Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH SINGKAT JEMAAT GMIM HALELUYA KAYUUWI

Injil masuk Kayuwi


Sejarah berdirinya jemaat GMIM Haleluya Kayuuwi bermula dari kunjungan Penginjil besar
Asal Jerman utusan NZG (Nederlandsche Zendeling Genootschap/Badan pekabaran Injil Di
Belanda) yang datang di Tanah Minahasa pada  tanggal 12 Juni 1831 yaitu Johann Gotlieb
Schwarz. Pada Saat itu Schwarz yang tinggal di langowan mengadakan perkunjungan
sebulan sekali di Roong Kayuuwi  yang dihuni oleh keluarga Rorimpandey, Lintang, Watung,
Rumondor, Rembet, Lapian, Rondonuwu dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1840 schwarz
merubah bentuk pelayanannya dari rumah ke rumah menjadi ibadah bersama dan
mengajarkan bermacam-macam ketrampilan yang awalnya bertempat di bawah pohon
rindang, namun karena sering terganggu oleh hujan maka dibuatlah “sabuah”  (pondok).
Tahun 1840 menjadi tongak sejarah wanua kayuuwi (orang kayuuwi) karena sudah mulai
percaya dan kemudian menerima baptisan Kudus yang saat itu dilaksanakan di Kawangkoan.
Pada perkembangan selanjutnya “sabuah” itulah menjadi tempat Ibadah (Gereja) dan tempat
belajar bersama yang kemudian pada tahun 1845 Szhwarz sebagai wakil NZG mentahbiskan
sekolah rakyat (Volks school/) yang kemudian Sekolah Zending ini berlanjut mejadi SD
GMIM Kayuuwi (Sekarang).

  Tentang Desa Kayuuwi Raya


            Desa kayuuwi yang dihuni oleh wanua kayuuwi memiliki berbagai keunikan yang
menjadi kekhasan tersendiri. Untuk mengenal Desa Kayuuwi atau Roong Kayuuwi sebagai
ibukota Kecamatan Kawangkoan Barat maka penjelasan berikut memberikan imformasi yang
lengkap sekalipun diuraikan secara ringkas.

Asal kata Kayuuwi dan perkembangannya.


Secara etimologi[1] kata Kayuuwi berasal dari dua kata yaitu, pertama: kayu ma
uwi  (Bahasa toumtemboan) yang artinya pohon kayu yang berumbi-umbi, atau pohon kayu
yang akarnya menyerupai ubi/umbi. Kedua: kayu kale uwi (bahasa toumtemboan) yang
artinya pohon kayu yang dibawahnya atau disekitarnya banyak terdapat ubi-
ubian.  Pengertian lain dari kayuuwi diambil berdasarkan alasan budaya tata krama yg cukup
tinggi dalam menyambut seseorang yang datang kesuatu tempat atau asalnya, harus dengan
sapaan yg penuh hormat: " Ni ma'ayo re'e se tou marenak anduru indoyongan maroyong ing
Kayumauwi" kemudian dalam perkembangan sapaan ini berubah menjadi " nima'ai re'e se
Kayumauwi" selanjutnya istilah ini menjadi Kayumauwi atau "Kayuuwi ".
            Berdasarkan cerita orang-orang tua, penduduk desa kayuuwi pertama berasal dari
Tombasian yaitu Piay dan Karengis. Mereka adalah pemburu yang kemudian menemukan
suatu lokasi yang kaya akan binatang dan bahan makanan lainnya sekitar tahun 1.500 M.
Tempat ini bernama Nimanga yang sekarang bernama perkebunan Wurucik atau lebih dikenal
oleh orang kayuuwi dengan sebutan Mawale.  Sebelumnya juga dari
wanua Tontumaratas (sekarang desa toure) yang berjumlah delapan orang, Seorang dari
mereka bernama Kapero mencari nafkah lewat perburuan binatang yg menjadi makanan
utama. Mereka menyusuri hutan mengikuti penjuru mata angin ke barat sampai mereka tiba
di sebuah tempat dibawah pohon Wasian dan akhirnya mereka menetap disana. Dikarenakan
tempat mereka tinggak semakin padat, menyebabkan lahan berburu semakin sempit, hal ini
membuat mereka berusaha mencari tempat baru.
Dalam perkembangannya ketika penduduk kayuuwi mula-mula di Mawale semakin
bertambah maka penduduk berpindah ke tempat yang lebih luas dan terbuka di sebelah
selatan/tenggara, di sebelah barat sungai Kayuuwi, diperkebunan yang
bernama usu (Sekarang adalah SD Inpres dan sekitarnya). Kemudian penduduk kayuuwi
semakin meluas ke selatan sekitar jalan raya Amurang.

