Anda di halaman 1dari 8

TUGAS REVIEW BUKU SOSIOLOGI

Nama : Alfitri Julia Sandra

NIM : 22058147

Mata kuliah : SIstem dan Struktur Sosial Indonesia

Dosen pengampu : Dr. Erianjoni, S,sos, M. Si

Judul Buku : Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi)

Pengarang : Kamanto Sunarto

Penerbit : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Tahun Terbit : 2004

Jumlah Hal : x + 266 hal

ISBN : 979-8140-30-3

BAB 1 Sejarah Perkembangan Sosiologi

Sebab munculnya sosiologi

Menurut Peter Berger pemikiran sosiologi berkembang manakala


masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai
hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata-menghadapi apa yang
oleh Berger disebut threats to the taken-for-granted world (lihat Berger, 1981:30).
Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami krisis, maka
mulailah orang melakukan renungan sosiologi.

Menurut Berger salah satu hal yang dianggap sebagai ancaman terhadap
hal yang oleh masyarakat telah diterima sebagai kenyataan ataupun kebenaran
ialah disintregrasi kesatuan masyarakat abad pertengahan, khususnya disintregrasi
dalam agama Kristen.

Para perintis sosiologi

Para pemuka pemikiran sosiologi terdiri atas sejumlah tokoh klasik ialah
Saint-Simon, Comte, Spencer, Durkheim, Weber, Marx, dan tokoh modern seperti
Sorokin, Mead, Cooley, Simmel, Goffman, Homans, Thibaut dan Kelly, Blau,
Parsons, Merton, Mills, Dahrendorf, Coser, dan Collins.

Antara pemikiran para perintis awal dan pemikiran para tokoh sosiologi
masa kini terdapat suatu kesinambungan. Sebagian besar konsep dan teori
sosiologi masa kini berakar pada sumbangan pikiran para tokoh klasik. Para ahli
cenderung sepaham bahwa Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim,
Karl Marx dan Max Weber merupakan perintis sosiologi.

Auguste Comte (1798-1857)

Dalam sosiologi, tokoh yang sering dianggap sebagai Bapak ialah Auguste
Comte. Nama “sosiologi” merupakan hasil ciptaan Comte. Yang merupakan suatu
gabungan antara kata Romawi socius dan kata Yunani logos. Comte pun dianggap
sebagai perintis positivisme. Sumbangan pikiran penting lain yang diberikan
Comte ialah pembagian sosiologi ke dalam dua bagian besar: statika sosial (social
statics) dan dinamika sosial (social dynamics).

Karl Marx (1818-1883)

Sumbangan utama Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai


kelas. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme
menumbuhkan dua kelas yang berbeda: kaum borjuis (bourgeouisie) dan kaum
proletar. Menurut ramalan Marx konflik yang berlangsung antara kedua kelas
akan dimenangkan oleh kaum proletar, yang kemudian akan mendirikan suatu
masyarakat tanpa kelas.

Emile Durkheim (1858-1917)

Buku The Division of Labor in Society (1968) merupakan suatu upaya


Durkheim untuk memahami fungsi pembagian kerja dalam masyarakat, serta
untuk mengetahui faktor penyebabnya. Durkheim melihat bahwa setiap
masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe
utama solidaritas: solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Lambat laun
pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas
mekanik berubah menjadi solidaritas organik.

Dalam buku Rules of Sociological Method (1965) Durkheim menawarkan


definisinya mengenai sosiologi. Menurut Durkheim, bidang yang harus dipelajari
sosiologi ialah fakta sosial, yaitu “fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir
dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut”. (Abdullah dan v.d.
Leeden, 1986:30).
Buku Suicide (1968) merupakan upaya Durkheim untuk menerapkan
metode yang telah dirintisnya dalam Rules of Sociological Method untuk
menjelaskan angka bunuh diri. Usaha untuk menjelaskan angka bunuh diri itu
dilakukannya dengan mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif.

Max Weber (1864-1920)

Weber merupakan seorang ilmuwan yang sangat produktif dan menulis


sejumlah buku dan makalah. Salah satu bukunya yang terkenal ialah The
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1904). Dalam buku ini ia
mengemukakan tesisnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara Etika
Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat.

