Anda di halaman 1dari 15

Pasang Surut Laut

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laut adalah sekumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi
dan membagi daratan atas benua atau pulau (KBBI). Air laut sendiri merupakan campuran
antara beragam garam dan air. Sebagian besar air di laut berasal dari kondensasi awal saat
Bumi mulai terbentuk dan mendingin. Hampir dua pertiga permukaan bumi tertutup oleh air,
baik air yang ada di darat maupun yang ada di laut. Lapisan air yang menutupi permukaan bumi
kita ini disebut hidrosfer. Lapisan air yang menutupi permukaan bumi membentuk samudera,
laut, rawa, danau, sungai, tumpukan es, awan, uap, dan lain-lain. Air yang terdapat di
permukaan bumi dapat berbentuk padat (seperti: es, gletser), berbentuk air (seperti: sungai,
danau, dan laut), dan berbentuk gas (seperti: awan dan uap)

Laut adalah salah satu jenis perairan di struktur bumi yang mewakili luas sejumlah 2/3
wilayah permukaan bumi. Indonesia merupakan negara yang mempunyai lautan yang cukup
luas. Posisinya cukup strategis, yaitu terletak di kawasan khatulistiwa yang berada di antara
dua samudera, Samudera Hindia dan Pasifik, dan dua benua, Asia dan Australia.

Pasang-surut (pasut) merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni
suatu gerakan vertikal (naik turunnya air laut secara teratur dan berulang-ulang) dari seluruh
partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan
tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi (gaya tarik menarik) antara bumi dan bulan, bumi
dan matahari, atau bumi dengan bulan dan matahari. Pasang-surut laut merupakan hasil dari
gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal, yakni dorongan ke arah luar pusat rotasi. Hukum
gravitasi Newton menyatakan, bahwa semua massa benda tarik menarik satu sama lain dan
gaya ini tergantung pada besar massanya, serta jarak di antara massa tersebut. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa, tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Sejalan
dengan hukum di atas, dapat dipahami bahwa meskipun massa bulan lebih kecil dari massa
matahari tetapi jarak bulan ke bumi jauh lebih kecil, sehingga gaya tarik bulan terhadap bumi
pengaruhnya lebih besar dibanding matahari terhadap bumi. Kejadian yang sebenarnya dari
gerakan pasang air laut sangat berbelit-belit, sebab gerakan tersebut tergantung pula pada
rotasi bumi, angin, arus laut dan keadaan-keadaan lain yang bersifat setempat. Gaya tarik
gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge)
pasang surut gravitasional di laut.

Pasang-sumt laut dapat didefinisikan pula sebagai gelombang yang dibangkitkan oleh
adanya interaksi antara bumi, matahari dan bulan. Puncak gelombang disebut pasang tinggi
(High Water/RW) dan lembah gelombang. Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang
laut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang laut juga bergantung
pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera. Pasang laut merupakan hasil dari gaya
gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi (bumi).
Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.
Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, namun gaya gravitasi bulan dua kali lebih
besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan
lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan
matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan
dan matahari.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang pasang surut laut

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan pasang surut laut?
2. Apa faktor penyebab terjadinya pasang surut laut?
3. Apa saja karateristik pasang surut laut?
4. Apa saja kegunaan atau manfaat pasang surut laut?

1.4 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan studi pustaka pada artikel atau
jurnal yang membahas tentang pasang surut laut.
BAB II. ISI

2.1 Pengertian Pasang Surut

Gambar 1. Pasang Surut Air Laut

Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka
laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan
bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut
merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi
terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan
karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.  Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat  rotasi.  Gravitasi  bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.  Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari
matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke
bumi.  Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.  Lintang dari tonjolan pasang surut
ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital
bulan dan matahari.
Pasang surut laut sendiri memiliki beberapa teori yang disampaikan oleh para ahli
antara lain adalah :

1. Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-
1727).  Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif.  Teori terjadi pada bumi
ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia)
diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan
gaya pembangkit pasang surut (King, 1966).  Untuk memahami gaya pembangkit passng
surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2
yaitu, sistem bumi-bulan dan system bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan
densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang
surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya
sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan,
dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi
dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
2. Teori Pasut Dinamik
Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang
homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan,
tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai
dengan konstitue-konstituennya.  Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh
GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan
dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini
melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara
kuantitatif.  Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang
pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut.  Karena
terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain
GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah.
 Kedalaman perairan dan luas perairan
 Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
 Gesekan dasar Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di
permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect).  Di belahan bumi utara
benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda
membelok ke kiri.  Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin
meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua
kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung
pada kecepatan pergerakan benda tersebut. Menurut Mac Millan (1966)
berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi
arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan
menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan
persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal
perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya

2.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut Laut

(a) (b)

Gambar 2. (a) Keadaan Pasang Laut dan (b) Keadaan Surut

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan  teori


kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi
bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas
perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat
beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar
laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang
surut yang berlainan.

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal.  Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.  Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari
matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam
membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke
bumi.  Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.  Lintang dari tonjolan pasang surut
ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan
matahari.

Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang
besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan
memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari.  Hal ini disebabkan
karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi.
Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung
pada sumbu yang menghadap ke bulan.  Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang
berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan
penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik.  Gaya tarik gravitasi matahari
juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir
mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam.

Bulan dan bumi memiliki gravitasinya masing-masing. Kedua gaya gravitasi ini ternyata
saling memengaruhi satu sama lain. Antara pusat bumi dan pusat bulan terjadi gaya saling tarik
menarik akibat gravitasi tersebut. Gaya ini mengakibatkan bumi sedikit tertarik ke arah bulan.
Inilah yang mendasari terjadinya pasang surut air laut.

Kondisi saat air laut naik disebut pasang naik. Kondisi ini terjadi dua kali, yaitu pada saat
bulan purnama dan bulan baru. Di belahan bumi yang mengalami bulan purnama, jarak antara
air laut dan pusat bulan lebih dekat daripada jarak antara pusat bumi dengan pusat bulan.
Akibatnya, gravitasi bulan menarik air laut lebih kuat daripada bumi. Ini mengakibatkan air laut
sedikit menggembung terhadap permukaan bumi dan jadilah pasang naik. Sebaliknya, di
belahan bumi yang mengalami bulan baru, jarak air laut dan pusat bulan lebih jauh daripada
jarak antara pusat bumi dengan pusat bulan. Akibatnya, gravitasi bulan menarik bumi lebih kuat
daripada air laut di bagian tersebut. Ini mengakibatkan air laut juga sedikit menggembung
terhadap permukaan bumi dan jadilah pasang naik.
Sedangkan kondisi saat air laut turun disebut pasang surut. Kondisi ini terjadi saat
bukan bulan purnama maupun bulan baru. Penggembungan air di bagian yang mengalami
bulan purnama dan bulan baru tentu saja mengambil jatah air dari belahan bumi lainnya.
Karena itulah di belahan bumi lainnya terjadi pasang surut. Pasang surut terbanyak terjadi saat
bulan separuh, karena pada saat bulan separuh, bagian bumi tersebut berada tepat di tengah
bagian yang mengalami bulan purnama dan bulan baru.
2.3 Karateristik Pasang Surut Laut

Gambar 3. Keadaan Surut di Pelabuhan

Menurut WIBISONO (2005), sebenarnya hanya ada tiga tipe dasar pasang surut yang
didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu sebagai berikut:

1. Pasang-surut tipe harian tunggal (diurnal type): yakni bila dalam waktu 24 jam
terdapat 1 kali pasang dan 1 kali surut.
2. Pasang-surut tipe tengah harian/ harian ganda (semi diurnal type): yakni bila dalam
waktu 24 jam terdapat 2 kali pasang dan 2 kali surut.
3. Pasang-surut tipe campuran (mixed tides): yakni bila dalam waktu 24 jam terdapat
bentuk campuran yang condong ke tipe harian tunggal atau condong ke tipe harian
ganda.

Tipe pasang-surut ini penting diketahui untuk studi lingkungan, mengingat bila di suatu
lokasi dengan tipe pasang-surut harian tunggal atau campuran condong harian tunggal terjadi
pencemaran, maka dalam waktu kurang dari 24 jam, pencemar diharapkan akan tersapu bersih
dari lokasi. Namun pencemar akan pindah ke lokasi lain, bila tidak segera dilakukan clean up.
Berbeda dengan lokasi dengan tipe harian ganda, atau tipe campuran condong harian ganda,
maka pencemar tidak akan segera tergelontor keluar.

