Anda di halaman 1dari 8

1.

Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia; tidak terkecuali bagi bangsa
Indonesia. Mengingat bahwa Republik Indonesia masih merupakan suatu negara agraris,
yang susunan kehidupan sebagian besar rakyat termasuk perekonomiannya masih bercorak
agraris. Dengan demikian tanah bagi bangsa Indonesia mempunyai kedudukan sentral baik
sebagai daya produksi maupun sebagai pemukiman. Pada awal periode Pembangunan
Jangka Panjang Tahap Pertama, masalah pertanahan tidak demikian menonjol karena tanah
yang diperlukan untuk pembangunan masih tersedia. Namun dewasa ini, sejalan dengan laju
pembangunan kebutuhan akan tanah semakin meningkat. Kegiatan pembangunan, misalnya
pembangunan gedung-gedung pemerintah dan swasta, kawasan industri jalan raya,
pemukiman dan prasarana kehidupan lainnya memerlukan tanah sebagai sarana utamanya.
Namun demikian, pemenuhan kebutuhan akan tanah tersebut tidak terlalu mudah untuk
dipenuhi. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan tanah terus meningkat sementara
persediaan tanah sudah semakin terbatas. Dengan makin terbatasnya tanah yang tersedia,
dan di lain pihak kebutuhan akan tanah baik untuk keperluan pembangunan, maupun
masyarakat makin meningkat, maka meningkat pulalah frekuensi terjadinya masalah-
masalah pertanahan. Tanah berkembang pesat menjadi masalah lintas sektoral yang
mempunyai dimensi ekonomi, sosial budaya, politik, bahkan pertahanan keamanan
Oleh sebab itu, pengelolaan tanah dalam arti pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan
tanah, pengurusan hak-hak tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah perlu ditata dan
diatur sedemikian rupa sehingga tanah dapat digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33
ayat (3). Dengan demikian persoalan-persoalan yang berhubungan dengan tanah seperti
penguasaan tanah, pemilikan dan penggunaan tanah oleh orang atau badan hukum yang
melanggar ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan pertanahan yang berlaku,
penguasaan secara terselubung tanah pertanian yang semestinya merupakan tanah absentee,
jual beli tanah di luar prosedur yang berlaku, penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan
peruntukannya, adanya sertifikat palsu, sertifikat tumpang tindih, manipulasi tanah dan
sebagainya dapat diminimalisasi, dan bahkan kalau memungkinkan ditiadakan sama sekali.
Dalam konteks seperti itulah maka tanah pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara,
sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Istilah "dikuasai” bukanlah berarti "dimiliki',
tetapi negara sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia diberi wewenang untuk
mengatur segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah. Oleh sebab itu, administrasi
pertanahan menjadi penting untuk menjamin tertib pembangunan khususnya di bidang
pertanahan
Upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan
pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai
sumber daya, uang dan modal. Menciptakan suasana pelayanan di bidang pertanahan agar
lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum
yang adil dan merata. Tertib administrasi yang diharapkan adalah terciptanya suatu kondisi
yang memungkinkan:
A. Untuk setiap bidang tanah telah tersedia catatan mengenai aspek-aspek ukuran fisik,
penguasaan, penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya, yang dikelola dalam
sistem informasi pertanahan yang lengkap.
B. Terdapat mekanisme prosedur/tata cara kerja pelayanan di bidang pertanahan yang
sederhana, cepat dan murah, namun tetap menjamin kepastian hukum, yang
dilaksanakan secara tertib dan konsisten.
C. Penyampaian warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak dan pensertifikatan
tanah telah dilakukan secara tertib, beraturan dan terjamin keamanannya.
Tujuan pelaksanaan administrasi pertanahan adalah untuk menjamin terlaksananya
pembangunan yang ditangani oleh pemerintah maupun swasta, yaitu:
A. meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah;
B. meningkatkan kelancaran pelayanan kepada masyarakat;
C. meningkatkan daya hasil guna tanah lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Untuk merealisasikan hal tersebut serta dalam rangka peningkatan pelayanan kepada
masyarakat di bidang pertanahan maka dibuatlah Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun
1979 tentang Catur Tertib Pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan; tertib
administrasi pertanahan; tertib penggunaan tanah; dan tertib pemeliharaan tanah
lingkungan hidup. Keempat tertib tersebut merupakan pedoman bagi penyelenggaraan
tugas-tugas pengelolaan dan pengembangan administrasi pertanahan yang sekaligus
merupakan gambaran tentang kondisi atau sasaran antara yang ingin dicapai dalam
pembangunan bidang pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
2. Rangkaian-rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok dalam bidang pemerintah
ini merupakan kegiatan aparatur negara dalam melayani kepentingan rakyat yang saling
terkait satu sama lain, dan melayani kepentingan rakyat yang secara lebih spesifik
merupakan kepentingan atas hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan tanah milik,
pencapaian pemenuhan kepentingan rakyat ini dilakukan pemerintah dengan mengerahkan
sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yaitu Undang Undang Nomor 5 tahun 1960 yang dikenal dengan
Undang Undang Pokok Agraria (UUPA).
