JURNALISTIK DALAM
SAFARI DA'WAH KE
MENTAWAI
264
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
265
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
266
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
267
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
268
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
PENGAKUAN SAGEREBUG2)
269
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
270
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
3)
Sugianto, Salam, Ramadhan 1412 H, no. 30
271
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
272
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
273
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
Replianto
4 )
Harian Umum Singgalang, 23 Mei 1995
274
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
275
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
sambil menyebut untuk sampai ke satu desa dari desa lain harus
melakukan penyeberangan sungai dengan motor boat selama dua
jam. "Islam bisa dimasyarakatkan disana, kalau kita mau
menyumbangkan sedikit dana dan waktu kita", ujarnya lagi.
276
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
277
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
278
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
279
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
Alfian Zainal
6 )
Singgalang 26 - 29 November 1995
280
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
281
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
282
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
283
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
284
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
285
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
Bapak Angkat
Tentu saja para da’i tersebut tidak dapat gaji apapun dari
jemaah, karena mereka umumnya sangat miskin. Namun yang
menarik mereka mendapat honor dari Padang dengan sistem
bapak angkat yang jumlahnya sekitar Rp. 60.000 sampai Rp.
75.000 per bulan. Pola seperti ini dilakukan oleh DDII yang
berusaha melobi kelompok-kelompok Bazis di PT. Semen Padang,
Bank BNI, perbankan atau para dermawan. Mereka diminta
untuk mengirimkan wesel langsung kepada da’i yang menjadi
anak angkat dermawan itu, rutin setiap bulan. DDII, kata
Mas’oed yang paling mudah menangis di Mentawai itu, hanya
memberi daftar nama kepada mereka. "Bahkan ada wesel yang
yang berasal dari Hamba Allah" yang hanya saya saja yang tahu
orangnya", kata Mas’oed.
Sebuah sisi dari kehidupan Mentawai yang begitu,
“berjarak” dari Padang ini memang terasa pada da’i yang lugu,
sederhana namun sangat lincah dan nekat ini. Satu-satunya
jawaban yang keluar dari mulut mereka ketika ditanya kenapa
mau begitu, jawabannya adalah, "Kami ingin berjihad". Bahkan
fermentasi) dan sejenisnya. Minum tuak (minuman keras) adalah kebiasaan yang
datang dari luar, salah satu pengaruh globalisasi negatif
286
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
287
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
8 )
Mulai tahun 1997 Sagetsi mulai dibentuk Program Pematangan Lahan untuk
lahan transmigrasi Sipora
288
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
289
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
290
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
9 )
Harian Umum Singgalang, 13 Januari 1996
291
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
292
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
293
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
10)
Eki HP, Harian Umum Singgalang, 20 Januari 1996
294
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
295
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
296
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
11 )
Eki HP, Harian Umum Singgalang, 22 Januari 1996
297
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
298
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
12 )
Untuk seluruh Kepulauan Mentawai, DDII yang mengkoordinir 77 da’i Islam,
hanya memiliki 4 buah speed boat kapasitas 15 pk, dan sudah tua (sejak tahun
1994) dan terletak pada pusat kecamatan
13 )
Eki HP, Harian Umum Singgalang, 24 Januari 1996
299
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
300
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
301
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
14 )
Eki HP, Harian Umum Singgalang, 25 Januari 1996
302
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
303
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
304
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
15 )
Eki HP, Harian Umum Singgalang, 26 Januari 1996
305
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
306
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
307
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
308
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
309
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
310
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
311
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
312
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
313
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
314
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
PENDUDUK MENTAWAI
TINGGALKAN KEBIASAAN LAMA
DAN PILIH ISLAM18)
315
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
316
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
317
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
19 )
Harian Umum Singgalang, 8 Januari 1996
318
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
319
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
320
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
321
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
322
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
323
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
324
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
325
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
326
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
327
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
dari mulut anak yang berumur sekitar 13 tahun itu, keluar sebuah
petuah, "Ada dua 17 yang perlu dihayati, yaitu 17 Agustus dan 17
rakaat. Dimana 17 Agustus adalah hari kemerdekaan kita,
sedangkan 17 rakaat kewajiban kita sehari-hari. Kaitannya untuk
mencapai 17 Agustus diperlukan 17 rakaat. Dan pada 17 rakaat
banyak manfaat yang bisa diambil diantaranya nilai disiplin dan
nilai kebersamaan".
Anak laki-laki itu, kemudian dikenal dengan nama Muarif,
dia berasal dari Tuapejat, kecamatan Sipora, Kabupaten Padang
Pariaman. Untuk ke desanya dapat ditempuh selama tiga jam
dengan boat.
Muarif, pagi itu tampil mewakili teman-temannya
memberikan kultum (kuliah tujuh menit) di Masjid Nurul Iman,
Sioban seusai shalat subuh berjama'ah. Menurut Sumardi, suasana
seperti itu, sudah berlangsung sejak tiga tahun yang lalu (1993).
Dimana setiap subuh diadakan kultum yang penceramahnya
adalah anak-anak secara bergiliran.