Sumbangan Weber yang tidak kalah pentingnya ialah kajiannya mengenai konsep
dasar dalam sosiologi (lihat Weber, 1964). Dalam uraiannya Weber menyebutkan
pula bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial.

BAB 2 Pokok-pokok Bahasan Sosiologi

PANDANGAN PARA PERINTIS

Emile Durkheim: Fakta Sosial

Durkheim berpendapat bahwa sosiologi ialah suatu ilmu yang mempelajari fakta
sosial (fait social). Menurut Durkheim fakta sosial merupakan cara bertindak,
berpikir, dan berperasaan, yang berada di luar individu, dan mempunyai kekuatan
memaksa yang mengendalikannya (Durkheim, 1965:3-4).

Max Weber: Tindakan Sosial

Bagi Weber sosiologi ialah suatu ilmu yang mempelajari tindakan sosial, yaitu
tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan
berorientasi pada perilaku orang lain. Karena sosiologi bertujuan memahami
(Verstehen) mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu,
sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli
sosiologi harus dapat membayangkan dirinya di tempat pelaku untuk dapat ikut
menghayati pengalamannya (Weber, 1964:90).

PANDANGAN AHLI SOSIOLOGI MASA KINI

C. Wright Mills: The Sociological Imagination


C.Wright Mills, berpandangan bahwa manusia memerlukan imajinasi
sosiologi (sociological imagination) untuk dapat memahami sejarah masyarakat,
riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya (Mills, 1968:6). Untuk
melakukan khayalan sosiologi tersebut diperlukan dua peralatan pokok: apa yang
dinamakannya personal troubles of milieu dan public issues of social
structure (Mills, 1968:8).

Peter Berger

Berger mengajukan berbagai citra yang melekat pada ahli sosiologi (lihat Berger,
1978:11-36). Citra pertama, menurut Berger, ialah bahwa seorang ahli sosiologi
ialah seseorang yang suka bekerja dengan orang lain, menolong orang lain,
melakukan sesuatu untuk orang lain. Citra berikut ialah bahwa ahli sosiologi
adalah seorang teoretikus di bidang pekerjaan sosial. Citra lain menggambarkan
ahli sosiologi sebagai seorang yang melakukan reformasi sosial-seorang
perekayasa sosial. Citra lain menyajikan ahli sosiologi sebagai seseorang yang
pekerjaannya mengumpulkan data statistik mengenai perilaku manusia. Dalam
gambaran lain, ahli sosiologi dianggap orang yang mencurahkan perhatiannya
pada pengembangan metodologi ilmiah untuk dipakai dalam memelajari
fenomena manusia. Citra terakhir memandang ahli sosiologi sebagai seorang
pengamat yang memelihara jarak-seseorang manipulator manusia. Berger
mengemukakan bahwa berbagai citra yang dianut orang tersebut tidak tepat,
keliru, dan menyesatkan.

Menurut Berger, seorang ahli sosiologi bertujuan memahami masyarakat.


Tujuannya bersifat teoretis, yaitu memahami semata-mata. Berger berpendapat
bahwa daya tarik sosiologi terletak pada kenyataan bahwa sudut pandang
sosiologi memungkinkan kita untuk memperoleh gambaran lain mengenai dunia
yang telah kita tempati sepanjang hidup kita (1978:33).

Suatu konsep lain yang disoroti Berger ialah konsep “masalah sosiologi”
(sociological problem). Menurut Berger suatu masalah sosiologi tidak sama
dengan suatu masalah sosial. Masalah sosiologi, menurut Berger, menyangkut
pemahaman terhadap interaksi sosial (Berger, 1978:49).

