Anda di halaman 1dari 3

Teori aksi adalah pandangan dari ilmu 

sosiologi yang menekankan kepada individu sebagai


sebuah subjek. Teori aksi memandang tindakan sosial sebagai sesuatu yang secara sengaja dibentuk oleh
individu dalam konteks yang telah diberinya makna.
Max Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman,
persepsi, pemahaman dan penafsirannya atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan
individu ini merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-
sarana yang paling tepat.
Teori Weber dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott Parsons, yang mulai dengan mengkritik Weber,
meyatakan bahwa aksi atau action itu bukanlah perilaku atau behavior. Aksi merupakan tanggapan atau
respons mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan
kreatif.
Menurut Parsons, yang utama bukanlah tindakan individual, melainkan norma-norma dan nilai-nilai
sosial yang menuntun dan pengatur perilaku. Kondisi obyektif disatukan dengan komitmen kolektif
terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. 
Parsons melihat bahwa tindakan individu atau kelompok dipengaruhi oleh 3 sistem, yaitu sistem sosial,
sistem budaya dan sistem kepribadian masing-masing individu. Kita dapat mengaitkan individu dengan
sistem sosialnya melalui status dan perannya. 
Dalam setiap sistem sosial individu menduduki suatu tempat atau status tertentu dan bertindak atau
berperan sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem tersebut dan perilaku individu
ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya.

Max Weber pun membagi 4 tipe dalam tindakan/aksi sosial :

(1) Tindakan rasional, atau lebih dapat dipahami sebagai tindakan instumental bertujuan, artinya kita
memikirkan untuk mencapai sesuatu, melakukan sesuatu setelah dipertimbangkan demi mencapai sesuatu
tujuan yang sudah kita pikirkan sebelumnya. 
(2) Tindakan nilai, mempertimbangkan untuk melakukan sesuatu atas dasar nilai sesuatu itu, artinya kita
melakukan sesuatu biasanya mempertimbangkan baik buruknya, bermanfaat atau tidaknya, susah atau
gampangnya atau merugikan atau tidaknya sesuatu itu. Dalam pertimbangan nilai ini untuk melakukan
tindakan biasanya kita memakai barometer agama, norma, budaya dan lainya. Misalnya mendasari
tindakan atas nilai agama, terasa seperti tidak sopan dan tidak baik jika makan dengan tangan kiri.
(3) Tindakan emosional, sesuai dengan tipenya yang mendasari tindakan atas dasar emosional artinya kita
melakukan tindakan/aksi sosial karena emosional yang mempengaruhi atau melatar belakangi, emosional
disini bukan pada hal rasional tapi lebih kepada perasaan yang memperngaruhi tindakan, seperti simpati,
cinta, marah, kasihan, simpati, sedih, bahagia, benci, seperti manusia bertindak memberikan makanan
atau sedekah ketika melihat seorang gelandangan di pinggir jalan sambil membawa anak yang didasari
atas emosional kasihan atau simpati kepada gelandangan itu dan
(4) tindakan tradisional, tindakan ini tentu didasarkan kepada tradisi, adat istiadat atau budaya, tindakan
ini terjadi sebab suatu tindakan yang bersifat repetitif atau berulang kali dilakukan hingga menjadi sebuah
kebiasaan tradisi.

Keempat tipe itu menjadi dasar dalam bertindak dan memahami dasar tindakan sosial yang dipaparkan
oleh Max Weber. Jadi tentu tindakan/aksi sosial itu selalu berlandaskan, memiliki dasar, alasan, tujuan
dan tentu dipengaruhi oleh sesuatu baik di dalam diri maupun di luar diri. Teori  tersebut kemudian
dikembangkan oleh Talcott Parsons yang mengkritik Max Weber dalam hal ini, Parsons mengatakan
bahwa aksi itu bukanlah perilaku atau behavior. Aksi adalah tanggapan atau respons mekanis terhadap
suatu stimulus, sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons juga
mengatakan bahwa yang utama bukanlah tindakan individual, namun norma-norma dan nilai-nilai sosial
yang menentukan dan pengatur perilaku. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap
suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu (Talcott Parsons, 1979).
DASAR DARI TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK adalah teori behaviorisme sosial, yakni
memusatkan diri sendiri pada interaksi alami yang terjadi antara individu dalam masyarakat dan
sebaliknya, masyarakat dan individu. Interaksi yang muncul berkembang lewat simbol-simbol yang
diciptakan, meliputi gerak tubuh, suara, gerak fisik, ekspresi hingga dilakukan dengan sadar.
Pada simbol-simbol yang dihasilkan oleh masyarakat mengandung makna yang bisa dimengerti oleh
orang lain, Herbert menyebut gerak tubuh sebagai simbol signifikan sementara gerak tubuh mengacu
pada tiap tindakan yang memiliki makna. Makna yang ada ditanggapi oleh orang lain dan
memantulkannya lagi sehingga terjadi adanya interaksi.
Contoh interaksionisme simbolik seperti ketika melihat rambu-rambu lalu lintas larangan parkir dengan
simbol lempengan berbentuk lingkaran dengan tanda huruf P yang dicoret. Tanda ini merupakan simbol
dan disepakati bahwa maknanya berupa larangan parkir di seputaran tempat tanda tersebut berada.
Kesepakatan ini bersifat universal karena di berbagai negara, tanda lalu lintas yang bermakna larangan
parkir diberi simbol tersebut. Simbol ini disosialisasikan, diperkenalkan sejak kecil kepada banyak orang
mulai dari anak-anak hingga dewasa, makna simbolik dari tanda larangan parkit ini telah dimunculkan
dalam interaksi sosial.
Perspektif interaksionisme simbolik adalah berusaha memahami fenomena sosial dengan mengkaji
bagaimana masyarakat memahami simbol tanda larangan parkir. Teori interaksionisme simbolik adalah
teori yang berusaha memahami fenomena sosial seperti melanggar aturan parkir di jalan, tentu akan
menarik karena momen tersebut akan terjadi berulang kali.

aradigma Sosial
Istilah paradigma awal mulanya diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962) dalam karyanya ‘The Structure
of Scientific Revolution’. Konsep paradigma dipopulerkan dalam sosiologi oleh Robert Friedrichs (1970)
melalui karyanya ‘Sociology of Sociology’. George Ritzer (1992) menulis secara spesifik paradigma-
paradigma yang ada dalam sosiologi. Dalam bukunya ‘Sociology: A Multiple Paradigm Science’, Ritzer
memaparkan tiga paradigma sosiologi sebagai ilmu sosial, yakni paradigma fakta sosial, definisi sosial
dan perilaku sosial.
Paradigma adalah pandangan yang mendasar tentang apa yang menjadi subyect matter (pokok persoalan)
yang dipelajari suatu disiplin ilmu. Didalam sosiologi terdapat tiga paradigma yaitu paradigma fakta
sosial, paradigma devinisi sosial, dan paradigma perilaku sosial.
Paradigma Fakta Sosial
Paradigma fakta sosial berbicara mengenai sebuah batasan bagi perilaku manusia (individu) yang mau
tidak mau harus di patuhi, untuk menciptakan sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat yang lebih teratur
dan damai. Contohnya adalah ketika seseorang melewati lampu lalu lintas, dan seketika lampu tersebut
menunjukkan warna merah, dalam hal ini tandanya berhenti, orang yang ingin melewati lampu lalu lintas
tersebut, mau tidak mau harus berhenti. Begitu pula ketika lampu menunjukkan warna hijau yang berarti
jalan, kita harus jalan. Begitulah salah satu fakta sosial. Terdapat dua teori di dalam paradigma ini.
Struktural fungsional dan teori konflik
Paradigma Definisi sosial
Paradigma ini berbicara mengenai perilaku seorang individu aktif yang mampu menciptakan sebuah
realitas sosial tersendiri. Contoh dari definisi sosial ini adalah ketika seseorang melakukan sesuatu
aktivitas, maka aktivitasnya tersebut terdapat sebuah tujuan, dimana tujuan ini mampu menciptakan
membentuk sebuah realitas sosial tersendiri. Terdapat tiga teori utama dalam paradigm definisi sosial,
yaitu teori aksi sosial, teori interaksionisme simbolik dan teori fenomenologi, dan juga dramaturgi.
Paradigma Perilaku Sosial
Fokus utama paradigma ini pada hadiah atau penguatan (rewards) yang menimbulkan perilaku yang
diinginkan dan hukuman (punishment) yang mencegah perilaku yang tak diinginkan. Jika tidak mendapat
ganjaran atau hukuman yang tidak diharapkan, ia akan marah dan semakin besar kemungkinan orang tsb
akan melakukan perlawanan dan hasil tingkah lakunya makin berharga bagi dirinya. Jika dapat ganjaran
atau lebih, maka akan menunjukan tingkah laku persetujuan. Dan hasil tingkah lakunya semakin berharga
baginya.

Sumber :

BMP TEORI SOSIOLOGI MODERN

https://misekta.id/news/paradigma-definisi-sosial

https://www.asilha.com/2019/12/10/teori-aksi-sosial-social-action-dan-relevansinya-dalam-studi-hadis/

http://prasko17.blogspot.com/2012/09/teori-aksi-max-weber-dan-talcott-parsons.html

https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/teori-interaksionisme-simbolik/

Anda mungkin juga menyukai