Anda di halaman 1dari 5

KEARIFAN LOKAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAGIAN I
A. Pengertian kearifan lokal
- Kearifan lokal merupakan hasil proses adaptasi turun temukan dalam periode waktu yang
sangat lama terhadap suatu lingkungan alam tempat tinggal mereka.
- Menurut Abdul syukur (2009), kearifan lokal merupakan sebuah usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya untuk bertindak dan bertingkah laku terhadap sesuatu/peristiwa
yang terjadi dalam ruang tertentu.
- Menurut Putu Oka Ngakan, Kearifan lokal adalah rapat nilai atau perilaku hidup masyarakat
dalam berinteraksi dengan lingkungan arif.
- Menurut Keraf (2002), kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan,
pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia
dalam kehidupan didalam komunitas ekologi.

B. Contoh Kearifan lokal di Provinsi Kalimantan Selatan


1. Baayun Mulud
Baayun Mulud adalah kegiatan mengayun bayi atau anak sambil membaca syair maulid
yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan dengan Maulid Nabi
Muhammad. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan
A. Proses Terbentuknya Kearifan Lokal
Baayun Anak semula merupakan upacara peninggalan nenek moyang orang Banjar
ketika masih beragama Kaharingan. Tradisi ini semula hanya ada di Kabupaten Tapin (khususnya
di Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara) kemudian berkembang dan dilaksanakan di
berbagai daerah di Kalimantan Selatan. Baayun anak/menidurkan anak dengan cara mengayun
dianggap cukup efektif untuk membuat anak lelap dan tidak mudah terbangun, jadi ketika anak
terbangun atau menangis maka orangtua hanya perlu menarik ayunan agar terayun kembali dan
anak segera tenang untuk lanjut tidur lagi. Dalam perkembangannya tradisi ini kemudian
dipengaruhi ajaran agama Islam yang dipadukan dengan budaya lokal masyarakat. Oleh sebab
itu tradisi Baayun Anak diikutsertakan dalam memeriahkan kelahiran Nabi Muhammad SAW
hingga saat ini.
B. Unsur unsur kearifan lokal
1. Nilai lokal
Tradisi baayun mulud yang dilakukan masyarakat identik dengan nilai-nilai yang positif dan
dapat dijadikan sarana kepedulian antar sesama, di mana mengandung nilai kepedulian
terhadap diri sendiri dan anak, nilai solidaritas, gotong royong serta musyawarah.

2. Pengetahuan lokal
Di beberapa daerah Indonesia pasti memiliki tradisi tersendiri dalam memperingati maulid nabi,
begitupun masyarakat Banjar yang mana mayoritas penduduknya muslim ikut serta dalam
memperingati maulid nabi dengan ciri khasnya yaitu tradisi Baayun mulud. Tradisi tersebut
merupakan wujud dari akulturasi budaya. kedatangan Islam tidaklah menghapus habis seluruh
tradisi budaya lokal yang pernah ada di tengah-tengah masyarakat, namun menggantikan nilai-
nilai agama kedalam sebuah kebudayaan tanpa menghilangkan kebudayaan tersebut. Dengan
keterbukaan masyarakat banjar perpaduan budaya pun terjadi, karena tradisi ini dipandang
masih layak dipertahankan dan dilestarikan serta banyak mengandung nilai-nilai positif.
3. Keterampilan lokal
Properti utama Tradisi Baayun Maulid adalah ayunan dan sarung (tapih bahalai). Hal tersebut
dapat kita hubungkan dengan keterampilan masyarakat lokal, yaitu dalam pembuatan ayunan
serta tapih bahalai khas Banjar. Penggunaan barang barang tersebut tidak hanya digunakan
dalam tradisi Baayun mulid saja tetapi juga banyak digunakan oleh masyarakat Banjar sebagai
pakaian, selimut, penutup kepala untuk wanita dan lain lain.
4. Kepercayaan lokal
Selain sebagai nilai kebudayaan masyarakat Banjar, tradisi Baayun mulud juga mengandung
kepercayaan bagi masyarakat yaitu mendapatkan berkah, kesehatan, keselamatan, sembuh dari
sakit, anak tidak nakal/rewel, serta anak-anak dapat mencontoh tauladan Rasul.

