Anda di halaman 1dari 11

Tradisi Baayun Maulid di Masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Baayun Maulid atau Baayun Anak adalah proses budaya yang menjadi salah satu simbol
kearifan dakwah ulama Banjar dalam mendialogkan makna hakiki ajaran agama dengan
budaya masyarakat Banjar. Nama tradisi ini terdiri atas dua kata, yaitu baayun dan mulud.
Kata baayun berarti melakukan aktivitas ayunan atau buaian. Maulid adalah simbol agama
dan menjadi salah satu manifestasi untuk menanamkan, memupuk, dan menambah kecintaan
sekaligus pembumian sosok manusia pilihan, manusia teladan, Nabi pembawa Islam.
Sedangkan Baayun Anak penerjemahan dari manifestasi tersebut, karena dalam Baayun
Anak terangkum deskripsi biografi Nabi Muhammad SAW sekaligus doa, upaya, dan
harapan untuk meneladaninya. Aktivitas atau tradisi ini biasanya dilakukan seseorang untuk
menidurkan anaknya dengan cara diayun-ayunkan pada sebuah kain yang menggantung.
(Jamalie, 2014)
Tradisi Baayun Anak atau Baayun Maulid yang setiap tahun digelar oleh masyarakat
Banjar, yakni setiap tanggal 12 Rabiul Awal, memiliki kemiripan sejarah dengan berbagai
budaya Banjar lainnya yang telah berhasil diislamisasikan (diakulturasi atau ditransformasi).
Tradisi Baayunnya sendiri sudah ada sebelum Islam masuk di Kalimantan Selatan, mulanya
di wilayah Kabupaten Tapin. Baayun Maulid sarat dengan sejarah, muatan nilai, filosofis,
akulturasi, dan prosesi budaya yang berharga untuk dikaji secara komprehensif, sehingga
nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya penting untuk disosialisasi dan
terinternalisasi dengan baik dalam kehidupan masyarakat. (Jamalie, 2014)
Beberapa tahun ini, setiap peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW di Masjid Sultan
Suriansyah Banjarmasin di Jalan Kuin Utara ada tradisi Baayun Maulid. Masjid Sultan
Suriansyah di Banjarmasin sendiri merupakan salah satu masjid yang terkenal di kota
tersebut dimana umumnya akan banyak pengunjung yang datang, baik dari Banjarmasin dan
dari luar kota terutama pada bulan Rabiul Awal. Sehingga, kegiatan ini digelar untuk syiar
Islam sekaligus promo dari wisata religi Masjid Sultan Suriansyah. (Syaiful, 2020)
Penelitian ini diharapkan pula akan menghasilkan pemahaman-pemahaman yang
terhadap proses perkembangan Islam yang telah berakulturasi dan berdialektika dengan
budaya dan kepercayaan masyarakat lokal yang telah hadir sebelumnya, sebagaimana yang
tampak dalam pelaksanaan tradisi Baayun Anak dalam masyarakat Banjar.
1.2 Tujuan
Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah untuk mempelajari tentang tradisi Baayun
Maulid di masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penyusunan makalah ini antara lain adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan tradisi Baayun Maulid?
2. Bagaimana asal-usul tradisi Baayun Maulid?
3. Bagaimana kegiatan tradisi Baayun Maulid yang dilaksanakan di masjid Sultan
Suriah Banjarmasin?
4. Apa tujuan dan manfaat dari tradisi Baayun Maulid yang dilaksanakan di masjid
Sultah Suriah Banjarmasin?
1.4 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara terhadap tokoh
setempat yang bertugas di masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin. Peneliti mendapatkan data
dari wawancara yang kemudian dilengkapi dengan studi pustaka dalam penyusunan isi
makalah.
BAB 2. ISI

A. Pengertian Ba’ayun Maulid

Ba’ayun Maulid atau kerap disebut baayun anak adalah salah satu tradisi upacara yang
ditujukan untuk anak-anak menjelang dewasa. Tradisi ba’ayun mauled ini dilakukan dengan
mengayunkan bayi untuk membuatnya tidur dengan lelap. Baayun sendiri memiliki arti
melakukan aktivitas ayunan atau buaian sedangkan Maulid memiliki arti ungkapan
masyarakat Arab untuk peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sehingga Ba’ayun
Maulid memiliki arti sebuah kegiatan mengayunkan anak (bayi) umur 0-5 tahun sebagai
ungkapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW sang pembawa rahmat bagi seluruh
umat Islam. Orang Banjar pada zaman dahulu meyakini bahwa anak-anak mereka bisa
memperoleh keberkatan dalam hidupnya, tidak mudah menangis, dan terhindar dari segala
marabahaya. Untuk itu pada zaman dahulu, setiap anak harus melalui upacara Ba’ayun Anak
sebagai tanda penghormatan dan sekaligus memberi persembahan kepada Datu Ujung.
(Jamalie, 2014)

