Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : RINA……………………………………………………………………………………..

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 018789477………………………………………………………………………….…

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4130/Pengantar Ilmu Hukum/PTHI……………………………

Kode/Nama UPBJJ : 48/Palangkaraya………………………………………………………………...

Masa Ujian : 2021/22.1 (2021.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
Jawaban Tugas I
Isip4130

1. a. Zoon Politicon merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh


Aristoteles untuk menyebut makhluk sosial. Kata Zoon Politicon
dalam hal ini merupakan padanan kata dari kata Zoon yang berarti
“hewan” dan kata Politicon yang berarti “bermasyarakat”. Secara
harfiah Zoon Politicon berarti hewan yang bermasyarakat. Dalam
pendapat ini Aristoteles menerangkan bahwa manusia dikodratkan
untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain,
sebuah hal yang membedakan manusia dengan hewan.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin hidup sendiri
dalam memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, karena
memang manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi,
bermasyarakat/bersilaturahmi dengan sesama serta dapat saling
tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya.
Kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama
merupakan kebutuhan dasar “naluri” manusia itu sendiri yang
dinamakan Gregariousness. Maka dengan demikian manusia
merupakan makhluk sosial “Homo Socius” yakni makhluk yang
selalu ingin berinteraksi dengan sesama/bergaul. Adapun ilmu
yang mempelajari manusia sebagai makhluk yang memiliki naluri
untuk senantiasa hidup bersama sesamanya dinamakan ilmu
sosiologi.
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya di ungkapkan oleh
Adam Smith “1723-1790” dalam bukunya yang berjudul “An
Inquiry into the nature and causes of the wealth of nations”
yakni manusia merupakan makhluk ekonomi “Homo
Economicus” yang cenderung tidak pernah merasa puas
dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara
terus menerus dalam memenuhi kebutuhannya.

b. Ketiga hal tersebut memiliki hubungan satu sama lain,


bagaimana saling mempengaruhi antara ketiga unsur ini akan
dibahas.
1. Manusia Sebagai Makhluk Sosial.
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial. Sudah
menjadi kodrat manusia untuk hidup bersama, bahkan
semenjak peradaban pertama manusia itu ada. Didorong oleh
naluri bertahan hidup, manusia beradaptasi den belajar dari
keadaan yang ada, dimana untuk dapat terus
mempertahankan eksistensi ataupun bahkan meningkatkan
kualitas hidup, manusia tidak dapat hidup seorang diri.
Contohnya saja seorang petani, tentunya tidak memiliki
kemampuan untuk menangkap ikan. Untuk dapat menikmati
ikan, seorang petani membutuhkan bantuan seorang nelayan.
Demikian juga manusia yang pada dasarnya memerlukan
bantuan orang lain untuk dapat hidup serta meningkatkan
taraf hidupnya. Bakan di era modern sekarang ini, taraf
kehidupan manusia sudah lebih kompleks, menimbulkan
begitu banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, memerlukan
berbagai macam keahlian.

Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon


yaitu dalam bahasa Yunani zoon berarti makhluk, sedangkan
politicon berarti hidup dalam polis (atau di zaman dahulu
semacam kota/negara kota). Sementara Hans Kelsen
mengartikan zoon politicon sebagai man is a social and political
being.

2. Perlindungan kepentingan Manusia.


Menurut pandangan Roscoe Pound, di dalam diri manusia
terdapat berbagai kepentingan, yang dapat diklasifikasikan
menjadi 3 bagian. Yaitu:

Kepentingan Umum (public interest). Sering disebut juga


sebagai kepentingan yang utama, biasanya menyangkut
kepentingan negara dalam menjalankan fungsinya

Kepentingan Masyarakat (social interest). Berhubungan


dengan kepentingan masyarakat luas. Misalnya kepentingan
terhadap keselamatan umum, jaminan terhadap masyarakat,
kepentingan kesusilaan/moral, dan sebagainya

Kepentingan Pribadi (private interest). Kepentingan pribadi


dibagi atas 3 yakni kepentingan bagi diri sendiri, kepentingan
terhadap hubungan, serta kepentingan yang meliputi harta
benda.

3. Keberadaan Hukum
Mengapa hukum itu ada ? “ubi societas ibu ius” Sebuah
ungkapan dari Cicero yang bermakna “dimana ada masyarakat,
disitu ada hukum”. Seperti yang kita pelajari sebelumnya
bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, yang
mana manusia tidak dapat hidup seorang diri saja. Dalam
pergaulan bersama manusia tersebut timbul suatu yang
dinamakan masyarakat. Jika sudah terbentuk masyarakat
(yang mana manusia tidak lagi seorang diri saja), sudah
terdapat hak dan kewajiban di dalamnya sehingga perlu diatur
oleh hukum.

Hukum ada untuk menjamin keamanan dan ketertiban dalam


masyarakat. Didalam masyarakat terdapat norma-norma yang
mengatur, yaitu norma agama, norma kesopanan, norma
kesusilaan dan norma hukum. Ketiga norma di luar hukum
tidak dapat memberikan sanksi yang tegas terhadap
pelanggarnya. Diperlukan norma hukum yang lebih tegas
mengatur pergaulan hidup masyarakat agar kehidupan
masyarakat dapat menjadi tertib dan teratur.