 Ideologi
            Sebagai Gereja Tuhan Yang Tuhan hadirkan di tanah Minahasa ini secara khusus
GMIM Haleluya Kayuuwi dalam melaksanakan Tugas panggilan Gereja Persekutuan
(Marturia), Pelayanan (Koinonia), dan Diakonia (Diakonia) sebagai perwujudan dari Iman
Kepada Tuhan Yesus Kristus [8] didasarkan pada Kesaksian Alkitab.
            Untuk menata pelayanan yang ada maka selalu mengaju pada Tata Gereja 2007 dan
Adendum Tata Gereja 2007, sehingga gerak pelaksanaan pelayanan selalu berjalan Bersama-
sama (Ber-Synhodos) baik dalam aras Sinode, Wilayah dan Jemaat.

Politik
            Jemaat GMIM Haleluya Kayuuwi hadir juga ditengah-tengah masyarakat desa
kayuuwi Raya dalam partisipasi Politik artinya mendatangkan damai sejahtera dan
kesejahteraan yang merupakan amanat Tuhan Allah atau misi Allah (Missio Dei).  Untuk itu
keaadan Politik yang ada di desa kayuuwi sangat kondusif  pasca pemilihan Legislatif
(DPRD Kabupaten, DPRD Propinsi, DPR RI dan DPD) DAN Pemilihan Presiden RI.

Ekonomi
            Roda perputaran Ekonomi di Jemaat GMIM Haleluya Kayuuwi sangat baik
mengingat jemaat Haleluya Kayuuwi yang pada umumnya berprofesi sebagai Tukang dan
sebagian sebagai petani, pegawai Negeri dan Pegawai Swasta. Selain itu juga anggota jemaat
memiliki kamauan untuk mengembangkan diri demi kesejahteraan keluarga.
            Banyak juga usaha-usaha pemberdayaan ekonomi yang dibuat seperti kelompok-
Kelompok Tani P/KB, W/KI, Pemuda dan Remaja untuk menunjang segala program
pelayanan yang ada. Selain itu ada juga usaha-usaha kecil dan menengah seperti pembuatan
souvenir dari batang kelapa oleh Bapak Lukas Laaji. Semua ini menunjukan bahwa keadaaan
ekonomi di jemaat GMIM Haleluya Kayuuwi sangatlah baik.
 Sosial budaya
            Hidup dengan semangat gotong-royong atau mapalus telah menjadi tabiat dan
kebiasaan dari jemaat GMIM Haleluya Kayuuwi. Hal ini dapat dilihat dari Ibadah
kerja sebagai bentuk merealisasikan Firman Tuhan dan banyaknya Rukun-rukun Keluarga
yang ada yang mempererat hubungan kekeluargaan satu dengan yang lainnya. Bahkan jemaat
kayuuwi yang telah berdomisii di tempat lain membentuk Rukun keluarga seperti: Rukun
Keluarga Di Jakarta, Rukun Keluarga di Manado, Rukun Keluarga di Bitung, dan ditempat-
tempat lain. Hal ini menunjukan bahwa persatuan kekelurgaan di antar jemaat Kayuuwi
sangat dipertahankan.
            Selain itu juga budaya kayuuwi yang merupakan kearifan lokal terus dipelihara
karena mengikat rasa persaudaraan dan kekeluargana satu dengan yang lainnya. Budaya
tersebut ialah:
1.      Budaya “brantang”
Budaya “Brantang” adalah kebiasaan yang terjadi pada peristiwa Duka. Budaya “Brantang”
sama dengan Kumawus hanya saja budaya brantang tidak dilaksanakan Ibadah Syukur
seperti budaya Kumawus hanya doa syukur kemudian makan bersama atau “brantang”
Dalam budaya “brantang” yang dilaksanakan pada saat peristiwa duka baik disaat sebelum
atau sesudah peakaman, di mingguan dan 40 hari. Untuk makanan tidak disediakan oleh
keluarga melainkan oleh anggota kerukunan yang ada di desa kayuuwi, di mana semua
membawa bahan makanan seperti beras dan uang atau batanda untuk digunakan dalam
pengolahan makanan dalam acara “Brantang”. Sesudah makanan di siapkan maka semua
akan makan bersama secara bergantian mengingat banyak yang menghadiri acara “Brantang”
bahkan lebih banyak dari acara pemakaman.
2.      Budaya Kumiit
Budaya kumiit di adakan pada saat sesudah acara pernikahan. Dalam budaya ini Perempuan
yang telah berstatus sebagai Istri tidak langsung tinggal dengan Sang Suami nanti keesokan
harinya keluarga Perempuan akan menghantar anak mereka di rumah dari sang suami dari
anak mereka dengan membawa berbagai perlengkapan rumah tangga dan Sembilan bahan
pokok kemudian dilaksanakan acara Kumiit. 
Acara kumiit ini didahului dengan ibadah syukur setelah itu ada petuah-petuah dari orang tua
atau yang dituakan untuk bekal dalam berumah tangga kemudian penyerahan perlengkapan
dapur dan Sembilan bahan pokok oleh yang dituakan di Keluarga, Ketua
Jemaat/BPMJ/Pendeta, Hukum Tua disertai dengan nasehat, sesudah itu makan bersama. 
3.      Budaya Sumakey
Sumakey artinya bertamu. Tamu yang di maksud adalah Anak yang telah lama diharapkan
kedatangannya dan para keluarga dan tetangga yang datang membawa makanan sebagai
wujud syukur sekaligus bertamu untuk melihat anak yang baru lahir. Adapaun tamu yang
dimaksud bukan hanya para ibu-ibu yang sudah memiliki anak tetapi juga para ibu-ibu yang
belum memiliki anak sama-sama bersyukur dengan keluarga 
Sampai saat ini di jemaat kayuuwi masih mempertahankan budaya tersebut sebagai bentuk
kearifan lokal yang harus dilestarikan ditengah berbagai tantangan sekarang ini. Sebab hal ini
menjadi identitas dari jemaat GMIM Haleluya Kayuuwi.