Anak-anak itu, berasal dari desa-desa yang jauh di
pedalaman. Mereka di Sioban dalam rangka menuntut ilmu di
MTsn yang didirikan dengan swadaya masyarakat setempat. Di
pusat kecamatan itu, mereka dipondokkan dan setiap waktu shalat
dianjurkan berjemaah.
Siswa MTsN Padusunan Filial Sioban di Pulau Sipora itu
berjumlah 75 orang, sedangkan yang aktif hanya 55 orang. Diajar
oleh delapan orang guru, Empat orang diantaranya pegawai negeri
sipil, sedangkan dua guru bantuan tenaga dari KUA dan dua orang
lagi guru sukarela.
Menurut Sumardi, Kepala MTsN tersebut, pada siswa
dibebankan SPP Rp. 1250. Namun setiap bulannya tidak semua
siswa yang membayar. Karena sebahagian dari mereka adalah
muallaf. Sekolah yang tiga lokal ini memiliki kantor yang sangat
sederhana dan hanya beratap rumbia. Sementara di sampingnya
328
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
329
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
Dari Swadaya
Untuk membangun sebuah sekolah di Mentawai, tidak
semudah membangun sekolah di tanah tepi (pulau Sumatera),
yang penduduknya sudah mempunyai latar belakang pendidikan
yang relatif maju. Taraf pendidikan masyarakat tersebut, warna dari
pembangunan yang dilakukannya.
Kalau di Sipora Mentawai, penduduk di tanah Sikerei masih
jauh tertinggal dari taraf kehidupan orang tepi. Jadi untuk
membangun dirinya sendiri belum bisa selayak yang dilakukan
orang Tanah Tepi yang didukung sarana dan prasarana yang
memadai.
Seperti membangun sebuah gedung sekolah misalnya, tidak
bisa dilakukan masyarakat asli Mentawai. Namun harus
didatangkan orang Tanah Tepi untuk menjadi komando
pembangunan tersebut. Seperti yang yang dilakukan Sumardi,
alumni IAIN Imam Bonjol Padang ini. Dengan tekad yang bulat dia
ingin memajukan masyarakat Sipora. Langkah itu didasari dengan
niat ibadah. Berbekal ilmu pendidikan yang ditimba di Fakultas
Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang, dia mulai mencari anak
Mentawai yang mungkin punya minat untuk menjadi muridnya.
Tahun 1990 berhasillah ia dengan gebrakannya itu, hingga kini
mempunyai murid 75 orang dari kelas I sampai III.
Semula gedung sekolah MTsN tersebut yang masih filial
MTsN Padusunan Padang Pariaman, hanya beratap rumbia dan
330
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
21 )
Harian Umum Singgalang, 22 Agustus 1996
331
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
332
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
333
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
334
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
335
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
24 )
Maifil Eka Putra, Harian Umum Singgalang, 30 Agustus 1996
336
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
337
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
338
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
25 )
Edi Suardi, Harian Umum Singgalang, 7 September 1996
339
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
340
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
LEBARAN DI MENTAWAI26)
26 )
Meifil Eka Putra, Harian Umum Singgalang, 12 Pebruari 1997
341
Mentawai Menggapai Cahaya Iman
342
Perjalanan Jurnalistik Dalam Safari Da’wah Ke Mentawai
Khatib di Mentawai
Kelancaran lebaran di Mentawai, Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia (DDII) tidak mendatangkan khatib dari luar
kawasan tersbut. Melainkan menyerahkan sepenuhnya kepada 70
Da'i yang bertugas di Mentawai tersebut. Umumnya khatib itu
merupakan putra asli Mentawai dan ada yang telah menempuh
jenjang pendidikan sampai tingkat sarjana.
Untuk menjadi khatib di Mentawai, Da'i harus siap
menempuh aliran sungai yang menuju perkampungan itu dengan
boat atau perahu dayung. Namun demi tugas suci dan ummat
islam dijalani dengan penuh keikhlasan lillahi ta alaa, tinggal para
dermawan yang akan membantunya secara moril dan materil
demi kelancaran tugas da'i tersebut.
Di Muara Siberut bertindak sebagai khatib H.M. Idris
Batubara dan Imam H.Abdul Hadi Aroni. Di Taileleu, Khatib dan
Imam Lukman. Di Sarasau Imam dan Khatib Mukhsinin. Di
Saliguma (Salim Parangin-rangin). Di Saibi Sumokop (M. Rafit).
Di Madobak (Afdhal). Di Rokdok, (Abdullah). Di Matotonan
(Jhon Effendi).
Sedangkan untuk wilayah Sioban Sipora, di langsungkan
di Masjid Nurul Iman. Iman dan Khatib Zulkifli Tamali Saogo.
Di Sagitsi (Hiram Henok S.H.). Di Bosua dan Bariauleu (Masihol
dan Gerti Amran). Di Tua Pejat (Jamar Tamali Saogo). Di Mara
dan Nem - Nem (Mohammad Fadli). Sedangkan di Pantai Barat
Berimanua dan Taraet, Batumoga diadakan di Batumoga dengan
Imam dan Khatib Mislih.
343