Anda di halaman 1dari 26

PENGAWASAN FUNGSIONAL SEBAGAI UPAYA MENUJU GOOD GOVERNANCE

Karya Ilmiah

Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

AGANDI

agandifdt93@gmail.com
020504396

15 / Pangkalpinang

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS TERBUKA

TAHUN 2017
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur kehadiran Allah SWT, Tuhan sekalian
alam yang menguasai seluruh makhluk hidup dan seisinya dengan segala kebesaranNya dan
senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Shalawan dan salam senantiasa tersandungkan di
antara doa-doa para hamba-Nya, semoga Allah SWT melimpahkan kepada beliau, Nabi
Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil Alamin.

Penulisan karya ilmiah ini dimaksud untuk melengkapi sebagian syarat dalam rangka
menyelesaikan studi S1 (Strata Satu) Ilmu Hukum di Universitas Terbuka Bangka Belitung.
Banyak bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak dalam rangka menyelesaikan karya
ilmiah ini baik bantuan berbentuk moril maupun materiil. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa hormat serta ucapan terimakasih kepada
semua kalangan yang telah membantu penulis terutama sosok orang tua penulis serta saudara-
saudara dan teman-teman seperjuangan dalam menoreh gelar Sarjana ini.

Demikian karya ilmiah ini saya bentuk, mungkin sebagai manusia yang biasa, tentunya
masih banyak kekurangan atau ketidak sempurnaan dalam karya ilmiah ini. Namun demikian,
terlepas dari berbagai ketidaksempurnaan tersebut, penulis berharap besar agar karya ilmiah ini
bisa bermanfaat bagi kepada penulis pribadi maupun kepada masyarakat umum tentunya para
kalangan hukum. Kritik dan saran sangat perlu penulis terima guna menunjang keilmuan penulis
agar lebih baik lagi sebelumnya.

Pangkalpinang, 15 Oktober 2017

Penulis

Agandi
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

ABSTRAK................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 3

BAB II METODE PENULISAN............................................................................. 4

BAB III HASIL PEMBAHASAN........................................................................... 7

A. Sistem Pengawasan Fungsional Yang Dilakukan Dalam Upaya


Optimalisasi Kinerja Pemerintah Menuju Good Governance……………... 7

BAB IV PENUTUP.................................................................................................. 21

A. Kesimpulan...................................................................................................... 21

B. Saran................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA
iii

PENGAWASAN FUNGSIONAL SEBAGAI UPAYA MENUJU GOOD GOVERNANCE

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pengawasan Fungsional Sebagai Upaya Menuju Good Governance”.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penerapan prinsip good governance telah menjadi ciri yang
harus ada dalam sistem administrasi publik, maka penyelenggaraan good governance dapat
dilakukan melalui sinergi manajemen dan sektor publik, sector swasta, dan masyarakat yang
saling berinteraksi dan berkoordinasi agar dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-
masing secara baik. Sektor publik sebagai salah satu unsur good governance terkait erat dengan
tugas dan pokok dari fungsi lembaga penyelenggaraan kekuasaan negara khususnya eksekutif
(pemerintah). Kemudian pengawasan menjadi kata kunci utama untuk menuju pada Good
Governance. Di Indonesia sendiri, kegiatan pengawasan menjadi hal yang wajib untuk
mengendalikan dan mengontrol aktivitas pemerintahan agar sesuai dengan Post Pactum atau
tugas fungsi pokok yang ada. Sifat kesewenang-wenangan para pejabat kenegaraan setidaknya
dapat lebih awal secara preventif dapat dijauhkan. Pencarian data dilakukan dengan mengkaji
mengenai sistem Pengawasan Fungsional dari sudut pandang hukum ketatanegaraan.Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu metode yang meninjau dan
membahas objek penelitian dengan meninjau dari sisi aturan atau hukumnya.Hasil dalam
penelitian ini antara lain mengetahui sistem Pengawasan Fungsional yang dilakukan dalam
upaya optimalisasi kinerja pemerintah menuju good governance. Rekomendasi yang diberikan
dalam penulisan ini ialah dalam upaya untuk menuju good governance, pengawasan sangat
diperlukan untuk tetap meluruskan dan memantapkan kinerja pemerintah.