PEMBAGIAN SOSIOLOGI: MAKROSOSIOLOGI, MESOSOSIOLOGI, DAN


MIKROSOSIOLOGI

Sejumlah ahli sosiologi mengklasifikasikan pokok bahasan sosiologi ke dalam


dua bagian; ada pula yang membagi ke dalam tiga bagian. Broom dan Selznick
(1977) membedakan antara tatanan makro dan tatanan mikro; Jack Douglas
(1973) membedakan antara perspektif makrososial dan perspektif mikrososial;
Doyle Paul Johnson (1981) membedakan antara jenjang makro dan jenjang mikro;
dan Randall Collins (1981) membedakan antara makrososiologi dan
mikrososiologi. Gerhard Lenski (1985) mengemukakan bahwa dalam sosiologi
terdapat tiga jenjang analisis: mikrososiologi, mesososiologi, dan makrososiologi.
Inkeles (1965) pun melihat bahwa sosiologi mempunyai tiga pokok bahasan yang
khas: hubungan sosial, institusi, dan masyarakat.

Menurut Lenski, makrososiologi ialah bagian sosiologi yang mempelajari ciri


masyarakat secara menyeluruh serta sistem masyarakat dunia. Mesososiologi ialah
bagian sosiologi yang tertarik pada institusi khas dalam masyarakat.
Mikrososiologi ialah yang mempelajari dampak sistem sosial dan kelompok
primer pada individu.

BAB 3 Sosialisasi

Menurut Peter Berger (1978) manusia merupakan makhluk tak berdaya


karena dilengkapi dengan naluri yang relatif tidak lengkap. Oleh sebab itu
manusia kemudian mengembangkan kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang
tidak diisi oleh naluri.

Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai proses melalui mana seorang


anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat
(Berger, 1978:116).

Menurut Berger dan beberapa ahli sosiologi berpendapat bahwa yang


diajarkan melalui sosialisasi ialah peran-peran. Oleh sebab itu teori sosialisasi
sejumlah tokoh sosiologi merupakan teori mengenai peran (role theory).

PEMIKIRAN MEAD

Dalam teori Mead manusia berkembang secara bertahap melalui interaksi


dengan anggota masyarakat lain. Menurut Mead pengembangan diri manusia ini
berlangsung melalui tahap play stage, tahap game stage, dan tahap generalized
other.

Mead berpandangan bahwa setiap anggota baru masyarakat harus


mempelajari peran-peran yang ada dalam masyarakat-suatu proses yang
dinamakannya pengambilan peran (role taking). Dalam proses ini seseorang
belajar untuk mengetahui peran yang harus dijalankannya serta peran yang harus
dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peran yang ada dalam masyarakat ini
seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain
PEMIKIRAN COOLEY

Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalui


interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan
orang lain ini oleh Cooley diberi nama looking-glass self, yang menurutnya
terbentuk melalui tiga tahap. Seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan
orang lain terhadapnya, persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap
penampilannya, dan perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian
orang lain terhadapnya.

Karena kemampuan seseorang untuk mempunyai diri-untuk berperan sebagai


anggota masyarakat tergantung pada sosialisasi. Oleh karena itu seseorang yang
tidak mengalami sosialisasi tidak akan dapat berinteraksi dengan orang lain.

AGEN SOSIALISASI

Dalam sosiologi kita berbicara mengenai agen-agen sosialisasi (agents of


socialization). Fuller dan Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan empat agen
sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem
pendidikan.

KESEPADANAN PESAN AGEN SOSIALISASI BERLAINAN

Pesan-pesan yang disampaikan oleh agen sosialisasi yang berlainan tidak


selamanya sepadan satu dengan yang lain. Apabila pesan-pesan yang disampaikan
oleh agen-agen sosialisasi dalam masyarakat sepadan dan tidak saling
bertentangan melainkan saling mendukung maka proses sosialisasi diharapkan
dapat berjalan relatif lancar. Namun apabila pesan berbagai agen sosialisasi saling
bertentangan maka warga masyarakat yang menjalani proses sosialisasi sering
mengalami konflik pribadi, karena diombang-ambingkan oleh agen sosialisasi
yang berlainan.

SOSIALISASI PRIMER DAN SEKUNDER

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia.


Dalam kaitan inilah para ahli berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi
seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau
pendidikan berkesinambungan. Light et al. (1989:130).

