Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH TEORI KRIMINOLOGI MODERN

Minggu Ketiga, 23 Februari 2017


Teori-teori Arus Utama Sosiologis
Ayudya Ning Tyas
1606823891

Social structure and Anomie


Robert K Merton
Teori Robert Merton muncul pertama kali tahun 1938 dalam artikel berjudul Struktur
sosial dan Anomi modifikasi konsep orisinil Durkheim, (Merton, 1957:131-194). Robert K
Merton melihat terdapat unsur dari struktur social dan budaya yaitu nilai budaya dengan
struktur social. Nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Amerika menekankan kepada
kesuksesan ekonomi individu. Sedangkan struktur social dipandang sebagai aturan
melembaga yang menekan keinginan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut Ketegangan
antara dua elemen ini disebut sebagai anomi oleh merton, yaitu ketidakseimbangan antara
nilai budaya dengan struktur social. Dalam prakteknya, kesuksesan ekonomi individu sebagai
nilai budaya tersebut tidak dapat dicapai oleh semua orana karena terdapat hambatan dan
keterbatasan. Karena pada kenyataannya peluang atau sarana kesusksesan tidak tersedia bagi
semua golongan. Merton (1938) menyatakan:
Baru ketika sebuah sistem nilai-nilai budaya diagungkan, nyaris melebihi segala hal
yang lain, simbol-simbol bersama tertentu merupakan kesuksesan bagi masyarakat
umumnya pada saat struktur sosialnya membatasi dengan ketat atau sepenuhnya
melenyapkan mode-mode yang disepakati untuk meraih simbol-simbol itu sebagian
besar masyarakat yang sama itu, muncullah perilaku antisosial dalam skala luar biasa
(Merton, 1938:78)
Masyarakat yang berusaha untuk mencap ai nilai tersebut kemudian menyesuaikan
diri mereka. Merton membagi perilaku adaptasi masyarakat menjadi:
1. Conformity yaitu dengan cara menerima tujuan kesuksesan dalam masyarakat dan
juga cara-cara yang disepakati masyarakat untuk mencapai status tersebut, seperti
melalui kerja keras, pendidikan, penundaan kesenangan, dan lain lain semacamnya.
Penerimaan tujuan tidak mendedikasikan bahwa semua orang akan mencapai hasil
yang memuaskan namun mereka meyakini sistem tersebut.
2. Innovation, dimana mereka menerima tujuan kesuksesan masyarakat namun menolak
dan mencari alternatif lain yang tidak sah atau buruk untuk mencapai tujuan tersebut.
Aktifitas kriminal pencurian serta kejahatan terorganisasi merupakan salah satu
contohnya.
3. Ritualisme yaitu berperilaku sesuai dan menerima aturan namun tidak setuju dengan
tujuan budaya. Dapat diilstrasikan oleh birokrat masa bodoh yang terjerat dalam
cara-cara mencapai sebuah tujuan hingga ia cenderung menempatkan signifikasi
semestinya dari tujuan tersebut. Individu ini akan melalukan gerakan dengan
kemungkinan yang kecil hal tersebut akan tercapai.
4. Retreatisme yaitu perilaku tidak setuju dan tidak berusaha atau menghindar untuk
melakukan cara mencapai tujuan budaya. Bisa berupa penolakan terhadap cara
maupun tujuan yang telah disepakati dalam masyarakat. Adaptasi ini dapat
diilustrasikan oleh nasihat Timothy Leary, seorang prikedelik generasi enampuluhan
yang mencetuskan tune it, turn on, and drop out (Simak, Aktifkan, Lepaskan).
Seorang pecandu alkohol krosnis dan pecandu narkoba mungkin akan menolak
standar-standar masyarakat tentang pekerjaan dan kesuksesan dan memilih tujuannya
Fly high dengan mengemis, mengutang atau bahkan mencuri.
5. Rebellion yaitu berperilaku menolak dengan cara menciptakan tujuan dan standar
aturan sendiri. Dalam menghadapi anomi, masyarakat kelas menengah termasuk
dalam klasifikasi conformity, sedangkan masyarakat kelas bawah termasuk dalam
klasifikasi innovation yang dianggap sebagai pelaku kejahatan. Masyarakat ini
memiliki aktivitas revolusioneryang bertujuan untuk memperkenalkan perubahan
dalam tatanan diluar saluran norma yang disepakati masyarakat.
Teori Merton diteriman dengan sangat baik dalam sosiologi dan kriminologi
namun ada beberapa kritik terkait teori-teori Merton:
Teori ini terlalu berkonsetrasi pada kriminalitas kelas bawah sehingga tidak
sempat menyentuh pelanggaran hukum di kalangan elite (Taylor, Et.al, 1973:107)
mengatakan Teori anomi terlalu sedikit memprediksikan kriminalitas kaum
borjuis dan terlalu banyak mengurusi kriminalitas kaum proletar
Teori ini terutama berorientasi menjelaskan kejahatan moneter atau yang
berorientasi materialistik dan tidak membincangkan aktivitas kriminal kekerasan