Kata Kunci : Pengawasan Fungsional, Pemerintah, Good Goverment


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah cukup banyak pendapat para pakar tentang Good Governance baik pengertian

maupun ruang lingkup dan berbagai aspek atau unsur di dalamnya. Secara umum unsur-

unsur utama yang terkandung dalam suatu pemerintahan yang bercirikan good

governance adalah akuntabilitas, transparansi, keterbukaan, dan penegakan hukum. Ada

juga yang menambahkan dengan dua unsur lain yaitu kompetensi manajemen

(profesionalitas) dan hak asasi manusia.1

Oleh karena itu, penerapan prinsip good governance telah menjadi ciri yang harus

ada dalam sistem administrasi publik, maka penyelenggaraan good governance dapat

dilakukan melalui sinergi manajemen dan sektor publik, sector swasta, dan masyarakat

yang saling berinteraksi dan berkoordinasi agar dapat menjalankan peran dan fungsinya

masing-masing secara baik. Sektor publik sebagai salah satu unsur good governance

terkait erat dengan tugas dan pokok dari fungsi lembaga penyelenggaraan kekuasaan

negara khususnya eksekutif (pemerintah).2

Akuntabilitas kinerja tidak akan dapat terealisasikan dengan baik tanpa adanya suatu

sistem pengendalian manajemen yang dapat berperan untuk mengarahkan kegiatan

organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan sistem pengendalian dapat diperoleh

peringatan dini yang bersifat preventif. Sistempengendalian juga sangat membantu dalam

1
Waluyo, Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah),
(Bandung: Mandar Maju, 2007), hlm. 177.
2
Ibid.
2

proses pengukuran akuntabilitas kinerja. Oleh karena itu, setiap instansi pemerintah

dalam mengembangkan dan menerapkan sistem akuntabilitas harus juga

bertanggungjawab dalam membuat dan memelihara suatu sistem pengendalian yang

efektif. Dengan demikian misi, sasaran, dan tujuan organisasi dapat dicapai melalui

pengamanan sumber daya, kesesuaian dengan peraturan perundanngan yang berlaku

handal, untuk menjamin keabsahan, akurasi, obyektivitas, dan ketepatan waktu

penyampaian informasi.3

Negara merupakan sebuah entitas organisasi yang berskala besar. Seperti halnya

organisasi yang bersifat umum mereka memerlukan menagerial dan strukturisasi yang

matang. Dari situ kemudian pengawasan menjadi kata kunci utama untuk menuju pada

Good Governance. Di Indonesia sendiri, kegiatan pengawasan menjadi hal yang wajib

untuk mengendalikan dan mengontrol aktivitas pemerintahan agar sesuai dengan Post

Pactum atau tugas fungsi pokok yang ada. Sifat kesewenang-wenangan para pejabat

kenegaraan setidaknya dapat lebih awal secara preventif dapat dijauhkan.

Secara umum pada hakekatnya pengawasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan

menilai (menguji) apakah sesuatu telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan. Dengan pengawasan tersebut akan dapat ditemukan kesalahan-kesalahan

yang akhirnya kesalahan-kesalahan tersebut akan dapat diperbaiki dan yang terpenting

jangan sampai kesalahan tersebut terulangi kembali.4

Pengawasan terhadap perbuatan aparat pemerintah dapat dilakukan oleh sesama

aparat pemerintah atau aparat lain di luar tubuh eksekutif secara fungsional, dan dapat

pula dilakukan oleh kekuasaan kehakiman. Secara skematis, pengawasan ini dapat
3
Ibid, hlm. 184.
4
Muchsan, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tatta Usaha Negara Di
Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2000),hlm. 37.
3

dibedakan dalam dua jenis, yakni (1) pengawasan administrative, yang berbentuk

pengawasan melekat dan pengawasan fungsional dan (2) pengawasan oleh kekuasaan

kehakiman, baik secara keperdataan maupun secara administrative.5

Dari penjelasan singkat tentang konsep good governance melalui sistem pengawasan

di atas, kemudian kiranya menarik untuk dikaji terkait pelaksanaan pengawasan

fungsional dalam upaya optimalisasi kinerja pemerintah untuk menuju pada Good

Governannce.

B. Rumusan Masalah

Dari penjelasan dan pemaparan latar belakang di atas, maka terdapat rumusan

atau pokok permasalahan yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini. Adapun rumusan

atau pokok permasalahannya yaitu, Bagaimanakah sistem Pengawasan Fungsional yang

dilakukan dalam upaya optimalisasi kinerja pemerintah menuju good governance?

5
Ibid, hlm. 39.
4

BAB II

METODE PENULISAN

Cara kerja kelimuan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode (Inggris: method,

Latin: methodus, Yunani: methodos – meta berarti sesudah, di atas, sedangkan hodos berarti

suatu jalan atau suatu cara). Secara harfiah metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus

ditempuh. Dalam dunia riset, penelitian merupakan aplikasi atau penerapan metode yang telah

ditentukan dengan persyaratan yang sangat ketat berdasarkan tradisi kelimuan yang terjaga

sehingga hasil penelitian yang dilakukan memiliki nilai ilmiah yang dihargai oleh komunitas

ilmuwan terkait (intersubjektif).6 Serta merupakan cara bertindak agar kegiatan penelitian bisa

terlaksana secara rasional dan terarah demi mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk

mempermudah dalam proses penelitian dan pengumpulan data yang akurat dan relevan guna

menjawab permasalahan yang muncul, maka penyusun menggunakan metode penelitian sebagai

berikut :

a) Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (Library research), dengan

menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama, artinya data-data yang dikumpulkan

berasal dari kepustakaan baik berupa buku-buku, kitab-kitab atau karya-karya yang sesuai

dengan pokok permasalahan yang diteliti.

b) Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan penyusun dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik,

yaitu menguraikan dan membahas secara sistematis dan terperinci tentang pengawasan

fungsional. Dalam konteks ini penulis akan menguraikan dan menggambarkan bagaimana
6
Bahder Johan Nasution, Meode Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm 21.
5

sistem Pengawasan Fungsional yang dilakukan dalam upaya optimalisasi kinerja pemerintah

menuju good governance.

c) Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yuridis normatif. Pendekatan

yuridis untuk melihat objek hukumnya, karena menyangkut dengan produk hukum, yaitu

mengenai sumber – sumber hukum tentang pengawasan fungsional oleh lembaga-lembaga

negara di Indonesia dan merujuk kepada landasan normative yaitu Perauran Perundang-

Undangan yang berkaitan dengan pegawasan fungsonal.

d) Sumber bahan hukum

Karena jenis penelitian ini adalah normatif, maka sumber data yang digunakan adalah

Data yang akan digunakan di dalam penelitian ini adalah berupa sumber data sekunder,

sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang terdiri

dari bahan-bahan hukum yang terdiri dari :

1. Bahan Hukum Primernya yaitu :

i. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

ii. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

iii. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan

atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

iv. Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 Tentang Badan Pengawas Keuangan

dan Pembangunan.

2. Bahan Hukum Skunder, adalah bahan hukum yang member kejelasan pada bahan baku

primer, bahan hukum sekunder seperti, buku atau literature, buku elektronik atau e-book,
6

jurnal, makalah, artikel dari website yang dapat dipercaya dari internet, dan hasil karya

ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penulisan karya ilmiah ini.

3. Bahan Hukum Tersier, adalah bahan hukum yang memberi petunjuk penjelasan terhadap

bahan hukum primer, bahan hukum tersier meliputi kamus hukum, kamus bahasa

Indonesia-inggris dan inggris-indonesia, dan kamus hukum elektronik.

e) Metode pengumpulan bahan hukum

Penelitian ini besifat normatif, maka yang menjadi alat pengumpul data adalah studi

dokumen atau bahan pustaka. Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data

tertulis dengan mempergunakan “content analysis”. Dengan demikian maka langkah awal

yang dilakukan peneliti adalah menentukan bahan-bahan hukum yang akan diperiksa, yakni

bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Setelah menentukan bahan-bahan hukum

tersebut, peneliti mengawali pengerjaannya dengan menelaah bahan hukum sekunder,

khususnya mengenai penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

f) Analisis bahan hukum

Analisis bahan yang digunakan adalah Analisis data kualitatif, cara pengolahan dan

analisisnya naratif,adalah rangkaian kalimat yang bersifat narasi atau bersifat menguraikan,

menjelaskan.7

7
http://id.wikipedia.org/wiki/Naratif, diakses 7 Oktober 2017
7

BAB III

PEMBAHASAN

Sistem Pengawasan Fungsional Yang Dilakukan Dalam Upaya Optimalisasi Kinerja

Pemerintah Menuju Good Governance

Pengawasan fungsional diatur dalam Inpres No. 15 Tahun 1983. Hal ini tertuang dalam

pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa pengawasan terdiri dari:8

1. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan/ atasan langsung, baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah;

2. Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawas.

Akan tetapi pengertian pengawasan fungsional ini pun tidak dijelaskan secara tuntas oleh

Inpres tersebut. Peraturan ini hanya menetapkan aparat atau lembaga yang berwenang melakukan

pengawasan fungsional.

Dalam Inpres Nomor 15 Tahun 1983, dijelaskan yang menjadi subyek pengawasan

fungsional tertera pada Pasal 4 ayat (4) yaitu :

a. Badan pengawasan keuangan dan pembangunan (BPKP)

b. Inspektorat jendral departemen, aparat pengawasan lembaga pemerintah non

departemen/instansi pemerintah lainnya,

c. Inspektorat wilayah propinsi

d. Inspektorat wilayah kabupaten/kota

Dari penentuan tersebut memang tidak secara redaksional ditentukan definisinya namun

sesuai dengan bunyi pasal tersebut dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan

8
Ibid, hlm. 43.
8

pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diadakan khusus

untuk membantu pimpinan (manajer) dalam menjalankan fungsi pengawasan dilingkungan

organisasi yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam Inpres No.15 Tahun 1983 di atas, dikatakan bahwa subjek pengawasan salah

satunya adalah Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Badan ini diadakan

untuk membantu Presiden dalam menjalankan pengawasan umum atau penguasaan dan

pengurusan keuangan serta pengawasan pembangunan yang menjadi tanggungjawab presiden.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 Pasal 1 dijelaskan bahwa BPKP adalah

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan yang merupakan aparat pengawasan intern

pemerintah yang bertanggungjawab kepada Presiden. Fungsi BPKP berdasarkan Pasal 3 Perpres

ini yaitu:

a. perumusan kebijakan nasional pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan

negara/daerah dan pembangunan nasional meliputi kegiatan yang bersifat lintas sektoral,

kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan

selaku Bendahara Umum Negara, dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden;

b. pelaksanaan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya

terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban akuntabilitas penerimaan

negara/daerah dan akuntabilitas pengeluaran keuangan negara/daerah serta pembangunan

nasional dan/atau kegiatan lain yang seluruh atau sebagian keuangannya dibiayai oleh

anggaran negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang

didalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat

dan/atau Pemerintah Daerah serta akuntabilitas pembiayaan keuangan negara/ daerah;


9

c. pengawasan intern terhadap perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan aset

negara/daerah;

d. pemberian konsultansi terkait dengan manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata

kelola terhadap instansi/badan usaha/badan lainnya dan program/ kebijakan pemerintah

yang strategis;

e. pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program dan/atau kegiatan yang

dapat menghambat kelancaran pembangunan, audit atas penyesuaian harga, audit klaim,

audit isvestigatif terhadap kasuskasus penyimpangan yang berindikasi merugikan

keuangan negara/daerah, audit penghitungan kerugian keuangan negara/daerah,

pemberian keterangan ahli, dan upaya pencegahan korupsi;

f. pengoordinasian dan sinergi penyelenggaraan pengawasan intern terhadap akuntabilitas

keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional bersamasama dengan aparat

pengawasan intern pemerintah lainnya;

g. pelaksanaan reviu atas laporan keuangan dan laporan kinerja pemerintah pusat;

h. pelaksanaan sosialisasi, pembimbingan, dan konsultansi penyelenggaraan sistem

pengendalian intern kepada instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan-

badan yang di dalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari

Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah;

i. pelaksanaan kegiatan pengawasan berdasarkan penugasan Pemerintah sesuai peraturan

perundang-undangan;

j. pembinaan kapabilitas pengawasan intern pemerintah dan sertifikasi jabatan fungsional

auditor;
10

k. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang pengawasan

dan sistem pengendalian intern pemerintah;

l. pembangunan dan pengembangan, serta pengolahan data dan informasi hasil pengawasan

atas penyelenggaraan akuntabilitas keuangan negara Kementerian/Lembaga dan

Pemerintah Daerah;

m. pelaksanaan pengawasan intern terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi di BPKP; dan

n. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum,

ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum,

kehumasan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga

Kegiatan BPKP dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu:9

1. Audit;

2. Konsultasi, asistensi dan evaluasi;

3. Pemberantasan KKN, dan

4. Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan.

Nyatalah bahwa BPKP merupakan lembaga yang membantu sebagian fungsi Presiden,

yakni melaksanakan fungsi pembangunan dan penggunaan uang negara. Sedangkan fungsi

presiden yang lain akan dibantu oleh lembaga yang lain pula.

Menurut peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan

atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, pengawasan fungsional dapat diartikan sebagai suatu

kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas

melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan, dan penilaian atau bisa

juga kita simpulkan bahwa pengawasan fungsional itu merupakan pengawasan yang dilakukan

9
www.bpkp.go.id/konten/11/kegiatan.bpkp, diakses 7 Oktober 2017
11

oleh lembaga/aparat pengawasan yang dibentuk atau ditunjuk khusus untuk melaksanakan fungsi

pengawasan secara independen terhadap obyek yang diawasi. Pengawasan fungsional tersebut

dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan

fungsional melalui audit, investigasi, dan penilaian untuk menjamin agar penyelenggaraan

pemerintahan sesuai dengan rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga

di dalam hal ini pengawasan fungsional dilakukan baik oleh pengawas ekstern pemerintah

maupun pengawas intern pemerintah.

