Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cadangan minyak bumi, gas alam dan batu bara akan habis dalam waktu
dekat karena eksploitasi dilakukan tanpa perhitungan dan kontrol yang jelas. Lalu,
energi alternatif apa yang bisa digunakan? Sejumlah pihak muncul dengan ide
tenaga pasang surut air laut. Memang bukan teknologi baru, bahkan tergolong
teknik paling tua yang pernah dipikirkan manusia. Namun, jenis teknologi ini
ramah lingkungan dan tidak mempunyai ekses negatif. Dan yang terpenting, alam
memberikannya secara gratis.
Indonesia dengan luas perairan hampir 60% dari total luas wilayah sebesar
1.929.317 km2, Indonesia seharusnya bisa menerapkan teknologi alternatif ini.
Apalagi dengan bentangan Timur ke Barat sepanjang 5.150 km dan bentangan
Utara ke Selatan 1.930 km telah mendudukkan Indonesia sebagai negara dengan
garis pantai terpanjang di dunia. Pada musim hujan, angin umumnya bergerak dari
Utara Barat Laut dengan kandungan uap air dari Laut Cina Selatan dan Teluk
Benggala. Di musim Barat, gelombang air laut naik dari biasanya di sekitar Pulau
Jawa. Fenomena alamiah ini mempermudah pembuatan teknik pasang surut
tersebut.
Penerapannya di Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil. Tapi perlu ada
master plan yang jelas untuk mewujudkannya. Karena ini dapat menjadi sumber
energi alternatif potensial. Apalagi proses pembuatannya tidak merusak alam,
melainkan ramah lingkungan. Tetapi sebelumnya, harus dilakukan sebuah riset
yang berguna untuk mengukur kedalaman sepanjang garis pantai Indonesia.
Sehingga dapat ditentukan di daerah mana saja yang layak. Bangsa Indonesia
seharusnya menyadari bahwa alam menyediakan semua yang dibutuhkan. Hanya
perlu kerja keras dan kebijakan yang memperhatikan sumber daya alam yang
terbatas. Sehingga Indonesia tidak perlu risau akan cadangan energi.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam ruang lingkup pembahasan ini, maka akan dipertanyakan suatu
masalah, yaitu :

1. Bagaimana pasang surut air laut itu terjadi?


2. Pemanfaatan pasang surut air laut menjadi energi?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
mengenai energi alternatif yang memanfaatkan pasang surut air laut.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah
1. penulis dapat mengetahui gambaran terjadinya pasang surut air laut,
2. penulis dapat mengetahui proses pemanfaatan pasang surut air laut
menjadi energi.

1.5 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam membuat
makalah ini adalah membaca artikel-artikel di internet yang berkaitan dengan
penulisan makalah ini.
2BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik


turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa
terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut
Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik
turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan
karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Pasang surut yang terjadi di bumi ada tiga jenis yaitu: pasang surut atmosfer
(atmospheric tide), pasang surut laut (oceanic tide) dan pasang surut bumi padat
(tide of the solid earth). Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi
dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar
pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi
berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari
matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik
matahari dalam membangkitkan pasang surutlaut karena jarak bulan lebih dekat
daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik airlaut ke arah
bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional dilaut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi,
sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa energi pasang surut air laut adalah
energi yang dihasilkan akibat terjadinya fenomena pasang surut air laut.
2.2 Teori Pasang Surut
2.2.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)

Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton


(1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori
terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh
kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya
permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King,
1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan
memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem
bumi-bulan dan sistem bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman
dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya
pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya
tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut,
massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan
menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross,
1987).

2.2.2 Teori Pasang Surut Dinamika (Dynamical Theory)

Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang
homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang
konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan
periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk
dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan
pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace
(1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut
dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut
menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan
gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor
lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor
tersebut adalah :
Kedalaman perairan dan luas perairan
Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
Gesekan dasar Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di
permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi
utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan
benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi
semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai
maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada
kecepatan pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut,
gaya Coriolis mempengaruhiarus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi
tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta
mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal
perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.