Differential opportunity structure


Cloward & Ohlin

Pada dasarnya, teori sub-culture membahas dan menjelaskan bentuk kenakalan remaja
serta perkembangan berbagai tipe gang . Sebagai social heritage, teori ini dimulai tahun
1950-an dengan bangkitnya perilaku konsumtif kelas menengah Amerika. Di bidang
pendidikan, para kelas menengah mengharapkan pendidikan universitas bagi anak-anak
mereka. Kemudian dalam bidang iptek, keberhasilan Uni Soviet mengorbitkan satelit
pertamanya akhirnya berpengaruh besar dalam sistem pendidikan di AS. Di sisi lain,
memunculkan urbanisasi yang membuat daerah pusat kota menjadi kacau balau dan hal ini
merupakan problem perkotaan.

Sehingga, kenakalan adalah problem kelas bawah serta gang adalah bentuk paling
nyata dari pelanggaran tersebut. Teori sub-culture sebenarnyadipengaruhi kondisi intelektual
(intelectual heritage) aliran Chicago, konsep anomie Robert K. Merton dan Solomon Kobrin
yang melakukan pengujian terhadap hubungan antara gang jalanan dengan laki-laki yang
berasal dari komunitas kelas bawah (lower class).

Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa ada ikatan antara hierarki politis dan
kejahatan teroganisir. Karena ikatan tersebut begitu kuat sehingga Kobrin mengacu kepada
Kelompok Pengontrol Tunggal (single controlling group) yang melahirkan konsep
komunitas integrasi.

Dalam kepustakaan kriminologi dikenal dua teori subculture, yaitu:

1. Teori delinquent sub-culture


Teori ini dikemukakan Albert K. Cohen dalam bukunya delinquent boys (1955) yang
berusaha memecahkan masalah bagaimana kenakalan sub-culture dimulai dengan
menggabungkan perspektif teori Disorganisasi Sosial dari Shaw dan McKay, teori
Differential Association dari Edwin H.Sutherland dan teori Anomie Albert K. Cohen
berusaha menjelaskan terjadinya peningkatan perilaku delinkuen di daerah kumuh (slum).
Karena itu, konklusi dasarnya menyebutkan bahwa perilaku delinkuen di kalangan remaja,
usia muda masyarakat kelas bawah, merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan
nilai kelompok kelas menengah yang mendominasi kultur Amerika.

Kondisi demikian mendorong adanya konflik budaya yang oleh Albert K. Cohen
disebut sebagai Status Frustration. Akibatnya, timbul keterlibatan lebih lanjut anak-anak
kelas bawah dan gang-gang dan berperilaku menyimpang yang bersifat nonutilitarian,
malicious andnegativistic (tidak berfaedah, dengki dan jahat).