C. Fungsi Kearifan Lokal


1. sebagai pengembangan kebudayaan
Kearifan lokal terbentuk sebagai pengembangan dan pelestarian kebudayaan di wilayah masing
masing. Begitupun dengan tradisi Baayun mulud yang merupakan wujud pengembangan dan
pelestarian yang dilakukan masyarakat untuk dipertahankan hingga saat ini dengan cara
perpaduan budaya/akulturasi.
2. sebagai petuah dan kepercayaan
Tradisi maayun anak sudah ada sejak zaman nenek moyang orang Banjar yang kemudian
mengalami akulturasi dengan agama Islam dan berubah nama menjadi Baayun mulud. Tradisi ini
mengandung kepercayaan masyarakat Banjar yang mana seorang anak akan merasakan nyaman
dan ketentraman karena berada dalam perlindungan dan limpahan kasih orang tuanya.
2. Pasar Terapung Banjarmasin
Kalimantan Selatan masih mempunyai dua pasar terapung yang sudah berlangsung
ratusan tahun, yakni Pasar Terapung Muara Kuin di Banjarmasin dan Pasar Terapung Lok Baintan
di Martapura. Pasar ini mulai setelah salat Subuh sampai selepas pukul tujuh pagi.

A. Proses Terbentuknya Kearifan Lokal


Pada tahun 1526 Sultan Suriansyah mendirikan kerajaan di tepi sungai Kuin dan Barito yang
kemudian menjadi cikal bakal kota Banjarmasin. Di tepian sungai inilah awalnya berlangsung
pusat perdagangan tradisional berkembang. Pedagangnya menggunakan perahu kecil yang
terbuat dari kayu. Pada akhirnya pasar terapung dipraktikkan hingga sekarang dan menjadi
kearifan lokal kota Banjarmasin.
B. Unsur unsur Kearifan Lokal
1. Pengetahuan lokal
Masyarakat lokal banjarmasin telah mendirikan pasar apung sejak lama karna wilayah topografi
mereka adalah sungai. Oleh karna itu sudah sejak dulu pasar ini menjadi tempat perekonomian
untuk masyarakat setempat.
2. Nilai lokal
Solidaritas antar masyarakat menjadi sangat erat, terlebih lagi nilai ini dijunjung tinggi dengan
disokong oleh tradisi barter yang masih diperbolehkan hingga saat ini
3. Keterampilan
Umumnya masyarakat banjar memiliki kemampuan terampil dalam memanfaatkan sungai
karena dipengaruhi oleh kondisi geografis tempat tinggalnya

C. Fungsi Kearifan Lokal


1. sebagai konservasi dan pelestarian sda
pasar terapung memanfaatkan sungai sebagai tempat mereka berjualan dan hal ini merupakan
bentuk konservasi dan pelestarian sda yg mereka miliki
2. sebagai pengembangan sdm
dikarenakan pasar terapung ini unik yang lokasinya berada diatas sungai, otomatis untuk modal
keahliaannya harus bisa untuk membuat kapal kayu dan dayuhnya yg lama kelamaan akan
mengembangkan sdm
3. sebagai kebudayaan dan ilmu pengetahuan
tentunya dengan adanya pasar terapung ini akan menjadi suatu hal menarik karna tidak
disemua tempat terdapat pasar yg serupa seperti pasar terapung dan akan menjadi ciri khas
khusus dikalangan banyak orang