Peran Guru-guru jemaat


Setelah Schwarz meninggal dunia di manado pada tanggal 1 Februari 1859 dan di makamkan
di Langowan pada tanggal 2 Februari 1859, maka pada tahun 1861 bertugas penginjil Albert
Trougott Schwarz (Schwarz jr, Kemanakan dari J.G. Schwarz) di Sonder, karena saat itu
sudah ada pemisahan wilayah pelayanan dan kayuuwi bersama kawangkoan merupakan
wilayah Sonder. Kemudian pada tahun 1870 ditempatkan Seorang Guru yang menjadi Kepala
Sekolah sekaligis menjadi Guru Jemaat yang pertama bagi Persekutuan Jemaat Kayuuwi.
Dia adalah Markus Kaligis yang berasal dari Lahendong (Tahun 1870-1881). Dan secara
berkelanjutan maka Persekutuan Jemaat Kayuuwi digembalakan oleh para Guru-guru Jemaat,
sebagai berikut:
1. Urbanus Lolowang (Tahun 1881)
2. Natanel Lolowang (Tahun 1883-1884)
3. Aristakus Kaligis (Tahun 1884-1890)
4. Markus Mangindaan (Tahun 1890-1891)
5. E. Kelung (Tahun 1891-1892)
6. Markus Mangindaan(Tahun 1893-1917)
7. Charlies Tangkere (Tahun 1917-1931)
8. Hendrik Gerson Rumondor (Tahun 1931-1965)
Dalam perkembangan jemaat, di mana benih Injil bentumbuh dan mengasilkan buah tidak
terlepas dari peran Guru-guru jemaat yang telah membangun fondasi iman yang kokoh. Dari
guru-guru jemaat yang melayani di Jemaat Kayuuwi maka Hendrik Gerson
Rumondor (Putra Asli Kayuuwi) lulusan Sekolah Guru (Kweekschool voor Inlandsche
onderwijzers en voorgangers) di Kuranga-Tomohon beri gelar oleh jemaat sebagai Putra
Sulung Teladan Gembala yang setiawan karena keberhasilannya dalam memimpin sebagai
ketua Jemaat sejak tahun 1931. Guru Jemaat yang sekalipun badannya kurus namun
langkahnya cepat, sikapnya tegas dan disegani oleh semua orang. Oleh karena kesetiannya
terhadap pelayanan maka pada tanggal 1 Januari 1965 ditahbiskan sebagai Pendeta Jemaat
Lingkaran Kawangkoan sekaligus merangkap Ketua Jemaat Kayuuwi sampai tahun 1981.
Sesudah itu diangkat sebagai Penasehat Jemaat. Sebagai penghargaan yang setinggi-
tingginya, maka tanggal dan bulan kelahiran Pdt. Hendrik Gerson Rumondor dijadikan
sebagai Hari Jadi Jemaat dan tahunnya 1840 sebagai awal sekelompok orang kayuuwi
percaya akan Injil Tuhan Yesus Kristus. Oleh karena itu HUT Jemaat dirayakan pada
Tanggal 29 Maret 1840. Pdt. H. G Rumondor meninggal pada hari Jumat 14 Agustus 1987
dan upacara pemakamannya di pimpin oleh Ketua Sinode Pdt. R.M. Luntungan yang
mendapat perhatian besar dari seluruh warga jemaat Kayuuwi dan wilayah Kawangkoan.