Konsekuensi logis dari konteks diatas, karena tidak adanya kesempatan yang sama
dalam mencari status sosial pada struktur sosial maka para remaja kelas bawah akan
mengalami problem status di kalangan remaja. Akhirnya, Albert K.Cohen bersama James
Short melakukan klasifikasi sub-sub budaya delinkuen, menjadi :

1. A parent male sub-culture the negativistic sub culture originallyidentified to


delinquent boys ;
2. The conflict-oriented sub-culture the culture of a large gang thatengages in collective
violence ;
3. The drug addict sub-culture groups of youth whose lives revolvearound the purchase
sale, use of narcotics ;
4. Semi profesional theft-youths who engage in the theft or robberyof merchandise for
the purpose of later sale and monetary gain ; and
5. Middle-class sub-culture-delinquent group that rise, because of thepressures of living
in middle-class environments

2. Teori differential opportunity

Teori perbedaan kesempatan (differential opportunity) dikemukakan Richard A.


Cloward dan Leyod E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity: a Theory of
Delinquent Gang (1960) yang membahas perilaku delinkuen kalangan remaja (gang) di
Amerika dengan perspektif Shaw dan McKay serta Sutherland. Menurut Cloward, terdapat
struktur kesempatan kedua yang tidak dibahas teori anomie Robert K. Merton yaitu adanya
kesempatan tidak sah (the illegitimate opportunity structure).

Pada dasarnya, teori Differential Opportunity berorientasi dan membahas


penyimpangan di wilayah perkotaan. Penyimpangan tersebut merupakan fungsi perbedaan
kesempatan yang dimiliki anak-anak untuk mencapai tujuan legal maupun illegal. Untuk itu,
Cloward dan Ohlin mengemukakan 3 (tiga) tipe gang kenakalan Sub-culture, yaitu :

1. Criminal Sub-culture, bilamana masyarakat secara penuh berintegrasi, gang akan


berlaku sebagai kelompok para remaja yang belajar dari orang dewasa. Aspek itu
berkorelasi dengan organisasi kriminal. Kriminal sub-culture menekankan aktivitas yang
menghasilkan keuntungan materi, uang atau harta benda dan berusaha menghindari
penggunaan kekerasan.
2. Retreatist Sub-culture, dimana remaja tidak memiliki struktur kesempatan dan lebih
banyak melakukan perilaku menyimpang (mabuk-mabukan, penyalah gunaan narkoba
dan lain sebagainya).
3. Conflict Sub-culture, terdapat dalam suatu masyarakat yang tidak terintegrasi,
sehingga suatu organisasi menjadi lemah. Gang sub-culture demikian ini cenderung
memperlihatkan perilaku yang bebas. Ciri khas gang ini seperti adanya kekerasan,
perampasan harta benda dan perlikau menyimpang lainnya.
Teori Cloward dan Ohlin, dibangun diatas teori-teori lain yang terhormat, diterima
dengan baik dibidang kriminologi. Kritik terhadap teori ini umumnya berkaitan dengan:
1. Teori ini terlalu berfokus pada geng-geng delinkuen dan anak-anak muda dengan
latar belakang kelas bawah dan pekerja, mengabaikan subkultur delinkuen kelas
menengah.
2. Patut diragukan jika subkultur delinkuen hanya tercakup dalam tiga kategori yang
mereka identifikasi. Sesungguhnya kebanyakan pergeseran keanggotaan dan aktivitas
dikalangan para anggota adalah sesuatu yang lazim (Bordua, 1961; Schrag, 1962)
3. Orientasi dan spesialisasi geng-geng delinkuen, sekalipun jika analisi dibatasi pada
Amerika Serikat, tampak jauh lebih kompleks dan beragam dari yang dijelaskan
dalam teori.
Meski dikritik, ide dari Cohen dan Ohlin sangat memberikan manfaat positif
dibidang ini dan meliputi sebuah teori lebih luas dari yang dikemukakan Albert Cohen
(1995). Jika Albert Cohen memandang delinkuensi sebagai sebuah reaksi anomik
terhadap tujuan, ketimpangan sarana, dan bentuk tersendiri adaptasi yang bergantung
pada ketersediaan tidak sah, Cohen menganggap delinkuensi sebagai reaksi pemuda kelas
bawah terhadap nilai-nilai kelas menengah yang tidak dapat diraih.
The Delinquent Subculture
Albert K. Cohen
Terdapat kesalah pahaman tentang cara pandang masyarakat mengenai kejahatan, dimana
penjahat itu dibagi menjadi dua, yaitu orang tua dan orang muda. Namun mereka memandang
bahwa kejahatan itu hanya satu. Dimana kejahatan itu memiliki kesamaan motif entah
pelakunya tua maupun muda. Sebaiknya kita mencoba memandang kenakalan remaja tanpa
mengaitkan dengan asumsi-asumsi sebelumnya dan mencoba menjelaskan apa yang kita lihat
saat ini sesuai realita. Apa yang kita lihat dalam subkultural tunggakan (Tidak dapat
diasumsikan sebagai teoriyang menjelaskan seluruh kenakalan remaja) adalah semua itu
merupakan sesuatu yang non-utilitarian, berbahaya dan negativistic.
Dalam masyarakt tertanam asumsi bahwa ketika seorang mencuri sesuatu, mereka mencuri
karena menginkan barang tersebut. Namun kenyataannya semua itu sangat penting dalam
mendefinisikan masalah dimana banyak geng pencuri yang mencuri tanpa adanya motivasi
sama sekali. Walaupun nilai dari objek yang dicuri tersebut merupakan pertimbangan atau
motivasi.
Permen yang dicuri dianggap lebih manis, daripada yang bisa mereka dapatkan secara baik-
baik (tidak mencuri). Tidak ada perhitungan yang rasional dan nilai kegunaan dalam usaha
yang dikeluarkan dan bahaya saat mencuri hal-hal yang pada akhirnya dibuang, dihancurkan,
atau diberikan begitu saja pada orang lain. Mereka mencuri pakaian yang tidak bisa mereka
pakai, dan mainan yang tidak akan mereka gunakan. Dapat kita katakan pencurian ini hanya
menggambarkan bentuk lain dari rekreasi, bermain, atau olahraga? Tapi mengapa bentuk
bermain (pencurian) begitu menarik untuk beberapa pihak dan tidak menarik untuk orang
lain? setiap pilihan mengungkapkan preferensi, dan setiap preferensi mencerminkan sesuatu
tentang pemilih atau keadaannya.

mencuri merupakan cara lain untuk memuaskan keinginan universal untuk Status. Berbagai
kasus dari kenakalan subkultur yang dimana mereka mencuri untuk mencapai pengakuan dan
untuk menghindari isolasi atau penghinaan. Hal ini memunculkan pertanyaan ; mengapa
mencuri menyatakan status di sebuah grup, dan merupakan sebuah hal yang menurunkan
martabat di grup lain?.

We did all kinds of dirty tricks for fun. Wed see a sign, please keep the streets clean, but
wed tear it down and say, we dont feel like keeping it clean. One day we put a can of glue
in the engine of a mans car. We would always tear things down. That would make us laugh
and feel good, to have so many jokes.

Geng ini cenderung melakukan hal yang mereka lakukan untuk bersenang-senang kepada
orang-orang diluar geng mereka, termasuk juga kepada orang dewasa. Anggota geng
biasanya berkumpul, tanpa aktivitas spesifik dalam pikiran, di beberapa sudut jalan, toko
permen, atau pertemuan rutin lainnya. Mereka berkeliaran dan menunggu sesuatu mucul
untuk mereka lakukan sebagai kegiatan yang mereka anggap menyenangkan.

Daftar Pustaka
Hagan, F. E. (2013). Introduction to criminology: Theories, Methods, and Criminal
Behaviour Edition 7. New York, USA: Sage Publications.
Thrasher, F. M.(1936) .The Gang. Chicago: University of Chicago Press. pp. 94-95.

Anda mungkin juga menyukai