Anda di halaman 1dari 6

Farah Rahmadhani / Ilmu Politik / 071822333027

TEORI PERILAKU KOLEKTIF

*Contagion Theory*

Menurut Locher[ CITATION Oma16 \l 1057 ] Perilaku kolektif sejatinya dapat kita
ketahui melalui empat teori antara lain adalah 1) Social Emergent Theory 2) The Emergent
Norm Theory 3) The Symbolic Interactionist 4) The Individual Theories. Essay ini akan
membahas lebih dalam mengenai Contagion theory yang disampaikan oleh beberapa ahli
seperti Gustave LeBon, Robert Park, dan Herbert Blumer. Perlu kita ketahui bersama,
LeBon merupakan peneliti pertama yang berhasil meletakan dasar teori perilaku kolektif
dalam ilmu sosiologi. Selanjutnya, Park meneruskan pemikiran milik LeBon dengan
menambahkan teori psikologi didalamnya. Selang beberapa tahun, Blumer mengaitkan
pemikiran kedua tokoh sebelumnya dengan namun ia lebih menekankan pada efek yang
terjadi ketika individu menjadi bagian dari sebuah kerumunan. Berikut merupakan
penjelasan dari ketiga tokoh tersebut secara detail:

1. Gustave LeBon
Pada tahun 1895, LeBon mengeluarkan buku yang menjadi titik awal pentingnya
perkembangan teori perilaku kolektif dalam dunia sosiologi. Buku ini berjudul “The Crowd:
A Study of the Popular Mind in France” yang menggambarkan bagaimana perubahan
struktur sosial terjadi di Prancis. Beberapa pemikiran LeBon mengenai perilaku kolektif
dalam buknya antar lain adalah 1) LeBon memfokuskan bagaimana kerumunan bisa terjadi,
bukan hanya menggambarkan apa yang dimaksud dengan kerumunan secara konsep 2)
Pentingnya mengaitkan antara faktor sosiologi dengan psikologi 3) Menempatkan porsi
yang kecil untuk analisis berbau politik. Teori yang paling terkenal dari LeBon adalah
Contagion Theory. Contagion berarti penularan yang mana nantinya akan menjelaskan lebih
dalam apa yang dimaksud dengan konsep crowd.
Contagion Theory menurut LeBon, menjelaskan bahwa crowd menghasilkan efek
yang akan mempengaruhi psikis individu. Maksudnya, individu akan memiliki perilaku
yang berbeda saat ia berada dalam kerumunan. “Unconsious Activity of Crowds” merupakan
penyebutan LeBon terhadap perilaku milik individu yang berada dalam kerumunan. Dalam
kerumunan, individu memiliki kecenderungan untuk mengutamakan emosi daripada
pemikiran atau ukuran yang rasional Secara psikologis, kerumunan dapat terbentuk
Farah Rahmadhani / Ilmu Politik / 071822333027

walaupun tidak berada dalam tempat yang sama, namun LeBon tidak menjelaskan secara
detil mengenai hal melainkan ia lebih menjelaskan kerumunan yang terdapat pada satu
tempat juga satu waktu.
Lebih jauh Le Bon menjelaskan bahwa untuk menjadi sebuah kerumunan, individu
harus melalui tiga proses[ CITATION Dav02 \l 1057 ], yaitu: Pertama, Individu memiliki rasa
keberanian dan tidak mengetahui siapa dirinya. Hal ini dilatarbelakangi oleh rasa esakutan
dan kesadaran diri yang ditekan secara normal. Selain itu, proses ini didahului oleh
hilangnya kekhawatiran atas konsekuensi yang kemungkinan akan terjadi kedepannya.
Kedua aspek ini menyebabkan munculnya rasa keberanian antar individu yang nantinya
akan berintegrasi menjadi satu kesatuan dalam kelompok serta munculnya kekuatan secara
kolektig. Individu yang awalnya meras takut akan ancaman atau perilaku koersif oleh pihak
berwenang, kemudian berani melanggar aturan yang ada dan tidak memiliki rasa takut untuk
ditangkap oleh pihak berwenang
Kedua, Proses peniruan sikap terjadi. Artinya, setiap aktivitas yang terjadi dalam
sebuah kerumunan nantinya akan menyebabkan suatu proses hipnotis yang secara otomatis
akan ditiru oleh individu dan kemudian perilaku tersebut akan berkembang menajdi sebuah
perilaku ‘khas’ dari kerumunan. Ketiga Masuknya anggota kelompok kerumunan dalam
konsdisi sugesti. Kondisi ini bercirikan, setiap individu mulai masuk kedalam situasi dimana
mereka tidak menyadari perilaku mereka sendiri. Perhatian anggota kelompok menuju
dalam satu fokus yang sama. Apabila terdapat individu lain yang tidak setuju dengan apa
yang dilakukan oleh crowds, mereka tidak dapat melakukan apapun karena merasa kalah
dalam segi jumlah, kecuali apabila mereka dapat menawarkan suatu hal yang menggiurkan
dan menguntungkan bagi crowds. LeBon menekankan bahwa setiap kerumunan memiliki
sifat yang merusak.