B. Asal-usul Ba’ayun Maulid


Tradisi Baayunnya sendiri sudah ada sebelum Islam masuk di Kalimantan Selatan,
mulanya di wilayah Kabupaten Tapin Desa Banua Halat. Namun dalam perkembangannya,
tradisi baayun maulid mulai menyebar luas hingga dilaksanakan di berbagai daerah di
Kalimantan Selatan sejak tahun 1990-an. Ba’ayun maulid ini merupakan tradisi orang Banjar
yang diislamisasikan, mulanya baayun anak merupakan upacara peninggalan nenek moyang
orang Banjar ketika masih beragama Kaharingan. Menurut masyarakat Desa Banua Halat
yang mengetahui sejarah dan riwayat tradisi baayun maulid, ada tiga hal penting yang
menjadi latar belakang asal mula dilaksanakannya tradisi ini, yakni: (Kemendikbud, 2015)

1. Upacara Aruh Ganal


Sebelum Islam masuk, orang-orang Dayak Kaharingan yang berdiam di Desa
Banua Halat mempunyai kebiasaan melaksanakan sebuah upacara yang
bernama aruh ganal. Aruh artinya kenduri atau selamatan, sedangkan ganal artinya
besar. Jadi aruh ganal berarti kenduri atau selamatan besar. Kegiatan utama dalam
upacara aruh ganal yang biasanya dilaksanakan selama sepekan di balai adat itu
adalah pembacaan mantra dari para balian (tokoh orang Dayak) disertai dengan
maayun atau baayun anak. Anak-anak (bayi) diayun dalam ayunan yang secara
khusus dibuat dan disediakan serta dihias dengan berbagai perlengkapan yang seakan
ingin mengajarkan kepada anak-anak untuk bersyukur atas karunia yang didapat.
Setelah  Islam  masuk  dan  berkembang, upacara aruh ganal dilaksanakan dengan
format yang sama, tetapi dengan substansi yang berbeda. Upacara aruh ganal yang
pada mulanya diisi dengan bacaan-bacaan mantra dari para balian, serta doa dan
persembahan-persembahan yang ditujukan kepada para dewa dan leluhur ataupun roh
nenek moyang orang Dayak Banua Halat, kemudian digantikan dengan pembacaan
syair-syair maulid Nabi yang berisi sejarah, perjuangan, dan pujian terhadap Nabi
Muhammad SAW, serta pembacaan Al Quran, doa, ceramah agama Islam, sekaligus
disertai dengan mengayun anak.
Akhirnya tradisi ini menjadi populer dan dinamakan menjadi upacara baayun
maulid oleh orang-orang Dayak Desa Banua Halat yang telah memeluk agama Islam.
Tradisi baayun maulid kemudain dirangkaikan dengan peringatan maulid Nabi
Muhammad SAW setiap tanggal 12 Rabiul Awal. Tempat pelaksanaannya pun
kemudian dipusatkan di Masjid Al Mukarramah, Desa Banua Halat, yang dipercaya
masyarakat setempat sebagai masjid peninggalan dari pendirinya sekaligus tokoh
Islam Desa Banua Halat, Datu Ujung.
2. Penghormatan terhadap Datu Ujung
Masyarakat Desa Banua Halat juga menganggap latar belakang tradisi baayun
maulid berasal dari salah satu bentuk silaturahmi, penghormatan atau persahabatan
dengan makhluk gaib, yaitu Datu Ujung. Datu ujung merupakan tokoh Islam dan
nenek moyang orang Dayak yang pertama kali memeluk agama Islam. Sejarah hidup
Datu Ujung sendiri terkait dengan riwayat pendirian masjid keramat Al Mukarramah
di Desa Banua Halat. Masyarakat juga meyakini bahwa Datu Ujung bukan hanya
sebagai penunggu masjid, tetapi juga menjaga zuriat (keturunan) orang-orang Desa
Banua Halat dari segala musibah. Itulah sebabnya, dimana pun orang-orang Desa
Banua Halat  berada, mereka tetap merasa memiliki keterikatan dengan Datu Ujung
dan memiliki keharusan untuk selalu mengikutsertakan setiap  anggota  keluarga
mereka dalam prosesi Baayun Maulid.
3. Kepercayaa Warisan Nenek Moyang
Orang-orang Desa Banua Halat yang semula memiliki keyakinan animisme,
mempercayai bahwa setiap anak yang dilahirkan ke dunia tidaklah sendiri, akan
tetapi  kelahiran mereka disertai oleh empat saudara gaibnya. Keempat saudara gaib
tersebut adalah tambuniah, tubaniah, uriah, dan kamariah. Mereka menjadi teman
sepermainan anak yang baru lahir. Kemudian, agar si anak tidak sakit akibat diganggu
keempat saudara gaibnya tersebut, maka ketika anak berumur 40 hari, ia harus
ditampung tawari sekaligus diayun oleh orangtuanya.
Setelah Islam memasuki Desa Banua Halat hingga sebagian besar penduduknya
memeluk agama Islam, maka kepercayaan-kepercayaan yang berbau animisme
tersebut, sedikit demi sedikit menjadi hilang dan tergantikan dengan keyakinan
terhadap Islam. Tradisi baayun anak yang semula merupakan tradisi yang berbau
animisme kemudian diislamisasikan melalui proses akulturasi (percampuran dua
kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi) dan
transformasi.

