Anda di halaman 1dari 9

Auguste Comte

Menurut Auguste Comte sosiologi adalah cabang ilmu yang mempelajari


manusia. Sebagai seorang manusia memiliki naluri untuk senantiasa hidup
bersama dengan sesama.

Pemikiran Comte tentang sosiologi dikenal hukum 3 tahap pemikiran


manusia. Tahapan yang dimaksud Auguste Comte yaitu tahap teologis,
tahap metafisik, dan tahap positivistik. Kata sosiologi berasal dari bahasa
Latin socius yang artinya kawan atau teman. Sedangkan logis bermakna
ilmu. Dari dua kata tersebut jika diartikan sosiologi adalah ilmu tentang
teman.

Secara luas, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi di dalam


masyarakat. Ilmu ini sudah dikenal di abad ke-19 dan melepaskan diri dari
ilmu filsafat. Kajian sosiologi mempelajari ikatan antar manusia dan
kehidupan. Selain itu sosiologi mempelajari golongan, masyarakat, ikatan
adat, kebiasaan, kepercayaan, tingkah laku, dan kebudayaan.

3.Tahap perkembangan manusia menurut auguste


comte :
1.Tahap Teologis
Tahap pertama karena awal mula perkembangan akal budi manusia. Pada
tahap ini dibagi lagi menjadi 3 periode yaitu periode fetisisme (masyarakat
yang mempercayai roh-roh halus), periode politeisme (waktu masyarakat
mempercayai dewa-dewa), dan periode monoteisme (kepercayaan akan
Tuhan yang berkuasa penuh).

2. Tahap Metafisik
Tahapan kedua ini merupakan tahap transisi ke positif. Gejala sosial
terdapat kekuatan yang dapat terungkapkan. Jadi bisa dikatakan ada
geseran cara berpikir manusia. Seperti penerangan alam sendiri tetapi
belum berpangkal dari data empiris.

3. Tahap Positif
Tahap ketiga ini pengetahuan dapat berubah dan mengalami perbaikan.
Perubahan ini seiring dengan kemampuan intelektual manusia. Akal budi
penting berdasarkan data empiris dan memperoleh hukum baru.

Max weber
Teori Tindakan Sosial adalah teori yang mengkaji tentang motif dan perilaku
dari seorang manusia. Pendekatan pemaknaan yang bersifat subyektif sehingga
memungkinkan seseorang mampu mempengaruhi dan menerima pengaruh
orang lain. Lebih lanjut Weber menyatakan bahwa setiap tindakan individu
kepada individu atau kelompok lain memiliki makna yang bersifat subjektif.
Di sisi lain, Weber berpendapat bahwa cara terbaik untuk memahami berbagai
kelompok adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal tindakan yang menjadi ciri
khasnya. Alhasil kita dapat memahami alasan-alasan mengapa warga
masyarakat tersebut bertindak. Secara umum memang tujuan sosiologi salah
satunya adalah memahami secara mendalam makna subjektif dari tindakan
sosial seorang individu.
Teori ini berguna untuk memahami tipe-tipe perilaku tindakan setiap individu
maupun kelompok. Dengan memahami perilaku setiap individu maupun
kelompok, sama halnya kita telah menghargai dan memahami alasan-alasan
mereka dalam melakukan tindakan tersebut.
Dalam konteks motif para pelakunya Weber membagi teori tindakan sosial
menjadi empat bagian yakni Tindakan tradisional, Tindakan afektif, Tindakan
rasionalitas instrumental dan Tindakan rasionalitas nilai.

Teori sosiologi max weber :

1.Tindakan Tradisional
adalah tindakan yang berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah mengakar
secara turun temurun. Tindakan ini mengacu pada tindakan yang berdasarkan
tradisi atau tindakan yang telah dilakukan berulang-ulang sejak zaman dahulu.
Weber menilai tindakan tradisional merupakan tindakan yang tidak melalui
pemikiran yang rasional. Sebab tindakan ini berlangsung secara spontan tanpa
melalui pemikiran, perencanaan dan pertimbangan. Dasar dari tindakan ini
biasanya adat, tradisi turun temurun sejak lama. Artinya tindakan tradisional ini
terjadi secara berulang dan sama seperti sebelum-sebelumnya.
Dalam konteks Indonesia kita bisa melihat contoh tindakan tradisional ini dari
fenomena mudik. Bahwa masyarakat yang merantau di kota-kota besar akan
melaksanakan mudik ke kampung halaman di saat lebaran. Artinya apapun
yang dilakukan masyarakat atas dasar adat istiadat atau tradisi yang sudah ada
merupakan salah satu bentuk tindakan tradisional