2. Robet Park
Roberth Park memiliki argumentasi yang berbeda dalam menjelaskan mengenai
Contagion Theory dengan apa yang disampaikan oleh LebOn sebelumnya. LeBon lebih
percaya bahwa teori contagion adalah teori yang mengaitkan dengan adanya penyakit
mental dalam meniru suatu perilaku namun Park lebih menekankan pada penelitian empiris
dan bersifat psikologi sosial dengan penjelasan konsep imitasi dan reaksi sirkular. Park
mengawali teorinya pada interaksi yang muncul antar individu (Emergent interaction).
Menurutnya, apabila individu terlibat dalam interaksi yang intensif satu sama lain maka
akan mendorong adanya penyelarasan diri dengen individu lainnya. Penyelarasan ini dapat
Farah Rahmadhani / Ilmu Politik / 071822333027

terjadi begitu cepat apabila individu mengalami kondisi stress atau gangguan psikis lainnya.
Perilaku penyelarasan tersebut merupakan sebuah tindakan sosial karena pikiran dan
tindakan mereka dipengaruhi oleh setiap anggota dalam kerumunan. Selain itu, perilaku
mereka juga disebut sebagai perilkau kolektif karena berada dibawah pengaruh suasana
kelompok (Grup’s mood).
Setiap anggota dalam sebuah kelompok kerumunan akan berperilaku sesuai dengan
norma dan nilai yang berlaku dalam kerumunan tersebut. Secara tidak sadar, setiap anggota
bahkans aling menguatkan satu sama lain karena memiliki tujuan yang sama kedepannya.
Apabila salah seorang dari kerumunan tersebut memiliki perilaku yang meyakinkan maka
secara otomatis, anggota lain akan mengikuti perilaku tersebut. Peniruan perilaku ini
muncul karena adanya penguatan perilaku yang menyebabkan orabng pertama tadi yakin
bahwa sikapnya merupakna sebuah tindakan yang benar untuk dilakukan. Kemudian, setiap
anggota dalam kerumunan tersebut saling menulari satu sama lain dan disini terjadi proses
peniruan serta penguatan perilaku. Anggota kelompok kerumunan akan myakini perilaku
yang mereka perbuat karena perbuatan tersebut dilakukan secara kolektif oleh setiap
anggota kelompok kerumunan.
Namun, penjelasan Park dalam mendefinisikan perilaku kolektif ternyata masih
belum menemukan titik terang yang sebenarnya. Definisi Park dalam buku Introduction to
the Science od Sociology menjelaskan bahwa semua perilaku sosial merupakan perilaku
kolektif[ CITATION Dav02 \l 1057 ] . Misalnya, orang-orang akan memutuskan pergi ke pasar
untuk membeli bahan pangan. Atas dasar definisi Park, maka hal tersebut dikategorikan
sebagai sebuah perilaku kolektif karena dipandang memiliki dorongan yang sama dalam
melakukan kegiatan tersebut. Pada buku yang sama, Park mendefinisikan lagi mengenai
perilaku kolektif, dimana ia menyebut bahwa perilaku kolektif dapat dimenegrti sebagai
seuatu proses yang mana masyarakat akan melebur kedalam elemen-elemen yang kemudian
nantinya elemen-elemen tersebut akan dibawa dalam sebuah hubungan baru untuk
membentuk sebuah organisasi serta hubungan yang baru.