C. Tradisi Ba’ayun Maulid di Masjid Sultan Syuriah Banjarmasin


Tradisi Ba’ayun Maulid dilakukan di masjid karena proses akulturasi yang terjadi di
masyarakat. Sejak kecil anak-anak telah dikenalkan dengan masjid, sehingga diharapkan
sepanjang hidupnya selalu ingat dan menjadikan masjid sebagai pusat peribadatan.
Kemudian, sejak dini anak juga sudah dikenalkan dan diikutsertakan dengan perayaan maulid
Nabi sebagai ungkapan rasa syukur serta kegembiraan terhadap kelahiran Nabi Muhammad
SAW, dengan harapan agar anak dapat menjadikan Nabinya sebagai panutan utama dalam
hidup. (Daud, 1997)
Masjid Sultan Syuriah di Banjarmasin sendiri telah menjadi masjid besar yang menjadi
pusat keagamaan orang Banjarmasin sehingga setiap 12 Robiul Awal selalu dilakukan
perayaan Ba’ayun Maulid disana. Tradisi ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat Banjar saja
tapi juga pendatang dari berbagai kota dan provinsi untuk melihat tradisi di kota
Banjarmasin. Pelaksanaannya dilakukan bertepatan dengan peringatan kelahiran maulid Nabi
Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal. Peserta yang mengikuti upacara ini terdiri
dari anak-anak dan orang dewasa, sambil diiringi dengan membaca syair maulid.
(Koranbanjar, 2018)
Bahan ayunan yang digunakan dalam baayun maulid biasanya adalah kain yang
berjumlah tiga lembar, dua lembar kain terdiri dari tapih bahalai (kain khas Banjar untuk
wanita, Red), dan satu lembar kain biasa berwarna kuning. Sedangkan perlengkapan lainnya
antara lain adalah kembang, beberapa jenis kue tradisional khas Banjar, dan lain-lain. Selain
itu, ayunan juga dihiasi dengan anyaman yang terbuat dari janur yang biasanya dianyam
menjadi berbagai macam bentuk. Anyaman dari janur ini kemudian digantungkan di sisi
ayunan bersama kembang, kue dan hiasan lainnya. (Koranbanjar, 2018)
Pada umumnya, peserta baayun maulid ini terbagi menjadi dua kelompok, yakni
kelompok anak-anak (bayi) dan kelompok orang dewasa yang terdiri dari laki-laki maupun
perempuan. Kegiatan  mengayun  anak  dalam upacara baayun maulid dilakukan bersamaan
dengan pembacaan syair-syair maulid, dan diteruskan dengan ceramah atau uraian tentang 
maulid  Nabi Muhammad SAW oleh tokoh agama. (Koranbanjar, 2018)

D. Tujuan dan Manfaat dari Tradisi Ba’ayun Maulid

Niat atau tujuan yang mendasari para orang tua mengikutkan anaknya dalam pelaksanaan
baayun maulid ini tentu bermacam-macam. Namun secara umum, anak yang diayun
orangtuanya dalam upacara baayun maulid ini diharapkan dapat meneladani perilaku sera
akhlak yang dimiliki Nabi Muhammad  SAW, dimudahkan hidupnya, dan selalu
melaksanakan ajaran agama Islam dengan baik.