2. Keterkaitan itu terletak pada keyakinan bahwa hukum mesti dibuat secara
utilitaristik. Tujuan hukum bukan hanya untuk kepastian hukum dan keadilan, akan
tetapi juga ditujukan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Tujuan hukum itu
dapat dilihat seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human
welfare). Tujuan hukum seperti ini memberi landasan etis bagi aliran berpikir
Utilitarianisme.
Hukum itu pada prinsipnya ditujukan untuk menciptakan ketertiban masyarakat, di
samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang
yang terbanyak. Dalam mencapai tujuan hukum yang telah dirumuskan tersebut
peranan hukum multimedia yang dihasilkan seberapa bisa memberikan ruang bagi
setiap orang untuk mengejar kebahagiaannya. Hukum multimedia yang dihasilkan
oleh para legislator ini untuk memberikan dan menghasilkan keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan pribadi. Dengan demikian, legislasi merupakan
proses kunci untuk mewujudkan hukum yang dapat mendatangkan manfaat bagi
individu. Proses legislasi akan menghasilkan hukum yang akan dipatuhi oleh semua
warga negara.

Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik,


Undang-Undang Merek, juga dapat dilihat dengan kacamata teori Utilitarianisme ala
Bentham, yakni berupaya memberikan gambaran tentang hukum yang bisa
bermanfaat bagi masyarakat banyak. Teori ini seakan menjadi dasar pemikiran
perkembangan multimedia di Indonesia, bahwa tujuan hukum itu adalah untuk
memberi kemanfaatan bagi banyak orang, yakni kemanfaatan hukum yang
memberikan perlindungan bagi setiap individu kreatif melalui sarana multimedia
dengan memberikan perlindungan secara moral maupun secara ekonomi atas
kreativitas ciptaannya. Negara ikut mengatur kepentingan warga negara dan
menjaga kestabilan serta ketertiban hukum, yang pada gilirannya untuk menciptakan
secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat.

Jadi, perkembangan multimedia sangat dipengaruhi oleh hukum yang membela dan
melindungi kepentingan masyarakat banyak untuk menuju kesejahteraan masyarakat
seperti yang tercantum dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. ”Kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melekasanakan ketertiban dunia…”

Sampai di sini terlihat ada keselarasan antara teori Utilitarianisme dan perkembangan
hukum multimedia di Indonesia. Sekalipun demikian, penulis ingin memberikan
catatan bahwa rezim hak kekayaan intelektual yang memberikan perlindungan
kepada pemegang hak kekayaan intelektual itu pada hakikatnya merupakan sebuah
bentuk monopoli privat (private monopoly). Dalam negara yang menjunjung tinggi
semangat kolektivitas seperti halnya dianut oleh masyarakat Indonesia, hak-hak
monopolistis seperti ini tentu perlu dibatasi agar kemanfaatan dari suatu kreativitas
tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, melainkan dapat dinikmati oleh sebanyak
mungkin orang. Pembatasan masa perlindungan hak kekayaan intelektual
merupakan jalan kompromi dari keinginan melindungi kepentingan individu-individu
kreatif di satu sisi, dan kepentingan publik di sisi lain. Itulah sebabnya, pada suatu
waktu perlindungan hak kekayaan intelektual ini akan berakhir dan karya tersebut
menjadi milik umum (public domain).

3. Hans Keisen adalah seorang pemikir hukum dunia yang buah


pemikirannya bukan saja diperbincangkan di berbagai belahan
bumi, tapi juga menjadi salah satu pemikir hukum garda depan
(avant garde) pada zamannya, bahkan mungkin sampai
sekarang. Roscoe Pound yang juga seorang filosof hukum
kenamaan memberikan testimoninya sebagai berikut:
“...Kelsen was unquestionably the leading jurist of the time. It
is said that if the mark of the genius is that he creates a
cosmos out of chaos, then Keisen has evidently earned that
title”.l Pengakuan Roscoe Pound tentunya bukan tanpa dasar
atau sekedar basa-basi, melainkan sebuah testimoni objektif
dengan memperhatikan warisan pemikirannya yang tersebar
dalam beratus-ratus karya ilmiah yang masih memiliki
pengaruh penting sampai saat ini.
Di Indonesia, Hans Kelsen amat dikenal dengan teori piramida
hukum-nya (stufenbau theory) yang senantiasa dijadikan
rujukan baik pada tataran teoritis maupun praktik.
Kemungkinan besar, Kelsen identik dan diidentikkan dengan
teori piramida hukum tersebut. Padahal, warisan pemikiran
Kelsen dengan segala kontroversinya tentunya sangat banyak
dan beragam. Hal ini dibuktikan antara lain dengan beragam
komentar para ahli hukum baik yang setuju maupun yang tidak
yang dikemas dalam beragam bentuk karya ilmiah, dari mulai
paper, artikel jurnal, sampai dengan disertasi. Pemikiran
Kelsen mencakup banyak topik dari mulai teori hukum, ilmu
negara, hukum tata negara, sampai dengan hukum
internasional. Pemikiran Keisen dengan segala kelebihan dan
kekurangannya telah menjadi bagian penting dari mozaik
pemikiran hukum dunia yang layak untuk diapresiasi sekaligus
dikritisi. Sebagai bentuk apresiasi rubrik khazanah kali ini akan
mengangkat beberapa pemikiran pokok Kelsen sekaligus
memberikan beberapa catatan kritis.

Anda mungkin juga menyukai