TUGAS 1
3. Keberadaan Hukum
Mengapa hukum itu ada ? “ubi societas ibu ius” Sebuah
ungkapan dari Cicero yang bermakna “dimana ada masyarakat,
disitu ada hukum”. Seperti yang kita pelajari sebelumnya
bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, yang
mana manusia tidak dapat hidup seorang diri saja. Dalam
pergaulan bersama manusia tersebut timbul suatu yang
dinamakan masyarakat. Jika sudah terbentuk masyarakat
(yang mana manusia tidak lagi seorang diri saja), sudah
terdapat hak dan kewajiban di dalamnya sehingga perlu diatur
oleh hukum.
2. Keterkaitan itu terletak pada keyakinan bahwa hukum mesti dibuat secara
utilitaristik. Tujuan hukum bukan hanya untuk kepastian hukum dan keadilan, akan
tetapi juga ditujukan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Tujuan hukum itu
dapat dilihat seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human
welfare). Tujuan hukum seperti ini memberi landasan etis bagi aliran berpikir
Utilitarianisme.
Hukum itu pada prinsipnya ditujukan untuk menciptakan ketertiban masyarakat, di
samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada jumlah orang
yang terbanyak. Dalam mencapai tujuan hukum yang telah dirumuskan tersebut
peranan hukum multimedia yang dihasilkan seberapa bisa memberikan ruang bagi
setiap orang untuk mengejar kebahagiaannya. Hukum multimedia yang dihasilkan
oleh para legislator ini untuk memberikan dan menghasilkan keserasian antara
kepentingan publik dan kepentingan pribadi. Dengan demikian, legislasi merupakan
proses kunci untuk mewujudkan hukum yang dapat mendatangkan manfaat bagi
individu. Proses legislasi akan menghasilkan hukum yang akan dipatuhi oleh semua
warga negara.
Jadi, perkembangan multimedia sangat dipengaruhi oleh hukum yang membela dan
melindungi kepentingan masyarakat banyak untuk menuju kesejahteraan masyarakat
seperti yang tercantum dalam Alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. ”Kemudian dari pada itu untuk membentuk
suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melekasanakan ketertiban dunia…”
Sampai di sini terlihat ada keselarasan antara teori Utilitarianisme dan perkembangan
hukum multimedia di Indonesia. Sekalipun demikian, penulis ingin memberikan
catatan bahwa rezim hak kekayaan intelektual yang memberikan perlindungan
kepada pemegang hak kekayaan intelektual itu pada hakikatnya merupakan sebuah
bentuk monopoli privat (private monopoly). Dalam negara yang menjunjung tinggi
semangat kolektivitas seperti halnya dianut oleh masyarakat Indonesia, hak-hak
monopolistis seperti ini tentu perlu dibatasi agar kemanfaatan dari suatu kreativitas
tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang, melainkan dapat dinikmati oleh sebanyak
mungkin orang. Pembatasan masa perlindungan hak kekayaan intelektual
merupakan jalan kompromi dari keinginan melindungi kepentingan individu-individu
kreatif di satu sisi, dan kepentingan publik di sisi lain. Itulah sebabnya, pada suatu
waktu perlindungan hak kekayaan intelektual ini akan berakhir dan karya tersebut
menjadi milik umum (public domain).