2. Tindakan Afektif
adalah tindakan yang berdasarkan kondisi-kondisi dan orientasi-orientasi
emosional pelaku/aktor. Tindakan ini mengacu pada tindakan yang
berlandaskan oleh perasaan individu. Sama seperti sebelumnya bahwa tindakan
afektif ini tidak melalui pemikiran rasional sebab dorongan emosinal lebih kuat.
Kita perlu memahami bahwa emisional berbeda dengan rasional. Emosional
lebih mengedepankan reaksi spontan atas apa yang terjadi sedangkan rasional
lebih mengedepankan pertimbangan pemikiran.
Tindakan Afektif ini dapat kita lihat dari fenomena menangis saat prosesi
pemakaman. Tindakan menangis ini dilakukan secara spontan dan begitu saja.
Bahagia saat mendapat hadiah dari orang tua atau kekasih. Kedua tindakan di
atas termasuk contoh tindakan afektif

3. Tindakan Rasionalitas Instrumental


adalah tindakan yang berdasarkan pada pencapaian tujuan-tujuan yang secara
rasional diperhitungkan dan diupayakan sendiri oleh aktor yang bersangkutan.
Perilaku ini mengacu pada tindakan yang berdasarkan pada rasionalitas sang
aktor demi mencapai tujuan tertentu.
Tindakan ini disebut juga tindakan instrumental bertujuan sebab tindakan ini
dilakukan melalui upaya dan usaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kata rasional mengandung makna implisit logis dan instrumental untuk
mencapai tujuan. Artinya tindakan ini berdasarkan perencanaan yang matang
serta pertimbangan sebelumnya.
Kita dapat melihat fenomena tindakan rasional ini dari contoh berikut. Karena
kamu ingin kuliah jam 10 maka kamu memilih naik gojek motor dari pada gocar
karena tidak ingin terlambat sebab kamu bangun kesiangan jam 9:45. Memilih
gojek motor ini merupakan contoh tindakan rasional instrumental sebab
pemilihan gojek berlandaskan alasan yang jelas agar kamu tepat waktu.

4. Tindakan Rasionalitas Nilai


adalah tindakan rasional berdasarkan nilai, yang dilakukan untuk alasan-alasan
dan tujuan-tujuan yang ada kaitanya dengan nilai-nilai yang diyakini secara
personal tanpa memperhitungkan prospek-prospek yang ada kaitanya dengan
berhasil atau gagalnya tindakan tersebut. Tindakan ini mengacu pada tindakan
yang dilandasi oleh kepercayaan terhadap nilai-nilai tertentu.
Tentu tindakan ini melalui pemikiran secara rasional dan memperhatikan
berbagai macam nilai-nilai yang ada. Artinya individu yang bertindak
mengutamakan apa yang baik, lumrah, wajar dan benar dalam masyarakat. Apa
yang baik bisa bersumber dari etika, agama, atau bentuk sumber nilai lain.
Emile Durkheim
Tiga Teori Besar menurut emile durkheim :
1.Teori Fungsionalisme
(Struktural Fungsional), Emile Durkheim Dalam teori ini, Durkheim
melakukan pengkajian terkait konsep tatanan sosial dan melihat
bagaimana masyarakat dapat hidup secara harmonis melalui konsep
tersebut. Dimana teori ini melakukan pengkajian pada level makro,
yaitu dengan menilai bagaimana aspek masyarakat dapat berfungsi.
Teori Fungsionalisme menjelaskan pemikiran durkheim yang dijelaskan
melalui pendekatan sistem. Pendekatan ini mengibaratkan masyarakat
sebagai organisme hidup, seperti manusia, hewan, dan tumbuh-
tumbuhan, yang dianalisis dengan sebuah struktur yang saling
berfungsi. Dalam teori ini dijelaskan, organisme hidup menyatu dalam
suatu tatanan sistem yang masing-masing organ memiliki fungsi sendiri
dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sehingga konsep ini secara
umum menyajikan tentang konsep kerja sama dari masing-masing
struktur untuk dapat berintegrasi secara harmonis. Sehingga dapat
menciptakan suatu tatanan sosial yang melibatkan berbagai elemen.