Kemudian, bagi masyarakat Desa Banua Halat, baayun maulid merupakan tradisi yang
tidak boleh ditinggalkan, jadi harus dilaksanakan dimanapun mereka  berada. Mereka
mempercayai apabila baayun maulid tidak dilaksanakan, maka anak mereka bisa sakit-
sakitan. Ada juga sebagian orang yang mengikuti upacara baayun maulid dalam rangka
untuk  melaksanakan nazar, misalnya nazar apabila sembuh dari suatu penyakit,  maka
mereka akan mengikuti baayun maulid.

Tradisi ini juga menjadi tradisi yang menjadi bentuk dakwah Islam bagi masyarakat
Banjarmasin sehingga selain melaksanakan tradisi Ba’ayun, juga terjadi penyebaran ajaran
Islam kepada masyarakat sekitar. Selain itu tujuan utama dari pelasanaan Ba’ayun maulid ini
adalah untuk merayakan maulid Nabi yang jatuh tepat pada 12 Rabiul Awal sehingga
masyarakat berharap mendapatkan keberkahan dari Nabi Muhammad SAW.
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ba’ayun Maulid atau Ba’ayun anak merupakan salah satu tradisi masyarakat Banjar
yang dilaksanakan untuk memperingati Maulid Nabi dengan mengayunkan anak (bayi)
agar dapat tertidur dengan lelap. Tradisi ini berasal dari Kabupaten Tapin, Desa Banua
Halat menyebar luas hingga dilaksanakan di berbagai daerah di Kalimantan Selatan sejak
tahun 1990-an.Pelaksanaanya pada Masjid Sultan Syuriah Banjarmasin didasari karena
masjid tersebut merupakan pusat kegiatan islam di kota Banjarmasin sehingga selain untuk
memperingati Maulid Nabi, pelaksanaanya di Masjid Sultan Syuriah menjadi wisata bagi
masyarakat yang berkunjung dan sebagai sarana penyebaran dakwah Islam.
Sejauh ini pelaksanaan tradisi Ba’ayun Maulid bertujuan sebagai bentuk tradisi turun-
temurun masyarakat Banjar dan untuk mendapatkan keberkahan dari Nabi Muhammad
SAW di hari kelahirannya yaitu 12 Rabiul Awal. (Jamalie, 2014)

3.2 Saran
Tradisi Ba’ayun Maulid merupakan tradisi masyarakat Banjar yang dapat menjadi ciri
khas untuk menarik wisatawan asing untuk berwisata Religi, untuk itu pengenalan tradisi
ini ke dunia luar perlu lebih diperbanyak sehingga tradisi ini dapat lebih dikenal ke luar
provinsi dan bahkan ke luar negara.

DAFTAR PUSTAKA

Jamalie, Z. 2014. Akulturasi dan Kearifan Lokal dalam Tradisi Baayun Maulid pada Masyarakat
Banjar. Jurnal el-Harakah Volume 16 No. 2 Tahun 2014.

Koranbajar. 2018. Tradisi Ba’ayun Maulid Bagian 1 : Asal-usul Baayun Maulid. Diakses dari
Tradisi Baayun Maulid Bagian 1: Asal-usul Baayun Maulid – koranbanjar.NET pada 11
Maret pukul 18.25

Syaiful Anwar. 2020. Setiap Tahun Ada Kegiatan Baayun Maulid di Masjid Sultan Suriansyah
Banjarmasin. Diakses dari https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/07/08/setiap-tahun-
ada-kegiatan-baayun-maulid-di-masjid-sultan-suriansyah-banjarmasin pada 8 Maret 2023
pukul 15.12 WIB.

Kemendikbud. 2015. Ba’ayun Mulud/Maulid. Diakses dari BA’AYUN MULUD/MAULID -


Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya (kemdikbud.go.id) pada 11 Marert 2023 pukul
17.36 WIB.
Daud, A. 1997. Islam dan Masyarakat Banjar: Deskripsi dan Analisis Kebudayaan Banjar.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai