Anda di halaman 1dari 7

Semarak Tradisi Maulid Di Aceh

Selain bulan Ramadhan, bulan maulid atau rabiul awal adalah bulan yang
juga dirindukan oleh masyarakat Aceh dikampung maupun bagi perantau
juga membuat rindu membuncah untuk pulang ke kampung halaman. Dalam
bahasa aceh, bulan Maulid disebut Buleun Maulod.

Bulan maulid adalah bulan kelahiran nabi Muhammad SAW yang lahir 12
Rabiul Awal pada tahun gajah. Tulisan ini terlepas dari dalil yang
membolehkan atau melarang perayaan maulid karena masih ada perbedaan
pendapat para ulama karena saya tidak berkapasitas dalam hal
ini.Wallahu'alam.
Jadi saya hanya ingin berbagi mengenai tradisinya saja.
Meudike malam di Aceh dengan gerakan duduk. (gambar oleh budi)

Di Aceh setiap Rabiul Awal hingga Rabiul Akhir selalu ada perayaan kelahiran
Nabi Muhammad SAW melalui Meudike. Meudike jika diartikan dalam bahasa
indonesia, artinya berzikir. Sementara di Aceh, gerakan meudikenya
bervariasi. Ada gerakan duduk dan berdiri, membaca shalawat, kitab berzanji
dan meyampaikan pesan-pesan agama lainnya dalam bahasa Aceh maupun
bahasa Indonesia.
Membaca kitab barzanji tidak terlepas dari perayaan maulid di Aceh (Gambar : Ulen)

Masyarakat Aceh menyambutnya berbondong-bondong dan bersuka cita


karena untuk Meudike ini masyarakat sudah mempersiapkan jauh hari. Baik
masalah finansial, gotong royong dan persiapan lainnya.

Meudike inilah yang menjadi tradisi di Aceh secara turun


temurun. Meudikebukan hanya dilakukan sehari tetapi juga dilakukan pada
malam hari.
Meudike malam selama 3-7 hari dan meudike siang 1 hari. Pada malam
pembukaan dan penutupan meudike, masyarakat yang mendapat giliran
membawa makanan akan membawa nasi rantangan. Sementara pada malam
pertengahan masyarakat biasanya membawa kue, buah, es dan sebagainya
ke mesjid untuk dimakan bersama.

Membawa nasi dan kue untuk dimakan bersama di mesjid saat Meudike (Gambar: Ulen)

Setiap rumah mendapat giliran membawa makanan dan semua yang hadir
akan mendapat kue, buah atau es untuk dimakan dan dibawa pulang.
Menarik sekali bukan?

Sementara untuk meudike siang diadakan hanya satu hari dan lebih identik
sebagai puncak perayaan maulid Nabi ini. Gerakan Meudike hampir sama
dengan gerakan meudike malam, hanya saja masyarakat tidak membawa
nasi rantangan tetapi membawa dalong atau dalam keranjang rotan dengan
isi berbagai macam lauk pauk dan buah yang sudah disusun rapi didalamnya.
Selanjutnya diatas keranjang rotan ditutup dengan sangai atau dengan kain
penuh motif sehingga terlihat sangat menarik.
Dalong dan keranjang rotan yang tekah diisi lauk pauk dalam perayaan maulid di Aceh (Gambar via
kompasiana.com)

Dikampung-kampung masih menggunakan bu kula atau nasi yang dibungkus


berbentuk piramida menggunakan daun pisang muda. Namun seiring
perkembangan, banyak masyarakat yang menggunakan nasi kotak atau nasi
bungkus saja. Selain bu kula juga ada nasi minyak namanya, nasi minyak ini
dimasak dengan rempah-rempah yang harum sekali baunya. Menggiurkan
sekali.

Perayaan meudike ini bukan hanya untuk masyarakat setempat saja, tetapi
masyarakat kampung tetangga juga turut diundang dalam kegiatan maulid
ini. Ini bagian dari silaturrahmi yang tak terpisahkan dari meudike Aceh.
Masyarakat duduk melingkar dan makan bersama tanpa melihat perbedaan
usia muda maupun tua. Jika tidak ingin makan dilokasi meudike, biasanya
ada bungkusan yang selalu bisa dibawa pulang.

Di beberapa kampung ada perlombaan meudike atau shalawat nabi melalui


gerakan duduk maupun berdiri yang diadakan setiap tahun. Kelompok maulid
yang paling kompak dan fasih bacaannya akan menjadi pemenang
perlombaan ini.
Perlombaan Meudike yang paling kompak dan fasih juga dilakukan di Aceh setiap tahunnya
(Gambar : www.simomot.com)

Setiap daerah mempunyai tradisi berbeda dengan daerah lain. Di Medan


dikompleks saya tinggal, perayaan maulid diadakan dengan gerak jalan
santai, perlombaan anak-anak dan bazar makanan dan pakaian. Selain itu,
diselingi dengan lagu-lagu nasyid yang bernuasa agama dan rindu kepada
Rasulullah. Serta malamnya dengan ceramah agama. Masyarakat juga ramai
berpartisipasi dalam kegiatan ini.

Di Aceh juga begitu, tidak hanya meudike dengan gerakan tetapi juga
dengan ceramah agama yang dilakukan oleh ustad-ustad dan perlombaan
tentang maulid dan Rasulullah yang diikuti oleh anak-anak serta ada
santunan untuk anak-anak kurang mampu, yatim, piatu dan yatim piatu tiap-
tiap kampung. Ketika perayaan maulid rata-rata kaum laki-laki ke mesjid
untuk menyukseskan acara maulid ini. Sementara perempuan memasak
kenduri maulid dirumah. Maulid ini bagian dari bentuk syukur masyarakat
aceh terhadap rezeki. Maulid ini bukan hanya dinikmati oleh segelintir orang
yang kaya tetapi yang ekonominya pas-passan juga berlomba-lomba
membuat kenduri maulod.

"Maulid itu sebagai tradisi yang mengarah pada persatuan dan saling berbagi
antar masyarakat yang ada di Aceh. Misalnya ada kaum dhuafa yang kurang
merasakan makan dengan enak. Nah, pada hari maulid semua bisa
merasakan makan dengan enak dengan menu yang berbeda seperti hari
biasanya," begitu salah satu pendapat Irma yulia mengenai maulid di Aceh.
Nilai-nilai dalam maulid ini banyak sekali diantaranya mengingatkan diri kita
tentang sosok yang merindukan kita yaitu Rasulullah. Ketika akhir hayat,
Rasulullah masih saja memikirkan kita :Ummati..ummati..ummati.. Semoga
kita juga termasuk yang merindukan dan mencintainya hingga kita
memperoleh syafaatnya di hari akhir kelak.

Semoga perayaan maulid bukan hanya sebuah pesta besar makan-makan


bersama tetapi lebih dari itu yaitu bagaimana kita meneladani Rasulullah
sebagai sebaik-baiknya teladan dalam hidup kita dengan melaksanakan
sunah-sunah yang telah dianjurkan olehnya. Karena percuma jika perayaan
atau peringatan hanya sebuah seremonial saja tanpa adanya realisasi
keteladanan dalam kehidupan nyata.
Maka semoga kita selalu menjadi ummat terbaiknya dan selalu bershalawat
kepadanya agar kelak di hari akhir bisa bertemu dengannya.

Selamat mengaplikasikan nilai-nilai terbaik dari suri tauladan kita.


Selamat membaca, terima kasih (NM)

Anda mungkin juga menyukai