Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN ANAK SAKIT KRONIS DAN TERMINAL

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN THALASEMIA


Pengampu : Ns. Natalia Devi, M.Kep., Sp.Kep. AN

Disusun Oleh:

1. Rida Ristianti (017222017)


2. Ulil Khasanah (017222041)
3. Dwi Nopianto Saputra (017222066)

S1 KEPERAWATAN RPL
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kronik merupakan kondisi yang menyebabkan anak menjalani hospitalisasi
minimal selama satu bulan dalam satu tahun, dan umumnya mendapatkan pengobatan rutin
dalam jangka waktu yang lama. Salah satu penyakit kronik yang banyak terjadi di Indonesia
adalah penyakit thalasemia (Dahnil et al., 2017). Thalasemia adalah salah satu
hemoglobinopati genetik di seluruh dunia yang disebabkan oleh cacat pada gen yang
bertanggung jawab untuk sintesis hemoglobin (Chouhan & Pujari, 2021).
Thalasemia merupakan penyakit kronis yang terjadi pada anak-anak yang merupakan
penyakit kelainan darah yang disebabkan oleh gangguan produksi hemoglobin sehingga
hemoglobin dalam tubuh berkurang (Adyanti et al., 2020). Thalasemia merupakan penyakit
kelainan darah yang diwariskan dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati (Marnis
et al., 2018). Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan oleh kegagalan
pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin,
sehingga hemoglobin tidak terbentuk sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah
merah yang normal, sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang dari
120 hari dan terjadilah anemia (Rahayu et al., 2016).
Pada anak penderita thalasemia akan mengalami anemia dan penurunan hemoglobin
sehingga harus rutin melakukan transfusi darah agar mencegah kelainan neurologis pada
anak yang dilakukan setelah hasil laboratorium keluar. Jika hasil laboratorium menyatakan
nilai Hb masih dalam rentang normal, maka tidak dilakukan transfusi darah (Sarumaha,
2020). Secara klinik karakteristik thalasemia di bagi dua jenis yaitu thalasemia trait atau
minor dan thalasemia mayor. Thalasemia minor hanyalah pembawa sifat dan tidak
berbahaya. Thalasemia mayor termasuk kelainan darah yang cukup serius secara klinik
menunjukkan gejala berat dan menahun, serta memerlukan tranfusi darah secara rutin dan
terapi kelebihan besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya (Wibowo, 2019).
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit thalasemia merupakan penyakit
genetik terbanyak di dunia yang saat ini sudah dinyatakan sebagai masalah kesehatan dunia.
kurang lebih 7% dari penduduk dunia mempunyai gen thalasemia. Data dari World Bank
menunjukan bahwa 7% dari populasi dunia merupakan pembawa sifat thalasemia. Setiap
tahun sekitar 300.000-500.000 bayi baru lahir disertai dengan kelainan hemoglobin berat, dan
50.000 hingga 100.000 anak meninggal akibat thalassemia β, 80% dari jumlah tersebut
berasal dari negara berkembang. Indonesia termasuk salah satu negara dalam sabuk
thalassemia dunia, yaitu negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia
yang tinggi. Hal ini terbukti dari penelitian epidemiologi di Indonesia yang mendapatkan
bahwa frekuensi gen thalassemia beta berkisar 3-10%. Saat ini terdapat lebih dari 10.531
pasien thalassemia di Indonesia, dan diperkirakan 2.500 bayi baru lahir dengan thalasemia di
indonesia. Berdasarkan data dari Yayasan Thalassemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus
thalasemia yang terus menerus sejak 3 tahun 2012 4896 kasus hingga tahun 2018 8761 kasus
(Kemenkes, 2018).
Perawat memainkan peran penting dalam mengelola kualitas hidup pasien dengan
membantu mencegah komplikasi yang tidak perlu dan memberikan perawatan (Chouhan &
Pujari, 2021). Ada beberapa peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dimana
peran dan fungsi perawat yang pertama adalah promotif (perawat mampu memberikan
pendidikan kesehatan pada orang tua dengan gangguan hematologi terutama pada
thalasemia), peran dan fungsi perawat yang kedua preventif (peran perawat disini mampu
melakukan tindakan yang bisa mencegah terjadinya masalah baru misalnya infeksi), peran
dan fungsi perawat yang ketiga kuratif (di tahap ini perawat mampu memberikan pelayanan
keperawatan dengan berkalaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberikan untuk
mengurangi nyeri, antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi), peran dan fungsi perawat
yang keempat rehabilitatif (perawat mampu memandirikan pasien sehingga pasien dapat
pulih dan mampu beraktivitas seperti sebelum dirawat di rumah sakit) (Sausan, 2020).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia.
2. Tujuan Khusus
2.1 Mengidentifikasi hasil pengkajian pada anak dengan thalasemia.
2.2 Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada anak dengan thalasemia.
2.3 Mengidentifikasi perencanaan keperawatan pada anak dengan thalasemia.
2.4 Mengidentifikasi implementasi keperawatan pada anak dengan thalasemia.
2.5 Mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada anak dengan thalassemia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar Thalasemia