2. Teori Konflik dan Alienasi, Karl Marx


Karl Marx melalui Teori Konflik-nya menjelaskan tentang bagaimana
peran konflik dalam memicu terjadinya suatu perubahan. Konflik-
konflik ini yang muncul secara konsisten selama masa revolusi sosial
akibat dari adanya “antagonisme kelas”. Teori ini menjadi lebih menarik
melalui konsep Borjuis dan Proletar yang dikemukakan oleh Marx.
Munculnya teori ini akibat dari adanya konsep kaum Borjuis yang
melakukan penindasan terhadap kaum proletar. Kaum borjuis dianggap
sebagai kaum revolusioner yang mewakili perubahan radikal pada
struktur masyarakat. Kaum borjuis ini menggunakan kekuasaannya
dalam berbagai hal yang dapat berdampak pada perilaku diktator
dengan mengeksploitasi kaum-kaum proletar. Kemudian, selain teori
konflik, Marx juga mengemukakan tentang teori Alienasi. Dalam Teori
Alinenasi dijelaskan tentang hilangnya kendali seseorang akan
hidupnya. Hal tersebut akibat dari kontrol yang dilakukan oleh orang-
orang yang memiliki kuasa.

3. Teori Interaksionisme Simbolik Max Weber


Teori interaksionisme simbolik menjelaskan bahwa individu bertindak
sesuai dengan interpretasi mereka terhadap makna yang ada pada
dunia. Teori ini juga menjelaskan bahwa setiap orang memberikan
makna pada simbol yang kemudian mereka interpretasikan secara
subjektif pada simbol-simbol tersebut. Teori ini memberikan perspektif
pada sosiolog untuk dapat mempertimbangkan keberadaan simbol dan
detail pada kehidupan sehari-hari.
Karl max
Karl Marx dalam sejarah sosiologi dimasukkan sebagai tokoh teori
klasik bersama dengan tokoh-tokoh lain, seperti August Comte, Emile
Durkheim, Max Weber, dan Georg Simmel. Marx menyusun teori besar
yang berkaitan dengan sistem ekonomi, sistem sosial, sistem politik,
dan paham ini disebut Marxisme. Marxisme mencakup materialisme
historis dan materialisme dialektis. Tulisan ini hanya dibatasi pada
materialisme historis. Adapun materialisme dialektis akan dibahas pada
kesempatan lain. Kajian sosiologinya yang terkenal yakni konflik sosial
antara majikan dengan buruh. Golongan majikan dikenal dengan istilah
borjuis, sedangkan golongan buruh dikenal dengan istilah protelar.
Konsep Historical Materialism dan Dialectic Materialism merupakan
ideologi utama yang melahirkan konsep kelas, hubungan antar kelas
dan perjuangan kelas. Menurut buku Teori Sosiologi Klasik (2017) oleh
Wahyuni, yang dimaksud kelas oleh Marx adalah sekelompok orang-
orang yang mempunyai fungsi dan tujuan yang sama. Ada tiga kelas
masyarakat dengan peranannya masing-masing menurut Marx, yaitu
kelas pemilik tanah yang sumber-sumber keuangannya terutama
bersumber kepada pemasukan upah, laba dan sewa tanah. Kelas kedua
yaitu kelas pemilik modal, dan ketiga kelas pekerja atau yang
menyandarkan hidupnya dari tenaganya untuk bekerja. Menurutnya,
hubungan antar masing-masing kelas tersebut sebenarnya bukan
hubungan yang saling melengkapi, tetapi merupakan bentuk
kesenjangan sosial. Banyak terjadi eksploitasi antar kelas baik secara
ekonomis maupun secara politis yang melibatkan kelas pemilik modal
(golongan borjuis) dan kelas pemilik tanah terhadap kelas pekerja. Marx
menyatakan bahwa semua periode sejarah ditandai oleh perjuangan
kelas, tetapi pertikaian-pertikaian kelas tersebut berbeda satu dengan
yang lainnya dan sesuai dengan periode sejarahnya. Sejarah sebagai
suatu rentetan abadi dari segala kesenjangan kelas si kaya dan si
miskin atau antara penguasa dan rakyat jelata. Marx berpegang teguh
pada pendirian bahwa sekalipun pertikaian antar kelas selalu menandai
jalannya sejarah, pelaku-pelaku dalam perjuangan kelas itu selalu
berganti dan berubah dalam setiap zamannya Selanjutnya, dijelaskan
pula bahwa meskipun gejala-gejala historis saling memengaruhi
berbagai peristiwa yang terjadi, tidak dapat dipungkiri bahwa
sesungguhnya perkembangan-perkembangan politik, hukum, filsafat,
kesusastraan serta kesenian, semuanya tertopang pada faktor ekonomi.
Oleh karena itu, menurut Marx, faktor ekonomi memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam konsep kelas yang dikemukakannya

Anda mungkin juga menyukai