2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut


Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori
kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap
matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis
adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan
gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat
mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat,
bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut
yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek
sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi
bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap
jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan
dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang
surutlaut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya
tarik gravitasi menarik airlaut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional dilaut. Lintang dari tonjolan pasang
surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang
orbital bulan dan matahari (Priyana,1994) Bulan dan matahari keduanya
memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung
kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan
memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini
disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya
lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71%
permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke
bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air
yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan
permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari
juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-
daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode
sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994)

2.4 Tipe Pasang Surut


Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit
pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir.
Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang
dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
3. pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan
melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan
jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide) Merupakan pasut yang hanya
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di
Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide) Merupakan pasut yang
terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama
dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing
Diurnal) Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan
satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut
yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan
Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi
Diurnal) Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut
dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai
Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur

2.5 Arus Pasut


Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang
surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang
surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan
pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat,
sehingga menimbulkan arus pasut (Tidal current).
Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan
mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah
berkurangnya kedalaman (Mihardja et,. al 1994).
Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah
akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang
lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Aruspasang surut adalah arus yang
cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood)
dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan
dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan
bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan
pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi
menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain,
di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan
demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi.
Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan
terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan
lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.

2.6 Pasang Surut di Perairan Indonesia


Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh dua lautan
yaitu Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik serta posisinya yang berada di
garis katulistiwa sehingga kondisi pasang surut, angin, gelombang,
dan arus laut cukup besar. Hasil pengukuran tinggi pasang surut di
wilayahlaut Indonesia menunjukkan beberapa wilayah lepas laut pesisir daerah
Indonesia memiliki pasang surut cukup tinggi.
Keadaan pasang surut di perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran
pasang surut dari Samudra Pasifik dan Hindia serta morfologi pantai dan batimeri
perairan yang kompleks dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang
dangkal dan laut dalam. Keadaan perairan tersebut membentuk pola pasang surut
yang beragam. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semidiurnal)
mendominasi tipe pasut di daerah tersebut. Berdasarkan pengamatan pasang surut
di Kabil, Pulau Batam diperoleh bilangan Formzhal sebesar 0,69 sehingga pasang
surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe
campuran dengan tipe ganda yang menonjol. Pasang surut harian (diurnal)
terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa. Berdasarkan pengamatan pasut di
Tanjung Priok diperoleh bilangan Formzhal sebesar 3,80. Jadi tipe pasut di Teluk
Jakarta dan lautJawa pada umumnya adalah pasut bertipe tunggal. Tunggang
pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6
meter. Di Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 1,5 m kecuali di
Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter di jumpai
di Papua (Diposaptono, 2007).

2.7 Manfaat Energi Pasang Surut

Gambar 1 Ombak masuk ke dalam muara sungai ketika terjadi pasang naik air laut.

Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya; dan
pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar.
Dalam sehari bisa terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu
siklus bisa diperkirakan (kurang lebih setiap 12,5 jam sekali), suplai listriknya pun
relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik bertenaga ombak.
Namun demikian, menurut situs darvill.clara.net, hanya terdapat sekitar 20 tempat
di dunia yang telah diidentifikasi sebagai tempat yang cocok untuk pembangunan
pembangkit listrik bertenaga pasang surut ombak.
Pada dasarnya ada dua metodologi untuk memanfaatkan energi pasang
surut:

Gambar 2 Ketika surut, air mengalir keluar dari dam menuju laut sambil memutar turbin
1. Dam pasang surut (tidal barrages)
Cara ini serupa seperti pembangkitan listrik secara hidro-elektrik yang
terdapat di dam/waduk penampungan air sungai. Hanya saja, dam yang dibangun
untuk memanfaatkan siklus pasang surut jauh lebih besar daripada dam air sungai
pada umumnya. Dam ini biasanya dibangun di muara sungai dimana terjadi
pertemuan antara air sungai dengan air laut. Ketika ombak masuk atau keluar
(terjadi pasang atau surut), air mengalir melalui terowongan yang terdapat di dam.
Aliran masuk atau keluarnya ombak dapat dimanfaatkan untuk memutar
turbin (Lihat gambar 1 dan 2)

Gambar 3 PLTPs La Rance, Brittany, Perancis.