Gambar 4. Keadaan Pasang di Malam Hari

Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang-surut berubah secara sistematis
terhadap siklus bulan. Rentang pasang-surut juga bergantung pada bentuk perairan dan
konfigurasi lantai samudera. Pasang-surut (pasut) di berbagai lokasi mempunyai ciri yang
berbeda karena dipengaruhi oleh topografi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya.
Di beberapa tempat, terdapat beda antara pasang tertinggi dan surut terendah (rentang pasut),
bahkan di Teluk Fundy (Kanada) bisa mencapai 20 meter. Proses terjadinya pasut memang
merupakan proses yang sangat kompleks, namun masih bisa diperhitungkan dan diramalkan.
Pasut dapat diramalkan karena sifatnya periodik, dan untuk meramalkan pasut, diperlukan data
amplitudo dan beda fasa dari masing-masing komponen pembangkit pasut. Ramalan pasut
untuk suatu lokasi tertentu kini dapat dibuat dengan ketepatan yang cukup cermat (NONTJI,
2005)

Pasang surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan
seluruh massa air yang bisa menimbulkan energi yang besar. Di perairan pantai, terutama di
teluk atau selat sempit, gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus
pasut. Jika muka air bergerak naik, maka arus mengalir masuk, sedangkan pada saat muka air
bergerak turun, arus mengalir ke luar. NONTJI (2005) mengatakan bahwa pengetahuan
mengenai pasut sangat diperlukan dalam pembangunan pelabuhan, bangunan di pantai dan
lepas pantai, serta dalam hal lain seperti pengelolaan dan budidaya di wilayah pesisir,
pelayaran, peringatan dini terhadap bencana banjir air pasang, pola umum gerakan massa air
dan sebagainya. Namun yang paling penting dari pasut adalah energinya dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan tenaga listrik.
2.4 Kegunaan dan Manfaat Pasang Surut Laut

Energi pasang surut merupakan bentuk energi dengan memanfaatkan beda ketinggian
pada waktu air laut pasang dan air laut surut. Pasang surut akan bervariasi dengan waktu dan
tingginya tergantung pada posisi relatif matahari, bulan dan bumi. Topografi dan kedalaman laut
pada keadaan tertentu dapat bertindak sebagai resonator atau konsentrator pasang surut dan
dapat menyebabkan tinggi pasang mencapai 15 m. Tidak kurang dari 100 lokasi di dunia yang
dinilai sebagai tempat yang cocok bagi pembangunan pembangkit energi pasang surut
(SOEPARDJO, 2005).

Saat ini ada 3 jenis teknologi pembangkit listrik tenaga arus pasut yaitu, Tidal Power, Tidal
Fence dan Tidal Turbine (DAUD, 2006). Seluruh wilayah pantai secara teratur mengalami
periode pasang surut dalam sehari dan untuk Tidal Power perbedaan pasang-surut minimal 5
meter. Teknologi yang diterapkan sebenarnya adalah teknik tradisional hydroelectric, dengan
adanya dam (bendungan) yang melewati suatu teluk atau daerah estuari. Kemudian dilengkapi
pintupintu air dan turbin dipasang sepanjang dam yang memisahkan kolam dan laut. Teluk yang
ujungnya sempit sangat cocok diterapkan. Ketika air pasang menghasilkan tingkat air yang
berbeda di dalam dan di luar dam, pintupintu air akan terbuka, air yang mengalir melewati turbin
akan menjalankan generator untuk menghasilkan listrik. Pemanfaatan energi ini memerlukan
daerah yang cukup luas untuk menampung air laut (reservoir area) dan bangunan dam bisa
dijadikan jembatan transportasi. Tidal Power dibedakan menjadi dua yaitu kolam tunggal dan
kolam ganda. Pada sistem pertama, energi dimanfaatkan hanya pada saat periode air surut
atau air naik. Sedangkan sistem kolam ganda memanfaatkan aliran dalam dua arah. Perbedaan
tinggi antara permukaan air di kolam dan permukaan air laut pada instalasi ini semakin tinggi
semakin baik. Di Jepang, sistem ini telah dikembangkan dengan pembukaan instalasi baru di
Laut Ariake, Kyushu. Di Muara Sungai Severn, Inggris juga telah mulai direncanakan instalasi
berskala besar untuk 12 GW listrik.
(a) (b)