Pengertian dari peraturan pemerintah ini sedikit berbeda dengan intruksi presiden

terdahulu, yang mana intruksi presiden sudah menentukan secara saklek subyek pengawsan

mana yang diartikan dengan aparat pengawas fungsional.semisal BPKP yang dibentuk untuk

membantu presiden dalam menjalankan pengawasan umum atas penguasaan dan kepengurusan

keuangan dan pengawasan pembangunan yang menjadi tanggung jawab presiden. Pada tingkat

departemen diadakan pula inspektoral jendral untuk membantu menteri yang bersangkutan dalam

menyelenggarakan pengawasan umum atas segala aspek pelaksanaan tugas yang menjadi

tanggung jawab menteri. Meskipun posisi inspektorat jendral terhadap menteri itu pada

hakekatnya sejajar dengan posisi BPKP terhahadap presiden, tetapi dalam hal inspektorat lebih

jelas bahwa ia bukan hanya membantu menteri dalam menyelenggarakan pengawasan atas

keuangan dan pembangunan saja tetapi meliputi seluruh aspek penyelenggaraan tugas yang

menjadi tangggung jawab menteri yang bersangkutan. Jadi kedudukan inspektorat jenderal

terhadap menteri sudah tepat dan jelas. inspektorat jenderal membantu menteri yang

bersangkutan dalam menyelenggarakan pengawasan umum atas segala aspek pelaksanaan tugas

pokok menteri.
12

Apabila di tingkat pemerintah ada BPKP, maka di tingkat Departemen diadakan

inspektorat Jenderal (Itjen) untuk membantu Menteri dalam menyelebnggarakan pengawasan

umum atas segala aspek pelaksanaan tugas yang menjadi tanggungjawab menteri. Berlainan

dengan BPKP yang hanya membantu tugas presiden, maka Itjen merupakan pembantu Menteri

dalam segala aspek pengawasan yang menjadi tanggungjawab menteri yang bersangkutan.

Dengan perkataan lain, Itjen akan berfungsi membantu Menteri yang bersangkutan dalam

menyelenggarakan pengawasan umum atas segala aspek pelaksanaan tugas pokok Menteri.10

Kedudukan, tugas pokok dan fungsi Itjen diatur dengan jelas dalam Keppres No. 44

Tahun 1947 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen, secara konkret hal tersebut diatur

dalam Pasal 17, yang terdiri dari dua ayat sebagai berikut:11

1) Inspektorat Jenderal Departemen yang selanjutnya disebut Inspektorat Jenderal, adalah

unsurr pengawasan di bawah Menteri;

2) Inspektorat Jenderal dipimpin oleh Inspektur Jenderal.

Sedangkan tugas pokok Itjen diatur dalam Pasal 18, yang secara lengkap berbunyi

sebagai berikut:12

“tugas pokok Inspektorat Jenderal ialah melakukan pengawasan dalam lingkungan

Departemen terhadap pelaksanaan tugas semua unsur Departemen agar supaya dapat

berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan yang berlaku, baik tugas yang bersifat rutin

maupun tugas pembangunan”.

Tugas pokok ini dijabarkan lebih lanjut dalam ketentuan pasal 19, yang menyatakan

sebagai berikut:13
10
Muchsan, Op. Cit., hlm. 44.
11
Ibid.
12
Ibid, hlm. 45.
13
Ibid.
13

Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:

a. Pemeriksaan terhadap setiap unsur/ instansi dilingkungan departemen yang dipandang

perlu yang meliputi bidang administrasi umum, administrasi keuangan, hasil-hasil fisik

dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, dan lain-lain;

b. Pengujian serta penilaian atas hasil laporan berkala atau sewaktu-waktu dari setiap

unsur/ instansi di lingkungan departemen atas petunjuk Menteri;

c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan,

penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang di bidang administrasi atau keuangan

yang dilakukan oleh unsur/instansi di lingkungan Departemen.

Inspektorat jenderal provinsi bukan aparat daerah otonom tetapi bukan pula merupakan

sub organisasi atau verlengstuk inspektorat jenderal dalam negeri. Kedudukan aparat

pengawasan fungsional tersebut dapat dikatakan sebagai aparat yang membantu gubernur kepada

daerah tingkat satu dalam kedudukannya selaku kepala wilayah atau wakil pemerintah pusat di

daerah. Ia merupakan aparat pemerintah profinsi , yang melaksanakan tugasnya menurut azas

dekonsentrasi. Dalam keputusan mendagri no. 219 tahun 1979, kedudukan itwilprop dinyatakan

dengan jelas dalam pasal 1 ayat 1 yang selengkapnya adalah sebagai berikut:

inspektorat wilayah profinsi adalah perangkat pengawasan umum yang langsung berada

di bawah dan bertangggung jawab kepada gubernur kepala daerah tingkat 1 dalam

kedudukannya selaku kepala wilayah provinsi.

