Anda di halaman 1dari 6

Bab 1

Sejarah Perkembangan Sosiologi

Menurut Peter dan Berger pemikiran sosiologi berkembang manakala masyarakat menghadapi
ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian,
benar, nyata. Ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis, maka mulailah orang melakukan renungan
sosiologi.

Menururut L. Laeyendecker mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan


berjangka panjang yang melanda Eropa Barat di Abatd pertengahan. Proses perubahan berjangka
panjang diidentifikasikan sebagai tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15, perubahan dibidang
sosial dan politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya individualism,
lahirnya ilmu pengetahuan modern, dan berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri. Dua revolusi
pada abad ke-18 menurut Laeyendecker ialah revolusi Industri dan revolusi Prancis.

Orang –orang dianggap sebagai pemuka pemikiran sosiologi menurut Lewis Coser ialah Saint-Simon,
Comte, Spencer, Durkheim, Weber, Marx, Sorokin, Mead, Cooley. Doyle Paul Johnson menyebutkan
Comte, Marx, Durkheim, Weber, Simmel sebagai tokoh sosiologi klasik dan orang seperti Mead,
Goffman, Homans, Thibaut, dan Kelly, Blau, Parsons, Merton, Mills, Dahrendorf, Coser, Collins sebagai
penganut perspektif masa kini. L. Laeyendecker menyebutkan sejumlah tokoh sosiologi seperti Saint
Simon, Comte, Spencer, Marx, Durkheim, Weber, Mannheim, Cooley, Thomas, Mead. Sedangkan Alex
Inkeles berpendapat bahwa perintis utama sosiologi terdiri atas Comte, Spencer, Durkheim, dan Weber.

Auguste Comte sering dianggap sebagai “Bapak” sosiologi. Comte mengemukakan pandangannya
mengenai “hukum kemajuan manusia” atau hukum tiga jenjang. Tiga jenjang itu adalah yaitu jenjang
teologi yaitu manusia mencoba menjelaskan gejala di sekitarnya dengan mengacu pada hal yang bersifat
adikodrati, jenjang metafisik yaitu manusia mengacu pada kekuatan metafisik atau abstrak, jenjang
positif yaitu penjelasan gejala alam maupun sosial dilakukan dengan mengacu pada deskripsi ilmiah-
didasarkan pada hukum ilmiah. Dari penjelasan positif ini, Comte dianggap sebagai perintis positivisme.
Ciri metode positif adalah bahwa obyek yang dikaji harus berupa fakta, dan bahwa kajian harus
bermanfaat serta mengarah ke kepastian dan kecermatan. Menurut Comte sarana untuk melakukan
kajian adalah pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis. Menurut Comte ada dua
bagaian dalam pembagian sosiologi yaitu statika sosial ; kajian terhadap tatanan sosial dan dinamika
sosial, dan sosial dinamik ; kajian terhadap kemajuan dan perubahan sosial.

Menurt Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua dua kelas yang
berbeda yaitu kaum bourgeoisie ;kelas yang terdiri atas orang yang menguasai alat produksi, dan kaum
proleter ; yang mengeksploitasi kelas yang terdiri atas orang tang tidak memiliki alat produksi. Menurut
Marx kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak
dan dalam konflik yang kemudian berlangsung,yang dinamakan perjuangan kelas, kaum bourgeoisie akan
dikalahkan

Menurut Durkheim setiap masyarakat manusia memerlukan solidartas. Ada dua tipe solidaritas yaitu
solidaritas mekanik ; suatu tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaam, dan solidaaritas organik.
Solidaritas organic merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagain yang saling tergantung
laksana bagian suatu organism biologi. Kalau solidaritas mekanik didasarkan pada hati nurani kolektif
maka solidaritas organik didasarkan pada hukum dan akal. Menurut Durkheim bidang yang harus
dipelajari sosiologi adalah fakta sosial yaitu fakta yang berisikan cara bertindak, berfikir dan merasakan
yang mengendalikan individu tersebut. Jelasnya fakta sosial setiap cara bertindak, yang telah baku
ataupun tidak yang dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu.

Weber merupakan seorang ilmuan yang sangat produktif, salah satu bukunya yang terkenal adalah”
The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism” yang mengenai keterkaitan antara Etika Protestan
dengan munculnya Kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber muncul dan dan berkembangnya
kapitalisme di Eropa Barat berlangsung secara bersamaan dengan berkembangan Sekte Kalvanisme
dalam agama Protestan. Ajaran Kalvanisme mengharuskan umatnya untuk menjadikan dunia tempat
yang makmur-sesuatu yang hanya dapat dicapai dengan kerja keras.

BAB 2

Pokok – pokok Bahasan Sosialogi

PANDANGAN PARA PERINTIS

Dari pokok-pokok bahasan sosiologi ada dua orang perintis sosiologi yaitu Durkheim dan Weber.
Menurut Durkheim sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari apa yang dinamakan fakta sosial.
Fakta sosial merupakan cara bertindak, berfikir, dan berperasaan ,yang berada diluar individu, dan
mempunyai kekuatan memaksa dan mengendalikannya.

Menurut Max Weber sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari apa yang dinamakan tindakan
sosial. Suatu tindakan disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada prilaku orang lain. Suatu tindakan adalah
prilaku yang mempunyai makna subyektif bagi pelakunya (Weber). Karena sosiologi bertujuan
memahami (Verstenen) mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap
tindakan mempunyai arah dan akibat tertentu , sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subyektif
bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran bermakna, yang hendak
memahami makna subyektif suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan dirinya ditempat pelaku
untuk dapat ikut menghayati pengalamannya.

PANDANGAN AHLI SOSIOLOGI MASA KINI

C. Wright Mills, berpandangan bahwa untuk dapat memahami apa yang terjadi di dunia maupun
apa yang ada dalam diri sendiri manusia memerlukan apa yang dinamakan imajinasi sosiologi. Untuk
melakukan imajinasi sosiologi diperlukan dua peralatan pokok yaitu personal trouble of milieu dan public
issues of social structure. Trouble (kesusahan) merupakan masalah pribadi dan merupakan ancaman
terhadap nilai yang didukung pribadi. Issues (isu) merupakan hal yang berada diluar lingkungan setempat
individu dan di luar jangkauan kehidupan pribadinya.

Peter Berger mengawali dengan berbagai citra. Citra pertama adalah seorang ahli sosiologi ialah
seseorang yang suka bekerja dengan orang lain, menolong orang lain, melakukan sesuatu untuk orang
lain. Citra kedua ialah ahli sosiologi adalah seseorang teoretikus di bidang pekerjaan. Citra ketiga ialah
ahli sosiologi sebagai seorang yang melakukan reformasi sosial (seorang perekayasa sosial). Ada juga cita
yang menyajikan ahli sosiologi sebagai seseorang yang pekerjaanya mengumpulkan data statistic
mengenai prilaku manusia. Berger mengemukakan bahwa berbagai citra yang dianut orang tersebut
tidak tepat, keliru, dan menyesatkan. Menurut Berger seorang ahli sosiologi bertujuan memahami
masyarakat. Tujuannya bersifat teoretis, yaitu memahami semata-mata. Berger berpendaapat bahwa
daya tarik sosiologi terletak pada kenyataan bahwa sudut pandang sosiologi memungkinkan kita untuk
memperoleh gambaran lain mengenai dunia yang telah kita tempati sepanjang hidup kita.

PEMBAGIAN SOSIOLOGI MAKROSOSIOLOGI, MESOSOSIOLOGI, DAN MIKROSOSIOLOGI

Dikalngan para ahli sosiologi masa kini dijumpai kebiasaan untuk mengklasifikasikan pokok bahnasan
sosiologi ke dalam dua dua bagian. Misalnya Broom dan Selznick, membedakan antara tatanan
makro(macro order) dan tatanan mikro (micro order), Jack Douglas membedakan antara perspektif
makrososial (macrosocial perspective) dan perspektif mikrososial (microsocial perspective), Doyle Paul
Johnson membedakan antara jenjang makro dan jenjang mikro, dan Randall Collins membedakan antara
makrososiologi (microsociology) dan mikrososiologi (microsociology).

Jack Douglas membedakan antara sosiologi kehidupan sehari-hari dan sosiologi struktur. Collins
mengemukakan bahwa mikrososiologi melibatkan analisa terinci mengenai apa yang dilkakukan,
dikatakan, dan dipikirkan manusia dalam laju pengalaman sesaat, sedangkam makrososiologi melibat
analisis proses sosial berskala besar dan berjangka panjang. Gerhard Lenski mengemukakan dalam
sosiologi ada tiga jenjang analisis yaitu jenjang mikrososiologi, mesososiologi, dan makrososiologi.
Jenjang mikrososiologi yang digumuli oleh para ahli mikrososiologi atau ahli psikologi sosial mempelajari
dampak sistem sosial dan kelompok primer pada individu, para ahli mesososiologi tertarik pada institusi
khas dalam masyarakat mereka, sedangkan para ahli mikrososiologi mempelajari ciri masyarakat secara
menyeluruh serta sistem masyarakat dunia.

BAB 3

Sosialisasi

Menurut Peter Berger manusia di saat lahir merupakan makhluk tak berdaya karena dilengkapi
dengan naluri yang relative tidak lengkap. Oleh karena itu manusia kemudian mengembangkan
kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang tidak diisi oleh naluri. Berger mendefinisikan sosialisasi
sebagai proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam
masyarakat.

Beberapa ahli sosiologi berpendapat bahwa yang diajarkan melalui sosialisasi adalah peran-peran.
Oleh sebab itu teori sosialisasi sejumlah tokoh sosiologi merupakan teori mengenai peran.

Dalam teori Mead manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi dengan anggota
masyarakat lain. Menurut Meat pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui tiga tahap yaitu
tahap play stage, tahap game stage, dan tahap generalized other. Meat berpandangan bahwa setiap
anggota baru masyarakat harus mempelajari peran-peran yang ada dalam masyarakat, suatu proses yang
dinamakan pengambilan peran (role taking). Dalam proses ini seseorang belajar untuk mengetahui peran
yang harus dijalankannya serta peran yang harus dijalankan orang lain.

Menurut Cooley konsep diri seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang
berkembang melalui interaksi dengan orang lain , oleh Cooley diberi nama lookingglass self, yang
menurutnya terbentuk melalui tiga tahap.

Dalam sosiologi kita berbicara mengenai agen-agen sosialisasi. Fuller dan Jacobs mengidentifikasikan
lima agen sosiologi utama yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan system pendidikan.
Gertrude Jaeger mengemukakan bahwa peran para agen sosialisasi pada tahap awal ini, terutama orang
tua, sangat penting. Untuk dapat berinterksi dengan significant others tahap ini seorang bayi bayi belajar
berkomunikasi secara verbal dan non verbal, ia mulai berkomunikasi bukan saja melalui pendengaran
dan penglihatan tetapi juga melalui panca indera lain, terutama sentuh fisik. Robert Dreeben
berpendapat bahwa yang dipelajari anak disekolah di samping membaca, menulis dan berhitung juga
diajarkan untuk kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme (universalism), dan
spesifisitas (specificity).

Light, Keller dan Calhoun (1989) mengemukakan bahwa media massa terdiri atas media cetak
(suratkabar, majalah), maupun elektronik (radio, telefisi, film, internet) merupakan bentuk komunikasi
yang menjangkau orang besar.

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Setelah proses
sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup atau pendidikan berkesinambungan,
Light et al mengemukakan bahwa setelah sosialisasi dini yang dinamakan sosialisasi primer (primary
socialization) yaitu dijalani semasa kecil, kita juga menjumpai sosialisasi sekunder (secondary
socialization)yaitu proses yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru
dari dunia obyektif masyarakatnya. Sosilisasi antisipatoris merupakan suatu bentuk sosialisasi sekunder
yang menyiapkan seseorang untuk peran yang baru. Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering
kita jumpai dalam masyarakat adalah apa yang dinamakan proses resososialisasi yang didahului dengan
proses desosialisasi. Kedua proses ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung dalam institusi
total. Suatu bentuk desosialisasi dan resosialiasasi yang banyak dibahas di kalangan ilmuwan social ialah
praktek cuci otak.

Jaeger membedakan dua pola sosialisasi yaitu sosialisasi representif ; menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan, sosialisasi partisipatoris merupakan pola yang di dalamnya anak diberi
imbalan manakala ia berprilaku baik, hukuman dan imbalan bersifat simbolik, anak diberi kebebasan,
penekanan diletakkan pada interaksi, komunikasi bersifat lisan, anak menjadi pusat sosialisasi, keperluan
anak dianggap penting, dan keluarga menjadi generalized other.

BAB 4

Intetaksi Sosial
Di antara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi social di kenal dengan
nama interaksionisme simbolik (symbolic interactionism). Pendekatan ini bersumber pada George
Herbert Mead.

Simbol merupakan sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang
menggunakan. Menurut White makna atau nilai tersebut tidak berasal dari atau ditentukan oleh sifat-
sifat yang secara intrinsik terdapat di dalam bentuk fisiknya dan simbol menurut beliau hanya dapat
ditangkap melalui cara nonsensoris, melalui cara simbolik.

Menurut Herbert Blumer pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga, pertama adalah bahwa
manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu
tersebut baginya, yang kedua yaitu bahwa makna yang dipunyai sesuatu tersebut berasal atau muncul
dari interaksi social antara seseorang dengan sesamanya, dan yang terakhir ialah makna yang
diperlakukan atau diubah melalui suatu peoses penafsiran (interpretative process), yang digunakan
orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya.

W. I. Thomas mendefinisikan situasi sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya nyata, maksudnya
adalah bahwadefinisi situasi yang dibuat orang akan membawa konsekuensi yang nyata. Thomas
membedakan ada dua macam definisi situasi yaitu definisi yang dibuat secara spontan oleh individu, dan
definisi yang dibuat oleh masyarakat.

David A. Karp dan W. C. Yoels menyebutkan ada tiga jenis aturan untuk mengatur interaksi yaitu
aturan mengenai ruang, mengenai waktu, dan mengenai gerak dan sikap tubuh.

Hall mengemukakan bahwa dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang.
Penggunaan ruang beserta teori-teorinya dinamakan proxemics. Hall mengemukakan ada empat jarak
dalam situitasi social yaitu jarak intim(berkisar antara 0-18 inci/ 0-45cm), jarak pribadi (berkisar antara4-
12 kaki/45 cm-1,22), jarak sosial(berkisar antara 4-12 kaki/1,22m-3,66m), dan jarak publik (diatas 12 kaki
atau 3,66).

Menurut Hall dalam interaksi kita tidak hanya memperhatikan apa yang dikatakan orang lain tetapi
juga apa yang dilakukannya. Komunikasi nonverbal atau bahasa tubuh kita gunakan secara sadar. Studi
sosiologi terhadap gerak tubuh dan isyarat tangan dinamakan kinesics.

Karp dan Yoels antara lain mengemukakan bahwa untuk dapat berinteraksi, untuk dapat mengambil
peran orang lain seseorang perlu mempunyai informasi mengenai orang yang berada di hadapannya.
Manakala ia asing bagi kita karean kita tidak mengetahui riwayat hidupnya dan tidak tahu
kebudayaannya maka interaksi sukar dilakukan. Menurut Karp dan Yoels orang mencari informasi
mengenai orang yang dihadapinya dengan mengamati cirri fisik yang diwarisi sejak lahir seperti jenis
kelamin, usia, dan ras, serta penampilan daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan
percakapan.

Menurut Goffman dalam suatu perjumpaan masing-masing pihak membuat pernyataan dan pihak
lain memperoleh kesan. Goffman membedakan ada dua macam pernyataan yaitu pernyataan yang
diberikan, dan pernyataan yang dilepaskan. Menurut Goffman dalam proses ini masing-masing pihak
akan berusaha mendefinisikan situasi dengan jalan melakukan pengaturan kesan.
Mark L. Knapp membahas berbagai tahap yang dapat dicapai dalam interaksi. Tahap interaksi yang
disebutkannya dapat kita bagi dalam dua kelompok besar yaitu tahap yang mendekatkan peserta
interaksi dan tahap yang menjauhkan mereka. Tahap mendekatkan dirinci menjadi tahap memulai,
menjajaki, meningkatkan, menyatupadukan, dan mempertalikan. Tahap dalam proses perenggangan
dirinci mulai membda-bedakan, membatasi, memacetkan, menghindari, dan memutuskan.

Anda mungkin juga menyukai