Gambar atas menampilkan aliran air dari kiri ke kanan. Gambar sebelah
kiri bawah menampilkan proyek dam ketika masih dalam masa konstruksi.
Gambar kanan menampilkan proses perakitan turbin dan baling-balingnya.

Pembangkit listrik tenaga pasang surut (PLTPs) terbesar di dunia terdapat


di muara sungai Rance di sebelah utara Perancis. Pembangkit listrik ini dibangun
pada tahun 1966 dan berkapasitas 240 MW. PLTPs La Rance didesain dengan
teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis, sehingga hanya membutuhkan
dua orang saja untuk pengoperasian pada akhir pekan dan malam hari. PLTPs
terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan
kapasitas hanya 16 MW.

Kekurangan terbesar dari pembangkit listrik tenaga pasang surut adalah


mereka hanya dapat menghasilkan listrik selama ombak mengalir masuk (pasang)
ataupun mengalir keluar (surut), yang terjadi hanya selama kurang lebih 10 jam
per harinya. Namun, karena waktu operasinya dapat diperkirakan, maka ketika
PLTPs tidak aktif, dapat digunakan pembangkit listrik lainnya untuk sementara
waktu hingga terjadi pasang surut lagi.

2. Turbin lepas pantai (offshore turbines)


Pilihan lainnya ialah menggunakan turbin lepas pantai yang lebih
menyerupai pembangkit listrik tenaga angin versi bawah laut. Keunggulannya
dibandingkan metode pertama yaitu: lebih murah biaya instalasinya, dampak
lingkungan yang relatif lebih kecil daripada pembangunan dam, dan persyaratan
lokasinya pun lebih mudah sehingga dapat dipasang di lebih banyak tempat.
Beberapa perusahaan yang mengembangkan teknologi turbin lepas pantai
adalah: Blue Energy dari Kanada, Swan Turbines (ST) dari Inggris, dan Marine
Current Turbines (MCT) dari Inggris. Gambar hasil rekaan tiga dimensi dari
ketiga jenis turbin tersebut ditampilkan dalam Gambar 4.

Gambar 4 PLTPs La Rance, Brittany, Perancis.

Gambar sebelah kiri (1): Seagen Tidal Turbines buatan MCT.


Gambar tengah (2): Tidal Stream Turbines buatan Swan Turbines.
Gambar kanan atas (3): Davis Hydro Turbines dari Blue Energy.
Gambar kanan bawah (4): skema komponen Davis Hydro Turbines milik Blue
Energy. Picture credit: (1) marineturbines.com, (2) swanturbines.co.uk, (3) & (4)
bluenergy.com.
Teknologi MCT bekerja seperti pembangkit listrik tenaga angin yang
dibenamkan di bawah laut. Dua buah baling dengan diameter 15-20 meter
memutar rotor yang menggerakkan generator yang terhubung kepada sebuah
kotak gir (gearbox). Kedua baling tersebut dipasangkan pada sebuah sayap yang
membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang diborkan ke dasar laut.
Turbin tersebut akan mampu menghasilkan 750-1500 kW per unitnya, dan dapat
disusun dalam barisan-barisan sehingga menjadi ladang pembangkit listrik. Demi
menjaga agar ikan dan makhluk lainnya tidak terluka oleh alat ini, kecepatan rotor
diatur antara 10-20 rpm (sebagai perbandingan saja, kecepatan baling-baling kapal
laut bisa berkisar hingga sepuluh kalinya).
Dibandingkan dengan MCT dan jenis turbin lainnya, desain Swan
Turbines memiliki beberapa perbedaan, yaitu: baling-balingnya langsung
terhubung dengan generator listrik tanpa melalui kotak gir. Ini lebih efisien dan
mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan teknis pada alat. Perbedaan kedua
yaitu, daripada melakukan pemboran turbin ke dasar laut ST menggunakan
pemberat secara gravitasi (berupa balok beton) untuk menahan turbin tetap di
dasar laut.
Adapun satu-satunya perbedaan mencolok dari Davis Hydro
Turbines milik Blue Energy adalah poros baling-balingnya yang vertikal (vertical-
axis turbines). Turbin ini juga dipasangkan di dasar laut menggunakan beton dan
dapat disusun dalam satu baris bertumpuk membentuk pagar pasang surut (tidal
fence) untuk mencukupi kebutuhan listrik dalam skala besar.
Berikut ini disajikan secara ringkas kelebihan dan kekurangan dari
pembangkit listrik tenaga pasang surut
Kelebihan:
o Setelah dibangun, energi pasang surut dapat diperoleh secara gratis.
o Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya.
o Tidak membutuhkan bahan bakar.
o Biaya operasi rendah.
o Produksi listrik stabil.
o Pasang surut air laut dapat diprediksi.
o Turbin lepas pantai memiliki biaya instalasi rendah dan tidak menimbulkan
dampak lingkungan yang besar.

