Anda di halaman 1dari 4

SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN YANG BERPARADIGMA

GANDA

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradigma diartikan sebagai model
atau kerangka berpikir dalam ilmu pengetahuan[1]. Paradigma ini ditentukan dari dua aspek
pendukung yakni perspektif intelektual dan perspektif sosial, kedua aspek inilah yang
akhirnya membentuk kerangka atau model teoritis dalam kajian ilmiah. Suatu ilmu
pengetahuan pada dasarnya selalu memiliki paradigma atau pandangan, namun paradigma
tidak diartikan sebagai suatu teori ilmiah atau inti dari pokok pembahasan melainkan
pandangan yang berisikan tentang teori-teori ilmiah tersebut. Paradigma bisa didefinisikan
oleh suatu pencapaian ilmiah sebagai contoh atau sampel dimana sejumlah kesulitan ilmiah
diatur dan dipecahkan dengan menggunakan pelbagai teknik konseptual dan empiris[2]. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam satu cabang ilmu pengetahuan
nampaknya dimungkinkan adanya beberapa paradigma. Paradigma ini digunakan dalam
semua ilmu pengetahuan tidak terkecuali dalam ilmu-ilmu sosial.
 Menurut Kuhn, suatu paradigma berfungsi apabila semua anggota komunitas peneliti
ilmiah menerima kesamaan antara apa yang lebih dulu secara perceptual merupakan hal-hal
yang berbeda dan tidak sama[3]. Dalam mengkaji ilmu pengetahuan sosial dengan dinamika
gejala sosialnya yang penuh dengan kemungkinan, sudah barang tentu faktor intelektual tidak
dapat dipisahkan dari kekuatan sosial. Salah satu bidang studi sosial yang lekat dengan
masyarakat adalah bidang studi sosiologi yang berkembang dan lahir dari pemikiran
sosiologis para pendahulunya. Bidang studi Sosiologi ini merupakan contoh ilmu
berparadigma ganda, disebut demikian karenakan kelahiran suatu paradigma sosiologi
dipengaruhi oleh paradigma pendahulunya.
 Jonathan Turner dan Doyle Johnson, mengategorikan sosiologi kontemporer menjadi
fungsionalisme, interaksionisme simbolik, pertukaran sosial, dan konflik. Namun George
Ritzer, yang berlandaskan pada konsep paradigma yang dirumuskan Thomas Kuhn, melihat
bahwa sosiologi kontemporer terdiri dari paradigma perilaku sosial, definisi sosial, dan fakta
sosial. (Samuel, 2012: 92)[4].
Dalam pengkategorian paradigma tersebut, berikut ini dipaparkan tiga paradigma besar dalam
sosiologi.

1. Paradigma Fakta Sosial


Awal munculnya paradigma ini dipelopori oleh seorang pemikir asal Perancis
bernama Emile Durkheim, dimana ia melihat filsafat sebagai ancaman karena menurutnya
dua orang tokoh sosiologi dominan yakni Comte dan Spencer dalam pandangannya lebih
bersifat filosofis daripada sosiologis. Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan
penyelidikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan oleh Emile Durkheim sebagai barang
sesuatu (Thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi objek penyelidikan dari
seluruh ilmu pengetahuan. Barang yang dimaksud tidak dapat dipahami melalui kegiatan
mental murni (spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil diluar
pemikiran manusia.
Fakta sosial ini menurut Durkheim terdiri atas dua macam yakni dalam bentuk
material dan non-material. Dalam bentuk material contohnya arsitektur dan norma
hukum. Dalam bentuk non-material yaitu sesuatu yang ditangkap nyata (eksternal) contohnya
norma adat, norma kesusilaan, kesopanan dan suatu nilai yang diperhitungkan dalam
kehidupan bermasyarakat. Fakta ini bersifat inter subjective yang hanya muncul dari dalam
kesadaran manusia, sebagai contah egoisme, altruisme, dan opini.
Ada empat jenis teori yang termasuk ke dalam paradigma fakta sosial ini. Masing-masing
adalah :
·         Teori Fungsionalisme-Struktural, yaitu teori yang menekankan kepada keteraturan (order)
dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
·         Teori Konflik, yaitu yang menganggap bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses
perubahan dan ditandai oleh pertentangan atau konflik yang terus menerus.
·         Teori Sistem yakni berkaitan dengan nilai-nilai, institusi atau pranata sosial yang
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat yang saling berkaitan antar setiap unsurnya.
·         Teori Sosiologi Makro

2. Paradigma Definisi Sosial


Paradigma definisi sosial mengacu pada seorang sosiolog asal Jerman yakni Max
Weber yang menegaskan tentang tindakan sosial antar hubungan social. Secara definitif
Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang berusaha untuk menafsirkan dan memahami
(interpretatif understanding) tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada
penjelasan kausal[5]. Yang dimaksudkannya adalah tindakan individu dan mempunyai makna
bagi dirinya untuk mempengaruhi serta diarahkan kepada tindakan orang lain.
 Ada tiga teori yang termasuk kedalam paradigma definisi sosial ini yakni Teori Aksi
(action theory), Interaksionisme Simbolik (Simbolik Interactionism), dan Fenomenologi
(Phenomenology). Ketiga teori tersebut mempunyai kesamaan yang memandang  bahwa
individu merupakan aktor yang kreatif dalam menghadapi realitas sosialnya. Artinya tindakan
manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan
sebagainya  yang kesemuanya itu tercakup dalam konsep fakta sosial[6]. Sehingga dapat
dikatakan bahwa penganut ketiga teori yang termasuk kedalam paradigma definisi sosial ini
memandang individu sebagai pencipta kebebasan dan kreativitas didalam kehidupan
sosialnya.

3. Paradigma Perilaku Sosial


Paradigma ini muncul untuk menyerang paradigma fakta sosial dan paradigma
definisi sosial oleh seorang tokoh sosiologi bernama B.F. Skinner, yang menganggap
bahwasannya kedua teori tersebut bersifat mistik karena mengandung persoalan yang rumit
dan tidak dapat diterangkan secara rasional. Menurutnya pengertian yang diciptakan itu tak
perlu disertai dengan unsur mistik seperti ide dan nilai sosial itu, karena ide dan nilai itu tidak
nampak secara nyata namun Skinner menyarankan untuk melihat masyarakat dari
perilakunya dalam kehidupan sehari-hari yang dianggap lebih realistis. Bagi paradigma
perilaku sosial ini, individu  ditentukan oleh stimulus yang didapatkan diluar dirinya, maka
dapat dikatakan perilaku manusia tidak sebebas paradigma definisi sosial.
Adapun dua teori yang termasuk kedalam paradigma perilaku sosial yakni Behavioral
Sociology yang lebih menitik beratkan pada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang
terjadi didalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor, dan Teori Exchange yang
dibangun untuk memberikan reaksi terhadap paradigma fakta sosial.
[1] http://kbbi.web.id/paradigma

[2] Prof. Konrad Kebung Ph.D, 2011, Filsafat Ilmu Pengetahuan,

,Jakarta: Prestasi Pustakaraya, h.189

[3] Ibid; h.190

[4] http://adiksikopi.blogspot.com/2014/03/paradigma-dalam-

sosiologi.html

[5] George Ritzer, 2007, Sosiologi ilmu pengetahuan berparadigma

ganda, Jakarta: Rajawali Press, h.38

[6] Ibid; h.43

BERBAGI

Anda mungkin juga menyukai