Gambar 5. (a) dan (b) Stasiun France’s La Rence, Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut di
Muara Sungai ance, Perancis

Teknologi Tidal Fence, skala besar digunakan juga sebagai jembatan penghubung antar
pulau di antara selat. Menggunakan instalasi yang hampir sama dengan Tidal Power, namun
terpisah dengan turbin arus antara 5 sampai 8 knot (5,6 sampai 9 mil/jam) dapat dimanfaatkan
energi lebih besar dari pembangkit listrik tenaga angin karena densitas air 832 kali lebih besar
dari udara (5 knot arus = velositas angin 270 km/jam). Skala besar pembangkit tenaga arus ini
sepanjang 4 km telah mulai dikerjakan tak jauh dari Sulawesi Utara yakni di Kepulauan Dalupiri
dan Samar, Filipina, sekaligus membuat jembatan penghubung pada empat pulaunya. Proyek
ini disponsori oleh Blue Energy Power SystemCanada yang telah mengkomersialkan diri
dengan berbagai modul turbin dalam berbagai skala. Diestimasi energi yang nantinya dihasilkan
di Filipina ini maksimum adalah sebesar 2.200 MW dengan minimum rata-rata sebesar 1.100
MW setiap hari. Hal ini didasarkan dengan kecepatan arus rata-rata sebesar 8 knots pada
kedalaman sekitar 40 meter. Modul turbin Davis yang dipakai dapat mengkonversi listrik pada
lokasi tertentu seperti di sungai sebesar 5 KW sampai 500 KW sedangkan instalasi di laut bisa
menghasilkan 200 MW sampai 8000 MW.

Teknologi ketiga adalah Tidal Turbine seperti turbin angin. Teknologi ini berfungsi sangat
baik pada arus pantai yang bergerak sekitar 3,6 dan 4,9 knots (4 dan 5,5 m/jam). Pada
kecepatan ini, turbin arus berdiameter 15 meter dapat menghasilkan energi sama dengan turbin
angin yang berdiameter 60 meter. Lokasi ideal turbin arus pasut ini tentunya dekat dengan
pantai pada kedalaman antara 20-30 meter. Energi listrik yang dihasilkan menurut perusahaan
Marine Current Turbine - Inggris adalah lebih besar dari 10 MW per 1 km2 , dan 42 lokasi yang
berpotensi di Inggris telah teridentifikasi perusahaan ini. Lokasi ideal lainnya yang dapat
dikembangkan terdapat di Filipina, Cina dan tentunya Indonesia.

Gambar 6. Stasiun Annapolis Royal, Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut di Muara Sungai
Annapolis, Kanada