a. Definisi
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan (inherited)
dan merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan
oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.
Kelainan hemoglobin pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit mudah
mengalami destruksi, sehingga usia sel-sel darah merah menjadi lebih pendek dari normal
yaitu berusia 120 hari (Marnis et al., 2018).
Pengertian talasemia adalah sekelompok penyakit atau kelainan herediter yang
heterogen disebabkan oleh adanya defek produksi Hb yang tidak normal akibat adanya
kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan indeks-indeks eritrosit (red
cell indeks) dan morfologi eritrosit (Wibowo, 2019).
b. Etiologi
Thalasemia dapat terjadi disebabkan karena ketidakmampuan sumsum tulang
membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin secara sempurna.
Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada didalam sel darah merah
(eritrosit) dan berfungsi untuk membawa oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh.
Penyakit ini merupakan anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
Ditandai dengan defisiensi produksi globin pada hemoglobin. Terjadinya 12 kerusakan
sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek.
Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (CYNTHIA MUKTI, 2019).
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta yang diperlukan
dalam pembentukan hemoglobin disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan.
Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya.
Jika hanya 1 gen yang diturunkan maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi
tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini (Sausan, 2020).
c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis thalassemia (CYNTHIA MUKTI, 2019) :
1. Thalasemia minor
Tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegali ditemukan pada sedikit
penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai dengan pada sumsum tulang,
anemia ringan. Pada penderita yang berpasangan harus melakukan pemeriksaan. Hal
ini sebabkan karier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan
dengan thalasemia mayor. Pada anak yang sudah besar sering kali ditandai adanya:
a. Gizi buruk.
b. Perut membesar (membuncit) dikarenakan pembesaran limpa dan hati yang mudah
diraba.
c. Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali). Limpa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.
2. Thalasemia mayor
Gejala klinis thalasemia mayor sudah dapat terlihat sejak anak baru berusia kurang
dari 1 tahun, yaitu:
a. Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, yang bersamaan dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal.
b. Anemia mikrositik berat, yaitu sel hemoglobin rendah mencapai 3 atau 4gram %.
c. Tampak lemah dan pucat.
d. Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan tulang
tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran patognomonik “hair on
end”.
e. Berat badan berkurang.
f. Tidak dapat hidup tanpa transfusi.

3. Thalasemia Intermedia : anemia mikrositik, bentuk heterozigot, tingkat


keparahannya berada diantara thalasemia minor dan thalasemia mayor, terjadi anemia
sedikit berat 7-9 gram/dL dan splenomegaly, tidak tergantung pada tranfusi.