Jemaat yang selalu bernyanyi “Haleluya”


Setelah terbentuknya Sinode GMIM tanggal 30 September 1934 dan jemaat Kayuuwi terus
berkembang bagaikan pohon yang terus mengasilkan buah sekalipun tidak sepi dari terjangan
angin yang keras. Dan seiring perkembangan jemaat maka Jemaat Kayuuwi yang awalnya
bernama Persekutuan Jemaat Kayuuwi pada tahun 1929 diberi nama “Protestansche Kerk
Kajoeoewi Anno”, pada tahun 1934 di ganti GMIM Kayuuwi, Kemudian pada tanggal 21
Desember 1997 mengunakan nama GMIM “Haleluya” Kayuuwi. Nama “Haleluya”
digunakan oleh karena Jemaat Kayuuwi memiliki bakat menyanyi yang diterima sebagai
karunia Tuhan. 

Ketua-ketua Jemaat yang ditempatkan oleh BPS (Sekarang BPMS)


1. Pdt. Hendrik Gerson Rumondor                 (Tahun 1965-1981)
2. Pdt. Hendrik Wowiling                                (Tahun 1981-1985)
3. Pdt. C.J. Talumewo-Poli, Sm.Th                (Tahun 1985-1989)
4. Pdt. Emmy Ruth-Woritikan            ,            (Tahun 1989-1993)
5. Pdt. Sofietje Manapa-Lakoy, S.Th             (Tahun 1993-1999)
6. Pdt. Evie S. Suban-Rawung, S.Th             (Tahun 1999-2005)
7. Pdt. Marthen Karundeng, S.Th                   (Tahun 2005-2010)
8. Pdt. Hermanus Ventje Paat, S.Th              (Tahun 2010-2014)
9. Pdt. Evelien S. Massie-Lintang, S.Th         (Tahun 2014- Sekarang)     
Selain itu juga ditempatkan oleh BPS (Sekarang BPMS) Pendeta Jemaat, Vic. Pdt, dan Guru
Agama sebagai berikut: Pdt. Annie Wokas-Saruan, S.Th (tahun 1966-1967), Pdt. Masye
Lapian-Sumual (Tahun 1976-1977) Pdt. Meydi Sumolang-Rembet, S.Th (Tahun 1993-1998),
Pdt. Djendri Suoth, S.Th (Tahun 1994-1995), Pdt. Tirsa Sondakh-Watung, S.Th (Tahun
1999-2000), Pdt. Yolanda Lintang-Kasenda,S.Th (Tahun 2001-2003), Pdt. Maikel Mengko,
S.Th (Tahun 2004-2005), Pdt. Deysi Manumpil-Lewan, S.Th (Tahun 2004-2006), Pdt. Alrie
Lumempou, S.Th (tahun 2006-2011), Pdt. Djemie E. Tenda (Tahun 2010-2011), Pdt. Roy O.
H. Palit, S.Th (tahun 2011-Sekarang), Pdt. Velmy Muaya-Sondakh, S.Th (Tahun 2011-
Sekarang), Pdt. Meylan Iroth-Masiie, S.Th (Tahun 2013-Sekarang).
Vic.Pdt. Annie Wokas-Saruan, Sm.Th (tahun 1996), Vic.Pdt. Mas Agustien Sumual, Sm.Th
(tahun 1976), Vic. Pdt. Emmy Ruth Worotikan, S.Th (1989), Vic.Pdt. Tirsa J.N Watung
(tahun 1993), Vic.Pdt. Djendri Suoth, S.Th (tahun 1998), Vic.Pdt. Michael F.L. Mengko,
S.Th (tahun 1999), Vic. Pdt. Djemie Tenda, S.Th (Tahun 2007), Vic.Pdt. Anggel Waluyan,
M.Th (Tahun 2010), Vic. Pdt. Franky Daniel Mamahit, S.Th (Tahun 2014).
GA. Olien Rondonuwu-Rorimpandey (Tahun 2002), GA. Jaine Kallo-Raintung (Tahun
2005), GA. Heneke Assa-Poluakan (Tahun 2005), GA. Djois Sondakh-Lumintang (Tahun
2014).
Sekarang jemaat Haleluya Kayuuwi yang merupakan bagian bagian dari wilayah pelayanan
Kawangkoan 2 memiliki 609 kk dan 1967 jiwa yang tersebar di 24 kolom. Satu Hal Yang
perlu ditegaskan bahwa Keesaan jemaat kayuuwi tetap kokoh dan utuh bersatu dalam GMIM
sekalipun banyak denominasi Gereja sejak tahun 1946 memasuki kayuuwi namun sampai
sekarang 99,5 persen penduduk kayuuwi adalah warga GMIM. 

Anda mungkin juga menyukai