Penelitian pemanfaatan energi arus pasut sejak tahun 1920 telah dilakukan di beberapa
negara seperti, Prancis, Amerika Serikat, Rusia dan Kanada. Setelah lebih dari 40 tahun, yaitu
pada tahun 1966, di Prancis telah dibangun stasiun France's La Ranee yang merupakan satu-
satunya industri Pembangkit Listrik Tenaga Arus Pasang-Surut dengan skala besar di dunia
(Gambar 1 a dan b). Pembangkit energi listrik yang digerakkan oleh tenaga pasang surut
dengan tidal range 8-13,5 meter ini memproduksi 240 MW listrik lewat instalasi Tidal Power
melewati daerah Muara Sungai Ranee, dekat Saint Malo (DAUD, 2006). Instalasi ini mensuplai
90 persen kebutuhan listrik wilayah itu. Pada waktu itu tenaga pasut telah dapat menghasilkan
500 juta KWH per tahun, sehingga dapat mencukupi kebutuhan sebuah kota dengan jumlah
penduduk 100 ribu orang menurut standard Eropa (ONGKOSONGO, 1989). Di Murmansk,
Rusia, memanfaatkan 0,4 MW listrik dari jenis yang sama. Tidak jauh dari Indonesia, ada
Australia yang memanfaatkannya di Kimberly dan Cina sebesar 8 MW. Kemudian pada tahun
1984, dibangun stasiun Annapolis Royal, proyek energi pasang surut dengan kapasitas 2.176
MW terletak di Teluk Fundy (Bay of Fundy), yaitu di Muara Sungai Annapolis Provinsi Nova
Scotia, Kanada (Gambar 2), dengan tunggang pasut 8,7 m pada saat pasang purnama dan 4,4
m saat pasang perbani menghasilkan 30-40 juta KWH per tahun. Di kota Hammerfest,
Norwegia, listrik telah sukses dibangkitkan dengan memanfaatkan arus pasang di pantai dan
mencukupi sebagian kebutuhan listrik kota dengan modul turbin Blades.
Mekanisme suatu pusat energi pasang-surut tergantung dari faktor meteorologi atau
geofisika, antara lain, arah dan kecepatan angin, lamanya angin bertiup dan luas daerah yang
dipengaruhi pasang-surut. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan dengan
seksama. Pada pemanfaatan energi ini diperlukan daerah yang cukup luas untuk dapat
menampung air laut (reservoir area). Pada sisi lain energi ini tidak menimbulkan bahan-bahan
yang beracun (unhealthy waste), "exhaust gas", "ask", "atmospheric radiation". Potensi energi
pasang-surut seluruh samudera di dunia tercatat sebesar 3.106 MW. Di Indonesia pada
umumnya yang pasang-surutnya sekitar 5 m, antara lain di sebagian Pulau Sumatera, Pulau
Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Barat, Irian dan pantai selatan Pulau Jawa
(Soepardjo, 2005).

Wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki selat-selat sempit yang
membatasi pulau-pulaunya. Selain itu, cukup banyak juga teluk dan semenanjung yang setiap
harinya mengalami pasang dan surut yang memiliki potensi untuk digali energinya. Hal ini
memungkinkan untuk memanfaatkan tenaga pasang-surut, sebagai sumberdaya energi yang
diperlukan oleh manusia. Pada saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya dapat
menggerakkan turbin untuk membangkitkan listrik.
BAB III. PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Pasang-surut (pasut) merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut,
yakni suatu gerakan vertikal (naik turunnya air laut secara teratur dan berulang-ulang) dari
seluruh partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut.
Gerakan tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi (gaya tarik menarik) antara bumi dan
bulan, bumi dan matahari, atau bumi dengan bulan dan matahari. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang
surut gravitasional di laut.  Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut
antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan  teori
kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari,
revolusi bumi terhadap matahari.

Karateristik pasang surut laut ada tiga tipe dasar yang didasarkan pada periode dan
keteraturannya, yaitu sebagai berikut:

1. Pasang-surut tipe harian tunggal


2. Pasang-surut tipe tengah harian/ harian ganda.
3. Pasang-surut tipe campuran

Pasang surut laut menghasilan energi yang sangat besar. Energi pasang surut
merupakan bentuk energi dengan memanfaatkan beda ketinggian pada waktu air laut
pasang dan air laut surut. Saat ini ada 3 jenis teknologi pembangkit listrik tenaga arus pasut
yaitu, Tidal Power, Tidal Fence dan Tidal Turbine

1.2 Saran

Sesuai dengan pembahasan tentang pasang surut laut sebagai sumber daya alam yang
melimpah ini sebaikanya dimanfaatkan dalam berbagai hal yang dapat membantu
kehidupan manusia. Makalah ini diharapkan dapat membantu memahami dan mencari
potensi lain dari sumber daya air laut.

DAFTAR PUSTAKA

Duxbury, B. A; A. C. Duxbury and K.A. Sverdrup. 2002. Fundamentals of Oceanography. Fourth


Edition. McGraw-Hill: 204-205

Fajaruddin, R. A.2019. Pasang Surut. Modul Pembelajaran : Universitas Padjajaran.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta : 92-98.

Prarikeslan, W. 2016. Oseanografi. Jakarta: Kencana.

Soepadjo, A. H. 2005. Potensi dan Teknologi Energi Samudera Dalam Eksplorasi Sumber daya
Budaya Maritim. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)-Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta: 125- 132.

Surinati, D. 2007. Pasang Surut dan Energinya. Jurnal Oseana Volume XXXII Nomor 1
Halaman 15-22

Wibisino, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan.Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia 6 :


87-99

Anda mungkin juga menyukai