3. Herbert Blummer
Herbert Blummer merupakan seorang sosiolog Amerika yang dianggap lebih maju
dalam menjelaskan teori perilaku kolektif. Ia menjelaskan lebih spesifik mengenai
kategorisasi perilaku kolektif seperti: Mobs, panics, crowds dan lain-lain. Blummer
menyatakan bahwa perilaku kolektif dan perilaku oenularan meruoakan suatu hal yang
sama, namun memiliki proses yang berbeda. Perilaku kolektif menurutnya akan dilakukan
Farah Rahmadhani / Ilmu Politik / 071822333027

dalam keadaan normal dan tidak mengalami gangguan. Artinya, individu dalam bertindak
akan melalui sebuah roses yang nantinya akan dinamakan dengan interpretative interaction.
Proses ini diawali dengan adanya interaksi interpretatif normal yang dilakukan antar
individu, kegiatan ini meliputi komunikasi yang dijalin antar individu. Selanjutnya,
kesadaran masing-masing individu dalam kegiatan komunikasi tersebut mulai muncul. Hal
ini memunculkan kesadaran atas tindakan satu sama lain oleh individu. Stelah sadar,
masing-masing individu akan melakukan interpretasi atas tindakan satu sama lain, disini
terdapat penilaian baik atau buruk mengenai masing-masing tindakan. Apabila dianggap
baik, maka salah satu individu akan mengalami proses imitasi yang mana akan
memunculkan adanya peniruan sikap secara rasional (Rational behaviour).
Lain halnya dengan teori reaksi sirkular yang nantinya akan menjadi jembatan untuk
menjelaskan adanya kerumunan. Blummer menawarkan adanya penambahan teori yang
meliputi mekanisme milling, collective excitement, dan social contagion. Menurut
Blummer, kerumunan diawali dengan adanya kondisi yang membingungkan dimana
didalamnya terdapat ganggunan atau pelanggaran menganai norma perilau yang berlaku
dalam masyarakat. Kondisi ini memicu adanya perilaku reaksi melingkar yang berarti
munculnya reaksi dari setiap individu tanpa adanya proses interpretasi. Konsep Blummer
mengenai milling akan berkerja dalam proses perilaku reaksi melingkar, dimana setiap
individu menjadi responsif dan sensitif satu sama lain. Hal ini menyebabkan adanya fokus
dalam keadaan dalam kelompok daripada keadaan diluar kelompok. Proses ini nantinya
akan menyebabkan adanya tindakan kolektif yang dilakukan oleh masing-masing individu.
Tahapan selanjutnya adalah collective excitement. Pada tahap ini, semnagat untuk
menjadi satu kesatuan kelompok dalam masing-masing individu semakin intens. Setiap
individu satu sama lain lebih intens untuk melakukan komunikasi sosial yang nnatinya
dalam proses ini akan memicu adanya bentuk peniruan sosial (Social Contagion). Peniruan
sosial ini terjadi karena adanya suasana hati yang irrasional, adanya dorongan dari setiap
individu, serta adanya perilaku yang tidak disadari oleh individu. Kemudian, suasana dalam
kelompok sosial tersebut akan lebih emosional dan menggelora. Hal ini yag nnatinya akan
muncul adanya bentuk peniruan tingkah laku dari satu individu ke individu yang lain.
Namun, anggota dari kelompok sosial tersebut kehilagan kemampuan untuk
menginterprestasikan maksud dari tingkah laku diseelilingnya. Hal ini memicu adanya
tindakan irrasional dengan bereaksi berlebihan terhadap rangsangan yang mucnil dari luar
kerumunan.
Farah Rahmadhani / Ilmu Politik / 071822333027

Berdasarkan uraian dari ketiga tokoh diatas, perilaku kolektif dapat terjadi apabila
terdapat proses peniruan tingkah oleh individu satu terhadap individu yang lainnya dalam
proses imitasi. Perilaku kolektif dapat dipandang sebagai perilaku yang buruk apabila
melewati proses interpretasi dengan baik menggunakan akal sehat dan logika. Namun, hal
ini juga dapat dipandang secara negatif apabila tidak melalui proses interpretasi serta
dorongan emosional yang lebih kuat dan nantinya hal ini akan mendorong adanya perilaku
yang irrasional.
Farah Rahmadhani / Ilmu Politik / 071822333027

REFERENCES

Locher, David. “Collective behaviour.” Dalam Collective behaviour, oleh David Locher, 14. New
Jersey: Prentice Hall, 2002.

Sukmana, Oman. “Konsep dan Teori Gerakan Sosial .” Dalam Konsep dan Teori Gerakan Sosial , oleh
Oman Sukmana, 57. Malang: Intrans, 2016.

Anda mungkin juga menyukai