Gejala khas diantaranya:


1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu
karena penimbunan zat besi.
d. Patofisiologi
Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presippitasi dalam sel eritrosit. 17 Globin intra eritrosik yang mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stabilbadan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih.
Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus
pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak
adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC, menimbulkan
tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi
asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi,
dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati. Penelitian
biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa
atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil
kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena
eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolysis.
e. Way of Caution/Pathway Thalasemia
Gangguan sintesis rantai globin α dan β Kompensasi tubuh
membentuk eritrosit
oleh sumsum tulang
O2 dalam sel Rantai α dan β tidak seimbang meningkat
darah merah
menurun
Hiperplasi sumsum
Hb A (2α dan 2β) tidak terbentuk
tulang

Eritrosit tidak stabil


Aliran darah ke
organ vital Ekspansi massif
jaringan menurun sumsum tulang
wajah dan kranium
Hemolisis

Deformitas
THALASEMIA
O2 dan nutrisi
tidak transport
secara adekuat - Perubahan bentuk
Anemia berat
wajah
- Penonjolan tulang
tengkorak
Perfusi perifer - Penurunan
Pertumbuhan sel
tidak efektif Transfusi darah pertumbuhan pada
dan otak terhambat
tulang maksila
- Terjadi face cooley

Perubahan
Gangguan tumbuh Fe dalam darah
pembentukan Perbedaan berbeda
kembang menurun
ATP menurun dengan orang lain

Energi yang Gangguan citra


Hemokromotosis
dihasilkan tubuh
menurun

Splenomegali Hepatomegali
Kelemahan fisik

Splenoktomi Anoreksia
Intoleransi
aktivitas
a
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah tepi : Resiko infeksi Defisit nutrisi

a. Hb, gambaran morfologi eritrosit.


b. Retikulosit meningkat.
2. Red cell distribution
Menyatakan variasi ukuran eritrosit.
3. Tes DNA dilakukan jika pemeriksaan hematologis tidak mampu menegakkan
diagnosis hemoglobinopita.
4. Pemeriksaan khusus
a. Hb F meningkat meningkat: 20%-90% hemoglobin total.
b. Elektroforesis hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
c. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalasemia mayor merupakan trait
(carrier) dengan hemoglobin A2 meningkat (<3,5 % dari Hb total).
5. Pemeriksaan lain
a. Foto rongen tulang belakang: gambaran hair to end, korteks menipis, tulang pipih
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
b. Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
THALASEMIA

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari atas lima tahap yaitu pengkajian, diagnosis,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Setiap tahap dari proses keperawatan saling terkait
dan ketergantungan satu sama lain (Budiono, 2015).
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan. Kegiatan yang
dilakukan pada saat pengkajian adalah mengumpulkan data, memvalidasi data,
megorganisasikan data dan mencatat yang diperoleh. Langkah ini merupakan dasar
untuk perumusan diagnosa keperawatan dan mengembangkan rencana keperawatan
sesuai kebutuhan pasien serta melakukan implementasi keperawatan.
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (Mediterania)
seperti Turki, Yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak
dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6
tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas dan infeksi
lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat
transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan
yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor.
Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam
kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur/
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah ada orang tua
yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka
anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila
diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu
segera dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah :
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak
seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas,
yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung
pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat
lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan.
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
6) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
(hepatosplemagali). Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB
nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya.
7) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
8) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Berikut adalah diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan thalasemia (Nurarif, 2016) dengan menggunakan Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (PPNI, 2017) :
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin (D.0009)
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen (D.0056)
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (D.0083)
e. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan defisiensi stimulus (D.0106)
f. Resiko infeksi (D. 0142)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan dilakukan
untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi pasien. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (PPNI, 2018) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(PPNI, 2019) yang sesuai dengan penyakit thalasemia diantaranya adalah :
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin (D.0009).
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
perfusi perifer meningkat.
 Luaran : Perfusi Perifer (L.02011)
 Kriteria Hasil
1) Denyut nadi perifer meningkat
2) Warna kulit pucat menurun
3) Pengisian kapiler membaik
4) Akral membaik
5) Turgor kulit membaik
 Intervensi
Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
suhu).
2) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi).
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstremitas.