Jadi inspektorat wilayah profinsi bukan merupakan instansi vertikalnya dengan

departemen dalam negeri. Antara itjen departemen dalam negeri dengan inspektorat wilayah

profinsi tidak ada hubungan organisatoris seperti misalnya antara BPKP dengan perwakilan

BPKP di Provinsi.
14

Aparat wasnal yang paling rendah tingkatannya adalah inspektorat wilayah

kabupaten/kotamadya. Pada dasarnya kedudukannya wasnal ini dengan bupati atau

walikotamadya adalah sama dengan kedudukan itwilprop terhadap gubernur. Hanya saja

mengingat berbagai pertimbangan kedudukan aparat wasnal terendah ini ketika melihat pada

pasal 1 ayat 1 keputusan dalam negeri nomor 220 tahun 1979 tentang organisasi dan tatakerja

inspektorat wilayah kabupaten/kotamadya. Adapun bunyi pasalnya yaitu:

inspektorat wilayah kaupaten/kotamadya adalah perangkat pengawasan umum yang

diperbantukan kepada bupati/walikotamadya keada daerah tingkat II dalam kedudukannya

sebagai kepala wilayah kabupaten/kotamadya, dengan taktis operasional berada di bawah dan

bertangggung jawab kepada bupati/walikotamadya kepala daerah tingkat II dan teknis

administratif bertangggug jawab kepada kepala inspektorat wilayah profinsi.

Dari rumusan pasal yang sedemikian itu kemudian dapat di tarik kesimpulan meskipun

pada hakekatnya baik itwilprop maupun itwilkab/ko adalah sama-sama merupakan aparat wasnal

yang membantu kepala wilayah, akan tetapi saluran tanggung jawab masing-masing agak sedikit

berbeda. Itwilprop sepenuhnya bertanggung jawab kepada gubernur kepala wilayah profinsi,

sedangkan itwilkab/ko taktis operasional bertangggungjawab kepada bupati/walikotamadyanya

selaku kepala wilayah kabupaten/kotamadya dan teknis administratif bertanggungjawab kepada

kepala inspektorat wilayah profinsi.

Mengnai aparat-aparat wasnal yang ada pada lembaga pemerintah non departemen

dengan nama yang pada umumnya bukan inspektorat ataupun inspektorat jendral. Kedudukan

aparat wasnal ini dalam lembaga non departemen yang bersangkutan adalah sama dengan

kedudukan inspektorat jenderal departemen lingkungan organisasi departemen masing-masing.


15

Apabila diperhatikan, aparat-aparat pengawasan fungsional seperti yang telah diuraikan

di atas, secara kelembagaan masih ada dalam satu tubuh dengan pihak yang diawasi baik

pengawasannya maupun yang diawasi kesemuanya ada dalam tubuh eksekutif (pemerintah

dalam arti sempit). Oleh karenanya pengawasan fungsional yang demikian ini disebut

pengawasan fungsional yang bersifat intern. Dalam mekanisme pemerintahan di Indonesia

dikenal pula pengawasan fungsional yang bersifat ekkstern. Hal ini terjadi apabila pemerintah

diawasi oleh lembaga negara yang berada di luar lembaga eksekutif. Pengawasan demikian

disebut pengawasan fungsional yang bersifat ekstern.14

Untuk dapat mengoptimalkan kinerja pemerintah menuju good governance, tentunya

perlu diadakan Pengawasan fungsional yang bersifat ekstern. Pengawasan ekstern ini dapat kita

lihat misalnya pengawasan yang dilakukan oleh BPK yang merupakan lembaga negara yang

dibentuk untuk mengawasi kegiatan pemerintah terkait penggunaan anggaran negara dan

pengawasan atas Pelayanan Publik yang dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia.

Sesuai fungsinya sebagai lembaga pemeriksa keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) pada pokoknya lebih dekat fungsi parlemen. Karena itu, hubungan kerja BPK dan

parlemen makin dipererat. Bahkan dapat dikatakan bahwa BPK itu adalah mitra kerja yang erat

bagi DPR dalam mengawasi kinerja Pemerintahan, khususnya yang berkenaan dengan soal-soal

keuangan dan kekayaan negara.15

ketentuan mengenai BPK diatur dalam UUD 1945 Bab VIIIA pasal 23E-23f. dalam pasal

23E ayat (1) dijelaskan secara tegas bahwa BPK merupakan badan yang diadakan untuk

memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara. Ruang lingkup

pemeriksaan BPK kemudian diatur dalam Pasal 6 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan
14
Ibid, hlm. 46-47.
15
Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, (Yogyakarta:
FH UII Press, 2004), hlm. 23.
16

Pemeriksa Keuangan yang menetapkan, “pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan,

pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu”.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, bahwa BPK menemukan indikasi tindak

pidana, lalu meneruskan temuannya itu untuk ditindak lanjuti oleh Kepolisian, Kejaksaan, atau

oleh KPK, maka tentunya hal itu sesuai dengan maksud Pasal 23E UUD 1945 ayat (3) yang

menentukan:

“hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan

sesuai dengan undang-undang”

Namun, tujuan utama pemeriksaan oleh BPK bukanlah untuk menemukan tindak pidana,

melainkan untuk penataan dan perbaikan kinerja pemerintahan negara dengan menggunakan

keuangan negara secara tepat menurut peraturan-perundang-undangan yang berlaku.16

Disamping itu, mitra kerja BPK yang semula hanya DPR ditingkat pusat dikembangkan

juga ke daerah-daerah. Sehingga, laporan hasil pemeriksaan BPK itu tidak saja harus

disampaikan kepada DPR, tetapi juga kepada DPRD baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/

Kota karena objek pemeriksaan BPK tidak hanya terbatas pada pelaksanaan atau realisasi APBN,

tetapi juga APBD.17

Selanjutnya, salah satu fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat, karena itu

perlu dilakukan terus menerus upaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.18

Kristiadi menyebutkan bahwa, tugas pemerintahan yang paling dominan adalah menyediakan

barang-barang publik (public utility) dan memberikan pelayanan publik (public service) misalnya

dalam bidang-bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, perkembangan perlindungan

16
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer, 2007), hlm. 815.
17
Jimly Asshiddiqqie, Op. Cit., hlm. 23-24.
18
Marbun, Hukum Administrasi Negara II, (Yogyakarta: FH UII Press, 2013), hlm. 23.
17

tenaga kerja, pertanian, keamanan dan sebagainya.19 Untuk meningkatkan kinerja pemerintah

dalam hal pelayanan publik tersebut tentunya dapat ditunjang oleh lembaga pengawas eksternal

yang dalam hal ini Ombudsma Republik Indonesia sebagai Pengawas fungsional yang bersifat

eksternal.

Ombudsman merupakan lembaga yang melaksanakan pengawasan bersifat eksternal

terhadap penyelenggaraan pelayanan publik. Meskipun mengenai Ombudsman telah diatur

dalam UU No. 37 Tahun 2008, namun dalam undang-undang ini peranan Ombudsman sebagai

lembaga yang berfungsi menyelesaikan pengaduan masyarakat ditegaskan kembali.20

Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang

diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di

daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik

Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas

menyelenggarakan pelayanan public tertentu.21

Dalam upaya optimalisasi kinerja pemerintah khususnya dibidang pelayanan publik,

Ombudsman dalam hal ini mengawasi tindakan pemerintah atau penyelenggara negara agar tidak

melakukan tindakan sewenang-wenang atau maladministrasi. Bentuk-bentuk maladministrasi

tersebut antara lain dapat dikelompokkan menjadi enam kelompok berdasarkan kriteria antara

lain:22

1. Bentuk-bentuk maladministrasi yang terkait dengan ketepatan waktu dalam proses

pemberian pelayanan umum, teerdiri dari penundaan berlarut, tidak menangani dan

melalaikan kewajiban;

19
Waluyo, Op. Cit., hlm. 119.
20
Ibid, hlm. 31
21
Ibid, hlm. 79.
22
Budhi Masthuri, Mengenal Ombudsman Indonesia, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2005), hlm. 46-49.
18

2. Maladministrasi yang mencerminkan keberpihakan sehingga menimbulkan rasa

ketidakadilan dan diskriminasi. Tterdiri dari persekongkolan, kolusi, nepotisme, bertindak

tidak adil, dan nyata-nyata berpihak;

3. Maladministrasi yang lebih mencerminkan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum

dan peraturan perundangan. Terdiri dari pemalsuan, pelanggaran undang-undang, dan

perbuatan melawan hukum;

4. Maladministrasi yang terkait dengan kewenangan/ kompetensi atau ketentuan yang

berdampak pada kualitas pelayanan umum pejabat public kepada masyarakat. Terdiri dari

tindakan di luar kompetensi, pejabat yang tidak kompeten menjalankan tugas, intervensi

yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan umum dan tindakan yang menyimpangi

prosedur tetap.

5. Maladministrasi yang mencerminkan sikap arogansi seorang pejabat public dalam proses

pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Terdiri dari tindakan sewenang-wenang,

penyalahgunaan wewenang, dan tindakan yang tidak layak/ patut.

6. Maladministrasi yang mencerminkan tindakan korupsi secara aktif. Kelompok ini terdiri

dari tindakan pemerasan atau permintaan uang imbalan (korupsi), tindakan penguasaan

barang orang lain tanpa hak, dan penggelapan barang bukti.

