A. Definisi Sosiologi
Sosiologi berasal dari dua kata dasar, yakni socius dari bahasa Latin yang berarti
teman atau sesama dan logos dari bahasa Yunani yang berarti ilmu (Abbercombie, 1984:232).
Secara harafiah sosiologi berarti ilmu tentang hidup bersama atau ilmu tentang hidup
bermasyarakat.
1. Menurut auguste comte : Comte mengartikan sosiologi sebagai ilmu positif tentang
masyarakat. Dia menggunakan istilah positif yang artinya sama dengan empiris. Bagi dia
sosiologi adalah studi empiris tentang masyarakat. Aguste Comte berambisi untuk
menjadikan sosiologi sebagai satu studi ilmiah tentang masyarakat.
2. Menurut Emile Durkheim : Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial. Fakta
sosial adalah sesuatu yang berada di luar individu.
3. Menurut Max Weber : sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami
tindakan sosial secara interpretatif. Dengan kata lain, sosiologi adalah ilmu yang
berhubungan dengan pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial supaya diperoleh
kejelasan mengenai arah, maksud, dan akibat dari tindakan tersebut.
B. Teori-teori Sosiologi
Setiap Ilmu pengetahuan memiliki teori, Demikian pun halnya dengan sosiologi. Dia
juga memiliki teori-teori. Teori di dalam ilmu sosial adalah semacam perspektif atau cara
pandang dalam meneropong kehidupan masyarakat.
Salah satu cara untuk mengelompokkan teori-teori sosiologi adalah dengan mengikuti
anjuran George Ritzer dalam bukunya Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda
(Ritzer, 1992). Pengelompokan yang dilakukan oleh George Ritzer itu didasarkan atas
paradigma-paradigma yang ada di dalam sosiologi. Paradigma adalah pokok persoalan yang
mestinya dipelajari atau diselidiki oleh satu cabang ilmu pengetahuan” (Ritzer, 1992:9).
Menurut Ritzer, di dalam sosiologi, ada tiga paradigma yang utama, yakni paradigma fakta
sosial, paradgima definisi sosial, dan paradigma prilaku sososial.
1. Teori Tindakan
Teori ini menjadi penting karena ia meletakkan dasar bagi teori-teori yang lebih berkembang
kemudian hari yakni interaksionisme simbolik dan fenomenologi. Beberapa asumsi dasar dari
teori ini dirumuskan oleh R. Hinkle sebagaimana dikutip oleh Ritzer berikut ini (Ritzer,
1992:53).
Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi
eksternal dalam poisisinya sebagai obyek.
Sebagai subyek manusia bertindak untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu
Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode, serta
perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondidisi yang tak bisa diubah
dengan sendirinya.
Manusia memilih, menilai, dan mengevaluasi Tindakan yang akan, sedang, dan telah
dilakukannya.
Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat
pengambilan keputusan.
3. Teori Fenomenologi
Sebagai teori yang bernaung di bawah paradigma definisi sosial, fenomenologi
berargumentasi bahwa kenyataan sosial itu tidak bergantung kepada makna yang diberikan
oleh individu sebagaimana diutarakan oleh teori interaksionisme simbolik melainkan pada
kesadaran subyektif si aktor. Tujuan dari fenomenologi adalah menganalisis dan melukiskan
kehidupan sehari-hari atau dunia kehidupan sebagaimana disadari oleh aktor.
4. Ethnometodologi
Secara harafiah ethnomethodologi berarti people’s method atau metode orang awam.
Menurut teori ini, bukan Cuma para ilmuan atau sosiolog yang bisa memberi arti kepada
perbuatan manusia atau fenomena sosial.