Kemudian selanjutnya untuk memahami manajemen pertanahan yang merupakan
administrasi pertanahan dalam konteks manajemen, maka perlu dibahas terlebih dahulu
pengertian manajemen sebagai berikut :
A. Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengelola. Namun secara
konseptual manajemen berarti suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen dengan memberdayakan sumber daya
manajemen dalam rangka mencapai tujuan tertentu secara efektif
B. Manajemen adalah kesatuan fungsi-fungsi manajemen meliputi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian sumber daya suatu organisasi seperti
sumber daya manusia, keuangan, dan teknologi di dalam organisasi agar orang di dalam
organisasi semuanya bisa bekerja optimal dan menunjukkan kinerja yang baik
Berkaitan dengan Administrasi Pertanahan, Manajemen sebagai suatu proses memiliki
beberapa pengertian :
A. Manajemen adalah suatu proses dengan proses mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu
diselenggarakan dan diawasi (Encyclopedia of the social sciences)
B. Manajemen sebagai suatu proses yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasi,
penggerakan, pelaksanaan, dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupu
seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. (G.R Terry)
C. Fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha usaha
individu untuk mencapai tujuan bersama (Haimann)
Dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah kegiatan dengan memanfaatkan ilmu maupun
seni yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan menggunakan prinsip-prinsip
manajemen dengan memberdayakan sumber daya manajemen dalam rangka mencapai
tujuan tertentu secara efektif dalam kesatuan fungsi-fungsi manajemen meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian sumber daya suatu
organisasi seperti sumber daya manusia, keuangan, dan teknologi di dalam organisasi agar
orang di dalam organisasi semuanya bisa mencapai tujuan bersama dan bekerja optimal dan
menunjukkan kinerja yang baik untuk pelaksanaan suatu tujuan tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Pertanahan berdasarkan Pada buku Administrasi Pertanahan yang disusun Nandang
Alamsah D, didefinisikan oleh Rusmadi Murad, suatu kebijaksanaan yang digariskan oleh
pemerintah di dalam mengatur hubungan hukum antara tanah dengan orang sebagaimana
yang ditetapkan oleh Undang Undang Dasar 1945 dan dijabarkan dalam Undang Undang
Nomor 5 tahun 1960 yang dikenal dengan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA).
Maka berdasarkan kedua definisi diatas dapat disampaikan bahwa Manajemen Pertanahan
adalah :
Manajemen pertanahan adalah kegiatan dengan memanfaatkan ilmu maupun seni yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen
dengan memberdayakan sumber daya manajemen dalam rangka mencapai tujuan
kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah dalam mengatur hubungan hukum antara
tanah dengan orang secara efektif dalam kesatuan fungsi-fungsi manajemen meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian sumber daya suatu
organisasi seperti sumber daya manusia, keuangan, dan teknologi di dalam organisasi agar
orang di dalam organisasi semuanya bisa mencapai tujuan bersama dan bekerja optimal dan
menunjukkan kinerja yang baik untuk pelaksanaan tujuan Undang-Undang Nomor 5 tahun
1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Hubungan antara administrasi dengan
manajemen itu sendiri adalah administrasi adalah usaha pelayanan dan operasional dari
sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya dimana manajemen adalah upaya untuk
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, keduanya merupakan “alat” untuk mencapai satu
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan administrasi maupun manajemen pertanahan bertujuan untuk mencapai satu
tujuan yaitu untuk pelaksanaan tujuan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
Undang-Undang Pokok Agraria. Oleh karena itu penyebab timbulnya permasalahan dalam
hukum pertanahan itu sendiri adalah dasar penerbitan UUPA itu sendiri, yaitu :
A. kepentingan rakyat yang saling terkait satu sama lain, dan melayani kepentingan rakyat,
B. Kepentingan rakyat ini secara lebih spesifik merupakan kepentingan atas hal-hal yang
berhubungan dengan kepemilikan tanah milik;
Perbaikan fungsi dan tugas pertanahan dalam melaksanakan penatagunaan tanah, penataan
penguasaan tanah, pengurusanhak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah terus
menerus dilakukan dengan upaya manajemen pertanahan melalui Peraturan Pemerintah
maupun Peraturan Menteri Agraria, mulai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran tanah yang mengatur 5 asas pelaksanaan pendaftaran tanah, asas
tersebut merupakan turunan dari UUPA yang pada pasal 19 telah menggariskan kegiatan
pengukuran dan pendaftaran tanah yang terdiri atas Pengumpulan dan pengelolaan data
fisik, Pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuan haknya, Penerbitan
sertifikat, Penyajian data fisik dan data yuridis, dan Penyimpanan daftar umum dan
dokumen.
Manajemen Pertanahan dan kaitannya dalam kewenangan Pemerintah sebagaimana
digariskan dalam Undang-Undang Dasar beserta UUPA merupakan ranah administrasi
pemerintahan, sehingga selain PP24/1997 tentu saja ada banyak peraturan perundangan
lainnya yang menjadi acuan dalam melaksanakan tugas administrasi dan manajemen dalam
pertanahan dalam melayani masyarakat Indonesia yang memiliki kepentingan sebagaimana
dijelaskan diatas (PP dan Kepres).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebab timbulnya permasalahan dalam manajemen
pertanahan selain dikarenakan aktifitas manajemen dan administrasi yang memiliki tujuan
dan dalam pencapaian tujuan tersebut terdapat permasalahan yang harus diselesaikan untuk
mencapai tujuan itu, namun secara hakikatnya permasalahan ini bukan timbul karena
adanya kegiatan yang muncul sebagai akibat dari pelaksanaan UUPA yang melahirkan
peraturan turunan berupa produk peraturan perundangan yang bersifat teknis, , namun lebih
karena adanya kepentingan rakyat dalam keterkaitannya pada pertanahan yang akhirnya
mendorong keluarnya peraturan-perundangan dan interaksi antara pihak-pihak tersebut.
3. Hak ulayat sebagai kewenangan sekaligus kewajiban mempunyai kekuatan berlaku ke
dalam dan ke luar. Ke dalam berhubungan dengan para warganya, sedang kekuatan berlaku
ke luar dalam hubungannya dengan bukan anggota masyarakat hukum adatnya yang disebut
“orang asing” atau “orang luar”. Hak ulayat mengandung 2 (dua) unsur yaitu unsur
kepunyaan yang termasuk bidang hukum perdata dan unsur tugas-kewenangan untuk
mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama yang termasuk bidang
hukum publik. Unsur tugas-kewenangan yang termasuk bidang hukum publik tersebut
pelaksanaannya dilimpahkan kepada kepala adat sendiri atau bersama-sama dengan para
tetua adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Masyarakat hukum adat merupakan
penjelmaan dari seluruh anggotanya yang mempunyai hak ulayat.
Konsep dasar hak menguasai oleh negara di Indonesia dimuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD
1945 yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penjelasan
otentik tentang pengertian bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
(disebut sumber daya alarn selanjutnya disingkat SDA) dikuasai oleh negara, termuat dalam
UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Pasal 2 UUPA yang merupakan
aturan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) UUD, menjelaskan pengertian hak menguasai SDA
oleh negara.
Sesuai dengan Penjelasan Umum II/2 UUPA, perkataan “dikuasai” dalam Pasal ini
bukanlah berarti “dimiliki”, akan tetapi adalah pengertian yang memberi wewenang kepada
negara, sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia itu, untuk pada tingkatan yang
tertinggi:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaannya;
b. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan
ruang angkasa itu;
c. menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang- orang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruartg angkasa;
d. segala sesuatu dengan tujuan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam
rangka masyarakat yang adil dan makmur.
Menelaah konsep pengaturan di atas, terdapat 2 (dua) hal utama yang saling berhubungan
satu sama lain yaitu hak menguasai negara dan penguasaan tersebut ditujukan untuk
menciptakan kemakmuran/kesejahteraan bagi rakyat. Hal ini diperkuat dengan Pasal 34
UUD 1945 yang secara keseluruhan mengatur mengenai kewajiban negara untuk
memberikan kesejahteraan bagi rakyat yang berupa pemeliharaan bagi fakir miskin dan
anak terlantar, pengembangan sistem jaminan sosial serta penyediaan fasilitas kesehatan dan
fasilitas umum yang layak.