Pengawasan terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh Ombudsman tentunya dapat

meningkatkan optimalisasi kinerja pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah akan lebih

melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagaimana mestinya dan tidak menyimpang dari aturan

main yang ada. Selain itu, masyarakat juga akan dapat lebih menaruh kepercayaan terhadap

kinerja pemerintah karena adanya sistem pengawasan yang dilakukan dalam berbagai bidang

pemerintahan.
19

Sebagai organisasi, pemerintahan memiliki tujuan yang hendak dicapai, yang tidak

berbeda dengan organisasi pada umumnya terutama dalam hal kegiatan yang akan

diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan, yakni dituangkan dalam bentuk rencana-

rencana. Bahkan dapat dikatakan bahwa menjalankan (pemerintahan) adalah merencanakan

(kegiatan pemerintahan), besturen is plannen, besturen is vanouds plannen maken, vooruitzien,

gewest, (sejak dahulu, menjalankan (pemerintahan) adalah membuat rencana-rencana, dengan

pandangan jauh ke depan).23

Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat serta seiring dengan

konsepsi welfare state, yang memberikan kewajiban kepada administrasi negara untuk merealisir

tujuan-tujuan negara. Tujuan kehidupan bernegara meliputi berbagai dimensi. Terhadap berbagai

dimensi ini, pemerintah membuat rencana-rencana. Rencana merupakan alat bagi implementasi,

dan implementasi hendaknya berdasar pada suatu rencana. Rencana didefinisikan sebagai

keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan

dikerjakan dimasa mendatang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

Perencanaan merupakan fungsi organik dari administrasi dan manajemen. Alasannya ialah

bahwa tanpa adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

tertentu dalam rangka usaha pencapaian tujuan. Berdasarkan hukum administrasi negara, rencana

merupakan bagian dari tindakan pemerintahan (bestuurshandeling), suatu tindakan yang

dimaksudkan untuk menimbulka akibat-akibat hukum.24

Bila kita pahami bahwa good governance adalah penyelenggaraan kepemerintahan yang

didasarkan pada peraturan perundangan, kebijakan publik yang transparan, serta adanya

partisipasi dan akuntabilitas publik. Ukuran keberhasilan pencapaian kinerja instansi pemerintah

23
Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2003), hlm. 142
24
Ibid, hlm. 143.
20

ditekankan pada keberhasilan mewujudkan visi dan misi organisasi, bukan pada ukuran-ukuran

standard baku yang kaku. Oleh karena itu, pengawasan fungsional sangat diperlukan dalam

pencapaian optimalisasi kinerja pemerintah yang sesuai dengan visi dan misi serta tidak

menyimpang dari rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Baik pengawasan

fungsional yang bersifat internal maupun eksternal kiranya patut untuk diselenggarakan dalam

upaya menontrol dan memantapkan kinerja pemerintah menuju good governance.

BAB IV

PENUTUP
21

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan

jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini, Good governance adalah

penyelenggaraan kepemerintahan yang didasarkan pada peraturan perundangan, kebijakan

publik yang transparan, serta adanya partisipasi dan akuntabilitas publik. Ukuran

keberhasilan pencapaian kinerja instansi pemerintah ditekankan pada keberhasilan

mewujudkan visi dan misi organisasi, bukan pada ukuran-ukuran standard baku yang kaku.

Oleh karena itu, pengawasan fungsional sangat diperlukan dalam pencapaian optimalisasi

kinerja pemerintah yang sesuai dengan visi dan misi serta tidak menyimpang dari rencana-

rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Baik pengawasan fungsional yang bersifat

internal maupun eksternal kiranya patut untuk diselenggarakan dalam upaya menontrol dan

memantapkan kinerja pemerintah menuju good governance.

B. Saran

Pengawasan fungsional dalam upaya optimalisasi kinerja pemerintah menuju good

governance dilakukan baik secara internal instansi seperti pengawasan yang dilakukan oleh

BPKP, dan Inspektorat Jenderal maupun pengawasan yang bersifat eksternal atau di luar dari

instansi pemerintah yang diawasi seperti yang dilakukan oleh BPK dan Ombudsman.Dalam

upaya menuju good governance, pengawasan sangat diperlukan untuk tetap meluruskan dan

memantapkan kinerja pemerintah yang berdasarkan pada visi dan misi serta rencana-rencana

penyelenggaraan pemerintahan yang telah digariskan.

DAFTAR PUSTAKA
22

BUKU

Asshiddiqie, Jimly, 2004, Format Kelembagaan Negara Dan Pergeseran Kekuasaan Dalam
UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta.

______________, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT


Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

Marbun, 20013, Hukum Administrasi Negara II, FH UII Press, Yogyakarta.

Masthuri, Budhi, 2005, Mengenal Ombudsman Indonesia, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

Muchsan, 2000, Sistem Pengawasan terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan
Tatta Usaha Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta.

Ridwan, HR, 2003, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta.

Waluyo, 2007, Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya Dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah),Mandar Maju, Bandung.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan atas

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 Tentang Badan Pengawas Keuangan dan

Pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai