?” Ucap Ryo dengan lembut sambil tersenyum pada
Ika. “Iya sayang, segeralah melamarku, itukan janjimu dulu? Aku selalu ingat. Aku juga
sayang kamu.”

Ryo pun mendekap erat tubuh Ika, dipeluknya begitu erat, seakan mulutpun tak
mampu mengungkap sebagaimana bahagia hatinya. Setelah dilepasnya dekap tubuh Ika, ia
langsung mengecup kening Ika. “Sayang, aku pulang dulu ya? Besok kita bertemu lagi.
Seperti dulu, setiap pagi aku menjemputmu, setiap pulang kerja aku mengantarmu”. “Haha
iya sayang, aku rindu masa-masa itu. Terima kasih ya sayang”.”Iya sayang, sama-sama”. Ryo
segera menunggangi motor yang diparkirnya di depan rumah sang Kekasih.

Keesokan harinya, Ryo menjemput Ika pukul 6.30. Maklumlah begitu pagi,
mengingat Ika yang seorang guru. “Pagi sayang” salam manis keluar dari mulut Ryo. “Pagi
juga sayang” balas Ika. “Bu guru sudah siap? Ayo silahkan naik bu haha” Canda Ryo. “Ihh
Pak tentara bisa aja.. haha siap pak”. Ryo memacu motornya menuju salah satu sekolah
tempat Ika bekerja. Sesampainya disana, “Sayang, nanti pulang jam berapa?” tanya Ryo.
“Nanti jam 3 aku pulang”. “Mmm ya sudah, Bu guru selamat mengajar, nanti jam 3 aku
jemput ya?”. “Haha sudahlah sayang, malu lah kamu panggil begitu. Iya sayang nanti jam 3
tak tunggu disini”.”Ya sudah, aku berangkat dulu ya. Sayang Ika”. “Sayang Ryo juga” sambil
Ika tersenyum. Ika pun melangkahkan kakinya menuju tempatnya mengajar. Namun tiba-tiba
obrol pak satpam, “Pagi bu Ika yang pagi-pagi sudah tersenyum”. “Ahhh pak satpam bisa
aja” dengan wajah yang tersipu. “Itu tadi siapa bu? ” tanya satpam tersebut. “Oh itu..”. “Iya
bu, kok gak pernah lihat?” sambung pak satpam. “Itu tadi, Insya Allah calon suami saya..”
sambil menunjukkan senyumnya. “Oo.. iya bu. Nikahannya nanti, kita-kita diundang ya bu?”
canda satpam tersebut. “Iya pak, nanti. Ya sudah pas, saya masuk dulu ya”. “Iya monggo
silahkan masuk Bu tentara” canda lagi satpam tersebut.

-1 Bulan setelah pertemuan mereka-

Di sebuah taman yang indah nan permai terletak di pinggiran kota yang tenang, Ryo
dan Ika bertemu. Tiba-tiba Ryo, “Sayang, kamu sudah menghubungi orang tuamu kan bila
kita sudah bertemu?”. “Iya sayang memangnya kenapa?”. “Besok, ambilah cuti. Aku akan
melamarmu. Kita ke rumah orang tuamu”.”Apa?! Mendadak sekali sayang..”. “Kita besok ke
rumah orang tuamu untuk meminta restu. Ke rumah orang tua ku juga.” . “Mmm baiklah..
pulang nanti aku segera berkemas”. “Iya sayang.. bagaimana bila kita pulang sekarang?
Besok perjalanan kamu juga butuh tenaga, alangkah baiknya bila kamu segera beristirahat” .
“Sayang.. tahukah kamu? Kamu memang lelaki yang tidak salah” . “Haha benarkah?
Syukurlah..”.

Keesokan harinya, pukul 8 pagi mereka bertemu di sebuah bandara. “Pagi sayang”
senyum hangat Ryo menyambut Ika. “Pagi juga sayang” balas Ika. “Kamu siap kan sayang?”
tanya Ryo kepada kekasihnya. “Iya, bukankah ini yang kita idam-idamkan dari dulu?” jawab
Ika. “Haha benar juga. Baiklah ayo kita berangkat”. Mereka pun memasuki bandara dengan
perasaan yang bercampur aduk, senang, berdebar-debar, semua bercampur aduk.