Hubungan hukum antara negara dengan sumber daya alamnya melahirkan hak menguasai
sumber daya alam oleh negara. Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan sumber
daya alam di lingkungan wilayah adatnya melahirkan hak ulayat. Idealnya hubungan hak
menguasai oleh negara dan hak ulayat terjalin secara harmonis dan seimbang. Artinya,
kedua hak itu sama kedudukan dan kekuatannya dan tidak saling merugikan namun
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang memberikan pengakuan bersyarat atas
keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-haknya sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 67 ayat (1) bahwa masyarakat hukum
adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, berhak:
a) Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat
adat yang bersangkutan;
b) Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan undang-undang;
c) Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
UUPA berpangkal pada pengakuan hak ulayat tetapi membatasi pelaksanaannya. Misalnya
jika negara c.q. pemerintah akan memberikan sesuatu hak atas tanah (sumber daya alam) di
wilayah hak ulayat masyarakat hukum adat maka sebagai tanda pengakuan itu masyarakat
hukum adat yang bersangkutan sebelumnya akan didengar pendapatnya dan akan diberi
recognitie yang memang ia berhak menerimanya sebagai pemegang hak ulayat. Recognitie
tidak ada kaitannya dengan pelepasan hak milik melainkan suatu tanda pengakuan yang
sebagian tanahnya dipergunakan oleh pemerintah guna menyelenggarakan kepentingan
umum warga masyarakat.
Pasal 28 ayat (1) UUPA menguraikan bahwa yang dapat diberikan hak guna usaha ialah
tanahtanah yang dikuasai langsung oleh negara. Tanahtanah demikian itu disebut tanah
negara. Termasuk dalam hal pemberian recognitie tersebut di atas tanah yang diberikan
dengan hak guna usaha masih ada hak ulayatnya. Tanah-tanah yang masih ada hak
ulayatnyapun menurut pengertian UUPA termasuk golongan “tanah negara” termasuk
golongan tanah yang “dikuasai langsung oleh negara”.
Pengakuan bersyarat terhadap masyarakat hukum adat dalam sejarah Republik Indonesia
dimulai pada UUPA, undang-undang kehutanan lama, undang-undang pengairan, undang-
undang kehutanan baru dan beberapa peraturan departemen dan lembaga pemerintahan.
Dalam UndangUndang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen mengakui masyarakat
hukum adat secara deklaratif tanpa persyaratan. Setelah Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia 1945 mengadopsi persyaratan bagi masyarakat hukum adat,
kemudian berbagai undang-undang yang lahir pasca amandemen mengikuti alur tersebut,
antara lain oleh Undang- undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Undang-
Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Pengakuan bersyarat ini mengindikasikan bahwa pemerintah masih belum
bersungguhsungguh membuat ketentuan yang jelas untuk menghormati dan mengakui hak
ulayat masyarakat hukum adat. Pengaturan tentang masyarakat hukum adat dan hak
ulayatnya sampai hari ini masih tidak jelas dan tidak tegas. Tidak jelas karena belum ada
aturan yang konkrit tentang hak-hak yang terkait dengan keberadaan masyarakat yang dapat
dinikmatinya, dan dikatakan tidak tegas karena belum adanya mekanisme penegakan hukum
yang dapat ditempuh dalam pemenuhan hak masyarakat hukum adat melalui jalur
pengadilan. Persyaratan dalam Pasal 18B ayat (2) UUD NRI tahun 1945 berserta dengan
serangkaian persyaratan yang dilanjutkan oleh beberapa undang-undang sumberdaya alam
menunjukkan bahwa negara cq. pemerintah baru mengakui dan menghormati hak ulayat
masyarakat hukum adat secara terbatas, belum sampai pada tindakan hukum untuk
melindungi dan memenuhi agar hak ulayat masyarakat hukum adat dapat terpenuhi. Bahkan
sama sekali belum meyentuh mekanisme penegakan hukum nasional bila terjadi
pelanggaran terhadap hak ulayat yang sudah dianggap sebagai hak asasi manusia.
engakuan terhadap masyarakat hukum adat sudah pada lingkup internasional. Konferensi
PBB tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan yang diadakan di Rio de Janeiro pada
Juni 1992, menghasilkan sebuah perkembangan baru bagi masyarakat hukum adat tentang
hubungan masyarakat hukum dengan PBB. Konferensi tersebut mengakui bahwa
masyarakat hukum adat dan komunitasnya memiliki peran yang sangat penting dalam
pengelolaan lingkungan dan pembangunan, berdasarkan ilmu yang dimiliki dan praktik-
praktik tradisional.

Anda mungkin juga menyukai