BAGIAN II
1. Tari Baksa Kembang

A. Asal-usul Tari Beksan Kembang


Tari Baksa Kembang telah ada sebelum Kerajaan Banjar kurang lebih pada abad ke-15.
Bahkan tarian sudah ada sebelum pemerintahan Sultan Suriansyah, raja pertama Kerajaan
Banjar. Tari Baksa Kembang merupakan tradisional klasik yang ditampilkan untuk menghibur
keluarga keraton dan menyambut tamu agung, seperti raja atau pangeran. Saat itu, Tari Baksa
Kembang ditarikan oleh putra putri keraton. Sejalan dengan perkembangan zaman tarian ini
mulai populer di masyarakat saat Kerajaan Banjar membuka akses untuk masyarakat
menyaksikan pertunjukan tarian ini. Tari Baksa Kembang tidak hanya ditarikan oleh putra putri
keraton melainkan juga galuh-galuh atau gadis - gadis Banjar. Kemudian, Tari Baksa Kembang
menjadi salah satu kebudayaan di Kalimantan Selatan, dan tampil dalam acara adat maupun
festival budaya.
B. Nilai Moral Tari Beksan Kembang
Tari Baksa Kembang memiliki nilai moral yaitu sebagai budaya menghormati tamu yang
berkunjung. Dikarenakan sikap menghormati tamu tersebut adalah sifat yang terpuji.
C. Eksistensi Tari Beksan Kembang
Tari Baksa Kembang merupakan tari klasik yang berasal dari Keraton Banjar dari
Kalimantan Selatan. Tari Baksa Kembang pada saat itu adalah tari yang ditampilkan untuk
menyambut kedatangan tamu dan ditarikan oleh putri-putri Keraton Banjar. Namun saat ini, tari
Baksa Kembang dapat dipentaskan oleh masyarakat Kalimantan Selatan dalam upacara
pernikahan, acara adat, festifal maupun acara-acara yang lainnya.

2. Tari Topeng Banjar

A. Sejarah Tari Topeng Banjar


Topeng Tradisional di Kalimantan Selatan sudah tumbuh dan berkembang sejak Kerajaan
Negara Dipa. Kesenian ini awalnya berkembang didalam kalangan istana raja. Bentuk topeng
Banjar terdiri dari Topeng Gunung Sari, Topeng Patih, Topeng Panji, Topeng Batarakala
(Sangkala/Gajah Barung), Topeng Pantul, Topeng Tambam, Topeng Pamambi, Topeng Pamimdu,
Topeng Kalana, Topeng Ranggajiwa, dan lain - lain. Pergelaran upacara dalam bentuk teater
Topeng diadakan pada waktu - waktu tertentu, terutama sesudah "Gawi Mangatam Tanaik",
yaitu selesai panen dan padi sudah bersih masuk kindai. Orang yang punya hajat mengundang
kelompok penopengan untuk menggelarkan kesenian teater tari topeng sebagai ungkapan rasa
syukur atas rezeki yang diperoleh, juga untuk menjaga keselamatan kampung agar terhindar
dari segala bahaya roh jahat untuk keluarga ataupun untuk kampung mereka.
Tari topeng ini bukan pergelaran untuk hiburan tapi semata untuk keperluan upacara,
atau bisa juga berfungsi untuk keperluan Batatamba (pengobatan) terhadap orang sakit seperti
kapingitan (akibat kelalaian melakukan tradisi) dengan cara - cara tertentu. Topeng yang dipakai
pada tarian topeng etnis Banjar merupakan jenis tari klasik yang berasal dari Tapin yang
biasanya dibawakan oleh tiga orang yang masing-masing memainkan sebuah karakter yaitu
Gunung Sari, Patih dan Tumenggung dengan diiringi gamelan Banjar.

B. Nilai Moral Tari Topeng Banjar


Tari Topeng Banjar merupakan jenis tari klasik yang digunakan untuk upacara atau
pengobatan penyakit. Tarian ini merupakan tarian yang menggambarkan kerjasama dan juga
kegotong-royongan dari masyarakat demi kelancaran pergelaran tarinya.

C. Eksistensi Tari Topeng Banjar


Tari ini termasuk kedalam tari klasik yang mana berkembang dikalangan istana raja.
Sampai saat ini keberadaan tari topeng banjar masih digunakan untuk berbagai upacara sakral
dikalangan masyarakat seperti ritual membersihkan peralatan warisan, mengobati penyakit
goib, mengucap syukur setelah panen.

Anda mungkin juga menyukai