Sesampainya mereka ditujuan, Ryo segera mencari taksi yang akan mengantarkannya
ke rumah calon mertuanya. Setelah beberapa kemudian, Ryo telah mendapatkan
taksinya.”Sayang, sini barangmu biarku bawakan” tawar Ryo kepada Ika sembari ia
mengambil barangnya. “Oh iya sayang. Makasih ya” balas Ika sambil tersenyum. Ryo pun
segera mengangkut barang yang mereka berdua bawa ke dalam bagasi taksi.

1 jam perjalanan dari bandara menuju ke rumah orang tua Ika. Sesampainya mereka,
seperti layaknya seorang anak yang baru berjumpa dengan orang tuanya, Ika memeluk
Ayahnya. Setelah itu, disampaikanlah alasan mereka berdua pulang. “Om begini, berhubung
saya sudah mapan, dan saya sama Ika sudah lama berhubungan, maka, dalam waktu dekat,
saya berencana untuk meminang Ika” kata Ryo pada calon mertuanya.

“Bila kalian memang sudah merasa sama-sama cocok, hidup juga sudah bisa dibilang
mapan, jadi ya saya merestui” jawab orang tua Ika. “Bener yah?” tegas Ika pada ayahnya.
“Iya Ika.. toh kalian juga udah lama pacaran”. “Terima kasih ayah” senang Ika. “Terima
kasih om, saya janji akan selalu mengayomi, menghidupi, melindungi Ika, seperti saya
mengayomi, menghidupi, dan melindungi diri saya sendiri. Karena Ika, ialah hidup saya”
janji Ryo pada orang tua Ika. “Haha iya Ryo. Saya titip Ika ya. Jadi suami yang baik. Dan
berhubung kamu juga akan jadi anak saya, jangan dipanggil om, panggil Ayah aja ya” balas
orang tua Ika. “Haha iya om terima kasih. Eh, ayah maksud saya”. “Haha iya.. sudah ke
orang tuamu Ryo? Orang tua mu sudah mengetahui ini?”. “Iya yah, saya sama Ika habis ini
ke rumah” jelas Ryo. “Baiklah, hati-hati ya. Titip salam buat orang tuamu”. “Iya yah, ya
sudah kita berangkat dulu”.”Iya hati-hati”. “Berangkat dulu ya yah” kata Ika pada orang
tuanya”. “Iya Ika, yang sopan sama calon mertua, itu dengerin calon suamimu ngomong,
setelah ini wajib hukumnya kamu nurut”. “Iya yah, Ika udah tau hehe”

Sesampainya mereka, mereka pun segera memohon restu seperti dirumah Ika. Hari
demi hari mereka melakukan persiapan untuk pernikahan. Hingga sampai dihari pernikahan
itu. Dengan tradisi dari Bintara Marinir, Hastapora mereka melakukan pernikahan mereka di
sebuah aula di tengah kota. Prosesi pernikahan berlangsung begitu hikmat. Banyak sanak
saudara, teman, serta banyak lagi yang menghadiri hari yang paling membahagiakan bagi
Ryo dan Ika. Betapa membahagiakannya hidup yang mereka nantikan itu.
Namun, di tengah pernikahan mereka, tiba-tiba telepon orang tua Ryo berdering.
“Selamat siang. Dengan orang tua Ryo?” seorang bicara melalui telepon. “Selamat siang, iya
benar, ini dengan siapa? Ada apa ya dengan Ryo?” bingung orang tua Ryo. “Begini,
sebelumnya kami turut berbela sungkawa dengan meninggalnya anak anda, kami dari petugas
bandar udara. Ryo tewas dalam kecelakaan di saat pesawat yang dinaikinya. Jenazahnya akan
kami kirim ke RS di kota anda” jelas petugas tersebut. “Ryo? Maaf, tapi Ryo sekarang
sedang menikah, ini orangnya sedang didepan dengan istrinya. Mungkin anda salah orang”
jawab orang tua Ryo. “Iya benar, Ini Ryo Kaka”. “Mungkin salah orang, ini dia sedang
menikah, jadi saya tutup teleponnya” orang tua Ryo langsung menutup teleponnya. “Siapa
pak?” tanya orang tua Ika pada besannya. “Ini pak, dari petugas bandara, katanya Ryo Kaka
tewas, tapi ini dia sedang menikah” jelasnya. “Ada-ada saja ya pak haha” canda orang tua
Ika. Tiba-tiba telepon orang tua Ika pun berdering pula. “Sebentar ya pak saya jawab
dulu”.”Oh iya pak”. Sekembalinya orang tua Ika, ia mengatakan bahwa ia juga mendapat
telepon yang sama dari petugas bandara yang mengatakan putrinya tewas. Namun, semua itu
hanya sekadar salah orang bukan?