Setelah sosialisasi dini yang dinamakannya sosialisasi primer kita menjumpai


sosialisasi sekunder. Sosialisasi antisipatoris merupakan suatu bentuk sosialisasi
sekunder yang mempersiapkan seseorang untuk peran yang baru.
Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat
ialah apa yang dinamakan proses resosialisasi yang didahului dengan proses
desosialisasi. Kedua proses ini sering dikaitkan dengan proses yang berlangsung
dalam institusi total. Suatu bentuk desosialisasi dan resosialisasi yang banyak
dibahas di kalangan ilmuwan sosial ialah praktek cuci otak.

POLA SOSIALISASI

Jaeger (1977) membedakan dua pola sosialisasi, yaitu sosialisasi represif


(repressive socialization) dan sosialisasi partisipatoris (participatory
socialization). Menurutnya sosialisasi represif menekankan pada penggunaan
hukuman terhadap kesalahan. Sosialisasi partisipatoris, di pihak lain, merupakan
pola yang di dalamnya anak diberi imbalan manakala ia berperilaku baik.

BAB 4 Interaksi Sosial

INTERAKSI SOSIAL

Sejumlah ahli sosiologi mengkhususkan diri pada studi terhadap interaksi sosial.
Ini sesuai dengan pandangan ahli sosiologi seperti Max Weber bahwa pokok
pembahasan sosiologi ialah tindakan sosial.

INTERAKSIONISME SIMBOLIK

Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi


sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme
simbolik (symbolic interactionism). Pendekatan ini bersumber pada pemikiran
George Herbert Mead.

Simbol merupakan sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya


oleh mereka yang mempergunakannya. Makna suatu simbol, menurut White,
hanya dapat ditangkap melalui cara non-sensoris; melalui cara simbolik.

Menurut Herbert Blumer, pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga.


Pertama: manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar
makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Kedua: makna yang
dipunyai sesuatu tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara
seseorang dengan sesamanya. Ketiga: makna diperlakukan atau diubah melalui
suatu proses penafsiran (interpretative process), yang digunakan orang dalam
menghadapi sesuatu yang dijumpainya.
DEFINISI SITUASI

W. I. Thomas (1968) mengatakan bahwa seseorang tidak segera memberikan


reaksi manakala ia mendapat rangsangan dari luar, tetapi tindakan seseorang
selalu didahului suatu tahap penilaian dan pertimbangan; rangsangan dari luar
diseleksi melalui proses yang dinamakannya definisi atau penafsiran situasi.

Thomas terkenal karena ungkapannya bahwa bila orang mendefinisikan situasi


sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya nyata. Yang dimaksudkannya di
sini ialah bahwa definisi situasi yang dibuat orang akan membawa konsekuensi
nyata. Thomas membedakan antara dua macam definisi situasi: definisi situasi
yang dibuat secara spontan oleh individu, dan definisi situasi yang dibuat oleh
masyarakat. Thomas melihat adanya persaingan antara kedua macam definisi
situasi tersebut.

ATURAN YANG MENGATUR INTERAKSI

Dalam bukunya The Hidden Dimension (1982) Hall mengemukakan


bahwa dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang. Dari
penelitiannya Hall menyimpulkan bahwa dalam situasi sosial orang cenderung
menggunakan empat macam jarak: jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan
jarak publik.

KOMUNIKASI NONVERBAL

Suatu hal penting yang dikemukakan Hall ialah bahwa dalam interaksi
orang lain membaca perilaku kita-bukan kata kita (lihat Hall, 1981:14). Ini
penting untuk diperhatikan, karena dalam interaksi kita tidak hanya
memperhatikan apa yang dikatakan orang lain tetapi juga apa yang dilakukannya.

INTERAKSI DAN INFORMASI

Karp dan Yoels (1979) mengemukakan bahwa untuk dapat berinteraksi,


untuk dapat mengambil peran orang lain seseorang perlu mempunyai informasi
mengenai orang yang berada di hadapannya. Manakala ia asing bagi kita karena
kita tidak mengetahui riwayat hidupnya dan atau tidak tahu kebudayaannya maka
interaksi sukar dilakukan. Menurut Karp dan Yoels orang mencari informasi
mengenai orang yang dihadapinya dengan mengamati ciri fisik yang diwarisi
sejak lahir sepeti jenis kelamin, usia, dan ras, serta penampilan-daya tarik fisik,
bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan percakapan.

Anda mungkin juga menyukai