Terapeutik :

1) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan


perfusi.
2) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan
perfusi.
3) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera.
4) Lakukan pencegahan infeksi.
5) Lakukan perawatan kaki dan kuku.
6) Lakukan hidrasi.

Edukasi

1) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar.


2) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. melembabkan kulit
kering pada kaki).
3) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa).
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
status nutrisi membaik.
 Luaran : Status Nutrisi (L.03030)
 Kriteria Hasil
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Berat badan membaik
3) Indeks Masa Tubuh (IMT) membaik
 Intervensi
Manajemen Nutrisi (I.03119)
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Monitor asupan makanan
6) Monitor berat badan
7) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5) Berikan suplemen makanan, jika perlu

Edukasi

1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,


antiemetik), jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen (D.0056)
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
toleransi aktivitas meningkat
 Luaran : Toleransi Aktivitas (L.05047)
 Kriteria Hasil
1) Keluhan lelah menurun
2) Dispnea saat aktivitas menurun
3) Dispnea setelah aktivitas menurun
 Intervensi
Manajemen Energi (I.05178)
Observasi
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik
3) Monitor pola dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik

1) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,


kunjungan)
2) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
3) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi

1) Anjurkan tirah baring


2) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang

Kolaborasi

1) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan


d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (D.0083)
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
citra tubuh meningkat
 Luaran : Citra Tubuh (L.09067)
 Kriteria Hasil
1) Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
2) Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan/reaksiorang lain menurun
3) Respon nonverbal pada perubahan tubuh membaik
4) Hubungan sosial membaik
 Intervensi
Promosi Citra Tubuh (I.09305)
Observasi
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
4) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
5) Monitor apakah pasien dapat melihat bagian tubuh yang berubah

Terapeutik

1) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya


2) Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
3) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh

Edukasi

1) Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh


2) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
3) Anjurkan mengikuti kelompok pendukung (mis. kelompok sebaya)
4) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
5) Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
6) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok
e. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan defisiensi stimulus (D.0106)
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
status perkembangan membaik.
 Luaran : Status Perkembangan (L.10101)
 Kriteria Hasil
1) Keterampilan/perilaku sesuai usia meningkat
2) Kemampuan melakukan perawatan diri meningkat
3) Respon sosial meningkat
 Intervensi
Perawatan Perkembangan (I.10339)
Observasi
1) Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak

Terapeutik
1) Minimalkan nyeri
2) Minimalkan kebisingan ruangan
3) Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal
4) Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain
5) Sediakan aktivitas yang memotovasi anak berinteraksi dengan anak lainnya
6) Dukung anak mengekspresikan diri melalui penghargaan positif atau umpan
balik atas usahanya
7) Pertahankan kenyamanan anak
8) Fasilitasi anak melatih keterampilan pemenuhan kebutuhan secara mandiri
(mis. makan, sikat gigi, cuci tangan, memakai baju)
9) Bernyanyi bersama anak lagu-lagu yang disukai
10) Bacakan cerita atau dongeng

Edukasi

1) Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya


2) Ajarkan anak keterampilan berinteraksi
3) Ajarkan anak teknik asertif

Kolaborasi

1) Rujuk sesuai konseling, jika perlu


f. Resiko infeksi (D. 0142)
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
infeksi tidak terjadi.
 Luaran : Tingkat Infeksi (L.14137)
 Kriteria Hasil
1) Demam menurun
2) Kemerahan menurun
3) Nyeri menurun
4) Bengkak menurun
5) Kadar sel darah putih membaik
 Intervensi
Manajemen Imunisasi/Vaksinasi (I.14508)
Observasi
1) Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
2) Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis. reaksi anafilaktik
terhadap vaksin sebelumnya dan atau sakit parah dengan atau tanpa demam)
3) Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan

Terapeutik

1) Dokumentasikan informasi vaksinasi (mis. nama produsen, tanggal


kedaluwarsa)
2) Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat

Edukasi

1) Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi, jadwal dan efek samping
2) Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis. Hepatitis B,
BCG, difteri, tetanus, pertusis, H. Influenza, polio, campak, measles,
rubella)
3) Informasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun saat ini
tidak diwajibkan pemerintah (mis. influenza, pneumokokus)
4) Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus (mis. rabies, tetanus)
5) Informasikan penyedia layanan Pekan Imunisasi Nasional yang
menyediakan vaksin gratis
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi menuju
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan
keperawatan yang diberikan pada klien Ukuran implementiasi keperawatan yang
diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien - keluarga, atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan implementasi
harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi
(Ghofur, 2016).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana
dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu
berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan
fungsi dan tanda gejala yang spesifik. Tujuan evaluasi yaitu untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak, dan untuk melakukan pegkajian
ulang dibagi menjadi 3:
1. Masalah teratasi
2. Masalah teratasi sebagian
3. Masalah tidak teratasi
Terdapat dua jenis evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan formatif dengan
menggunakan beberapa metode. Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu (Sausan,
2020) :
a. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan
dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh keluarga. Format yang
dipakai adalah format SOAP.
b. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan
dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam
proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau
rencana yang perlu dimodifikasi.

.
DAFTAR PUSTAKA

Adyanti, H. E., Ulfa, A. F., & Kurniawati, K. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan
Thalasemia Di Paviliun Seruni Rsud Jombang : Studi Literature. Jurnal EDUNursing, 4(1),
17–23. https://test.journal.unipdu.ac.id/index.php/edunursing/article/view/2336

Budiono. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika.

Chouhan, M. S., & Pujari, J. (2021). Nurses’ Knowledge and Role on Care of Children with
Thalassemia. International Journal of Health Sciences and Research (Www.Ijhsr.Org),
11(October), 156. www.ijhsr.org

CYNTHIA MUKTI, D. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN GANGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN BELAJAR PADA ANAK THALASEMIA DI RUANG ALAMANDA RSUD Dr.
H. ABDOEL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2019.

Dahnil, F., Mardhiyah, A., & Widianti, E. (2017). Assessment of Supportive Care Needs in
Parents of Children With Thalassemia. NurseLine Journal, 2(1), 1.
https://doi.org/10.19184/nlj.v2i1.5994

Ghofur, Y. O. A. (2016). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta Selatan : Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia.

Kemenkes, R. I. (2018). Pedoman nasional pelayanan kedokteran tata laksana thalasemia.


Jakarta: Kemenkes RI.

Marnis, D., Indriati, G., & Nauli, F. A. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kualitas
Hidup Anak Thalasemia. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 5(2), 31–42.

Nurarif, A. H. & H. K. (2016). NANDA.NIC-NOC. Percetakan Medication Publising Jogjakarta.


PPNI, T. P. S. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1 Ce). Jakarta : DPP PPNI.

PPNI, T. P. S. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan (Edisi 1 Ce). Jakarta : DPP PPNI.

PPNI, T. P. S. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (Edisi 1 Ce). Jakarta : DPP PPNI.

Rahayu, Y., Waluyo, E. M. J., & Supardi, S. (2016). Dukungan Keluarga dalam Kepatuhan
Terapi pada Pasien Thalasemia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Tahun
2015. Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 16(2), 52–56.

Sarumaha, E. A. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Transfusi Darah


pada Anak Thalasemia di Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera
Utara.

Sausan, N. R. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak Dengan Thalasemia Yang Di
Rawat Di Rumah Sakit. In Jurnal Ilmiah Kesehatan. http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/id/eprint/1066

Wibowo, D. A. (2019). Gambaran Ketercapaian Transfusi Darah Sesuai Standar Operasional


Prosedur pada Pasieen Thalasemia Mayor di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis. Jurnal
Kesehatan Bakti Tunas Husada: Jurnal Ilmu-Ilmu Keperawatan, Analis Kesehatan Dan
Farmasi, 19(2), 236–255.

Anda mungkin juga menyukai