Setelah itu, seperti tradisi turun temurun mereka pun bermalam pertama, namun
sebelumnya, ada hal yang tidak biasa pada mereka, mereka tiba-tiba meminta maaf pada
orang tua masing-masing. Dengan terselip sebuah kata, “Aku ialah orang yang paling
beruntung di dunia, bisa bertemu dengan orang kucari-cari dari dulu, orang yang tepat, orang
yang bisa membuatku bahagia dan doakan kami langgeng, langgeng melebihi usia waktu”
kata mereka pada orang tua masing-masing.

Keesokan harinya, waktu sudah menunjukan pukul 8 pagi, namun kedua mempelai
belum juga keluar dari kamarnya. “Kenapa jam segini belum keluar-keluar juga ya pak?”
tanya orang tua Ika pada orang tua Ryo. “Haha kayak gak tau pengantin baru aja pak haha,
biarlah mungkin masih kecapekan semalam..” canda orang tua Ryo. “Haha iya pak ya, ya
sudah.”

Namun, ketika waktu sudah menunjukkan pukul 11, perasaan kedua orang tua
mempelai tiba-tiba merasakan sesuatu yang begitu ganjal. Mereka pun mengetuk pintu
kamar. Namun tidak ada jawaban. Perasaan yang begitu mengganjal begitu kuat, memaksa
mereka untuk mendobrak pintunya. Namun, hal yang begitu aneh terjadi. Di dalam kamar,
tidak ada siapapun, dan kamarnya begitu rapi, seperti awal sebelum dipakai. Seakan tak
pernah dipakai. Hanya setangkai bunga mawar dan setangkai bunga melati diatas ranjang.

Telepon orang tua Ryo kembali berdering, didapatinya nomor yang kemarin
menelponnya. “Pak, Jenazah Ryo sudah sampai di RS. Bisa diurus lebih lanjut di RS. Terima
kasih”. Mendengar telepon tersebut, yang kemarin hanya dianggap omong kosong belaka,
sekarang menjadi peluru artileri yang begitu keras menghantam. Orang tua Ika dan Ryo pun
segara mengambil mobil untuk segera menuju ke RS.
Setibanya mereka, alangkah terkejutnya mereka. Jenazah yang mereka lihat, benar-
benar jenazah dari kedua mempelai yang menikah, kini terbaring kaku. “Jenazahnya
ditemukan berdampingan dengan berpegang tangan. Mereka tewas 10 hari yang lalu” tiba-
tiba petugas menghampirinya.”Bukankah 10 hari lalu adalah sehari sebelum mereka meminta
restu? Berarti mereka...” kata orang tua Ryo. “Sepertinya mereka benar-benar pasangan yang
beruntung. Sama-sama saling memiliki, sama-sama cintanya besar, melebihi usia waktu.
Seperti kata mereka semalam” kata orang tua Ika. Tangis sedih langsung meletus di hari yang
seharusnya indah. Jerit tangis begitu membengakkan telinga.

Jenazah mereka berduapun segera di urus, bukan di rumah Ika maupun rumah Ryo.
Namun di aula yang “mereka” gunakan kemarin. Jenazahnya dimakamkan dengan upacara
militer. Dikebumikan berdampingan, seolah “langgeng melebihi usia waktu”, seperti pesan
terakhir “mereka”. Banyak orang yang mengira mereka yang menikah ialah hantunya, ada
yang mengira mereka yang menikah ialah arwah mereka yang penasaran. Ada pula yang
mengira bahwa itu adalah roh nya yang memang bak romeo dan juliet. Lalu, siapa mereka
yang menikah? Iya, mereka jiwa sepasang adam dan hawa yang begitu besarnya kasih saling
memiliki, sayang yang begitu besar. Tuhan pun tahu itu.

SELESAI
“Rindu telah menjadi bagian paling besar dari kita, dan cinta ialah peran utama kisahnya”
- Ivanasha Adani Prasetianti

Anda mungkin juga menyukai