Kekurangan:
o Sebuah dam yang menutupi muara sungai memiliki biaya pembangunan yang
sangat mahal, dan meliputi area yang sangat luas sehingga merubah ekosistem
lingkungan baik ke arah hulu maupun hilir hingga berkilo-kilometer.
o Hanya dapat mensuplai energi kurang lebih 10 jam setiap harinya, ketika ombak
bergerak masuk ataupun keluar.
3 BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Setelah membaca berbagai artikel yang di dapat dan penulis bahas kembali
dalam makalah ini maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara
berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan
bulan terhadap massa air di bumi.

2. Energi pasang surut air laut adalah energi yang dihasilkan akibat terjadinya
fenomena pasang surut air laut.
3. Ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu : Pasang surut diurnal, pasang
surut semi diurnal,pasang surut campuran. Sedangkan pasang surut di
Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu : Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide),
Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide), Pasang surut campuran
condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) , Pasang surut
campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal).
4. Energi Pasang Surut Air Laut dapat digunakan sebagai energi alternatif yang
mana energi ini berasal dari fenomena pasang surut laut.

3.2 Saran
1. Gunakanlah energi secara bijak.
2. Kembangkan energi-energi alternatif dengan memanfaatkan potensi-
potensi yang ada di Indonesia.
3. Jangan terlalu bergantung pada energi fosil, karena suatu saat energi
tersebut akan habis.
4 DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Thicon.2008.Pemanfaatan Energi Laut 2: Pasang Surut.


http://majarimagazine.com/2008/01/energi-laut-2-pasang-surut/ (diunduh
02 April 2012)

Muhammad.2007.Pasang Surut Laut dan Keadaanya di Indonesia.


http://rageagainst.multiply.com/journal/item/35?&show_interstitial=1&u=%
2Fjournal%2Fitem (diunduh 04 April 2012)

Suardi, Yogi.No date.Pasang Surut.


http://www.ilmukelautan.com/oseanografi/fisika-oseanografi/402-pasang-
surut (diunduh 04 April 2012)

.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2
1.5 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3


2.1 Definisi ..................................................................................................... 3
2.2 Teori Pasang Surut ................................................................................... 4
2.2.1 Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory) ..................................... 4
2.2.2 Teori Pasang Surut Dinamika (Dynamical Theory).......................... 4
2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut ............................................... 5
2.4 Tipe Pasang Surut ..................................................................................... 6
2.5 Arus Pasut................................................................................................. 7
2.6 Pasang Surut di Perairan Indonesia .......................................................... 8
2.7 Manfaat Energi Pasang Surut .................................................................. 9

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14


3.1 Simpulan ................................................................................................. 14
3.2 Saran ....................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-
Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Energi Pasang
Surut Air Laut. Makalah ini dititikberatkan pada Energi alternatif dimana energi
itu didapat dari fenomena pasang surut air laut.

Dalam penyusunan makalah ini, ada hambatan yang penulis hadapi,


diantaranya penentuan outline makalah, penentuan kata-kata yang cocok untuk
digunakan dalam sebuah paragraf, dan lain sebagainya yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Namun hal tersebut merupakan proses pembelajaran bagi
penulis, selain itu penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dosen mata kuliah
Pengantar Lingkungan, orang tua dan juga teman-teman sehingga kendala-kendala
yang penulis hadapi teratasi.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih ada kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi


penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, 04 April 2012

PENULIS
ENERGI PASANG SURUT
AIR LAUT

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Lingkungan

Oleh:
Linda Purdianti 091221017
M. Benny Nugraha 091221018
Sambas Saepullah 091221026

PROGRAM STUDI TEKNIK AERONAUTIKA


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2012

Anda mungkin juga menyukai